Referat Kardiologi (PJB) Mustika

47
REFERAT KARDIOLOGI “PENYAKIT JANTUNG BAWAAN” Oleh: Mustika Anggiane Putri Pembimbing: Dr. Lola Purnama, SpA MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 1

description

sdajahdkjh jksandkjans

Transcript of Referat Kardiologi (PJB) Mustika

REFERAT KARDIOLOGIPENYAKIT JANTUNG BAWAAN

Oleh:Mustika Anggiane Putri

Pembimbing:Dr. Lola Purnama, SpA

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJARUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA2009 MTINJAUAN PUSTAKAPENYAKIT JANTUNG BAWAAN

1. PENDAHULUAN

Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.1 Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi cukup banyak ditemukan di Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan 6 10 dari 1000 bayi lahir hidup menyandang penyakit jantung bawaan.2 Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya beberapa penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Duktus arteriosus persisten dan defek septum atrium lebih sering dijumpai pada anak perempuan, sedangkan stenosis aorta lebih sering dijumpai pada anak laki-laki. Pembentukkan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan pembentukkan jantung.2 Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi dalam 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan non-sianotik. Penyakit jantung bawaan non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB, sisanya merupakan kelompok PJB sianotik (25%).

2. EPIDEMIOLOGI Prevalensi penyakit jantung bawaan (PJB) secara global berkisar antara 4 5/1000 sampai 12-14/1000 kelahiran hidup di berbagai negara dengan geografis dan latar belakang etnis yang berbeda.3 Insiden PJB terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.4PJB ini memberi kontribusi yang signifikan terhadap angka kematian bayi (infant mortality rate). Sekitar 7% kematian neonatal dini disebabkan kelainan kongenital mayor, 25% diantaranya disebabkan PJB yang berat3. Bayi bayi yang lahir preterm mempunyai kecenderungan 2 kali lipat menjadi PJB dibandingkan bayi yang cukup bulan dan 16% dari seluruh bayi yang lahir preterm menderita PJB.5Di Indonesia 1 dari 100 bayi yang lahir akan menderita PJB dari yang ringan sampai yang berat, dan 30% diantaranya akan menunjukkan manifestasi klinis pada hari-hari pertama sampai minggu pertama kehidupan.6 dari sekitar 4 juta dari bayi yang lahir maka setiap tahun di Indonesia akan lahir sebanyak 40.000 bayi penyandang PJB dari yang ringan sampai yang beratdan kompleks. Sebagian bayi bayi tersebut meninggal pada masa awal kehidupannya karena tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang memadai, tidak dapat mencapai pusatpusat pelayanan kesehatan, namun tidak jarang karena tidak terdeteksi. Frekuensi Relatif dari Kelainan Jantung Kongenital*Lesi%ase dari Lesi

Defek sekat ventrikel (VSD)25-30

Defek sekat atrium (sekundum)(ASD)6-8

Persisten Duktus arteriosus (PDA)6-8

Koartasio aorta 5-7

Tetralogi Fallot5-7

Stenosis katup pulmonal5-7

Stenosis katu aorta4-7

d-transposisi arteri-arteri besar3-5

Hipoplasia ventrikel kiri1-3

Hipoplasia ventrikel kanan1-3

Trunctus arteriosus1-2

Anomali total venous return pulmonal1-2

Atresia tricuspid1-2

Ventrikel tunggal1-2

Double-outlet right ventricle1-2

Lainnya5-10

* Tidak termasuk PDA pada bayi prematur, katup aorta bikuspid, stenosis pulmonal perifer fisiologis, dan prolapsus katup mitral.

3. PERUBAHAN SISTEM SIRKULASI PADA SAAT LAHIR

Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm norm al, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan. 7

Gambar 1 : Sirkulasi darah janin7Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang mengalami penurunan ke angka normal. Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).

Gambar 2 : Sirkulasi darah setelah lahir7Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawah difragma. Tetap terbukanya foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation.7,8,9

4. ETIOLOGIEtiologi dari kelainan jantung kongenital tidak diketahui dengan pasti. Sebagian besar kasus diduga disebabkan oleh multifaktor, berupa kombinasi dari predisposisi genetik dan stimulus lingkungan. Sebagian kecil kasus dihubungkan dengan kelainan kromosom. Kelainan jantung ditemukan pada 90% pasien dengan trisomi kromosom 18, pada 50% pasien dengan trisomi kromosom 21 dan 40% pasien dengan sindrom Turner. Dua hingga 4% kelainan jantung kongenital juga berhubungan dengan lingkungan, faktor ibu dan kehamilan dan agen teratoenik, termasuk penyakit diaetes mellitus pada ibu, fenilketonuria, SLE, sindrom rubella kongenital, konsumsi obat selama hamil (litium, etanol, thalidomide, agen anti konvulsan). Adanya kelainan kongenital lain juga ditemukan pada 25% pasien dengan kelainan jantung kongenital.4

5. KLASIFIKASIKelainan jantung bawaan banyak sekali jenisnya. Klasifikasi dari penyakit ini pun ragamnya menurut pendapat para ahli masing-masing. Dari segi klinis yang penting adalah ada tidaknya sianosis. Sehingga penyakit jantung bawaan dapat dibedakan atas :1. PJB sianotik2. PJB non-sianotikBerdasarkan hemodinamiknya PJB non-sianotik dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok10 : (1) Kelompok dengan pirau kiri ke kanan seperti duktus arteriosus persisten (DAP), defek septum atrium (DSA) dan defek septum ventrikel (DSV); (2) kelompok dengan obstruksi jantung kanan seperti stenosis katup pulmonal; (3) kelompok dengan obstruksi jantung kiri seperti stenosis katup aorta, koartasio aorta dan stenosis mitral.Penyakit jantung sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, diantaranya tetralogi Fallot (TF), Transposisi Arteri Besar (TAB), Double Outlet Right Ventricle (DORV).

A. Defek Septum Ventrikel (DSV)Defek septum ventrikel (ventricular septal defect) adalah adanya defek pada septum yang memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Kelaianan ini merupakan jenis kelainan jantung kongenital yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 20-30% dari seluruh kasus. VSD sering ditemukan sebagai defek tersendiri, namun dapat pula sebagai bagian dari kelainan jantung kongenital kompleks seperti Tertralogi Fallot dan transposisi arteri besar. Bila ditinjau dari segi patofisiologi dan klinis ada 4 tipe VSD yaitu:1. VSD kecil dengan tahanan pada arteri pulmonalis masih normal2. VSD sedang dengan tahanan pada arteri pulmonalis masih normal3. VSD besar disertai hipertensi pulmonal yang dinamis, artinya hipertensi pulmonal terjadi karena bertambahnya volume darah pada arteri pulmonalis tapi belum ada kenaikan tahanan arteri pulmonalis atau belum ada arteiosklerosis arteri pulmonalis.4. VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen karena pada kelainan ini sudah disertai arteriosklerosis arteri pulmonalis.

Forum Ilmiah Kardiologi Anak mengklasifikasikan VSD dalam 3 tipe:1. VSD perimembran outlet, inlet, trabekular, konfluens2. VSD muskular posterior, trabekular, infundibular3. VSD subarterial (doubly commited subarterial) yang disebut juga tipe Oriental karena lebih banyak terjadi pada orang Asia dibandingkan Kaukasia.

Masing-masing tipe ini dapat diidentifikasi dari dari pemeriksaan ekokardiografi.

Gambar 3 VSD

PatofisiologiDarah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek pada sekat. Perbedaan tekanan antara ventrikel kiri dan kanan besar, sehingga darah mengalir dengan deras dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan sehingga menimbulkan bising. Makin besar defek, makin banyak darah masuk ke arteri pulmonalis. Tekanan yang terus menerus meninggi pada arteri pulmonalis akan menaikkan tekanan pada kapiler paru. Mula-mula, naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel, artinya belum terjadi perubahan pada endotelnya, dan juga belum ada perubahan pada tunika muskularis arteri-arteri kecil paru. Akan tetapi,lama kelamaan pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan ini akan mengakibatkan naiknya tahanan yang permanen. Bila tahanan pada arteri pulmonalis sudah tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel kanan juga menjadi tinggi dan permanen. Pada suatu saat terjadi keseimbangan tekanan pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Pada saat ini penderita secara subyrktif merasa baik karena tidak ada shunt. Akan tetapi kemudian tekanan pada ventrikel kanan melebihi tekanan pada ventrikel kiri dan shunt jadi berbalik dari kanan ke kiri, penderita menjadi sianosis dan prognosis serta gejala klinisnya memburuk.

Manifestasi klinisManifestasi klinis sangat tergantung dari besar kecilnya defek dan aliran shunt dari kiri ke kanan.- Defek kecilBiasanya asimptomatik. Tipe bisisng akhir sistolik tepat sebelum S2- Defek sedangGejala tidak terlalu nyata, hanya kadang-kadang pasien mengaku cepat lelah. Sering mendapat infeksi pau dan batuk-batuk. Jarang terjadi gagal jantung, kecuali bila ada endokarditis infektif atau anemia. Pada auskultasi terdengar bising pansistolik dengan derajat minimal 3, nada tinggi, kasar, terdengar terkeras pada sela iga 3-4 linea parasternalis kiri.- Defek besarSering menyebabkan gagal jantung pada usia 1-3 bulan. Sering mengalami infeksi dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat. Kadang-kadang anak terlihat sianosis disebabkan gagal jantung dan radang paru sehingga oksigenisasi darah berkurang. Pada auskultasi terdengar bising yang sama dengan VSD sedang,.Pada sela iga 4 linea medioklavikularis terdengar bising diastolik pendek nada rendah, menunjukkan shunt yang besar.VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen/sindrom EisenmengerAnak tampak sianosis, pada auskultasi terdengar bising sistolik lemah tipe ejeksi dengan titik maksimum pada linea parasternalis kiri bagian bawah.

Gambaran RadiologiPada defek kecil gambaran radiologis menunjukkan ukuran jantung normal dan vaskularisasi normal. Pada defek sedang tampak pembesaran jantung dan peningkatan vaskular paru. Pada foto PA akan tampak bayangan jantung melebar ke arah bawah dan kiri akibat hipertrofi ventrikel kiri disertai dengan peningkatan vaskularisasi paru. Pada defek besar akan tampak pembesaran ventrikel kanan disertai dengan penonjolan arteri pulmonalis.

Gambaran ElektrokardiografiPada VSD defek kecil, gambaran EKG biasanya normal. Pada defek sedang sering ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri akibat shunt dari kiri ke kanan yang menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kiri. Sering tidak tampak pembesaran hipertrofi ventrikel kanan. Pada bayi, gambarannya sering tidak jelas menunjukkan kelainan. Pada VSD besar dengan tekanan ventrikel kiri dan kanan yang sama, selain tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri, juga didapatkan hipertrofi ventrikel kanan. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal permanen, gambaran EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan murni.

Gambaran EkokardiografiEkokardiografi perlu dilakukan pada VSD untuk mengetahui lokasi dan besarnya defek. Pemeriksaan EKG secara anatomis antara lain dapat memperlihatkan segmen septum mana yang terlihat, batas-batas defek dan hubungan katup-katup terhadap defek.

Kateterisasi jantungKateterisasi jantung saat ini tidak selalu diperlukan. Keteterisasi perlu dilakuakan pada penderita VSD besar disertai gagal jantung atau hipertensi pulmonal, dan VSD kecil yang diduga disertai peningkatan vaskular paru.

Perjalanan alamiah- Menutup spontanSebagian besar penderita VSD kecil menutup spontan pada 2 tahun pertama kehidupan. Penutupan lebih sering terjadi pada tipe muskular dibandingkan tipe perimembran.- Prolaps katup aortaSering ditemukan pada VSD tipe doubly commited arterial. Prolaps katup aorta adalah deformitas tepi katup aorta bagian anterior dan inferior yang menonjol sehingga gerakan katup akan berkurang dan menyebabkan penutupan VSD. Jika deformitas katup telah terjadi, keadaan ini akan berkembang emnjadi regurgitasi katup aorta. Sehingga walaupun defek kecil, tetapi jika sudah terdapat prolaps katup aorta tetapi belum sampai terjadi regurgitasi katup aorta harus segera dilakukan penutupan defek.- Aneurisma septum membranaseaAdalah jaringan yang berasal dari katup trikuspid yang menyebabkan penutupan spontan atau pengurangan ukuran defek. Lebih sering didapatkan pada penderita VSD tipe perimembran. Sehingga operasi dapat ditunda jika pada pemeriksaan ekkokardiografi didapatkan aneurisma septum membranasea.- Stenosis infundibulumTerjadi akibat hipertrofi otot infundibulum ventrikel kanan, sehingga kan menghambat aliran darah ke paru dan menyebabkan shunt dari kiri ke kanan melalui VSD berkurang sehingga penderita menunjukkan perbaikan.- Hipertensi pulmonalTerjadi pada VSD besar dan bila hal ini telah terjadi akan meningkatkan resiko operasi.- Penyakit vaskular paruSebagian kecil penderita VSD berkembang menjadi penyakit vaskular paru obstruktif sehingga terjadi shunt dari kanan ke kiri dan bila hal ini terjadi, penderita tidak dapat dioperasi.

Komplikasi - Komplikasi yang paling parah terjadi adalah kompleks Eisenmenger. Pada sindrom ini telah terjadi hipertensi pulmonal yang ireversibel, mengakibatkan shunt dari kiri ke kanan berbalik menjadi shunt dari kanan ke kiri. - Insufisiensi aorta sekunder. Hal ini berhubungan dengan terjadinya prolaps katup aorta dan regurgitasi katup aorta. Kejadian ini jarang pada anak usia < 2 tahun dan hanya terjadi pada sekitar 5% pasien dengan VSD.- Obstruksi saluran keluar dari ventrikel kanan terjadi pada 7% pasien dengan VSD- Endokarditis infektif jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun. Bahkan pada umumnya terjadi pada usia 40-50 tahun. Biasanya terjadi pada sekitar VSD atau pada katup trikuspid. Pada VSD, sirkulasi sistemik dan pulmonal dapat mengalami vegetasi dan jika vegetasi terlepas dapat timbul emboli. Secara umum, vegetasi > 10 mm harus dipertimbangkan sebagai salah satu indikasi operasi meskipun tidak timbul gejala.- Gagal jantung

PenatalaksanaanTerapi VSD meliputi terapi medikamentosa dan terapi intervensi yang terdiri dari intervensi bedah dan intervensi kardiologi non bedah. Penderita VSD dengan defek kecil tidak memerlukan terapi medikamentosa. Penderita dengan defek besar dapat mengalami gagal jantung dan pada keadaan ini penderita mendapatkan medikamentosa untuk keadaan gagal jantungnya. Intervensi bedah adalah usaha penutupan defek melalui operasi. Sedangkan intervensi kardiologi dilakukan penutupan defek VSD secara transkateter.Pada algoritma tatalaksana VSD dinyatakan penanganan pasien VSD tergantung pada terjadinya gagal jantung atau tidak. Jika terjadi gagal jantung maka gagal jantung tersebut harus diatasi terlebih dahulu. Jika terapi gagal jantung dengan medikamentosa berhasil maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan PAB (pulmonaru artery binding) dan dievaluasi selama 6 bulan. Bila keadaan memungkinkan dapat dilakukan operasi penutupan atau penutupan dengan transkateter. Namun, jika pengobatan gagal jantung dengan medikamentosa gagal, maka harus langsung dilakukan tindakan operasi atau transkateter.Bila tidak terjadi gagal jantung, maka ditunggu sampai usia 4- 6 tahun. Jika katup menutup spontan, maka tidak diperlukan terapi lebih lanjut. Jika pada usia ini defek belum menutup, maka diperlukan tindakan operasi koreksi untuk menutup defek, terutama jika perbandingan aliran pulmonal terhadap sistemik > 2:1.Jika telah terjadi sindrom Eisenmenger maka operasi sudah tidak dapat dilakukan, karena walaupun defek ditutup, arteri pulmonalis telah mengalami arteriosklerosis sehingga tekanan arteri pulmonalis tetap tinggi, dan justru akan memperberat beban ventrikel kanan dan mengalami dekompensasi.

PrognosisPenderita dengan VSD kecil biasanya tanpa gejala. Diduga 50% dari VSD menutup spontan dalam 10 tahun, yang terbanyak dengan hipertrofi pars muskularis septi disekeliling defek karena tumbuhnya katup trikuspid ke arah defek. Angka kematian pasca operasi penutupan defek sekitar 3% pada defek tunggal dan 5% pada defek multipel. Endokarditis infektif pada umumnya terjadi pada usia 40-50 tahun dan menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi.

B. Defek Septum Atrium (DSA)Dalam kehidupan janin yang masih muda terdapat hubungan antara atrium kanan dan kiri. Kedua atrium ini terpisah oleh septum primum. Pemisahan atrium kanan dan kiri terjadi kira-kira pada minggu keenam kehamilan. Di bagian bawah dari septum ini terdapat foramen yang disebut ostium primum. Ostium inilah yang menjadi penghubung antara kedua atrium ini. Ostium ini lambat laun tertutup. Kemudian terbentuk septum kedua yaitu septum sekundum yang mempunyai foramen yang kemudian disebut sebagai foramen ovale. Ostium sekundum ini berguna untuk mempertahankan adanya shunt dari kanan ke kiri dan shunt ini masih diperlukan pada kehidupan intrauterin. Foramen ovale inipun menutup setelah beberapa saat bayi dilahirkan, sehingga kemudian tidak ada lagi hubungan antara atrium kanan dan kiri. Bila terjadi gangguan pada pertumbuhan, maka ada kemungkinan ostium primum atau astium sekundum tetap terbuka. Kelainan ini menyebabkan terjadinya kebocoran pada septum atrium. Secara morfologik terjadilah ASD primum atau ASD sekundum.

Gambar 4: Tipe ASD

Defek Sekat Atrium tipe sekundumDefek ini adalah bentuk ASD yang paling sering. Defek besar dapat meluas ke inferior ke arah vena kava inferior dan ostium sinus koronarius, ke superior ke arah vena kava superior, atau ke posterior. Wanita melebihi pria (3:1) dan wanita tersebut tampak langsing, tinggi dan kurus.1,2 Kelainan ini sekitar 10% dari semua kelainan jantung kongenital. Pada bayi, kelainan ini biasanya jarang menimbulkan keluh kesah. Kadang-kadang kelainan ini ditemukan pada pemeriksaan auskultasi rutin pada bayi, padanya terdengar bising, dan kalau dilakukan pemeriksaan radiologis dada; ditemukan adanya gambaran kelainan jantung.Sebagian besar penderita dengan kelainan ini tidak bergejala. Adanya gejala-gejala gagal jantung pada sebagian kecil penderita, biasanya baru terlihat paling cepat pada umur 4 bulan. Bila kebetulan terjadi fibrilasi atrium, gejala-gejalanya tampak lebih berat.Sifat khusus kelainan ini adalah :1. Tidak ada sianosis2. Volume aliran darah ke paru bertambah3. Shunt terletak di daerah atrium.

PatofisiologiDarah dari atrium kiri dapat dengan mudah sekali masuk ke dalam atrium kanan, karena pada sistolik tekanan di atrium kiri relatif lebih tinggi dari kanan. Bila defek kecil, pertambahan volume darah di atrium kanan tidak seberapa. Bila defek cukup besar (2 cm) maka pertambahan volume darah akan tampak di atrium dengan arah pengaliran dari arium kiri ke kanan, disebut L-R Shunt. Pertambahan volume darah ini menyebabkan dilatasi dari atrium kanan dan juga dari ventrikel kanan. Darah yang dipompa oleh ventrikel kanan jumlahnya bertambah besar dan menyebabkan pelebaran dari a. pulmonalis dan seluruh cabang-cabangnya dalam paru. Vena pulmonalis pun akan bertambah lebar. Darah yang masuk kembali ke atrium kiri jumlahnya bertambah. Hal ini menyebabkan dilatasi dari atrium kiri. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan a. pulmonalis, tekanan pada alat-alat tersebut naik. Dengan adanya kenaikan tekanan, tahanan katup a. pulmonalis naik sehingga padanya terdapat perbedaan tekanan sekitar 15-25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik. Juga pada valvula trikuspidal ada perbedaan tekanan sehingga di sini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidal sehingga terdengar bising diastolik.

Gejala KlinisPada anamnesis harus ditanyakan adanya dispnea pada waktu bekerja, kecenderungan infeksi pada jalan napas (batuk-batuk konis), dan palpitasi. Biasanya, pertumbuhan jarang terganggu, hanya sebagian kecil yang agak terlambat pertumbuhannya, terutama berat badan naiknya lebih lambat.Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum baik, anak biasanya langsing dan tidak sianosis. Ada pulsasi yang kuat pada sela iga 2-3 linea parasternalis kiri. Jarang terlihat atau teraba getaran (thrill) pada dada.Pada shunt yang besar, biasanya dada sebelah kiri cembung karena hipertropi ventrikel kanan. Terdengar bising sistolik tipe ejeksi dengan derajat 2-4 pada skala 6. Bising ini terdengar pada sela iga 2-3 linea parasternalis kiri.

Gambaran RadiologisTanda-tanda penting pada foto radiologi thoraks, yaitu :1. Corakan pembuluh darah bertambah.2. Ventrikel kanan dan atrium kanan membesar.3. Batang a. pulmonalis membesar sehingga dalam foto terlihat sebagai tonjolan pulmonal yang prominen.4. Cabang-cabang a. pulmonalis melebar sehingga pada hilus tampak denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut hilair dance.Arteri pulmonalis bagian sentral melebar dan bagian perifer menyempit. Hilus menjadi lebar. Ukuran pembuluh darah pada hilus dan perifer perbandingannya menjadi 5 : 1 sampai 7 : 1. Ini adalah tanda hipertensi pulmonal. Biasanya jantung membesar ke kiri dengan apeks di atas diafragma.PrognosisBiasanya ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi dan anak. Pada ASD dengan shunt yang besar menimbulkan gejala-gejala gagal jantung, dan pada keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Pada keadaan ini operasi perlu segera dipikirkan guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Umur harapan penderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan darah pada ventrikel kanan normal (tidak ada hipertropi ventrikel kanan pada EKG), umur harapan hampir sama dengan normal sehingga pada kasus ini operasi tidak perlu dilakukan.

TerapiPengobatan satu-satunya adalah operasi. Operasi harus segera dilakukan bila :1. Jantung sangat besar2. Dyspnoe deffort yang berat atau sering ada serangan bronkhitis3. Gagal jantung kanan4. Kenaikan tekanan pada a. pulmonalis bukan karena penambahan volume, tetapi karena kenaikan tekanan pada sirkulasi kecil.

C. Duktus Arteriosus Persisten (DAP)Duktur Arteriosus Paten (Patent Ductus Arteriosus) adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri ke aorta descendens tepat di sebelah distal arteri subclavia kiri. Kelainan ini sering ditemukan tanpa kelainan jantung bawaan lain, namun kadang-kadang terjadi bersamaan dengan kelainan jantung bawaan jenis duct dependent (atresi pulmonal, atresi trikuspid, dll) karena tergantung ada tidaknya saluran yang membawa aliran darah ke paru.Kelainan ini sering terjadi pada bayi prematur dan berat badan lahir rendah, dan terdapat pada sekitar 6-8% dari seluruh kelainan jantung kongenital. Insidensi kelainan ini juga meningkat pada bayi-bayi yang mengalami asfiksia perinatal, anak yang lahir di gunung, rubella pada ibu hamil bulan ketiga atau keempat. Secara fisiologis, duktus arteriosus menutup pada 10-15 jam setelah kelahiran dan lengkap pada usia 2-3 minggu. Pada 90% bayi penutupan lengkap pada 6 minggu pertama kehidupan, dan 99% menutup pada usia 1 tahun. Faktor yang diduga berperan dalam penutupan duktus:1. Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi duktus, sebaliknya hipoksemia akan membuat duktus melebar.2. Peningkatan kadar katekolamin (norefinefrin, efinefrin) berhubungan dengan konstriksi duktus.3. Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus.

Gambar 5: DAP

PatofisiologiPada sirkulasi janin, duktus Botalli barfungsi untuk dilalui aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, melalui duktus ke aorta. Bila pada waktu lahir duktus ini tetap terbuka, darah dari ventrikel kiri menuju ke aorta, melalui duktus akan menuju ke arteri pulmonalis.Banyaknya darah yang masuk ke arteri pulmonalis dari aorta ini bergantung pada besarnya duktus, dan juga bergantung pada turunnya tahanan pada kapiler paru (pada waktu lahir, tahanan pada kapiler paru tinggi, kemudian sedikit demi sedkit turun, sesudah paru berkembang, tahanan menurun).Kejadian di atas menyebabkan terjadinya shunt dari kiri ke kanan melalui duktus. Oleh karena aliran dalam duktus ini terjadi baik pada waktu sistole maupun diastole maka akan menimbulkan bising yang kontinu.Seperti pada VSD aliran darah ke dalam pulmo lebih banyak dan keadaan ini lambat laun akan menimbulkan arteriosklerosis pada arteri pulmonalis, yang nantinya akan berakibat berbaliknya shunt dari kiri ke kanan menjadi dari kanan ke kiri. (sindrom Eisenmenger). Manifestasi klinis- PDA sempitPenderita dengan duktus arteriosus yang sempit biasanya asimptomatik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan nadi dengan amplitudo lebar. Iktus kordis tampak normal. Bising kontinu terkeras pada sela iga dua linea parasternalis kiri dan dibawah klavikula. Bising ulai tepat setelah S1, amplitudo maksimumnya pada S2 yang kemudian lanjut ke diastole.- PDA sedang dan besar dengan tahanan paru masih tinggiGejala mulai tampak pada umur 6-8 minggu ditandai bayi tampak mudah lelah, sulit makan, banyak berkeringat. Makin lama bayi tampak makin takipneu dan sering menderita radang paru (batuk, pneumonia) yang sukar diobati. Pertumbuhan tampak terlambat dan adanya gejala gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik bisa tampak gejala gagal jantung, amplitudo tekanan nadi lebar. Pada dada kiri dada mencembung sesuai pembesaran jantung. Iktus kordis kuat angkat pada palpasi teraba ventrikel kiri membesar. Suara jantung pertama mengeras dan suara kedua tertutup oleh bising. - PDA besar dengan tahanan paru yang mulai naikUmumnya tidak bergejala. Bila tahanan paru melebihi tahanan sistemik, shunt berbalik menjadi dari kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger). Penderita menjadi takipneu dengan dypsnoe deffort dan sianosis. Sianosis pada PDA Eisenmenger ini disebut sianosis diferensial karena tubuh bagian atas tidak sianosis, sedangkan tubuh bagian bawah yang mendapat suolai darah dari aorta sebelah distal duktus mengalami sianosis. Pada auskultasi S2 terdengar tunggal dan keras. Karena tahanan paru dan sistemik dama, tekanan ventrikel kanan sama dengan tekanan ventrikel kiri, maka tidak terjadi shunt. Bising bisa tidak terdengar atau hanya bising pendek tipe ejeksi di sela iga 1-2 linea parasternalis sinistra.- Bayi prematurTerdengar bising sistolik pada tepi sternum sela iga 2-3 dan terdengar pada usia 24-72 jam. Pda bayi prematur dengan PDA terjadi penurunan aliran darah sistemik seperti aliran darah ke otak atau perubahan cerebral blod flow velocity yang akan menimbulkan perdarahan intraventrikular. Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menimbulkan necrotizing enterocolitis.

- Bayi atermPada bayi aterm yang baru lahir dengan PDA biasanya tidak terdengar bising. Kemudian timbul bising sisolik yang secara progresif berubah menjadi bising kontinu yang khas yaitu aksentuasi pada akhir sistolik dan kontinu melewati bunyi jantung kedua berakhir pada akhir bunyi jantung ketiga pada fase diastolik.

Gambaran RadiologiGambaran foto thorax pada PDA yang cukup besar menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Tampak peningkatan corakan vaskular paru. Dilatasi aorta decenden biasanya tidak tampak pada bayi prematur dengan PDA. Pada PDA besar tampak segmen pulmonal mennjol. Bila telah terdapat penyakit vaskular paru akan tampak pembesaran ventrikel kanan dan corakan paru menurun.

Elektrokardiografi Pada tahap awal EKG pada PDA tidak menunjukkan kelainan. Namun jika PDA cukup besar pada beberapa minggu kemudian akan tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri. Pada PDA besar atau bila terdapat penyakit vaskular paru dapat tampak gambaran hipertrofi ventrikel kanan.

EkokardiografiEkokardiografi dapat secara langsung memperlihatkan duktus arteriosus. Dengan teknik Doppler dapat dilihat gambaran aliran yang khas pada PDA. Besarnya atrium kiri dapat dinilai dengan mengukur dimensinya dan perbandingan atrium kiri dan aorta (LA/Ao). Rasio norma adalah 1,3:1. Rasio >1,3:1 diinterpretasikan kemungkinan besar PDA terutama jika didukung penemuan klinis lainnya.

Komplikasi- Endokarditis- Gagal jantung- Penyakit obstruktif vaskular paru- Ruptur aorta PenatalaksanaanPentalaksanaan PDA meliputi nonintervensi, intervensi bedah dan intervensi kardiologi non bedah. Terapi nonintervensi ditujukan pada bayi kurang bulan berusia dibawah 10 hari dengan tujuan menutup PDA. Terapi yang diberikan adalah indometasin, suatu obat inhibitor prostaglandin. Pada neonatus PDA tampaknya berhubungan dengan produksi terus-menerus dari prostaglandin, maka dari itu penghambat prostaglandin diharapkan berperan dalam penutupan PDA. Dosis yang dianjurkan bervariasi, dosis awal 0,2 mg/kgBB melalui NGT atau intravena. Pemberian dosis berikutnya tergantunh usia saat awal terapi; < 48 jam dilanjutkan dengan 2 dosis 0,1/kgBB; 2-7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis 0,2 mg/kgBB; >7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis >0,25 mg/kgBB. Dosis ketiga diberikan dalam 12-24 jam tergantung pengeluaran urine. Jika urin yang keluar sedikit dosis dapat dikurangi dan waktu pemberian diperlambat.Intervensi bedah dilakukan dengan ligasi PDA, sedangkan intervensi kardiologi dilakukan transkateter metode umbrella coil dan ADO.

Prognosis Pada penderita asimptomatik, prognosanya baik, namun tetap dengan resiko endokarditis infektif. Sedangkan gagal jantung untuk kelainan ini biasanya baru terjadi pada usia > 20 tahun. (13%). Pada bayi dengan PDA masih ada kemungkinan menutup. Bayi prematur dengan PDA sering disertai dengan gagal jantung, diobati dengan digitalis, diuretik, dll dan kadang-kadang bising menghilang karena PDA sudah menutup. Pada bayi aterm yang ditemukan PDA jarang menutup spontan terutama jika telah menyebabkan gagal jantung pada tahun pertama kehidupan.

D. Stenosis Pulmonal Stenosis pulmonal tersendiri merupakan 8% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tipe-tipe stenosis pulmonal adalah valvular, subvalvular, infundibular atau supravalvular. Pada tipe stenosis katup pulmonal, maka katup tidak dapat terbukasecara normal dengan daun katup yang tidak terbentuk normal. Perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis mulai dari ringan (lebih dari 20 mmHg) sampai yang berat (lebih dari 60 mmHg). Stenosis yang berat dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung kanan. Stenosis pulmonal kanan tidak menyebabkan gejala kecuali bila sangat berat dan otot jantung kanan menebal dengan cepat dan infundibulum menyempit sehingga terjadi obstruksi jalan keluar ventrikel kanan.11,12

Gejala Klinis Pada stenosis ringan pasien tidak menunjukkan gejala. Auskultasi merupakan pemeriksaan penting untuk menilai beratnya stenosis katup pulmonal. Terdapat klik ejeksi sistolik pada sela iga ke-2 kiri dan terdengar paling keras saat ekspirasi. Bunyi jantung II terdengar terpecah (split), makin berat stenosis makin lamanya waktu ejeksi ventrikel, penutupan katup pulmonal menjadi lamban dan split antara komponen aorta dan pulmonal melebar. Pada keadaan stenosis berat split dapat menetap dan dalam keadaan yang sangat berat komponen pulmonal bahkan terdengar.11,12

RadiologiPada stenosis katup pulmonal ukuran jantung masih normal dengan pelebaran arteri pulmonalis post stenotik, namun vaskularisasi paru tidak meningkat. Tidak ada hubugan langsung antara ukuran arteri pulmonalis dan derajat stenosis11,12.

ElektrokardiografiPada stenosis katup pulmonal derajat hipertrofi ventrikel merupakan petunjuk yang paling baik terhadap beratnya stenosis. Pada stenosis yang sedang sampai berat terdapat tanda-tanda hipertrofi atau dilatasi atrium kanan. Pada stenosis pulmonal ringan gambaran EKG normal. Ditemukan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan pada stenosis katup pulmonal sedang sampai berat.11,12

EkokardiografiPada stenosis katup pulmonal ekokardiografi perlu dilakukan untuk menilai perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila perbedaan tekanan berkisar antara