Inkontinensia Uri Lansia
-
Upload
prima-wati -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
Transcript of Inkontinensia Uri Lansia
KEPERAWATAN KOMUNITAS 1 (GERONTIK)
“INKONTINENSIA URINE”
OLEH :
KELOMPOK 7
1. NI KADEK AYU SULIASTINI (10.321.0705)
2. NI KADEK DEWI ANTARI (10.321.0706)
3. NI MADE WIRA PUSPITA (10.321.0715)
4. NI WYN. SRI WIDYA DEWI (10.321.0723)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2011/2012
KONSEP DASAR PENYAKIT INKONTINENSIA URINE
1. PENGERTIAN
Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak. Sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang.
Bentuk-bentuk inkontinensia urine menurut NANDA 2005 :
1) Inkontinensia urine fungsional
Tidak mampu dalam mengatur eliminasi urin pada waktunya untuk menghindari
ketidaksengajaan pengeluaran (mengompol).
2) Inkontinensia urine reflex
Kehilangan urin tanpa disadari pada interval yang diperkirakan sedikit ketika
volume blader spesifik tercapai.
3) Inkontinensia urine stress
Terjadi kehilangan kurang dari 50 ml urin bersama dengan peningkatan tekanan
adomen.
4) Inkontinensia urine total
Kehilangan urin secara terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
5) Inkontinensia urine dorongan
Pengeluaran urin yang tidak disadari terjadi secara cepat setelah rangsangan kuat
untuk pengosongan.
2. ETIOLOGI
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan
berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)
abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi
sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU)
antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-
obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke
toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau
uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku
harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi
feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas,
asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine
juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya
gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain
adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan
cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke
toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien
lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya.
Nah, obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang tua.
Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika
memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan
obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik,
antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium
antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif
hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam
terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga
terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,
kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya
otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga
dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan
penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya
inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot
pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine.
Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan
dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang
semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi
perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
3. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor
bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling
daerah saluran kencing.
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan.
Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada
lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan
bila jarak sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN
dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai
stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang
mengakibatkan retensi kronik dengan overflow. Inkontinensia bisa bersifat
permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada
wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat
terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi
pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah
bagi lanjut usia.
4. PATHWAY
Infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter,
perubahan tekanan yang tiba-tiba pada abdominal.
Peningkatan tekanan abdomen
INKONTINENSIA URINE
Kelemahan otot pelvik
Munculnya reaksi iritasi di kulit
Perembesan urin di kulit
Urin bersifat iritatif di kulit
Kehilangan kontrol berkemih
Gangguan pengosongan vesika urinaria
Inkontinensia Urin Stress
Penurunan/ kehilangan sensasi berkemih
Inkontinensia Urin Reflex
Penurunan kapasitas blader
Desakan/ pengeluaran urin secara cepat
Inkontinensia Urin Dorongan
Kerusakan Integritas Kulit
Peningkatan konsentrasi urin
Kemampuan mengontrol pengeluaran urin
5. MANIFESTASI KLINIK
Urgensi
Retensi
Kebocoran urine
Frekuensi
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pengkajian fungsi otot destrusor
Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan / kelainan
dasar panggul )
Cystometrogram dan elektromyogram
7. TERAPI
Urgensi
- Cream estrogen vaginal, anticolenergik, imipramine (tofranile),
Diberikan pada malam hari.
- Klien dianjurkan untuk sering buang air kecil
Over flow inkontinensia
- Farmakologis prazocine (miniprise) dan cloridabetanecol (urecholine)
- Diberikan untuk menurunkan resistensi bagian luar dan meningkatkan
kontraksi kandung kemih.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENYAKIT INKONTINENSIA URINE
1. PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke
atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan
lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
B. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini.
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (reflex, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan reflex, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin,
apakah terjadi ketidakmampuan.
2) Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan
apakah dirawat dirumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit
ginjal bawaan/bukan bawaan.
C. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya inkontinensia.
Pemeriksaan Sistem :
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
a. B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
b. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
c. B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena
adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik
lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa
terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
d. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
D. Data penunjang
o Urinalisis
o Hematuria.
o Poliuria
o Bakteriuria
E. Pemeriksaan Radiografi
IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.
VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi
VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR
(Post Voiding Residual)
Kultur Urine
o Steril.
o Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
o Organisme
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Inkontinensia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar
penyokongnya.
2) Inkontinensia Urine Refleks yang berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung
kemih
3) Inkontinensia Urine Dorongan yang berhubungan dengan gangguan implus eferen
inhibitor sekunder akibat disfungsi otak atau medulla spinalis
4) Resiko Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diagnosa I
Inkontinensia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar
penyokongnya.
Tujuan : agar inkontinensia urin dapat teratasi.
Kriteria hasil :
Klien mampu melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia
Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi Rasional
1. identifikasi pola berkemih Berkemih yang sering dapat mengurangi
dorongan dari distensi kandung kemih.
2. Ajarkan untuk membatasi
masukan cairan pada malam hari
Pembatasan cairan pada malam hari
dapat mencegah terjadinya enuresis
3. ajarkan tekhnik untuk
mencetuskan eflex berkemih
( rangsangan kutaneus dengan
penepukan supra pubik)
Untuk membantu dan melatih
pengosongan kandung kemih
4. bila masih terjadi inkontinensia,
kurangi waktu antara berkemih
yang telah di rencanakan.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak
cukup untuk menampung volume urin
sehingga di perlukan untuk lebih sering
berkemih
5. berikan penjelasan tentang
pentingnya hidrasi optimal
sedikitnya 2000cc/hari bila tidak
ada kontra indikasi
Hidrasi optimal di perlukan untuk
mencegah isk dan batu ginjal
6. ajarkan dan anjurkan klien untuk
latihan parineal/kegel’s
Untuk membantu menguatkan control
muskuler ( jika diindikasikan)
2) Diagnosa II
Inkontinensia Urine Refleks yang berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung
kemih
Tujuan : agar inkontinensia urin dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien mampu melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia
Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi Rasional
1. identifikasi pola berkemih Berkemih yang sering dapat
mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih.
2. Ajarkan untuk membatasi
masukan cairan pada
malam hari
Pembatasan cairan pada malam hari
dapat mencegah terjadinya enuresis
3. ajarkan tekhnik untuk
mencetuskan refleks
berkemih ( rangsangan
kutaneus dengan penepukan
supra pubik)
Untuk membantu dan melatih
pengosongan kandung kemih
4. bila masih terjadi
inkontinensia, kurangi
waktu antara berkemih
yang telah di rencanakan.
Kapasitas kandung kemih mungkin
tidak cukup untuk menampung
volume urin sehingga di perlukan
untuk lebih sering berkemih
5. berikan penjelasan tentang
pentingnya hidrasi optimal
sedikitnya 2000cc/hari bila
tidak ada kontra indikasi
Hidrasi optimal di perlukan untuk
mencegah isk dan batu ginjal
6. ajarkan dan anjurkan klien
untuk latihan
parineal/kegel’s
Untuk membantu menguatkan
control muskuler ( jika
diindikasikan)
3) Diagnosa III
Inkontinensia Urine Dorongan yang berhubungan dengan gangguan implus eferen
inhibitor sekunder akibat disfungsi otak atau medulla spinalis
Tujuan : agar inkontinensia urin dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien mampu melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia
Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi Rasional
1. identifikasi pola
berkemih
Berkemih yang sering dapat
mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih.
2. Ajarkan untuk
membatasi masukan
cairan pada malam hari
Pembatasan cairan pada malam
hari dapat mencegah terjadinya
enuresis
3. ajarkan tekhnik untuk
mencetuskan refleks
berkemih ( rangsangan
kutaneus dengan
penepukan supra pubik)
Untuk membantu dan melatih
pengosongan kandung kemih
4. bila masih terjadi
inkontinensia, kurangi
waktu antara berkemih
yang telah di rencanakan.
Kapasitas kandung kemih mungkin
tidak cukup untuk menampung
volume urin sehingga di perlukan
untuk lebih sering berkemih
5. berikan penjelasan
tentang pentingnya
hidrasi optimal
sedikitnya 2000cc/hari
bila tidak ada kontra
indikasi
Hidrasi optimal di perlukan untuk
mencegah isk dan batu ginjal
6. ajarkan dan anjurkan
klien untuk latihan
parineal/kegel’s
Untuk membantu menguatkan
control muskuler ( jika
diindikasikan)
4) Diagnosa IV
Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine.
Tujuan : agar tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
Jumlah bakteri < 100.000 / ml.
Kulit periostomal tetap utuh.
Suhu 37° C.
Urine jernih dengan sedimen minimal
Intervensi Rasional
1. Pantau penampilan kulit
periostomal setiap 8jam.
Untuk mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
2. Kompres yang basah dan
sejuk atau therapi
rendaman
dapat mengurangi rasa nyeri
3. Setelah dimandikan kulit
segera dikeringkan dengan
hati-hati dan taburi dengan
bedah yang tidak
mengiritasi
jumlah bedak yang cukup banyak
mungkin diperlukan untuk menjaga agar
kulit pasien tidak lengket dengan sprei
4. Jangan menggunakan
plester
dapat menimbulkan pecahnya bula
sehingga perlu diberikan perban.
5. Ganti wafer stomehesif
setiap minggu atau bila
bocor terdeteksi. Yakinkan
kulit bersih dan kering
sebelum memasang wafer
yang baru. Potong lubang
wafer kira-kira setengah
Peningkatan berat urine dapat merusak
segel periostomal, memungkinkan
kebocoran urine. Pemajanan menetap
pada kulit periostomal terhadap asam
urine dapat menyebabkan kerusakan kulit
dan peningkatan resiko infeksi.
inci lebih besar dar
diameter stoma untuk
menjamin ketepatan
ukuran kantung yang
benar-benar menutupi kulit
periostomal. Kosongkan
kantung urostomi bila telah
seperempat sampai
setengah penuh
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
- Menyesuaikan dengan Intervensi
5. EVALUASI KEPERAWATAN
1) Dx 1,2, & 3
Klien mampu melaporkan suatu pengurangan / penghilangan
inkontinensia.
Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
2) Dx 4
Jumlah bakteri < 100.000 / ml.
Kulit periostomal tetap utuh.
Suhu 37° C.
Urine jernih dengan sedimen minimal
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi
& Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika
Perry&Potter. 2005 . Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol. 1. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC
http;/medicastore.com/penyakit/602/inkontinensia_Uri.html