Inkontinensia Urine Komplkit

25

Click here to load reader

Transcript of Inkontinensia Urine Komplkit

Page 1: Inkontinensia Urine Komplkit

ASKEP INKONTINENSIA URINE

 KONSEP MEDIS

A.    Definisi

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin merupakan

salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan

prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30%

pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan

bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.

Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan

daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan

fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding

depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus

total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.

Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah.

Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi

tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua

. Klasifikasi Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin diklasifikasikan

1.    Inkontinensia Urin Akut Reversibel

Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga

berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga

akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya

inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang

pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.

Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan

inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin

akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut

Page 2: Inkontinensia Urine Komplkit

.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin,

seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema

dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai

macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel

Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic.

Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat

akronim di bawah ini :

D --> Delirium

R --> Restriksi mobilitas, retensi urin

I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi

P --> Poliuria, pharmasi

2.    Inkontinensia Urin Persisten

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi anatomi,

patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat

karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Kategori klinis meliputi :

a. Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)

Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat

batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,

merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering

terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra

setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat

tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.

b. Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)

Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia

urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor

overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi

ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh

tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul

Page 3: Inkontinensia Urine Komplkit

peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering

inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah

hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi

involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala

seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali

kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya

tidak tepat.

c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence)

Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan.

Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada

diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak

berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh

keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

d. Inkontinensia urin fungsional

Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-

faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal

berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor

psikologis.

Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran

urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan

identifikasi semua komponen.

b. etiologi

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ

kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan

mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air

seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga

walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab

Page 4: Inkontinensia Urine Komplkit

Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah,

efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke

toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran

kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi

penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika

pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan

misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu

penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena

berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus

dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi

asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus

dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh

penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus

diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya

adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau

farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit

yang dideritanya. Nah, obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang

tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan,

penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada

IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic

adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti

antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol

juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia

urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,

kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan

berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena

ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul

rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat

meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen

pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan

Page 5: Inkontinensia Urine Komplkit

otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor

risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga

berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan

mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar

panggul.

c. manifestasi klinik

a. melaporkan merasa desakan berkemih, di sertai ketidakmampuan

mencapai kamar mandi karena telah berkemih

b. desakan, frekuensi ,dan nokturia.

c. inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urin

ketika tertawa, bersin, melompat, batuk atau membungkuk.

d. inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urin buruk atau

melambat dan merasa menunda atau mengedan.

e. inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urin yang

adekuat

f. higiene buruk atau tanda- tanda infeksi

g. kandung kemih terletak di atas simpisis pubis

d.  patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

• Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa

juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.

• Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.

• Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam

kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan

suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan

timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat

bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang

mengakibatkan retensi kronik dengan overflow Ada beberapa pembagian inkontinensia urin,

tetapi pada umumnya dikelompokkan menjadi 4:

1. Urinary stress incontinence

Page 6: Inkontinensia Urine Komplkit

2. Urge incontinence

3. Total incontinence

4. Overflow incontinence

*Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan

tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar

daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa,

bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat

dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-

obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).

*Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi

secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing

berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan

pemberian obat-obatan dan beberapa latihan.

*Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala posisi

tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang menghubungkan suatu

organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk

saluran antara kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran antara

urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan operasi.

*Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu

banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah.Biasanya hal ini dijumpai

pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran

kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih

tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.

Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.

e. Pemeriksaan Pada Inkontinensia Urin

1.Tes diagnostik pada inkontinensia urin

Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan

menentukan tipe inkontinensia.

Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara :

Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau

Page 7: Inkontinensia Urine Komplkit

menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan

kandung kemih tidak adekuat.

Urinalisis

Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya faktor yang berperan

terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan

proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas.

Tes lanjutan tersebut adalah :

1.    Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium

glukosa sitologi.

2.    Tes urodinamik à untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah

3.    Tes tekanan urethra à mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dianmis.

Imaging à tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

f. Pemeriksaan penunjang

Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urin

pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat

dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan

penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih

penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa

dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang

dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi

kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

Laboratorium  :

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal

dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

G . Penatalaksanaan

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,

mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi,

Page 8: Inkontinensia Urine Komplkit

latihan otot pelvis dan pembedahan.

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik

yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula

waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.

2. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti

hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun

terapi yang dapat dilakukan adalah :

Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik

relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat

menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih

pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap

sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam

.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan

lansia.

Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka

serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan

pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara

berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan

cara :

Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul

digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali, dan berputar searah

dan berlawanan dengan jarum jam ± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita

buang air besar dilakukan ± 10 kali.

Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan

baik.

Page 9: Inkontinensia Urine Komplkit

3. Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti

Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.

Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk

meningkatkan retensi urethra.

Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis

seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

4. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non

farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya

memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan

terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

5. Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin,

dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,

diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan

bedpanPampers Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan

sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun pemasangan pampers juga dapat

menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers

sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan

kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi.

Kateter : Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat

menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter menetap,

terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk

mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat

mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi pada

saluran kemih

Alat bantu toilet : Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang

Page 10: Inkontinensia Urine Komplkit

tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong lansia

terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan

toilet.

KONSEP KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1.    Identitas klien

inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65

tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga

beresiko mengalaminya.

2.    Riwayat kesehatan

•    Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah

frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan,

tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan

berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum

terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.

•    Riwayat kesehatan klien

Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat

Page 11: Inkontinensia Urine Komplkit

urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,

pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.

•    Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan

apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

3.    Pemeriksaan fisik

•    Keadaan umum

Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya

inkontinensia.

Pemeriksaan Sistem :

•    B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji

ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.

•    B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

•    B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

•    B4(bladder)

Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas

mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi

pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri

saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter

sebelumnya.

Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar

sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.

•    B5(bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya

ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

•    B6(bone)

Page 12: Inkontinensia Urine Komplkit

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri

pada persendian.

4.    Data penunjang

•    Urinalisis

•    Hematuria.

•    Poliuria

•    Bakteriuria.

  

5.    Pemeriksaan Radiografi

•    IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan ureter.

•    VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan fungsi VU, melihat

adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).

•    Kultur Urine

-    Steril.

-    Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).

-    Organisme.

B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan

kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih

2.    Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3.    Gangguan harga diri berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di

depan orang lain atau takut bau urine

4.    Resiko infeksi berhubungan dengan  pemasangan kateter dalam waktu yang lama.

5.    Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

C. INTERVENSI

No     Diagnosa     Tujuan    Intervensi     Rasional

1    Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan

kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih    Klien mampu

mengontrol Eliminasi urin.

    1. identifikasi pola berkemih

Page 13: Inkontinensia Urine Komplkit

2. ajarkan untuk membatasi 

   masukan cairan pada malam hari

3. ajarkan tekhnik untuk 

  mencetuskan refleks berkemih ( 

  rangsangan kutaneus dengan

  penepukan supra pubik)

4. bila masih terjadi inkontinensia,

   kurangi waktu antara berkemih

  yang telah di rencanakan.

5. berikan penjelasan tentang

   pentingnya hidrasi optimal

   sedikitnya 2000cc/hari bila tidak

   ada kontra indikasi.    1.    Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi

kandung kemih

2.    Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enuresis

3.    Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih

4.    Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urin sehingga di

perlukan untuk lebih sering berkemih

5.    Hidrasi optimal di perlukan untuk mencegah isk dan batu ginjal

2.    Ansietas b/d perubahan status kesehatan    Klien dapat mengatasi rasa cemasnya    1. kaji

Page 14: Inkontinensia Urine Komplkit

tingkat rasa takut pada

    pasien dan orang terdekat.

2. akui kenormalan perasaan pada

   situasi ini

3. dorong dan berikan kesempatan

   untuk pasien mengajukan 

    pertanyaan dan masalah

4. dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan sesuai indikasi, akui masalah pasien.

5. tunjukan indikator positif pengobatan.

6. beri informasi tentang masalah

    kesehatannya    

1.    Membantu menentukan jenis intervensi yang di perlukan

2.    Mengetahui perasaan normal dapat menghilangkan rasa takut

3.    Memberi perasaan terbuka dan bekerja sama dan memberikan informasi yang akan

membantu dalam mengatasi masalah.

4.    Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi.

5.    Meningkatkan perasaan berhasil atau maju

6.    Dapat mengurangi ansietas yang berlebihan

3.    Gangguan harga diri berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di

depan orang lain atau takut bau urine

    Klien dapat meningkatkan harga diri dan mengurangi persepsi negativ terhadap dirinya   

1.kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi pengobatan, dan ansietassehubungan dengan situasi.

2.diskusikan arti perubahan pada pasien

3.tentukan peran pasien dalam dalam keluarga dan persepsi pasien akan harapan diri dan orang

Page 15: Inkontinensia Urine Komplkit

lain.

4.anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang sakit

    a.    Mengidentifikasi luasnya masalah dan perlunya intervensi

b.    Beberapa pasien Memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulitmenerima perubahan

hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan kontrol tubuh sendiri.

c.    Penyakit lama/permanen dan ketidakmampuan untuk memenuhi peran dalam keluarga.

d.    Menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk mampu mempertahankan perasaan

harga diri dan tujuan hidup.

4.    Resiko infeksi berhubungan dengan  pemasangan kateter dalam waktu yang lama.

    Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas normal, kultur

urine menunjukkan tidak adanya bakteri.    a.    Berikan perawatan perineal dengan air sabun

setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.

b.    Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian

dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar.

c.    Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian

sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan perawatan

perianal, pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine). Pertahankan

teknik asepsis bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.

d.    Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan

sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

e.    Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.misal :

Tingkatkan masukan sari buah berri.

Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.    a.    Untuk mencegah kontaminasi

uretra.

Page 16: Inkontinensia Urine Komplkit

b.    Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran

perkemihan.

c.    Untuk mencegah kontaminasi silang

d.    Untuk mencegah stasis urine.

e.    Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri diperlukan untuk

mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah dapat

berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.

5.    Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

Jumlah bakteri    < 100.000 / ml.

Kulit periostomal tetap utuh.

Suhu 37° C.

Urine jernih dengan sedimen minimal.    a.    Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8jam.

b.    Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi. Yakinkan kulit bersih dan

kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-kira setengah inci lebih

besar dar diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi

kulit periostomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.   

a.    Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

b.    Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal, memungkinkan kebocoran urine.

Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan

kulit dan peningkatan resiko infeksi.