Referat PJB Awie

39
Referat Penyakit Jantung Rematik William Chandra | 11-2010-212 BAB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penyakit jantung didapat merupakan kelainan jantung karena infeksi. Jenis yang paling banyak ditemukan dari golongan ini adalah penyakit jantung rematik, sebagai dampak dari demam rematik yang disebabkan oleh kuman Streptokokus Beta Hemolitikus tipe A. Penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang justru banyak ditemukan pada keluarga miskin, kurang gizi, penduduk dengan jumlah rumah yang padat, kumuh dan berpendidikan rendah. Bermula dari demam, batuk dan pilek yang dianggap remeh pada masa anak- anak sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dan berlangsung berulang kali. Kemudian berakhir dengan demam rematik oleh kuman Streptokokus Beta Hemolitikus tipe A. Kuman ini mengeluarkan zat racun atau toksin yang akan bereaksi dengan katup jantung, reaksi ini disebut reaksi imunologis. Akibatnya lambat laun katup jantung menjadi rusak, biasanya terjadi setelah usia dewasa muda. Jika reaksi imunologisnya berat maka bisa saja langsung terjadi kelainan pada katup jantung pada usia sekolah. Dan ketika telah terjadi kelainan pada jantung, maka penyakit ini disebut penyakit jantung rematik. Page | 1

Transcript of Referat PJB Awie

Page 1: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

BAB. I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Penyakit jantung didapat merupakan kelainan jantung karena infeksi. Jenis yang

paling banyak ditemukan dari golongan ini adalah penyakit jantung rematik, sebagai

dampak dari demam rematik yang disebabkan oleh kuman Streptokokus Beta

Hemolitikus tipe A. Penyakit ini merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang justru

banyak ditemukan pada keluarga miskin, kurang gizi, penduduk dengan jumlah rumah

yang padat, kumuh dan berpendidikan rendah.

Bermula dari demam, batuk dan pilek yang dianggap remeh pada masa anak-

anak sehingga tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat dan berlangsung berulang

kali. Kemudian berakhir dengan demam rematik oleh kuman Streptokokus Beta

Hemolitikus tipe A. Kuman ini mengeluarkan zat racun atau toksin yang akan bereaksi

dengan katup jantung, reaksi ini disebut reaksi imunologis. Akibatnya lambat laun katup

jantung menjadi rusak, biasanya terjadi setelah usia dewasa muda. Jika reaksi

imunologisnya berat maka bisa saja langsung terjadi kelainan pada katup jantung pada

usia sekolah. Dan ketika telah terjadi kelainan pada jantung, maka penyakit ini disebut

penyakit jantung rematik.

Hal ini tentu akan berakibat menurunnya kondisi badan, gizi bahkan pertumbuhan

dan perkembangan anak akan terganggu. Jika kondisinya lebih berat lagi, maka akan

terjadi gagal jantung bahkan kematian. Di Indonesia sendiri diperkirakan prevalensi PJR

sebesar 0,3-0,8 anak sekolah berusia 5-15 tahun.

Oleh karena itu penyakit jantung rematik, harus sesegera mungkin diatasi secara

konprehensif dan terpadu, agar kejadian penyakit jantung rematik ini jumlahnya dapat

ditekan.

Bertolak dari masalah tersebut diatas, kami mencoba menguraikan dan

menginformasikan mengenai penyakit jantung rematik lebih lanjut.

Page | 1

Page 2: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

1.2. Tujuan Penulisan

Untuk memenuhi tugas sebagai prasyarat kelulusan dokter muda yang bertugas

diBagian Anak RS. Mardi Waluyo Lampung

Untuk menginformasikan mengenai Penyakit Jantung Rematik kepada pembaca,

khususnya bagi setiap dokter muda selaku calon dokter umum.

Page | 2

Page 3: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

BAB. II.

DEMAM REMATIK

2.1. Definisi.

Demam rematik ialah satu penyakit autoimune yang disebabkan oleh infeksi

Streptokokus Beta Hemolitikus tipe A. Penyakit ini termasuk penyakit vaskular kolagen

multisistem sehingga melibatkan jantung, kulit, sendi dan juga otak yang disertai satu

atau lebih manifestasi mayor (karditis, poliartritis migran, khorea, nodul subkutan,

eritema marginatum), dan mempunyai ciri khas untuk kambuh.

2.2. Epidemiologi.

Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi

masalah kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang. Puncak

insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang

dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan

penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika

Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000

anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000.

Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an

berkisar 1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan

diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka yang

didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah.

Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun

beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa revalensi penyakit

jantung rematik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara

kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi

dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam

rematik.

Page | 3

Page 4: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

2.3. Etiologi dan Faktor prediposisi

Infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorok selalu

mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun pada

serangan ulang. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, streptococcus grup A

harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Infeksi ini

dapat dibedakan dari kolonisasi dengan munculnya respon antibodi sekurang –

kurangnya satu antigen streptococcus, misalnya anti – streptolisin O. Infeksi farings

tidak perlu bergejala dan mungkin dapat dideteksi hanya secara retrospektif dengan

naiknya titer antibodi terhadap streptococcus. Karena pentingnya demam reumatik

dalam kesehatan masyarakat negara berkembang, maka penelitian epidemiologis

infeksi streptococcus di negara berkembang masih perlu dilakukan.

Faktor yang penting untuk manifestasi penyakit ini meliputi sifat organisme,

tempat infeksi, serta predisposisi genetik. Streptococcus grup A sp pyogenes

merupakan salah satu dari 20 serogrup. Streptococcus beta hemolyticus dikenali oleh

karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis pada

agar plat darah kambing. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga

lapisan membrane, yang disusun terutama dari lipoprotein. Di luar membrane

sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga komponen, yaitu :

Komponen pertama / dalam : peptidoglikan yang memberi kekakuan dinding

sel. Senyawa ini digabung dengan polisakarid dinding sel, menimbulkan

arthritis, serta reaksi nodular pada kulit binatang percobaan.

Komponen kedua : polisakarid dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup.

Strukur imunokimia komponen tesebut menentukan spesifisitas serologis

bermacam – macam serogrup. Karbohidrat grup A merupakan polimer

polisakarid, yaitu yang terdiri dari pendukung utama ramnose dengan rantai

samping ramnose yang diakhiri ujung terminal N – asetilgluktosamin. Gula

amino ini merupakan determinan antigenik spesifik dari karbohidrat

streptococcus grup A. karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenik

bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.

Page | 4

Page 5: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Komponen ketiga : mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R, dan T.

Dari ketiga protein ini yang paling penting adalah protein M, yakni antigen

spesifik – tipe dari streptococcus grup A. Adanya protein M pada permukaan

streptococcus menghambat fagositosis, hambatan tersebut dinetralkan oleh

antibodi terhadap protein M, yaitu antibodi spesifik – tipe. Imunitas terhadap

infeksi streptococcus grup A adalah spesifik tipe, bukannya spesifik grup dan

dihubungkan dengan adanya antibodi spesifik tipe. Dari permukaan keluar

bentuk menyerupai rambut sebagai lapisan fimbrie yang tersusun oleh asam

lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptococcus terhadap sel

epitel.

Beberapa strain streptococcus grup A pada demam reumatik, memiliki kapsul

mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsul tersebut hanya kadang – kadang

ada, kemungkinan karena hidrolisis oleh hialuronidase yang dihasilkan selama masa

pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu streptococcus juga menghasilkan enzim

ekstraseluler, termasuk dua hemolisin atau streptolisin. Pelepasan enzim ini pada saat

terjadi infeksi merangsang pembentukan antibodi terhadap produk ekstraseluler.

Kebanyakan streptococcus grup A menghasilkan toksin eritrogenik yang

menyebabkan ruam kulit dan skarlatina.

Hubungan etiologis antara kuman streptococcus dengan demam reumatik

diketahui dari data sebagai berikut :

Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar

antibodi terhadap streptococcus, atau dapat diisolasi kuman beta streptococcus

hemolyticus grup A, atau keduanya.

Insiden demam reumatik yang tinggi bersamaan dengan insidens infeksi oleh

beta streptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Sebaliknya insiden

demam reumatik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu

golongan penduduk diobati dengan baik.

Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita

mendapat pencegahan yang teratur dengan antibiotika.

Page | 5

Page 6: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Valvulitis merupakan tanda utama rematik karditis yang paling banyak mengenai

katup mitral (76%), katup aorta (13%) dan mengenai katup mitral + katup aorta

(97%).

Faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit

reumatik dapat dibagi menjadi faktor pada pejamu dan faktor lingkungan. Faktor pada

pejamu mencakup :

Faktor genetik : banyak demam reumatik terdapat pada satu keluarga atau

pada saudara kembar. Jenis HLA tertentu juga rentan terhadap demam

reumatik, penelitian menyimpulkan bahwa kerentanan herediter terhadap

demam reumatik melibatkan lebih dari satu gen resesif.Pemeriksaan fenotip

antigen limfosit manusia ( HLA ) terhadap demam reumatik menunjukkan

hubungan dengan alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi

monoklonal, dengan status reumatikus.Antigen HLA – DR 4 dan HLA – DR 2

sering ditemukan pada penderita demam reumatik ras kaukasoid dan kulit

hitam dibanding yang sehat, hal ini mendukung konsep predisposisi genetik

demam reumatik.

Jenis kelamin : dahulu disangka anak perempuan lebih sering terkena demam

reumatik daripada anak lelaki, namun ternyata tidak benar. Jenis kelamin

berpengaruh terhadap kelainan katubnya dimana stenosis mitral lebih sering

ditemukan pada pasien perempuan, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering

terjadi pada lelaki.

Golongan etnik dan ras : data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan

pertama maupun serangan ulang demam reumatik lebih sering didapatkan

pada orang kulit hitam daripada kulit putih, akan berarti penilaian ini harus

dilakukan dengan hati – hati karena faktor lingkungan ikut berperan atau

bahkan dapat sebagai sebab sebenarnya.

Umur : merupakan faktor terpenting pada timbulnya demam reumatik. Paling

sering ditemukan pada usia 5 – 15 tahun dengan puncak usia 8 tahun, dan

tidak biasa ditemukan pada usia 3 – 5 tahun, dan , sangat jarang sebelum anak

usia 3 tahun atau setelah 20 tahun.

Page | 6

Page 7: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Status gizi : keadaan gizi serta adanya penyakit lain belum dapat ditentukan

apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

Telah diketahui bahwa pasien anemia sel sabit ( sickle cell anemia ) jarang

yang menderita demam reumatik.

Faktor lingkungan mencakup :

Keadaan sosial ekonomi yang buruk : hal ini terpenting sebagai predisposisi

terjadinya demam reumatik. Insiden demam reumatik di negara yang maju

sudah jelas menurun sebelum era antibiotik. Termasuk dalam keadaan sosial

ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan

penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera

mengobati anak yang menderita sakit kurang, pendapatan yang rendah

sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang, dan lainnya.

Iklim dan geografi : demam reumatik adalah penyakit kosmopolit, sehingga

penyakit ini dahulu dianggap terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang,

tetapi ternyata daerah tropis mempunyai angka kejadian yang tinggi. Di

dataran tinggi angka kejadian demam reumatik lebih tinggi daripada di dataran

rendah.

Cuaca : perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan angka kejadian

infeksi saluran napas bagian atas meningkat, sehingga angka kejadian demam

reumatik juga meningkat

2.4. . Patogenesis

Banyak hal yang diketahui tentang streptococcus, dan banyak pula hal yang

diketahui tentang demam reumatik, akan tetapi sedikit sekali diketahui tentang apa

yang menghubungkan keduanya. Bagaimana rantai proses antara infeksi streptococcus

pada tenggorok dengan demam reumatik, yang mulai sesudah faringitis mereda dan

yang hanya mengenai organ dan jaringan yang jauh dari tenggorok ? Satu hal telah

pasti, yaitu bahwa kuman streptococcus tidak berpindah dari tenggorok ke jantung

atau sendi, semuanya terbukti steril saat diteliti.

Page | 7

Page 8: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Banyak ahli yang berpendapat bahwa kerentanan genetik terhadap demam

reumatik berhubungan dengan hiperaktivitas terhadap antigen streptococcus.

Pemeriksaan respon imun pasien reumatik terhadap antigen bakteri maupun

nonbakteri memberikan data yang saling bertentangan dengan hipotesis tersebut.

Penelitian Rojholek menyatakan terdapat kerentanan terhadap demam reumatik

berkaitan dengan respon imun yang berlebihan terhadap imunisasi dengan antigen

brusela, akan tetapi sampai sekarang tidak ada bukti yang pasti bahwa respon imun

yang berlebihan pada pasien demam reumatik terhadap antigen streptococcus.

Dudding dan Ayoub melaporkan bahwa terdapat respon berlebih terhadap karbohidrat

streptococcus grup A pada pasien penyakit katup reumatik. Respon berlebihan

terhadap antigen streptococcus dikaitkan dengan pewarisan petanda HLA – DR 2 atau

DR 4 yang ditentukan secara genetik. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa

demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun. Streptococcus diketahui dapat

menghasilkan tidak kurang 20 produk eksternal yang dapat menimbulkan reaksi

antibodi ( streptolisin O dan S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase,

deoksiribonuklease, serta streptococcal erytrogenic toxin ). Kaplan mengemukakan

hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot

jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang

menyebabkan reaksi autoimun.

Pasien yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira – kira 20 sistem

antigen – antibody, beberapa diantaranya menetap lebih lama dari yang lainnya. Anti

DNA-ase misalnya dapat bertahan sampai beberapa bulan sehingga dapat digunakan

untuk penelitian terhadap pasien yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi

tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainya sudah normal kembali. Anti

streptolisin O ( ASTO ) paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi

streptococcus. Lebih dari 80 % pasien demam reumatik menunjukkan kenaikan titer

ASTO saat diperiksa antibodi streptococcusnya.

Page | 8

Page 9: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

2.5.Manifestasi klinis

Didahului dengan infeksi tenggorokan akut (faringitis akut) sekitar 20 hari

sebelumnya. Selama masa tersebut merupakan periode laten yang asimptomatik. Rata-

rata onset sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala.

Manifestasi klinis dapat dikelompokkan menjadi (5) kriteria mayor, kriteria minor

dan bukti didahului oleh infeksi kuman streptokokus dan terdiri dari 4 stadium.

2.6. Diagnosis

Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk

pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal

sebagai kriteria Jones.

Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya

merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan

selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Association dengan

menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya (Tabel 1).

Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriterium mayor dan 2 kriteria minor,

ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar

menandakan adanya demam rematik.

Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam

rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi

mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya

terjadi jika demam rematik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi

streptokokus.

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai

suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik. Kriteria ini bermanfaat

untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik berupa

overdiagnosis maupun underdiagnosis.

Page | 9

Page 10: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Tabel 1. Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam rematik

Kriteria Mayor

Karditis

Poliartritis

Korea

Eritema marginatum

Nodulus subkutan

Kriteria Minor

Klinik

Riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya

Artralgia

Demam

Laboratorium

Peningkatan kadar reaktan fase akut :

Protein C reaktif (CRP +),

Laju endap darah meningkat

Leukositosis

EKG dengan P-R Interval yang memanjang

Ditambah

Tanda- tanda yang mendukung adanya infeksi streptokokus sebelumnya : kenaikan titer

antistreptolisin 0 (ASTO) atau antibodi antistreptokokus lainnya, biakan usapan(swab)

tenggorokan yang positif untuk streptokokus grup A atau baru menderita demam

skarlatina.

Page | 10

Page 11: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

KRITERIA MAYOR

1) Karditis

merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena

merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada

fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung

rematik. Manifestasi ini ditemukan pada 50% kasus.

Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya

salah satu tanda berikut:

a. bising baru atau perubahan sifat bising organik,

b. kardiomegali akibat miokarditis berat sehingga dapat menunjukkan gangguan

kontraktilitas miokard pada EKG,

c. perikarditis (friction rub, efusi pericardium, nyeri dada), dan

d. gagal jantung kongestif.

Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul pertama

kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya baru

timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik dapat berupa bising

pansistol didaerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol di daerah basal

(regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-Coombs) yang

timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2) Poliartritis

Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan

keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Ditemukan pada 70% kasus.

Artritis pada demam rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota

gerak bawah (lutut, mata kaki, baru kemudian siku dan pergelangan tangan). Kelainan ini

hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian

berpindah (poliartritis migrans), sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang

tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda

pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat.

Page | 11

Page 12: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Poliartritis ini sangat responsif terhadap salisilat. Dan gejala tersebut dapat hilang

dalam 4-6 minggu.

Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak

dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai

suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang- kurangnya dua kriteria minor,

seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer

ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3) Korea Syndenham

Merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting sehingga dapat

dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak ditemukan kriteria

yang lain. Ditemukan pada 15% kasus, terutama pada perempuan prapubertas.

Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan

yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya

mengenai satu sisi tubuh. Penderita dengan korea ini menunjukkan gerakan- gerakan

yang tidak terkoordinasi dan tidak bertujuan serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih

nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan tertekan.

Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan

emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa

pubertas dan lazim terjadi pada perempuan.

Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat,

sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea

mulai timbul.

4) Eritema marginatum

Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak

sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,

berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.

Ditemukan pada kurang dari 10% kasus, berupa bercak kemerahan yang berbatas tegas.

Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan

terutama timbul didaerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak

Page | 12

Page 13: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap,

berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh

pemberian panas, dan memucat jika ditekan.

Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

5) Nodulus subkutan

Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah

ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Ditemukan pada 2-

10% kasus, terutama pada kekambuhan.

Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari

kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Biasanya

simetrik pada daerah ekstensor sendi, sepanjang tulang belakang dan berlangsung

beberapa minggu.

Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

KRITERIA MINOR

1) Riwayat demam rematik

Sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat

dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama.

Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang

pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit

dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

2) Artralgia

Rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan

gerak sendi. Biasanya melibatkan sendi-sendi besar. Kadang nyerinya sangat berat

sehingga tidak mampu bergerak.

Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular

lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal.

Page | 13

Page 14: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah

dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam

Pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39ºC,

terutama jika terdapat karditis.

Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama

beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena

dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti

diagnosis banding yang bermakna.

Demam biasa terjadi pada serangan poliartritis reumatik, sering pada karditis

reumatik murni, namun tidak ada pada korea syndenham murni.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut

Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis

merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.

Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik,

kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Ketiga uji

ini juga abnormal pada beberapa infeksi bakteri dan penyakit kolagen.

Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan

gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan

tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar

protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C

reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat

dipertanyakan

.

5) Interval P-R yang memanjang

Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi pada

nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan

gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang

memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

Page | 14

Page 15: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Adapun keadaan- keadaan yang merupakan pengecualian pemakaian kriteria

jones antara lain :

1. Korea yang terjadi sebagai satu- satunya manifestasi klinis demam

rematik.

2. ”Indolent carditis” yang menjadi satu- satunya manifestasi klinis pada

pasien yang datang beberapa bulan setelah onset demam rematik.

3. Seringkali pasien yang mengalami kekambuhan (recurrens) tidak

memenuhi kriteria jones.

2.7. Pemeriksaan penunjang

Selain pemeriksaan penunjang yang terdapat pada kriteria jones (Laboratorium :

CRP, LED, Lekosit darah perifer; EKG), pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah

ASTO dan Swab tenggorok sebagai bukti infeksi kuman streptokokus.

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk

demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus.

Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa

atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar

70% sampai 80% kasus demam rematik akut.

Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun,

biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi

streptokokus akut.

Pemeriksaan ekokardiografi dapat pula dilakukan pada penderita demam rematik

untuk membantu diagnosis miokarditis. Dan dengan pemeriksaan ini dapat dinilai berat

ringannya miokarditis, terdapatnya regurgitasi dan derajat regurgitasi mitral dan aorta.

Page | 15

Page 16: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam rematik meliputi:

1. Tirah baring di rumah sakit,

2. Eradikasi kuman streptokokus,

3. Pemberian obat-obat antiradang,

4. Pengobatan korea,

5. Penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri, atau

trombo-emboli, serta

6. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin.

Tirah Baring

Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan

artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah

baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal

jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan

kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling

menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah

penilaian klinik dokter yang merawat.

Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam

rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat

antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi

jantung secara optimal.

Eradikasi Kuman Streptokokus

Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik

dapat ditegakkan. Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat

diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2

juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4

kali sehari diberikan selama 10hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin, eritromisin 50

mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi

pengganti.

Page | 16

Page 17: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Obat Antiradang

Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini

dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan

respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis

100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan

menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti

salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi

selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang

dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.

Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini

bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden

dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.

Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2

minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya

dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko

terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75

mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

Secara ringkas, indikasi dan dosis pemberian obat antiradang pada demam

rematik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Indikasi dan dosis obat antiradang pada demam rematik

Manifestasi Pengobatan

Artritis, dan/atau karditis tanpa

kardiomegali

Karditis dengan kardiomegali atau

Gagal jantung

Salisilat 100 mg/kg/hari selama 2 minggu,

kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari

selama 4-6 minggu.

Prednison 2 mg/kg/hari selama 2minggu,

kemudian diturunkan 1mg/kg/hari sampai habis

selama 2 minggu, ditambah dengan salisilat 75

mg/kg/hari mulain minggu ke 3 selama 6

minggu.

Page | 17

Page 18: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Pengobatan Korea Sydenham.

Pasien korea yang ringan pada umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada

kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea.

Obat yang sering digunakan adalah fenobarbital dan haloperidol. Fenobarbital diberikan

dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6 sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis

rendah (0,5 mg), kemudian dinaikkan sampai 2,0 mg tiap 8 jam, bergantung kepada

respon klinis . Pada kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg setiap 8 jam.

Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama

beberapa minggu sampai 3 bulan.

Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol

dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya

tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun.

Penanganan Gagal Jantung

Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal jantung

pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian

kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator.

Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya.

Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas

jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia, disamping batas keamanannya yang

sempit.

Tatalaksana berdasarkan Taranta dan Markowitz yang telah dimodifikasi

1. Tindakan umum dan tirah baring

Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan

Aktivitas Artritis Karditis

minimal

Karditis sedang Karditis berat

Tirah baring 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan

Aktivitas dalam 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan

Page | 18

Page 19: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

rumah

Aktivitas di

luar rumah

2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan

Aktivitas penuh Setelah 6-10

minggu

Setelah 6-10

minggu

Setelah 3-6

bulan

bervariatif

2. Pemusnahan streptokok

Rekomendasi yang dianjurkan untuk pengobatan faringitis streptokok.

Benzatin penicillin G, dosis tunggal. Dosis 1,2 juta U i.m. untuk BB>30 kg, dan

600.000 U i.m. bila BB<30 kg. Jika alergi terhadap nenzatin penicillin G : Eritromisin

40mg/kgBB/hari dibagi 2-4 dosis dalam 10 hari..

Alternatif lain : Oral penicilin V, 2x250 mg

Oral sulfadiazin, 1 gr sekali sehari

Oral eritromisi, 2x250 mg

3. Pengobatan anti nyeri dan anti radang

Cukup antiinflamasi asetosal saja diberikan pada karditis ringan sampai sedang

sedangkan prednison hanya diberikan pada karditis berat.

Artritis Karditis ringan Karditis sedang Karditis berat

Prednison 0 0 0 2-6 minggu

Aspirin 1-2minggu 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Dosis : Prednison : 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin : 100 mg/kGBB/hari dibagi 4-6 dosis

Dosis prednison ditappering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai diberikan

aspirin. Setelah minggu ke-2 aspirin diturunkan 60mg/kgBB/hari

2.9. Prognosis.

Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,

umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta

jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan

karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat

Page | 19

Page 20: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia

21 tahun.

2.10. Pencegahan

Pencegahan Sekunder

Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan

ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya.

Oleh karena itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat

penting.

Setiap pasien dengan riwayat demam rematik tanpa gejala sisa katup memerlukan

pengobetan profilaksis sekunder. Karena resiko kekambuhan paling tinggi terjadi dalam 5

tahun setelah serangan pertama, maka profilaksis sekunder diberikan setidaknya selama 5

tahun dan diperlukan evaluasi setelah 5 tahun.

Pasien dengan gejala sisa katup direkomendasikan untuk profilaksis sampai usia

dewasa (21-25 tahun), namun pada keadaan yang berat dianjurkan lebih lama bahkan

seumur hidup. Pasien dengan gejala sisa katup yang berisiko tinggi untuk terpajan

Streptokokus Beta Hemolitikus (dokter, perawat, guru sekolah) juga dianjurkan untuk

memperoleh profilaksis seumur hidup.

Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara

teratur pada penderita yang pernah mengidap demam rematik agar tidak terjadi infeksi

streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang

demam rematik.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik sebagai

berikut:

1. penisilin G benzatin 600.000 U im untuk BB<27 kg, dan 1,2 juta U/im

untukBB>27 kg, setiap 28 hari

2. sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan

berat badan di atas 27 kg

3. penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau

4. bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2

kali sehari.

Page | 20

Page 21: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

BAB. III.

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

3.1. Definisi

Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan kelainan katup jantung yang menetap

akibat demam reumatik akut dengan karditis sebelumnya.

3.2.Epidemiologi

PJR merupakan penyakit jantung yang didapat yang sering ditemukan pada anak.

PJR terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup

trikuspid dan tidak pernah mengenai katup pulmonal.

Kelainan yang terjadi dapat berupa insufisiensi, stenosis, atau keduanya.

3.3. Stenosis mitral

Stenosis mitral paling sering ditemukan pada usia dewasa, karena diperlukan

waktu sekitar 5-10 tahun setelah serangan demam rematik akut. Namun, di Indonesia

seperti dinegara berkembang lain, stenosis mitral yang bermakna sudah dapat terjadi pada

masa pra-remaja.

Manifestasi klinis

Anamnesis

Stenosis mitral ringan tidak menimbulkan keluhan yang berarti. Stenosis yang lebih berat

akan menimbulkan sesak nafas dengan atau tanpa aktivitas, ortopnoe, dan palpitasi.

Pemeriksaan fisik

Peningkatan impuls sepanjang garis parasternal kiri

Denyut nadi perifer melemah, tekanan nadi menyempit

Pada stenosis mitral yang berat dapat ditemukan tanda- tanda hipertensi pulmonal

(bunyi jantung I mengeras, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras)

Bising mid- diastolic/ presistolik

Page | 21

Page 22: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Pemeriksaan Penunjang

1. EKG : deviasi aksis kekanan, pembesaran atrium kiri, hipertrofi

ventrikel kanan.

2. Foto thoraks : pembesaran atrium kiri dan atrium kanan, segmen

pulmonal menonjol dan kongesti vena pulmonalis.

3. Echokardiografi : katup mitral menebal, kalsifikasi, gerakan terbatas,

perlekatan katup dengan korda. Dapat dideteksi dilatasi atrium kiri, atrium kanan,

arteri pulmonalis, ventrikel kanan.

Tata laksana

Antibiotik profilaksis

Pembatasan aktivitas bergantung pada derajat penyakit

Pasien dengan gejala klinis dapat dilakukan baloon valvuloplasty atau operasi

3.4. Insufisiensi mitral

Insufisiensi mitral merupakan kelainan katup yang tersering ditemukan akibat

demam rematik akut yang disertai karditis (valvulitis mitral). Proses penyembuhan valvulitis mitral menyebabkan daun katup menebal sehingga

tidak dapat menutup dengan sempurna selama fase systole.

Perlengketan antara tepi daun katup.

Pelebaran ventrikel kiri, kerusakan otot papilaris serta korda tendinae menambah

kebocoran tersebut.

Manifestasi klinis

Anamnesis

Insufisiensi mitral ringan dan sedang pada anak sering tidak menimbulkan keluhan. Pada

insufisiensi mitral berat dapat ditemukan gejala- gejala gagal jantung kongestif dari yang

ringan sampai yang berat.

Page | 22

Page 23: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Pemeriksaan fisik

Peningkatan impuls di daerah apeks pada insufisiensi mitral berat

Bunyi jantung I normal atau melemah

Bunyi jantung II dapat terdengar terpecah lebar

Bunyi jantung III sering dijumpai

Pansistolik murmur di daerah apeks menjalar kearah aksial kiri

Pemeriksaan penunjang

1. EKG : pada kasus ringan tidak didapat kelainan, pada kasus berat

terdapat hipertofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.

2. Foto Thoraks : pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri, kongesti vena

pulmonalis jika ada gagal jantung.

3. Echokardiografi : didapatkan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

4. Dopler dan dopler warna dapat memetakan derajat regurgitasi dari

ventrikel kiri ke atrium kiri.

Tata laksana

Antibiotik profilaksis sesuai dengan demam rematik akut.

Pemberian ACE inhibitor seperti kaptopril dapat dipertimbangkan.

Pembatasan aktivitas tergantung derajat penyakit.

Operasi repair atau replacement.

3.5. Insufisiensi aorta

Kelainan katup aorta pada demam reumatik hampir selalu berupa insufisiensi

aorta.Pada sebagian kecil dapat disertai dengan stenosis aorta,tetapi stenosis aorta murni

tidak pernah ditemukan akibat reuma.Insufisiensi aorta reumatik yang ditemukan

tersendiri lebih jarang dibandingkan insufisiensi mitral. Kelainan ini dapat terjadi sejak

awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang

reumatik pada katup aorta.

Page | 23

Page 24: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Manifestasi klinis

Anamnesis

Insufisiensi aorta yang ringan biasanya asimptomatis. Pada yang lebih berat toleransi

latihan menurun.

Pemeriksaan fisik

Impuls prekordium meningkat

Dapat dijumpai getaran bising (thrill) diastolik pada sela 3 garis parasternal kiri

Bunyi jantung I melemah, bunyi jantung II normal atau tunggal.

Bising diastolik pada sela iga 3-4 kiri

Bising sistolik pada sela iga 2 kanan karena stenosis aorta relatif

Pada insufisiensi aorta yang berat dapat terdengar bising middiastolik di apeks

Pemeriksaan penunjang

1. EKG : insufisiensi aorta ringan tidak memberikan

kelainan pada EKG. Pada kasus berat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri

dilatasi atrium kiri.

2. Foto Thoraks : memperlihatkan kardiomegali dengan dilatasi

aorta desendens.

3. Echokardiografi : dapat memperlihatkan dilatasi aorta asendens.

4. Doppler dan doppler berwarna dapat memperlihatkan saat diastolik dini.

Tata laksana

Antibiotik profilaksis seperti pada demam rematik akut.

Pada kasus ringan tidak perlu pembatasan aktivitas. Pada kasus berat pembatasan

aktivitas bergantung nyeri angina atau sesak saat aktivitas, dan kardiomegali

bermakna tergantung pada derajat klinis.

Tindakan bedah untuk repair atau penggantian katup.

Page | 24

Page 25: Referat PJB Awie

Referat Penyakit Jantung RematikWilliam Chandra | 11-2010-212

Referensi

1. Wikipedia

Indonesia.http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Deman_Rheumatoid . Demam

Rheumatoid. 1 February 2008.

2. Hassan Rusepno, Alatas Husein (editor). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak FKUI, jilid II :Kelainan Jantung didapat: Demam reumatik dan penyakit jantung

reumatik, h: 734-757 Cetakan ke sebelas. Jakarta : INFOMEDIKA, 2007

3. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSCM : ...., h ..... Jakarta: RSCM, 2007

4. Kisworo Bambang. Cermin dunia Kedokteran No. 116: Demam

rematik, h25-8 . Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, 1997.

5. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi, volume .. :…., h:

…., Cetakan pertama. Jakarta : EGC, 2006.

6. Madiyono Bambang, Endah Sri, dkk. Penanganan Penyakit Jantung

Pada Bayi dan Anak.. h :37-46. Jakarta : 2005

7. Behrman E. Richard, Kliegman M. Robert; editor edisi bahasa

Indonesia: Prof. Dr. Dr. Wahab A. Samik, Sp. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol 3 Ed.15.

h: 811-815. EGC. Jakarta 2000.

8. Madiyono, B. Epidemiologi Penyakit Jantung Rheumatik di Indonesia.

Kardiol. Indones.2005 : 23-33.

9. Rheumatic fever and Rheumatic Heart Disease. Report of WHO. 1988 ;

44.

10. Taranta, A. Markowitz M. Rheumatic Fever.Boston 2nd Edisi 1989.

Page | 25