PENUGASAN REFERAT 1.6 inkontinensia lansia.docx

19
PENUGASAN REFERAT “INKONTINENSIA PADA USIA LANJUT” zSatrio Budi Wicaksono 14711160 dr. Asri Hendrawati, M.Sc Tutorial 9 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 1

Transcript of PENUGASAN REFERAT 1.6 inkontinensia lansia.docx

PENUGASAN REFERATINKONTINENSIA PADA USIA LANJUT

zSatrio Budi Wicaksono14711160dr. Asri Hendrawati, M.ScTutorial 9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIATAHUN AJARAN 2014/2015

ABSTRAK : Inkontinensia urin pada lansia memiliki banyak faktor baik secara neuropati, non neuropati maupun struktur anatomi. Proses menua pada usia lanjut merupakan suatu hal yang pasti terkait dengan penurunan fisiologis sel maupun organ yang dimana peningkatan umur juga semakin meningkatkan resiko terkena inkontinensia urin. Inkontinensia urin sendiri memiliki beberapa jenis; sementara, stress, urgensi, overflow, campuran, fecal, fungsional dan beberapa sumber yang lain masih banyak jenis yang lain, namun pada lansia lebih sering terkena inkontinensia urgensi. Tujuan penulis dalam menulis referat ini untuk mengetahui definisi, etiologi, fisiologis dan patologis dari miksi maupun inkontinensia urin. Kata Kunci : Inkontinensia urin, inkontinensia alvi, reflek miksi, miksi,

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada usia lanjut menua memang suatu hal yang pasti. Proses menua sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan bahkan gaya hidup yang seharusnya dianggap sebagai suatu proses normal dan tidak selalu menimbulkan gangguan maupun penyakit. Pada penuaan sendiri terdapat penurunan kapasitas fungsional baik tingkat seluler, bahkan organ. Akibat dari penurunan kapasitas fungsional tersebut, pada orang yang berusia lanjut biasanya mengalami degeneratif fungsi organ-organ fungsional tubuh yang dimana tidak berespon terhadap berbagai rangsangan, baik internal maupun eksternal. Penuaan yang terjadi pada usia lanjut cenderung membuat mekanisme penjaga kestabilan tubuh (homeostatis) lebih sulit dipertahankan.Dari berbagai macam efek dari penuaan itu sendiri salah satunya adalah inkontinensia urin, hal itu terjadi karena berbagai macam faktor degeneratif baik secara neurogenik (inverasi pengaturan reflek miksi maupun inhibitor yang mengalami gangguan) bahkan efek dari komplikasi penyakit lain. Dari definisinya sendiri inkontinensia urin adalah ketidak mampuan untuk menahan (involuntary) terjadinya miksi yang disebabkan berbagai macam faktor dan umumnya terjadi pada usia lanjut. Inkontinensia urin sendiri merupakan keluhan utama pada usia lanjut, baik dalam jumlah dan frekuensi pengeluaran urin yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, sosial, bahkan kesehatan penderita.1.2 Tujuan Penulisan1. Mengetahui definisi dari inkontinensia urin2. Mengetahui berbagai macam faktor penyebab inkontinensia urin pada lansia3. Fisiologi berkemih dan patofisiologi dari inkontinensia urin pada lansia4. Mengetahui berbagai macam jenis inkontinensia urin5. Mengetahui efek lebih lanjut mengenai inkontinensia urin pada lansiaBAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 DefinisiInkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak disadari (involuntary) , yang disebabkan berbagai macam faktor seperti lemahnya otot dasar panggul dan lain sebagainya yang pada umumnya terjadi pada usia lanjut. Variasi dari inkontinensia ini memiliki berbagai macam salah satunya pengeluaran urin yang hanya beberapa tetes atau lebih, bahkan disertai inkontinensia alvi (pengeluaran feses). Pada umumnya di kalangan masyarakat hal mengenai inkontinensia dikaitkan dengan istilah mengompol. Menurut Grielbling (2009:445) setidaknya 25%-30% dari semua orang dewasa akan mengalami Urinary Incontinence (UI). Dalam penelitian di amerika ditemukan bahwa faktor umur dan semakin bertambahnya umur juga akan meningkatkan resiko terkena inkontinensia urin, namun tidak menutup kemungkinan bahwa usia muda juga bisa mengalami inkontinensia urin dengan faktor yang beragam.

Prevalence of urinary incontinence by decade of lifeMelville Jlet al. Urinary incontinence in US women. Arch Intern Med 2005;165;537-42

2.2 EtiologiSeiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan struktur anatomi dan fungsi organ yang mulai menurun salah satunya pada saat berkemih. Melemahnya otot dasar panggul merupakan faktor utama terjadinya inkontinensia urin yang terdiri dari diafragma pelvis, diafragma urogenital dan lapisan-lapisan otot yang ada di luarnya. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus coccygeus pada bagian posteriornya terselubungi fasia dari otot-otot tersebut. Diafragma urogenital terletak di luar diafragma pelvis, di daerah triangular antara tuberositas ischia dan symphysis pubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinei tranversal profunda, muskulus spingter uretra baik interna maupun eksterna. Yang berperan dalam menahan urin dan feses seperti muskulus levator ani dan muskulus spingter uretra interna (involunter), eksterna (somatik). Dan juga bisa dibantu oleh kontraksi dari muskulus rectus abdominis dan muskulus obliques eksternus.Lemahnya otot-otot tersebut menjadi penyebab utama terjadinya inkontinensia urin selain itu juga kontraksi abnormal dari muskulus detrusor pada vesica urinaria juga berpengaruh besar terhadap penyebab inkontinensia urin. Penyebab inkontinensia urin secara ringkas antara lain :a. Melemahnya otot dasar pelvis ; diafragma pelvis dan diafragma urogenital.b. Gangguan persarafan / neuropati pada upper or lower motor neuronc. Kontraksi abnormal dari muskulus detrusor yang menyebabkan peningkatan tekanan pada vesica urinaria.d. Infeksi saluran kemih yang mempengaruhi fisiologis pembentukan, penyaluran bahkan penyimpanan urin serta menimbulkan masalah kesehatan lainnya.e. Gangguan metabolik seperti diabetes melitus , diabetes inspidiusf. Intake cairan yang bersifat diuretic; mengandung kafein, alkohol g. Paska kehamilan, obesitas, menopause , usia lanjut (terkait perubahan struktur anatomis vesica urinaria dan otot dasar panggul) (A.M. Bootsma, 2013)2.3 Fisiologi dan Patofisiologi2.3.1 Fisiologi Berkemih Pusat reflek miksi diatur di medula spinalis segmen sakralis 2-3 yang dimana ketika vesika urinaria telah terisi sekitar 200ml akan mulai terjadinya reflek miksi. Reflek parasimpatis dari medula spinalis ini akan menstimulasi kontraksi dari muskulus detrusor dan relaksasi dari muskulus sfingter uretra interna. Pada bayi reflek miksi sangat dominan karena pada masa perkembangan anak-anak muskulus sfinter uretra eksterna merupakan penjalaran dari saraf somatik. Yang berfungsi sebagai menahan terjadinya miksi (inhibitor terjadinya miksi yang berpusat di Pontine Micturition Centre in the brainstem) belum sepenunya berkembang dan terkontrol dengan baik.

Proses berkemih umumnya terbagi menjadi 2 fase yaitu fase pengisian dan fase pengosongan. Struktur histologis vesica urinaria terdiri dari empat lapisan yaitu tunica serosa, tunia muskularis (m. detrusor); stratum longitudinale internum, stratum circulare, stratum ongitudinale externum, tunica submukosa dan tunica mukosa. Pada fase pengisian vesica urinaria, terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis hypogastric yang menyebabkan relaksasi muskulus detrusor pada reseptor , kontraksi dari muskulus sfingter uretra interna pada reseptor . Sedangkan aktivitas saraf parasimpatis pelvicus menurun sehingga menginhibisi reseptor M3 pada vesica urinaria. Peningkatan aktivitas/impuls nervus pudendus dari persarafan otonom parasimpatis pada nikutinik reseptor di muskulus sfingter uretra eksterna juga berperan dalam tahap pengisian, maupun volume urin dalam vesica urinaria yang sudah menimbulkan reflek miksi. Yaitu dengan menahan terjadinya miksi dengan mengkontraksikan muskulus sfinter uretra eksterna.Fase pengosongan vesica urinaria/miksi terjadi saat volume urin sudah menimbulkan reflek miksi ( sekitar 200ml/>). Kordinasi antara persarafan otonom dan somatik juga sangat berperan dalam tahap pengosongan vesica urinaria. Pada saat miksi terjadi peningkatan aktivitas saraf parasimpatis awalnya terjadi peningkatan impuls pada nervus pelvicus afferent dari vesica urinaria yang selanjutnya akan menuju ke Pons Micturation Center di brainstem dan menghambat aktivitas simpatis melalui hipogastricus; reseptor pada vesica urinaria dan reseptor pada muskulus sfingter interna. Pons Micturation Center selanjutnya akan menstimulasi peningkatan aktivitas saraf otonom parasimpatis pada nervus pelvicus efferent yang akan mengkontraksikan muskulus detrusor di vesica urinaria pada reseptor M3 mengakibatkan peningkatan tekanan dalam vesica urinaria, merelaksasi muskulus sfingter interna dengan menginhibis reseptor dan juga menginhibisi nikutinik reseptor pada muskulus sfingter uretra eksterna sehingga terjadilah proses miksi. (Guyton, 2011)

a. Voiding b. Urination2.3.2 Patofisiologis; Menua dan Inkontinensia Urin Inkontinensia pada usia lanjut terkait dengan perubahan anatomis dan fisiologis termasuk penurunan kadar hormon estrogen pada perempuan dan androgen pada laki-laki yang menyebabkan penurunan fungsi khususnya muskulus detrusor di vesica urinaria maupun muskulus sfingter uretra interna dan eksterna. efek signifikan dari inkontinensia urin termasuk depresi, gangguan fungsional tubuh, isolasi sosial; menurunkan aktivitas sosial, efek buruk pada aktivitas seksual bahkan resiko kematian (Grielbling, 2009).

2.3.3 Tipe Inkontinensia UrinPersarafan traktus urinari normal sangat fungsional dan berkordinasi kompleks diantara sentral dan perifer nervous sistem dan neuromuskular dari vesica urinaria dan traktus genitourinari. Berikut tipe-tipe inkontinensia urin : a. Inkontinensia urin sementara Faktor- faktor yang menyebabkan inkontinensia urin sementara antara lain; infeksi saluran kemih, atrofi vaginitis, uretritis, atau prostatitits. Kondisi tersebut dapat di asosiasi dengan pembedeahan. Beberapa kondisi fisiologi memungkinkan terjadinya polyuria (produksi urin berlebih) dan inkontinensia urin, termasuk diabetes insipidus, polydipsia psikogenic, hiperglicemia, dan hyperkalkemia. Pada orang lanjut usia keluhan ataupun dampak signifikan terjadi pada nyeri abdomen. Yang dimana keluhan dari inkontinensia urin juga terjadi pengeluaran tinja akibat dari m. levator ani dan m. sfingter uretra eksterna yang tidak berfungsi begitu baik.b. Inkontinensia urin stressKarakteristik dari inkontinensia urin stres karena peningkatan tekanan intraabdominal. Contohnya termasuk batuk, bersin, tertawa, melemahnya otot dasar pelvis.c. Inkontinensia urin urgensi Keluarnya urin yang tak terkendali dikaitkan dengan kontraksi muskulus detrusor yang berlebihan (detrusor overacitivity). Inkontinensia urgensi berkaitan dengan masalah neruologis akibat dari stroke, parkinson, dimensia, maupun cedera medula spinalis. Pada kasus urgensi penderita akan mengalami kontraksi involunter namun tak dapat mengosongkan vesika urinaria sama sekali. Inkontinensia urgensi merupakan jenis tersering yang diderita pada lansia di atas 75 tahun.d. Inkontinensia urin luapan / overflowTerjadinya obstruksi atau kontraksi detrusor yang lemah untuk mengosongkan vesica urinaria. Pada laki-laki hiperplasi prostat memungkinkan terjadinya inkontinensia overflow, namun dapat terjadi juga pada perempuan. Penderita akan merasakan kehilangan urin yang sedikit, tetapi pada inkontinensia urin urgensi mereka kehilangan urin yang banyak.e. Inkontinensia urin fungsional Gejala kebocoran yang tidak berkaitan langsung dengan vesika urinaria, disebabkan masalah mobilitas dan kognitif. Penyebab utamanya adalah dimensia berat, gangguan muskoloskeletal, faktor lingkungan dan faktor psikologis.f. Inkontinensia campuranKombinasi dari berbagai macam jenis inkontinensia pada usia lanjut menggambarkan inkontinensia campuran. Salah satunya Detrusor Hyperactivity with Impaired (DHIC) yang menyebabkan pasien mengalami urgensi kemih namun kontraksi detrusor tidak memadai dan tidak dapat mengosongkan vesica urinari sama sekali. Inkontinensia campuran juga dapat menyebabkan hubungan dengan inkontinensia urin luapan / overflow.g. Inkontinensia urin dan tinja / fecalKontrol neuromuskular dari distal kolon dan rektum juga dikordinasikan melalui reflek segmen sacral 2-4. Pasien dengan inkontinensia urin, juga akan mengalami masalah dengan inkontinensia tinja. Contohnya seperti sembelit kronis yang merupakan keluhan umum pada pasien usia lanjut, dan dapat memperburuk inkontinensia urin.Dari keseluruhan jenis dan maca-macam inkontinensia urin didapatkan bahwa inkontinensia urin dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu disfungsi sfingter vesica urinari neuropatik (terkait lesi pada upper ataupun lower motor neuron yang mengatur miksi), disfungsi non neuropatik, dan akibat kelainan bentuk anatomis. Untuk pengobatan ataupun terapi dari penderita inkontinensia dapat dilakukan dengan konservatif dengan menggunakan obat-obatan, latihan olahraga seperti senam kegel (menguatkan otot dasar pelvis), bahkan pembedahan jika terjadi obstruksi uretra dan macam penyebab lainnya, menggunakan kateter pada inkontinensia urin akut, dan alat bantu toilet bagi lansia yang tidak bisa bergerak menuju toilet. (Kristen Cook, 2013)BAB IIIKESIMPULAN

Siklus miksi bermula dari tahap pengisian hingga pengosongan. Reflek miksi terjadi disaat vesica urinaria sudah terisi >200 ml urin akan terdeteksi oleh baroreseptor dan mengirimkan impuls sinyak ke segmen sakral, tekanan dalam vesica urinaria akan meningkat tajam pada saat volume urin sudah mencapai 400ml-500ml. Reflek miksi di segmen sakral 2-4 dan inhibisi terjadinya miksi terjadi di Pons Micturation Center brainstem. Fisiologi berkemih melibatkan koordinasi persarafan otonom (involuntary) yang baik antara simpatis, parasimpatis dan somatik (voluntary) agar terjadinya miksi. Inkontinensia urin adalah ketidak mampuan untuk menahan (involuntary) terjadinya miksi yang disebabkan berbagai macam faktor dan umumnya terjadi pada usia lanjut. Terdapat berbagai macam sebab terjadinya inkontinensia urin pada lansia baik gangguan neuropati yang menyebabkan fungsi sfingter uretra tidak fungsional, disfungsi non neuropati, dan akibat kelainan bentuk anatomis tubuh. Untuk menentukan jenis-jenis inkontinensia urin seperti UI sementara, stress, urgensi, overflow, fungsional, campuran, dan tinja (fecal) memerlukan anamnesis yang baik, pemeriksaan lab penunjang untuk mendiagnosis. Terapi dari inkontinensia urin sendiri dapat dilakukan dengan cara konservatif (farmakologi), penguatan otot dasar pelvis dengan senam kegel, kateter pada inkontinensia urin akut, pembedahan pada obstruksi uretra dan semacamnya, bahkan alat bantu toilet.

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.Segala puji bagi Allah SWT, karena atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Inkontinensia Urin pada Lansia. Referat ini sebagai salah satu tugas di blok 1.6 uropetika. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari pembuatan referat ini baik isi maupun pengetahuan dan pengalaman penulis. Terima kasih atas segala dukungan dari teman-teman tutorial, angkatan, dan dr. Asri Hendrawati, M.Sc yang telah membimbing penulis dengan baik dalam penyelesain referat ini. Semoga kedepannya penulis dapat lebih baik lagi dalam penulisan penugasan maupun karya tulis. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan penugasan referat ini, semoga referat ini dapat menjadi sumber pembelajaran bagi teman-teman sejawat sekalian dalam memahami tentang inkontinensia urin. Wassalamualaikum Wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

A.M. Bootsma, B. M. (2013). Urinary Incontinence and Indwelling Urinary Catheters in Acutely. Geriatrics, 422.Guyton, A. C. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Jakarta: Penerbit EGC.H. Talasz, S. C. (2012). Re: High Prevalence of Pelvic Floor Muscle Dysfunction in Hospitalized Elderly Women with Urinary Incontinence. Geriatrics, 1231-1237.Heather F. de Vries, G. M. (2012). Urinary incontinence (UI) and new psychological distress among community dwelling older adults. Archives of Gerontology and Geriatrics, 49-54.J.S. Burti, A. S. (2012). Re : Prevalance and Clinical Characteristics of Urinary Incontinence in Elderly Individuals of a Low Income. Geriatrics, 224-225.Kristen Cook, L. M. (2013). Urinary Incontinnce in The Older Adult. New York: PSAP.

13