Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

30
Gagal Jantung Kronik pada Lansia Stephanie Maria E (102012126) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11510 [email protected] Pendahuluan Skenario menceritakan seorang laki-laki 60 tahun yang datang dengan keluhan sering sesak bila beraktivitas yang sudah dirasakan sejak 6 bulan yang laluselain itu pasien juga mengeluh batuk kerig, tidak disertai demam dan nyeri dada. Pasien merasa nafasnya sering tersengal-sengal, terutama bila berjalan agak jauh sehingga sangat mengganggu kesehariannya. Kel\uhan dirasakan berkurang bila pasien beristirahat. Saat malam hari pasien merasa lebih nyaman bila tidur dengan bantal yang agak tinggi, selain itu 2 bulan terakhir ini ia merasa kakinya sering bengkak. Pasien didiagnosis menderita darah tinggi sejak berusia 36 tahun dan odiabetes mellitus pada usia 40 tahun. Dua tahun yang lalu ia didiagnosis dokter menderita oenyakit jantung koroner dan menjalani operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG). 1

Transcript of Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Page 1: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Gagal Jantung Kronik pada Lansia

Stephanie Maria E

(102012126)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11510

[email protected]

Pendahuluan

Skenario menceritakan seorang laki-laki 60 tahun yang datang dengan keluhan sering sesak bila

beraktivitas yang sudah dirasakan sejak 6 bulan yang laluselain itu pasien juga mengeluh batuk

kerig, tidak disertai demam dan nyeri dada. Pasien merasa nafasnya sering tersengal-sengal,

terutama bila berjalan agak jauh sehingga sangat mengganggu kesehariannya. Kel\uhan

dirasakan berkurang bila pasien beristirahat. Saat malam hari pasien merasa lebih nyaman bila

tidur dengan bantal yang agak tinggi, selain itu 2 bulan terakhir ini ia merasa kakinya sering

bengkak. Pasien didiagnosis menderita darah tinggi sejak berusia 36 tahun dan odiabetes mellitus

pada usia 40 tahun. Dua tahun yang lalu ia didiagnosis dokter menderita oenyakit jantung

koroner dan menjalani operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG).

Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, setiap dokter harus melakukan

anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan terhadap pasien. Tehnik

anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian

pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara

dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)

1

Page 2: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) jika keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat darurat.

Hal-hal yang ditanyakan dokter pada pasien dalam melakukan anamnesis antara lain:

1. Identitas. Meliputi nama lengkap pasien, umur, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan,

pendidikan terakhir, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk

memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. Dalam

kasus diberitahukan pasien seorang laki-laki usia 60 tahun.

2. Keluhan utama. Merupakan alasan spesifik atau keluhan yang dirasakan seseorang

sehingga ia datang ke dokter atau rumah sakit. Dalam menuliskan keluhan utama, harus

disertai dengan indicator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dalam

kasus, yang menjadi keluhan utama adalah sesak bila beraktivitas sejak 6 bulan yang lalu.

Keluhan tambahan yang dirasakan adalah adanya batuk kering dan nyeri dada, tidak

ditemukan demam. Keluhan dirasakan berkurang bila pasien beristirahat.

3. Riwayat penyakit sekarang. Merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas

mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang

berobat.

4. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami hal yang sama

dengan yang dialaminya sekarang. Pada skenario diberitahukan 2 bulan terakhir pasien

merasa kakinya sering bengkak. Pasien juga didiagnosis menderita darah tinggi saat

berusia 36 tahun dan diabetes mellitus pada usia 40 tahun. Dua tahun yang lalu pasien

didiagnosis menderita penyakit jantung koroner dan menjalani operrasi Coronary Artery

Bypass Graft (CABG).

5. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga mengalami hal yang

serupa dengan pasien.

6. Riwayat sosial. Tanyakan pola hidup seperti kebiasaan merokok dan minum alkohol,

olahraga, pola makan pasien apakah sering makan makanan yang mengandung banyak

kolesterol dan sebagainya.

2

Page 3: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pasien:

Dari pemeriksaan tanda tanda vital, didapat tekanan darah 160/90 masuk dalam kategori tekanan

darah tinggi, nadi 100 masih normal, nafas 22 masih dalam batas normal, suhu afebris.

Dilakukan juga pengukuran tinggi badan: 167, berat badan 85. Setelah dihitung IMT (BB kg/

TB(m)2)) pasien masuk dalam kategori obese II. Didapat juga edem ++ dan pitting ++

1. Inspeksi: pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis

2. Auskultasi

Paru: normal vesikuler, wheezing –

Jantung: bunyi jantung 1 dan 2 murni regular, murmur (-) dan ditemukan bunyi gallop

(+). Dalam keadaan normal, tidak terdengar bunyi pada fase sistolik dan diastole. Namun

pada keadaan patologis ventrikel, dapat timbul bunyi pada fase sistolik dan diastolic yang

dinamakan gallop. Bila pengisian darah ke ventrikel terhambat selama fase diastolic,

seperti pada berbagai keadaan penyakit, maka akan terjadi getaran sementara pada saat

diastolic yang sama dengan bunyi jantung pertama dan kedua meskipun lebih halus.

Maka bunyi jantung menjadi triplet dan menimbulkan efek akustik seperti irama derap

kaki kuda, disebut gallop. Bunyi ini terjadi pada awal diastolic, selama fase pengisian

cepat, siklus jantung atau pada akhir kontraksi atrium. Bunyi gallop yang terjadi selama

pengisian cepat ventrikel dinamakan suara ketiga (S3). Suara ini terdengar pada klien

yang mengalami penyakit pada dinding jantung atau yang menderita gagal jantung

kongestif dan yang ventrikelnya gagal menyemburkan semua darah selama sistolik.

Gallop S3 paling jelas terdengar saat klien berbaring di sisi kiri. Bunyi gallop yang

terdengar saar kontraksi atrium dinamakan suara jantung keempat (S4) yang sering

terdengar bila ventrikel membesar sehingga ada tahanan pengisian. Keadaan terebut

terjadi pada penyakit arteri koroner, hipertensi atau stenosis katup aorta.1

Pemeriksaan Penunjang

3

Page 4: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

1. Elektrokardiografi (EKG) merupakan salah satu jenis pemeriksaan kesehatan jantung

karena dengan gambaran yang dihasilkan dari listrik jantung bisa kita lihat kemungkinan

adanya gangguan jantung. Pemeriksaan EKG mampu merekam aktivitas listrik jantung.

Sumbatan koroner pada jantung yang mengalami iskemik menyebabkan gangguan

aktivitas listrik jantung yang terdeteksi melalui elektrokardiogram. EKG juga dapat

merekam berbagai kelainan aktivitas listrik jantung lainnya. Beberapa jenis penyakit

yang bisa dideteksi dengan EKG ini diantaranya yaitu penyakit jantung koroner, infark

miokard akut, hipertensi. EKG memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian

besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV,

gangguan konduksi, aritmia.2

2. Radiografi toraks. Seringkali tes ini menunjukan kardiomegali (radio kardiotorasik (CTR)

>50%) terutama bila gagal jantung sudah kronis. Ukuran jantung normal tidak

menyingkirkan diagnosis dan bisa didapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang

terjadi pada MI, regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD) pasca infark.

Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, tau kadang

oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan fungsi ventrikel kiri.

3. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah

lengkap, creatinin kinase (ck)mb DAN Cardiac Spesific Troponin (cTn) atau cTn I dan

dilakukan secara serial. CTn harus digunakan petanda optimal untuk pasien STEMI yang

disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan

CKMB.

a. Pemeriksaan darah lengkap (CBC). Kurang sel darah merah berarti bahwa gagal

jantung disebabkan atau diperburuk oleh penurunan dalam kapasitas pembawa

oksigen darah. Jumlah darah yang sangat rendah mungkin merupakan tanda bahwa

anemia merupakan salah satu faktor yang membuat gagal jantujng anda lebih parah.

b. Pemeriksaan creatinin kinase. CK merupakan enzim yang ditemukan dalam

konsentrasi tinggi pada otot jantung dan rangka dalam konsntrasi rendah pada

jaringan otak. CK biasanya meningkat pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan

hipokalemia. CK memiliki 2 jenis enzim yaitu B dan M. dan dapat dieleektroforesis

menjadi 3: MM(o.rangka dan sebagian jantung), MB(jantung), dan BB(dalam otak).

4

Page 5: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

c. Pemeriksaan CKMB (Creatinin Kinase Myocard Band). Meningkat 3 jam setelah

miokard infark dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4

hari. CKMB ini meningkat dan terdapat pada gagal ginjal, angina MI, dan kerusakan

otot skelet.3

d. Pemeriksaan mioglobin. Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin

ditemukan dalam sel otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi

setelah terjadi cidera. Kadar mioglobin mencapai puncaknya setelah terjadi MCI

selama 8-12 jam. Nilai rujukan 12-90 ng/ml.

4. Scan jantung. Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .

5. EKG ambulatory harus dilakukan jika diduga terdapat aritmia.

6. Ekokardiografi. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur

dan fungsi jantung. Tes ini harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis

gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic) dan

abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katup jantung dapat

disingkirkan. Regurgitasi mitral seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang

menyebakan dilatasi annulus mitral.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah

: semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan

murmur,sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko

disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia).

Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi

diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal

jantung.

7. Kateterisasi jantung. Harus dilakukan pada dugaan penyakit jantung koroner, pada kasus

kardiomiopati atau miokarditis yang jarang, yang membutuhkan biopsy miokard, atau

bila penilaian resistensi vascular paru dibutuhkan sebelum mempertimbangkan

transpalantasi jantung. Bila tes ini diindikasikan, biasanya dilakukan ventrikulogradi

kontras dan juga memberikan pengukuran tinggi LV lain.

8. Rontgen dada. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan

dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Pada

pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio

5

Page 6: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada

tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran

cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan

lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang

menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura

bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

9. Enzim hepar. Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.

10. Elektrolit. Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi

diuretik.

11. Oksimetri nadi. Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif

akut menhadi kronis.

12. Analisa gas darah (AGD). Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori

ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2(akhir)

13. Blood ureum nitrogen. Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal.

Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

14. Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab

susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada

gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga

dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan

adanya gagal jantung yang berat.

Differential Diagnosis

1. Gagal jantung akut. Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-

gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau

tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik

atau disfungsi diastolic. Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan

penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks,

biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi

sistolik atau disfungsi diastolik.4

6

Page 7: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

2. Miokard Infark. Infark miokard (MI), umumnya dikenal sebagai serangan jantung, terjadi

ketika sekelompok otot jantung mati karena penyumbatan mendadak dari arteri koroner

(trombosis koroner). Hal ini biasanya disertai dengan nyeri dada luar biasa dan sejumlah

kerusakan jantung. Miokard infark disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu

atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis. Gejala dari

miokard infark:

a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus tidak mereda, lokasi biasanya

diatas region sternalbawah dan abdomen bagian atas

b. Nyeri sangat sakit seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus

kebawah menuju lengan (lengan kiri)

c. Nyeri disertai sesak napas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening dan mual muntah

3. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,

berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika

tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai

laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².

Tanda-tanda penyakit gagal ginjal kronis ini berkembang dengan perlahan, gejala

tersebut antara lain : Merasa mual berakhir muntah-muntah, Berkurangnya kandungan

urine saat buang air keci,l Merasa lelah dan lemah Hilangnya nafsu makan, Menurunnya

mental secara signifikan, Mempunyai masalah dengan tidur, Munculnya rasa gatal, Otot

kejang dan berkedut Mengalami bengkak pada area kaki

4. PPOK. Pada PPOK, sesak saat aktivitas meningkat secara progresif dalam beberapa

tahun, seringkali >5 tahun. Biasanya disertai dengan bronchitis kronis yaitu batuk

produktif di pagi hari >3bulan/ tahun selama 2 tahun berturut-turut.

Working Diagnosis

Gagal jantung kongestif (CHF) aalah keadaan patofisiologis yaitu jantung tidak stabil untuk

menghasilkan curah jantung yang adekuat sehingga perfusi jaringan tidak adekuat, dan atau

peningkatan tekanan pengisian diastolic pada ventrikel kiri, sehingga tekanan kapiler paru

meningkat.2

7

Page 8: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Etiologi Payah Jantung Kronis (Congestive Heart Failure)

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium, pembuluh

darah besar, aritmia, kelainan katup dan gangguan irama. Faktor predisposisi yang

mempengaruhi antara lain:

1.Faktor yang bersifat irreversible :

- Jenis kelamin : Laki-laki

- Usia tua

- Riwayat keluarga

-Ras (African Americans, American Indians, and Mexican Americans lebih sering

menderita penyakit jantung dibanding Caucasians)

2.Faktor yang bersifat reversible :

- Merokok

- Kolesterol

- Hipertensi (tekanan darah tinggi)

- Aktivitas fisik

- Obesitas

- Diabetes yang tidak terkontrol

- Tinggi protein C-reaktif

Pada sejumlah kecil kasus tambahan, gagal jantung terjadi akibat peningkatan mencolok

kebutuhan jaringan akan darah, suatu proses yang disebut sebagai high output failure. Curah

jantung yang kurang memadai disebut forward failure, hampir selalu disertai peningkatan

kongesti/bendungan di sirkulasi vena (backward failure) karena ventrikel yang lemah tidak

mampu menyemprotkan dalam jumlah normal darah vena yang disalurkan ke dalamnya sewaktu

diastole. Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada akhir diastole

(LVEDV/ preload), peningkatan tekanan diastolic akhir di dalam jantung (LVEDP) dan akhirnya

peningkatan tekanan vena. Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri atau kanan

jantung atau seluruh rongga jantung. Penyebab tersering gagal jantung sisi kiri adalah hipertensi

sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium

primer. Penyebab tersering gagal jantung sisi kanan adalah gagal ventrikel kiri yang

8

Page 9: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Gagal jantung kanan

juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit intrinsic

parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor pulmonale) pada pasien dengan penyakit katup

pulmonal atau tricuspid. Keadaan ini kadang timbul pada penyakit jantung congenital.5

Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner

biasanya akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat miokard infark yang merupakan

penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.

Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang

menunjukan hipertensi sebagai penyakit terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.

Sebagaimana diketahui keluhan dan gejala gagal jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan

oleh adanya berbagai faktor pencetus. Hal ini penting diidentfikasi terutama yang bersifat

reversible karena prognosis akan menjadi lebih baik.

Patofisiologi

Proses yang mengakibatkan GJK diduga diinisiasi oleh berbagai bentuk injury miokard seperti

infark miokard, overload yang lama (hipertensi, penyakit valvular), toksin (alcohol, obat

sitotoksik) atau infeksi (miokarditis viral). Pada beberapa kondisi penyebabnya tak jelas

(kardiomiopati dilatasi idiopatik). CHF terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor

yang mempengaruhi kontraktilitas, afterload, preload, atau fungsi relaksasi jantung, dan respons

neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi.

Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespons terhadap intervensi farmakologis

standar, terdapat interaksi neurohormonal kritis yang efek gabunganya memperberat dan

memperlama sindrom yang ada.6

1. Sistem saraf simpatis. Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respon adiptif local

mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup

reaksi neurohumoral serta perubahan molecular dan morfologik di dalam jantung. Salah

satu respon neurohumoral paling dini terhadap penurunan curah jantung adalah

peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Aktivitas sistem saraf simpatis dilanjutkan

oleh sistem neurohormonal lain yaitu RAAS dan peningkatan pelepasan sitokin. Aktivasi

SSS dan RAAS awalnya untuk mempertahankan tekanan darah sistemik (dengan

9

Page 10: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

vasokontriksi). Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan tahanan perifer

dengan peningkatan kontraksi jantung, yaitu kekuatan kontraksi di setiap volume

diastolic akhir (VDA) yang menyebabkan darah yang keluar lebih banyak. Seiring

dengan waktu, jantung yang kelebihan beban mungkin berespon terhadap peningkatan

kebutuhan dengan mengalami berbagai remodeling. Remodelling adalah mekanisme

mendasar untuk terjadinya disfungsi miokard pada GJK yang melibatkan hipertrofi dan

apoptosis miosit, dan mengubah perkembangan matriks eksstraselular. Aktivitas SSS

(katekolamin) mempunyai peran penting pada remodeling, mengakibatkan penurunan

fungsi reseptor adenergik beta, nekrosis dan fibrosis miosit, dan fibrosis matriks

ekstraselular. Fibrosis jantung tidak hanya mengakibatkan perkembangan kekauan

miokard tetapi juga mengakibatkan abnormalitas elektris pada miokard sehingga terjadi

perkembangan aritmia letal dan peningkatan resiko kematian hantung mendadak (sudden

cardiac death).

Gagal jantung terkompensasi. Peningkatan segala tipe beban kerja jantung

memudahkan terjadinya dilatasi jantung apabila peningkatan aktivitas simpatis dan

hipertrofi miosit terbukti gagal mengeluarkan semua darah vena yang mengalir ke

dalam jantung. Seiring semakin parahnya gagal jantung, tekanan diastolic akhir

meningkat sehingga setiap serat otot jantung teregang dan akhirnya volume rongga

jantung meningkat. Sesuai hukum Frank Starling, serat yang memanjang mula-mula

berkontraksi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Bila ventrikel yang telah

mengalami dilatasi tersebut mampu mempertahankan curah jantung pada tingkatan

yang memenuhi kebutuhan tubuh, pasien dikatakan mengalami gagal jantung

terkompensasi.5

Gagal jantung dekompensata. Hipertrofi yang terjadi pada otot jantung akan

meningkatkan tegangan pada dinding rongga yang bersangkutan sehingga

menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium yang sudah

melemah. Seiring waktu miokardium yang lemah tersebut tidak dapat memompa

cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh bahkan saat istirahat. Hal ini yang

diketahui sebagai gagal jantung dekompensata

Gagal jantung juga menyebabkan perubahan di organ lain. Gagal jantung akhirnya

akan disertai dengan elemen backward failure yang akibatnya adalah bendungan

10

Page 11: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

sirkulasi vena. Pada pasien dengan gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan

bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri,

tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan

dan kadang eritrosit kedalam jaringan interstisium dan rongga udara paru untuk

menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga menningkatkan resistensi

vascular paru dan karenanya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung.

Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan

jantung juga gagal. Kegagalan sisi kanan jantung akan menyebabkan bendungan vena

sistemik dan edema jaringan lunak.

Edema yang dapat terjadi pada gagal jantung kongestif dikelompokan dalam edema

non inflamasi (menghasilkan transudat rendah protein). Edema pada gagal jantung

kongestif terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik vena kendati

penurunan curah jantung (pada hipoperfusi renal yang mengakibatkan retensi natrium

serta air) turut memberi kontribusi. Lokasinya biasa di tungkai, kaki dan pergelangan

kaki.

2. Sistem renin/angiotensin/aldosteron (RAA). Penurunan curah ventrikel kiri (forward

failure) menyebabkan penurunan perfusi ginjal, yang akhirnya menyebabkan pengaktifan

local sistem rennin angiotengsin. Pelepasan renin dari ginjal yang bertindak sebagai

enzim dan memotong 10 residu pertama asam amino angiotensinogen (protein yang

dibuat dalam hati, dan yang beredar dalam darah). Sejumlah 10 residu ini kemudian

dikenal sebagai angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh

angiotensin converting enzyme (ACE) yang menghilangkan residu – residu lebih lanjut

dan ditemukan dalam sirkulasi paru serta dalam endotelium pembuluh darah. Fungsi

angiotensin II adalah : Meningkatkan efek saraf simpatis diantaranya : vasokonstriksi

(penyempitan pembuluh darah), yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dan

hipertensi; Konstriksi arteriol eferen ginjal, menyebabkan tekanan perfusi meningkat

pada glomeruli .Fungsi AT II lainnya: Renovasi ventrikel jantung, yang dapat

menyebabkan hipertrofi ventrikel dan CHF; rangsangan dari korteks adrenal untuk

melepaskan aldosteron,yaitu  hormon yang bekerja pada tubulus ginjal untuk

mempertahankan ion natrium dan klorida dan mengekskresikan kalium; Jika natrium

reabsorpsi maka akan diikuti masuknya air ke dalam pembuluh darah sehingga air juga

11

Page 12: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

dipertahankan, yang menyebabkan volume darah meningkat, maka tekanan darah

meningkat; stimulasi hipofisis posterior untuk melepaskan vasopresin (juga dikenal

sebagai anti-diuretik hormon (ADH)) yang juga bekerja pada ginjal untuk meningkatkan

reabsorbsi air. Retensi cairan berlebihan semakin memperparah masalah kongesti vena

yang sudah ada.

Hubungan obesitas, diabetes dan hipertensi dengan gagal jantung

Pada kasus diketahui IMT pasien termasuk dalam kategori Obese II. Obesitas adalah jaringan

lemak yang berlebihan yang dalam derajat berapapun, kelebihan lemak ini member resiko bagi

kesehatan. Resiko kesehatan yang bermakna pada kadar obesitas rendah dapat terjadi pada

keadaan diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, atau faktor resiko lain yang

berhubungan.7 Pada pasien dengan diabetes mellitus terapat kelainan dalam pengikatan insulin

dengan reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terjadapa insulin atau akibat

ketidaknormalan reseptor insulin intrinsic. Ketidaknormalan postposterior dapat mengganggu

kerja insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar

80%pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi

insulin makan akan timbul kegagalan toleransi gulukosa yang menyebabkan diabetes mellitus.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerusakan jantung, kelebihan beban

hemodinamik dan mekanisme kompnesasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi.

Manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh tingkat progresivitas penyakit dan apakah terdapat

waktu untuk berkembangnya mekanisme kompensasi. Pada tahap awal gagal jantung, gejala

mungkin tidak spesifik seperti malaise, letargi, lelah, dispnea, intoleransi aktivitas. Namun begitu

keadaan memburuk, gambaran klinis dapat sangat jelas menandakan penyakit jantung.

Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, kanan atau keduanya. Dalam praktik, jantung

kiri lebih sering terkena.

12

Page 13: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

1. Gagal jantung kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan

sesak napas, batuk dan kadang hemoptisis. Dispnu awalnya timbil pada aktivitas namun

bila gagal ventrikel kiri berlanjut, dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu

nocturnal paroksismak (PND). Pemeriksaan fisik seringkali normal, namun dengan

perkembangan gagal jantung, hal-hal berikut dapat ditemukan:8

Kulit lembab dan pucat menandakan vasokontriksi perifer

Tekanan darah dapat tinggi pada kasus penyakit jantung hipertensi, normal, atau

rendah dengan perburukan disfungsi jantung

Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal atau

irregular karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan.

Sinus takikardi saat istirahat dapat menandakan gagal jantung berat atau sebagian

merupakan refleks karena vasodilatasi yang diinduksi obat. Tekanan vena normal

pada gagal jantung kiri terisolasi. Pada palipitasi, apeks bergeser ke lateral (dilatasi

LV) dengan denyut dipertahankan (hipertrofi LV) atau diskinesia (aneurisma LV).

Pada auskultasi mungkin didapatkan bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur

total dari regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi annulus mitral.

2. Gagal jantung kanan. Gejala mungkin minimal terutama bila telah diberikan diuretic.

Gejala yang timbul antara lain pembengkakan pergelangan kaki, dispnu (bukan otopnu

atau PND), dan penurunan kapasitas aktivitas. Bila tekanan ventrikel kanan (RV)

meningkat atau RV menjadi lebih dilatasi, sering ditemukan nyeri dada. Pada

pemeriksaan denyut nadi memiliki kelainan yang sama dengan gagal jantung kiri,

tekanan vena jugularis sering meningkat, kecuali diberikan terapi diuretic dan

memperlihartkan gelombang sistolik besar pada regurgitasi tricuspid. Edema perifer,

hepatomegali dan asites dapat ditemukan. Pada palpasi mungkin didapatkan gerakan

bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi RV dan atau dilatasi serta auskultasi

ditemukan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. Efusi pleura dapat terjadi pada

gagal jantung kanan atau kiri. Paling sering, gagal jantung kanan terjadi akibat gagl

jantung kiri, namun miokarditis dan kardiomiopati dilatasi dapat mempengaruhi

keduanya. Bila gagal jantung kanan terjadi cukup berat, gejala dan tanda gagal jantung

kiri bisa menghilang karena ketidakmampuan jantung kanan untuk mempertahankan

13

Page 14: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

curah jantung yang cukup untuk menjaga tekanan pengisian sisi kiri tetap tinggi.

Penurunan curah jantung dan penurunan perfusi organ seperti otak, ginjal dan otot skelet

baik disebabkan oleh gagal jantung kiri atau kanan berat, menyebabkan gejala umum

seperti kebingungan mental, rasa cepat lelah, serta penurunan toleransi aktivitas.

The New York Heart Association (NYHA) telah mengklasifikasikan batasan fungsional:

1. Kelas I: tidak ada batasan aktivitas fisik

2. Kelas II: sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnu)

3. Kelas II: batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun sedikit aktivitas

menyebabkan gejala)

4. Kelas IV: gejala saat istirahat

Epidemiologi

1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderit CHF. Terjadi 700.000

perawatan di rumah sakit per tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berksisar 0,4%-2% dan

meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun . Ramalan dari gagal

jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi

padien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis dutegakan, dan pada

keadaan gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. CHF

merupakan alasan paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit (75% pasien yang

dirawar dengan CHF berusia antara 65 dan 75 tahun).

Terapi Non farmakologik

1. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila

timbul keluhan dan dasar pengobatan

2. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari

3. Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan minum alcohol

4. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

5. Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas

6. Hentikan kebiasaan merokok.

14

Page 15: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

7. Konseling mengenai obat, baik efek samping dan menghindari obat-obat tertentu seperti

NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat dan

sebagainya.

Terapi Farmakologi

1. Diuretik:

a. Diuretik loop (bumetanid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal

dengan tempat kerja ansaHenle asenden namun efeknya bila diberikan secara oral dapat

menghilang pada gagal jantung berat karena gangguan absorbs usus. Diuretic ini

menyebabkan hilangnya kalium dan dapat menyebabkan hiperurisemia.2

b. Diuretic tiazid (bendroflumetiazid, klortiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon)

menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium.

Diuretic ini kurang efektif dalam mengurangi garam dan cairan pada gagal jantung

dibandingkan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun

dibawah 30%. Tiazid memiliki efek vasodilatasi langsung pada arteriol perifer dan dapat

menyebabkan intoleransi karbohidrat, sedikit peningkatan kadar kolesterol dan

trigliserida dan hiperurisemia.

c. Diuretic hemat kalium terbagi menjadi dua kelompok: (i) antagonis aldosteron

(spironolakton); dan (ii) penghambat konduksi natrium pada duktus pengumpul

(amilorid, triamteren) yang menghilangkan sekresi kalium dan ion hidrogen ginjal. Obat

obat ini umumnya digunakan untuk mengimbangi efek kehilangan kalium dan

magnesium dari diuretic loop. Defisiensi dapat meningkatkan resiko aritmia dan

menyebabkan kelmahan otot serta kelelahan. Suplemen paling baik diberikan secara

intravena karena absorbs usus jelek. Efek samping spironolakton yaitu ginekomastia.

d. Diuretic osmotic (manitol) mampu mempertahankan aliran urin pada laju filtrasi

glomerular (GFR) yang rendah sehingga dapat digunakan pada gagal jantung berat akut.

Manitol difiltrasi di glomerulus namun tidak direabsorrbsi atau dimetabolisasi oleh ginjal.

15

Page 16: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Diuretik sering memperbaiki gejala namun tidak memperbaiki tingkat ketahanan hidup

kecuali untuk bukti suportif terbaru pada spironolakton.

2. Digooksin. Digoksin merupakan penghambat yang poten pada aktivitas pompa saluran

natrium, yang menyebabkan peningkatan pertukaran Na-Ca dan peningkatan kalsium

intraselular. Efeknya adalah peningkatan ketersseduaan ion kalsium untuk elemen

kontraktil miokard pada saat coupling eksitasi kontraksi. Efej elektrofisiologi klinis yang

utama adalah pelambatan konduksi melalui nodus AV, meskipun dosis toksik dapat

terjadi berbagai aritmia atrium dan ventrikel. Digoksin tidak menyebabkan perubahan

curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh

kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin

dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder

yang dapat menyebabkan gejala. Kisaran terapeutik serum untuk digoksin sempit (1-2,0

ng/ml), dengan peningkatan toksisitas umum terjadi pada kadar >2,5 ng/ml. toksisitas

menumbulkan anoreksia, mual, sakit kepala, rasa lelah, malaise, kebingungan termasuk

perubahan pengelihatan warna.2

3. Vasodilator. Vasodilator menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,

yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen miokard, menurunkan konsumsi

oksigen miokard, dan meningkatkan curah jantung.

a. Angiotensin converting enzyme inhibitors. Contoh obat yang termaduk golongan ini

adalah captropil, cilazapril, enalapril, lisinopril, perindropil, quinapril, ramipril,

trandolapril)merupakan dilator vena dan arteri nnnamun bekerja terutama

padaanyaman arteriol. Penghambat ACE menyebabkan penurunan angiotensin II,

meningkatkan renin dan efeknya pada ACE jaringan sebagaimana ACE plasma juga

penting. Obat ini menginterfensi pemecahan vasodilator bradikinin dan menurunkan

katekolamin dalam sirkulasi darah sehingga memberikan mekanisme vasodilator

tambahan. Efeknya untuk menurunkan resistennsi ginjal dan vascular, meningkatkan

aliran darah ginjal, dan menurunkan tekanan darah namun tanpa refleks takikardia

sehingga menurunkaan keburuhan oksigen miokard. Kontraindikasi pada pasien

dnegan gagal ginjal atau stenosis arteri renalis bilateral dan bila terdapat hipotensi

berat (tek.darah sistolik <90mmHg) efek samping pada fungsi ginjal umumnya

didapat pada pasien dengan hiponatremia, pasien dnegan diuretic dosis tinggi dan

16

Page 17: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

diabetes. Penghambat ACE haru dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan

secara perlahan hingga dosis maksimum yang ditoleransi. Efek samping antara

lainbatuk kering, pusing, perburukan fungsi ginjal.

b. Antagonis reseptor angiotensisn misalnya candesartan, irbesartan, losartan, valsartan)

baru-baru ini dikembangkan dan memiliki efek serupa dnegan penghambat ACE serta

memiliki lebih sedikit efek samping. Tempatnya dalam tatalaksana gagal jantung

belum jelas namun merupakan alternative terhadap pasien yang tidak dapat mentolerir

penghambat ACE, karena munculnya efek samping seperti batuk.

c. Nitrat (gliseril trinitrat, isosorbid dinitrat (30-120 mg dalam dosis terbagi) atau

mononitrat (20-120 mg dalam dosis terbagi) bekerja sebagai venodilator pada dosis

terapeutik biasa. Digunakan terutama pada pasien gagal jantung dengan angina atau

yang tidak bisa mentolerir penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotengsin.2

d. Hidralazin (25-50 mg dua kali sehari) bekerja pada otot polos arteri namun sering

menimbulkan efek samping sakit kepala, rasa panas, mual, bercak kulit. Sekarang

jarang digunakan.

e. ß blocker. Contoh obatnya adalah: carvedilol 3,125 mg, bisoprolol 1,25mg,

metoprolol 5 mg). secara umum beta bloker harus dimulai dengan dosis sangat rendah

dengan pengawasan medis ketat dan dititrasi naik selama beberapa bulan.

4. Anti trombolitik. Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan

pemakain antiplatelet. Contoh obat: aspirin 300mg/hari

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita jantung adalah syok kardiogenik. Syok

kardiogenik ini merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan

dengan berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya

perfusi jaringan. Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk

menstabilkan sirkulasi guna mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi

sistemik terjadi keadaan hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta

pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan sehingga saat masuk tahap dimana sudah

terjadi kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi kematian.

17

Page 18: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

Prognosis

Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan derajat

keparahannya. Data Frimingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk

gagal jantung menunjukan mortalitas rerata sebesar 30% bila semua pasien dengan gagal jantung

dikelompokan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA kelas IV. Maka kondisi ini memiliki

prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal

jantung progresif atau secara mendadak dengan frekuensi yang kurang lebih sama. sejumlah

faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung:

1. Klinis: semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis, semakin

buruk prognosis.

2. Hemodinamik: semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi, semakin

buruk prognosis

3. Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopressin,

dan peptide natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis lebih buruk.

Kesimpulan

Berdasarkan gejala klinis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien menderita

penyakit gagal jantung kronik kelas II dimana sesak baru dirasakan pasien pada saat aktivitas

sedang. Pasien juga harus diedukasi mengenai pola makan, aktivitasnya, dan mengurangi

kebiasaan merokok

Daftar Pustaka

1. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem

kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika; 2009. H.54

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jakarta:Interna; 2009. h.1596-9

18

Page 19: Gagal Jantung Kronik pada Lansia.docx

3. Kee, Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6.

Jakarta : EGC ; 2008. h.148-51

4. Mansjoer A, Sudoyo AW, Alwi I. Kedokteran perioperatif evaluasi dan

tatalaksana di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

h.120

5. Kumar V, Ramzi S, Robbins SL. Buku ajar patologi. Jakarta: EGC; 2013. h.406-8

6. BrashersVL. Aplikasi klinis patofisiologi. Jakarta: EGC; 2008. h.53-6

7. Isselbacher.Braunwald. Wilson. Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.

Jakarta: EGC; 1995.h.498-501

8. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM. Lecture notes kardiologi. Jakarta: Erlangga;

2005. h. 423

19