Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

52
ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik Nama Kelompok : Anisa Umairoh Ika Putri Nur Pramita Nurhasanah Rizky Maulana Rachmat STIKes Jayakarta 2013

Transcript of Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Page 1: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik

Nama Kelompok :

Anisa Umairoh

Ika Putri Nur Pramita

Nurhasanah

Rizky Maulana Rachmat

STIKes Jayakarta

2013

Page 2: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak

terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002). Gangguan ini

lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah

melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar

panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan

vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan

prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik. Angka kejadian

bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika Serikat,

diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini

bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan

bertambahnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian

10%, sedangkan pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai

16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%,

pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita

dengan 5 anak.

Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usia

lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit

mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia

urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka

kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian

bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami

inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan

bagian normal proses menua.

Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya

keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang

ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi

mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar

kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena

gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan

Page 3: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan

inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara

bersamaan.

1.2         Tujuan

1.2.1     Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pasien dengan

inkontinensia urin.

1.2.2    Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu :

1.      Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urin.

2.      Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin.

3.      Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin.

4.      Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.

5.      Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin.

6.      Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin

Page 4: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan Pada Orang Dewasa

A. Ginjal

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, di depan

dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis,kuadratus lumborum

dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang

tebal. Disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta,

sedangkan dianterior dilindungi oleh bantaan usus yang tebal. Pada orang dewasa ginjal

panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Ukurannya tidak

berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. 95 % orang dewasa memiliki jarak antara

katup ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau

perubahan bentuk merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit ginjal

dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula tribosa

tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan

dengan mudah dari permukaan ginjal. (Syaifuddin. 2003).

a. Bagian – Bagian Ginjal

Tiga bagian ginjal, yaitu :

1) Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah

yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler

– kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap

Page 5: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

glomerolus dikelilingi oleh simpai bowman, dan gabungan antara glomerolus dengan

simpai bowman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan

malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bowman. Zat – zat yang terlarut dalam

darah akan masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan

menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang terdapat di

dalam sumsum ginjal.

2) Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid

renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila

renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di

dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris –

garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktuskoligentes). Diantara

pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian

ini berkumpul ribuan pembuluh halus yangmerupakan lanjutan dari simpai bowman.

Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan

darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong

lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau

tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa

kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini

menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke

kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih

(vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal

Menurut Pearce, Evelyn C (2006) Ginjal berfungsi sebagai berikut :

1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan

dieksresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,

kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang di eksresi berkurang

dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat

dipertahankan relatif normal.

2) Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion yang

optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran

yang abnormal ion –ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/penyakit

Page 6: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

perdarahan (diare, muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi ion – ion yang penting

(mis. Na, K, Cl, Ca dan fosfat).

3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan,

campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini

disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur – sayuran,

urine akan bersifat basa. pH urine bervariasiantara 4 , 8 – 8,2. Ginjal menyekreksi

urine sesuai dengan perubahan pH darah.

4) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat – zat toksik , obat –

obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).

5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon rennin yang

mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system rennin angiotensin

aldesteron) membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses

pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).

B. Nefron

Pada manusia setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya

mempunyai struktur dan fungsi yang sama.

1. Bagian-bagian nefron:

a) Glomerolus

Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent yang

kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian

air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.

b) Kapsula Bowman

Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan

yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.

c) Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:

Tubulus proksimal

Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan

tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.

Lengkung Henle

Lengkung henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari pars

descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan pars

ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari lengkung

henle mempunyai dinding yang sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan

bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal. Lengkung henle berfungsi

Page 7: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan

tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.

Tubulus distal

Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.

Duktus pengumpul (duktus kolektifus)

Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan nefron yang

berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan

cairan isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.

C. Ureter

Ureter adalah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung

kemih. Ureter merupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal & bermuara pada vesica

urinaria. Panjangnya 25 – 30 cm. Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior

T11- L2 melalui neuron² simpatis. Terdiri dari dua bagian: – pars abdominalis – pars

pelvina, Tiga tempat penyempitan pada ureter: – uretero - pelvic junction – tempat

penyilangan ureter dengan vassa iliaca sama dengan flexura marginalis – muara ureter

ke dalam vesica urinaria. Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung

dari ginjal kekandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan

penampang ±0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian

terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5

menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika

urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh

ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke

dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia

muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada

tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah,

saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

D. Vesica Urinaria

Page 8: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Disebut juga bladder/kandung kemih. Vesica urinaria merupakan kantung

berongga yang dapat diregangkan dan volumenya dapat disesuaikan dengan

mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala urin dikosongkan

dari kandung kemih ke luar tubuh melalui ureter. Organ ini mempunyai fungsi

sebagai reservoir urine (200 - 400 cc). Dindingnya mempunyai lapisan otot yang kuat.

Letaknya di belakang os pubis. Bentuk bila penuh seperti telur (ovoid). Apabila

kosong seperti limas. Apex (puncak) vesica urinaria terletak di belakang symphysis

pubis. 

Fungsi vesica urinaria:

(1) Sebagai tempat penyimpanan urine

(2) Mendorong urine keluar dari tubuh.

E. Uretra

Merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh melalui

ginjal, ureter, vesica urinaria. Uretra adalah saluran sempit yang berpangkal pada

kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.Pada laki- laki uretra

bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus

lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria

2. Uretra Membranosa

3. Uretra Kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),

dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan

miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri

dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena

– vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita

terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya

sebagai saluran ekskresi.

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan Pada Lansia

Page 9: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

A. Perubahan Ginjal pada Lansia

Pada lansia ginjal berukuran lebih kecil dibanding dengan ginjal pada usia muda.

Pada usia 90 tahun beratnya berkurang 20-30% atau 110-150 gram bersamaan dengan

pengurangan ukuran ginjal.

Pada studi kasus dari McLachlan dan Wasserman bahwa panjang ginjal berkurang

0,5 cm per dekade setelah mencapai usia 50 tahun. Dengan bertambahnya usia,

banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus dan tubulus. Jumlah total

glomerulus berkurang 30-40% pada usia 80 tahun, dan permukaan glomerulus

berkurang secara progresif setelah 40 tahun, dan yang terpenting adalah terjadi

penambahan dari jumlah jaringan sklerotik. Meskipun kurang dari 1% glomerulus

sklerotik pada usia muda, persentase ini meningkat 10-30% pada usia 80 tahun.

Terdapat beberapa perubahan pada pembuluh darah ginjal pada lansia. Pada korteks

ginjal, arteri aferen dan eferen cenderung untuk atrofi yang berarti terjadi

pengurangan jumlah darah yang terdapat di glomerulus. Atrofi arteri aferen dan eferen

pada jukstaglomerulus terjadi tidak simetris sehingga timbul fistel. Jadi ketika aliran

darah di korteks berkurang, aliran di jukstaglomerular akan meningkat. Ini

berpengaruh pada konsentrasi urin yang berkurang pada usia lanjut akibat gangguan

pengaturan sistem keseimbangan.

B. Perubahan Aliran Darah Ginjal pada Lansia

Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per

menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit.

Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau

sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99%

yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa aliran darah

ginjal pada usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari

aliran darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal

mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan perubahan dari

hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang berhubungan dengan usia.

C. Perubahan Fungsi Ginjal pada Lansia

Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga

merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Ginjal yang sudah tua tetap

memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan fungsi

hemostasis, kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal.

Page 10: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki usia 30

tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan karena

berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk regenerasi.

Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain : (Cox, Jr

dkk, 1985)

1) Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.

2) Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan

dengan usia muda.

3) Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi ureum yang

menurun.

4) Kreatinin darah normal karena produksi yang menurun serta massa otot yang

berkurang.

5) Maka yang paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan

memeriksa Creatinine Clearance.

6) Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR) menurun sejak

usia 30 tahun.

D. Perubahan Laju Filtrasi Glomerulus pada Lansia

Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi glomerulus

(GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan karena total

aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan jumlah glomerulus. Pada

beberapa penelitian yang menggunakan bermacam-macam metode, menunjukkan

bahwa GFR tetap stabil setelah usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian

menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade. Penurunan bersihan kreatinin dengan

usia tidak berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi

kreatinin sehari-hari (dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan

penurunan bersihan kreatinin. Untuk menilai GFR/creatinine clearance rumus di

bawah ini cukup akurat bila digunakan pada usia lanjut.

Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) x BB (kg) ml/menit

72 x serum cretinine (mg/dl)

Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria.

E. Perubahan Fungsi Tubulus pada Lansia

Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH) menurun sejalan dari

usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda, kemudian berkurang

tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80 dan 90 tahunan. Transpor maksimal

Page 11: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

tubulus untuk tes ekskresi PAH (paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan

peningkatan usia dan penurunan GFR. Penemuan ini mendukung hipotesis untuk

menentukan jumlah nefron yang masih berfungsi, misalnya hipotesis yang

menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor

tubulus, tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk

transpor menurun.

Transpor glukosa oleh ginjal dievaluasi oleh Miller, Mc Donald dan Shiock pada

kelompok usia antara 20-90 tahun. Transpor maksimal Glukosa (TmG) diukur dengan

metode clearance. Pengurangan TmG sejalan dengan GFR oleh karena itu rasio GFR :

TmG tetap pada beberapa dekade. Penemuan ini mendukung hipotesis jumlah nefron

yang masih berfungsi, kapasitas total untuk transpor menurun sejalan dengan atrofi

nefron. Sebaliknya dari penurunan TmG, ambang ginjal untuk glukosa meningkat

sejalan dengan peningkatan usia. Ketidaksesuaian ini tidak dapat dijelaskan tetapi

mungkin dapat disebabkan karena kehilangan nefron secara selektif.

F. Perubahan Pengaturan Keseimbangan Air pada Lansia

Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada peningkatan usia

maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu yang sering terjadi pada lanjut

usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun sejalan dengan peningkatan usia.

Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-laki, prinsipnya adalah

penurunan indeks massa tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam tubuh.

Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau kehilangan air dapat

meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler dan menyebabkan penurunan volume

yang mengakibatkan timbulnya rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur

perasaan haus timbul terletak pada daerah yang menghasilkan ADH di hypothalamus.

Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang biladibandingkan

dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga berkurang, Kemampuan

ginjal pada kelompok lanjut usia untuk mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air

tidak dievaluasi secara intensif. Orang dewasa sehat mengeluarkan 80% atau lebih

dari air yang diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam.

Page 12: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA INKONTINENSIA URINE

1. Pengertian

Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak

terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).

Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada

waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang

mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (FKUI, 2006).

Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi keluarnya

urin tak terkendali yang dapat didemonstrasikan secara obyektif dan menimbulkan gangguan

hygiene dan social.

2. Klasifikasi

Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)

a. Inkontinensia Dorongan

Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk

berkemih.

b. Inkontinensia Total

Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.

c. Inkontinensia Stres

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang dari 50

ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.

d. Inkontinensia refleks

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin yang tidak

dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih

mencapai jumlah tertentu.

e. Inkontinensia fungsional

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa disadari

dan tidak dapat diperkirakan.

Page 13: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

3. Etiologi

Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001) :

a. Poliuria, nokturia

b. Gagal jantung

c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.

d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :

1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek

akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.

2) Perokok, Minum alkohol.

3) Obesitas

4) Infeksi saluran kemih (ISK)

4. Tanda dan Gejala

a. Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)

1) Inkontinensia Dorongan

a) Sering miksi

b) Spasme kandung kemih

2) Inkontinensia total

a) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.

b) Tidak ada distensi kandung kemih.

c) Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.

3) Inkontinensia stres

a) Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.

b) Adanya dorongan berkemih.

c) Sering miksi.

d) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.

4) Inkontinensia refleks

a) Tidak dorongan untuk berkemih.

b) Merasa bahwa kandung kemih penuh.

c) Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.

5) Inkontinensia fungsional

a) Adanya dorongan berkemih.

b) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

Page 14: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

5. Patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria

(Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan

sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih dapat ditundas 1-2

jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi

pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang

membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan

proses ini. Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau

kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya

retensi urine. Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya kontrasi

kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi esterogen

menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan

penurunan pada otot-otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2006).

2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.

Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak

dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu

menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urine menurut (Soeparman&Waspadji S,

2001). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal.

Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran

yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin

pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus

dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih.

Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri.

Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain

saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak

terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

a. Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan

fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Tes laboratorium tambahan

seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosasitol.

Page 15: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

b. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini

digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia

urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan denga inkontinensia

urine. Pencatatan  pola berkemih tersebut dilakukan selam 1-3 hari. Catatan

tersebut dapat digunakan untuk memantau respons terapi dan juga dapat dipakai

sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,

mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,

medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu

berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang

keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman

yang diminum.

b. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya

inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula

darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan

latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik

relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan

dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan

untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya

diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.

Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan

kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal

kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila

ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif

(berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar

panggul secara berulang-ulang.

Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah

dengan cara :

Page 16: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian

pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali.

Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ± 10

kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat

tertutup dengan baik.

c. Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah

antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.

Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine

untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik

agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk

stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi,

bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe

overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi

urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan

prolaps pelvic (pada wanita).

e. Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan

inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang

mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter.

f. Pemantauan Asupan Cairan

Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan

rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada

kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan secara

tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian yang memalukan. Pengurangan asupan

cairan sebelum waktu tidur dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi

cairan harus diminum lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan

setiap harinya tetap sama.

Page 17: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

8. Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine

1. Pengkajian

Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan

klien dengan diagnosa medis Inkontinensia Urine :

1)   Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis.

2)   Keluhan Utama

Pada kelayan Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia,

urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.

3)   Riwayat Penyakit Sekarang

Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha

yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.

4)   Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran Kemih)

yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita.

5)  Riwayat Penyakit keluarga

Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang

menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang

menderita DM, Hipertensi.

6)   Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah B1-B6 :

a)   B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai

oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.

b)   B2 (blood)

Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

c)   B3 (brain)

Kesadaran biasanya sadar penuh

d)   B4 (bladder)

Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat

karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih

serta disertai keluarnya darah  apabila ada lesi pada bladder, pembesaran

daerah supra pubik lesi pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat

Page 18: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang

kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra

pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing / dapat

juga di luar waktu kencing.

e)   B5 (bowel)

Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan

abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan

palpasi pada ginjal.

f)   B6 (bone)

Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas

yang lain, adakah nyeri pada persendian.

9. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih

dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih

2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu yang lama.

3. Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine.

4. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat

10. Intervensi

1) Diagnosa 1

Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih

dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa melaporkan

suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia

Kriteria Hasil :

0Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional penatalaksanaan.

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.

R: Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi kandung kemih

Page 19: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari

R: Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enurasis

3. Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang telah

direncanakan

R: Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine

sehingga diperlukan untuk lebih sering berkemih.

4. Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi

dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada

kebocoran yang lebih dulu.

R: Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih.

5. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml,

kecuali harus dibatasi.

R: Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal.

6. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan

perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi

inkonteninsia.

2) Diagnosa 2

Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang

lama.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat berkemih

dengan nyaman.

Kriteria Hasil :

Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine menunjukkan tidak

adanya bakteri.

Intervensi :

1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien

inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.

R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.

2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari

(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan

setelah buang air besar.

Page 20: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih

dan naik ke saluran perkemihan.

3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung,

pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang

terjadi (memberikan perawatan perianal, pengosongan kantung drainase urine,

penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik aseptik bila melakukan

kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.

R: Untuk mencegah kontaminasi silang.

4. Kecuali dikontra indikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan

masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi

sesuai dengan kebutuhan.

R: Untuk mencegah stasis urine.

5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.

Tingkatkan masukan sari buah berri.

Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.

R: Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri

diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan

masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran

kemih.

3) Diagnosa 3

Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keruskan integritas kulit

teratasi.

Kriteria Hasil :

Jumlah bakteri <100.000/ml.

Kulit periostomal tetap utuh.

Suhu 37° C.

Urine jernih dengan sedimen minimal.

Intervensi :

1. Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam.

R: Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang

diharapkan.

Page 21: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

2. Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi. Yakinkan kulit

bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-

kira setengah inci lebih besar dar diameter stoma untuk menjamin ketepatan

ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit periostomal. Kosongkan kantung

urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.

R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal, memungkinkan

kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam urine

dapat menyebabkan kerusakan kulit dan peningkatan resiko infeksi.

4) Diagnosa 4

Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan seimbang

Kriteria Hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg

Intervensi

1. Awasi TTV

R: Pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume intravascular, khususnya

pada pasien dengan fungsi jantung buruk.

2. Catat pemasukan dan pengeluaran

R: Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan

resiko kelebihan cairan

3. Awasi berat jenis urine

R: Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikn urine

4. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam

R: Membantu periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas

dan menurunkan rasa haus

5. Timbang BB setiap hari

R: Untuk mengawasi status cairan

Page 22: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

11. Evaluasi

Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia dapat dinilai dari adanya

kemampuan dalam :

a) Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan

asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada

kandung kemih atau kateter

b) Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa

inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.

c) Memerikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak

ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.

d) Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi

inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

Page 23: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

Kasus

Ny M (60 thn) datang ke RS. B diantar keluarga. Keluarga mengatakan Ny. M sering

kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika sudah

terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga mengatakan saat dia

bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing. Klien memakai popok dan

menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira Ny.M minumnya tiap hari sekitar

200 ml. Sebelumnya Ny. M ada riwayat hipertensi 2 tahun lalu dan mengonsumsi obat

diuretik. Klien mengatakan disekitar area genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TB&BB Ny M adalah 150cm, 45kg, TD

180/140mmHg, Nadi 80 x/menit, respirasi 18 x/menit dan suhu 36,50C, output 2100cc.

Terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia, kelembaban bibir kering. Terdapat

distensi kandung kemih. Saat ini klien terpasang infuse RL 2000cc/24 jam, kateter

indwelling. Kegiatan sehari-hari Ny. M adalah menjadi guru mengaji, akan tetapi semenjak ia

sering mengompol kegiatan menjadi terganggu.

Page 24: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

1. Pengkajian

A. Data Biografi

Nama : Ny. M

Umur : 60 Tahun.

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Tinggi badan/berat badan : TB : 150 cm BB : 45 kg

Penampilan umum : Baik

Alamat : Jl. Tanah Merdeka 7

Orang yang mudah dihubungi : Tn. P

Hubungan dengan klien : Anak

Alamat dan telepon : Jl. Tanah Merdeka 7 (021) 8678869

Diagnosa medis : Inkontinensia Urine

B. Riwayat Keluarga

Genogram

Keterangan :

= Meninggal = Laki-laki

= Perempuan = Pasien = tinggal serumah

Ny. M 60 thn

Page 25: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Penjelasan:

Klien anak kedua dari 3 bersaudara. Klien mempunyai riwayat keturunan hipertensi

dari ayahnya yang meninggal karena hipertensi sedang ibunya meninggal karena

sudah tua. Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular, degeneratif, dan obesitas.

Klien mempunyai 4 orang anak.

C. Riwayat Pekerjaan

Pekerjaan saat ini : Guru mengaji

Pekerjaan sebelumnya : -

Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya

Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup

D. Riwayat Lingkungan Hidup

Type tempat tinggal : 16x8 m

Jumlah kamar : 2

Kondisi tempat tinggal : Baik

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 3

Derajat privasi : Aman

Tetangga terdekat : Baik

Alamat dan telepon :

E. Riwayat Rekreasi

Hobi/minat : -

Keanggotaan dalam organisasi : -

Liburan/perjalanan : -

F. Sistem Pendukung

Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter

Jarak dari rumah : 2 km

Rumah sakit : 6 km

Klinik : -

Pelayanan kesehatan dirumah : -

Makanan yang dihantarkan : -

Page 26: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat klien dengan

mengganti popok 2x sehari,

G. Deskripsi kekhususan

Kebiasaan ritual : Sholat, membaca Al – Qur’an

Yang lain : Doa-doa yang lain

H. Status Kesehatan

Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu

- Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin mengonsumsi obat

diuretik

Keluhan utama

- Provokative/palliative : -

- Quality/quantity : -

- Region : -

- Severity scale : -

- Timming : -

Obat-obatan : obat diuretic, furosemide

Status imunisasi : lengkap

Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) : tidak ada

Penyakit yang diderita : Hipertensi

I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz, disimpulkan Skore..)

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri

2 Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan

3 Pergi ke toilet Memerlukan bantuan

4 Berpindah (berjalan) Tanpa bantuan

5 BAB dan BAK Kadang-kadang ngompol / defekasi di tempat tidur

6 Makan Tanpa bantuan

Page 27: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan C

karena berdasarkan pengamatan, klien hanya mampu memenuhi 4 kebutuhan dasar

yaitu mandi, berpakaian, berjalan. dan makan

Psikologis

- persepsi klien : persepsi klien terhadap penyakitnya klien

merasa wajar karena sudah tua

- konsep diri : baik karena klien mampu memandang dirinya

secara positif

- emosi : stabil

- adaptasi : klien mampu beradaptasi dengan baik

- mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan lebih senang tinggal dirumah

karena bisa berkumpul dengan anak-anaknya

J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)

1. Keadaan umum

Baik, klien tampak bersih

2. Tingkat kesadaran

Refleks membuka mata (eye): Spontan = 4

Respon Motorik (motorik):Respon baik dengan perintah: 6

Respon Verbal (verbal) : Orientasi baik : 5

Jumlah Nilai GCS = 15

Interpretasi GCS : Normal (Compos Mentis)

3. Tanda-tanda vital

TD :180/140 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

RR : 18 kali/menit

Suhu : 36,5 ° C

4. Sistem kardiovaskuler

Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis kiri

Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus kordis

1 cm

Perkusi:

Page 28: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

- batas atas jantung : ICS 3

-batas kanan : linea midsternalis dextra

-batas kiri : mid aksilaris sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama jantung

teratur

5. Sistem pernafasan

Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas

Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal

Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama dan

seimbang

Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah

6. Sistem integumen

- Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+)

- Palpasi: turgor kulit jelek

- Inspeksi : terdapat ruam kemerahan pada sekitar area genitalia

7. Sistem perkemihan

Inspeksi : saat ini klien terpasang kateter indwelling

Palpasi : terdapat distensi pada kandung kemih

8. Sistem muskuloskeletal

ROM klien baik/penuh

Ekstremitas atas : Terpasang infuse Rl 2000cc/24 jam pada tangan kanan,

tonus otot baik,kekuatan otot tangan kiri kanan sama yaitu pada skala 5

Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu pada skala

5

Tidak ada nyeri persendian

Osteoporosis (-), tidak ada kelainan tulang

9. Sistem endokrin

- Klien mengatakan tidak menderita kencing manis.

- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar

10. Sistem immune

- Klien mengatakan sudah lengkap imunisasi

- Riwayat penyakit yang berkaitan dengan imunisasi tidak ada

11. Sistem gastrointestinal

Bising usus normal pada auskultasi abdomen

Page 29: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

Klien mengatakan tidak ada kesulitan mengunyah makanan

12. Sistem reproduksi

- Klien mempunyai 2 orang anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti

menstruasi 10 tahun yang lalu.

13. Sistem persyarafan

N.I (Olfaktorius):fungsi penghiduan/penciuman

Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung

kemudian disuruh untuk menghidu bau kopi, pasien dapat menyebutkan

dengan benar

N.II (Optikus) fungsi penglihatan

Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 2 meter

N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)

Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat,bola mata

mampu digerakkan ke segala arah.

N.V (Trigeminus)

Sensorik:Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi dengan mata

tertutup setelah dilakukan berulang-ulang

Motorik:Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien disuruh

mengunyah

N.VII (Fascialis)

Sensorik:Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan

Motorik:Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi

N.VIII (Akustikus)

Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan dibelakang

telinga

N.IX (Glossofaringeus)

Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan-lahan ketika minum

air

N.X (Vagus)

Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di tengah

N.XI ( Assesorius)

Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-lahan

N.XII (Hypoglosus)

Pasien dapat menjulurkan lidah keluar ,dan gerakan lidah mendorong pipi kiri

Page 30: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

dan kanan dari arah dalam

K. Pemeriksaan status kognitif/afektif/sosial

1. Status kognitif/afektif

- Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10, fungsi

intelektual utuh

- Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari fungsi

mental dalam keadaan baik

- Inventaris depresi beck, dengan skor: 3. Tidak ada tanda-tanda depresi pada

klien.

2. Status sosial

- Apgar keluarga dengan lansia, skor: 8 dimana fungsi social klien dalam keadaan

normal

L. Pemeriksaan Penunjang

- Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan

fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

- Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin,

kalsium glukosasitol.

Analisa Data

Data Masalah Etiologi

DS :

Klien mengatakan tidak dapat menahan

jika sudah terasa ingin BAK

Klien juga mengatakan saat dia bersin,

membungkuk, batuk tiba-tiba keluar

sedikit air kencing

Keluarga mengatakan Ny. M sering

kencing tanpa disadari (ngompol).

Sering ngompol terutama malam hari.

DO :

Sebelumnya Ny. M ada riwayat

Gangguan

eliminasi urin

Kehilangan

kemampuan untuk

menghambat

kontraksi kandung

kemih

Page 31: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

hipertensi 2 tahun lalu dan

mengonsumsi obat diuretik.

Frekuensi berkemih tiap hari sekitar 15-

18x

Terdapat distensi kandung kemih

DS :

Klien mengatakan disekitar area

genitalia terasa nyeri, panas dan gatal

DO :

Terdapat iritasi dan ruam kemerahan

pada sekitar area genitalia dan

pangkal paha.

Klien menggunakan popok namun

sehari hanya menggantinya 2x

sehingga terasa lembab

Resiko kerusakan

integritas kulit

Irigasi konstan

oleh urine

DS :

Ny.M mengatakan minumnya tiap

hari sekitar 200 ml

DO :

Saat dilakukan pengkajian Ny.M

kelembaban bibir kering.

TB&BB 150cm, 45kg

Klien terpasang infuse RL 2000cc/24

jam

output 2100cc, balance cairan 100cc

Resiko kekurangan

volume cairan

tubuh

Intake yang tidak

adekuat

2. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk

menghambat kontraksi kandung kemih

2) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

Page 32: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

3) Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat

3. Intervensi

1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk

menghambat kontraksi kandung kemih

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu

mengontrol eliminasi urine.

Kriteria Hasil :

Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional

penatalaksanaan.

Intervensi Rasional

Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan

catatan berkemih sehari.

Ajarkan untuk membatasi masukan cairan

pada malam hari.

Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks

berkemih (rangsangan putaneus dengan

penepukan supra pubik).

Berikan penjelasan tentang pentingnya

hidrasi optimal, sedikitnya 2000cc/hari bila

tidak ada kontra indikasi.

Bila masih terjadi inkontinensia kurangi

waktu antara berkemih yang telah

direncanakan

Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji

efek medikasi dan tentukan kemungkinan

perubahan obat, dosis/jadwal pemberian

obat untuk menurunkan frekuensi

inkontinensia.

Berkemih yang sering dapat mengurangi

dortongan beri distensi kandung kemih

Pembatasan cairan pada malam hari dapat

mencegah terjadinya enurasis

Untuk membantu dan melatih pengosongan

kandung kemih.

Hidrasi optimal diperlukan untuk

mencegah ISK dan batu ginjal.

Kapasitas kandung kemih mungkin tidak

cukup untuk menampung volume urine

sehingga diperlukan untuk lebih sering

berkemih.

2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kulit periostomal klien

kembali normal.

Kriteria Hasil :

Page 33: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

o Jumlah bakteri <100.000/ml.

o Kulit periostomal tetap utuh.

o Suhu 37° C.

o Urine jernih dengan sedimen minimal.

Intervensi Rasional

Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8

jam.

Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau

bila bocor terdeteksi. Yakinkan kulit bersih

dan kering sebelum memasang wafer yang

baru. Potong lubang wafer kira-kira setengah

inci lebih besar dar diameter stoma untuk

menjamin ketepatan ukuran kantung yang

benar-benar menutupi kulit periostomal.

Kosongkan kantung urostomi bila telah

seperempat sampai setengah penuh.

Untuk mengidentifikasi kemajuan atau

penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Peningkatan berat urine dapat merusak segel

periostomal, memungkinkan kebocoran urine.

Pemajanan menetap pada kulit periostomal

terhadap asam urine dapat menyebabkan

kerusakan kulit dan peningkatan resiko infeksi.

3. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah teratasi.

Kriteria Hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg

Intervensi Rasional

Awasi TTV

Catat pemasukan dan pengeluaran

Awasi berat jenis urine

Berikan minuman yang disukai sepanjang 24

jam

Timbang BB setiap hari

Pengawasan invasive diperlukan untuk

mengkaji volume intravascular, khususnya

pada pasien dengan fungsi jantung buruk.

Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan

penggantian cairan dan penurunan resiko

kelebihan caian

Untuk mengukur kemampuan ginjal dalam

mengkonsestrasikn urine

Membantu periode tanpa cairan,

meminimalkan kebosanan pilihan yang

terbatas dan menurunkan rasa haus

Untuk mengawasi status cairan

4. Evaluasi keperawatan

Page 34: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

S : - Pasien mengatakan bahwa tidak mengeluarkan urin pada saat bersin dan tertawa.

- Pasien mengatakan sudah bisa mengontrol berkemih

O : - Setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen urin pasien tidak menetes.

- Pasien mengeluarkan urin lebih dari 2 jam sekali.

A :  Masalah teratasi

P :  Masalah teratasi pasien pulang.

Page 35: Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin Pada Lansia

DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1. Jakarta:

EGC.

Hidayah, a. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan (Edisi 2). Jakarta:

Salemba Medika.

Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Stanley, Mickey dan Patricia G. Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.

Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2003. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.