PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi...

81
EFEKTIVITAS TERAPI BEHAVIORAL TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA USILA DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta TEDY JASWADI NIM: 2004 032 0052 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2008

Transcript of PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi...

Page 1: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

EFEKTIVITAS TERAPI BEHAVIORAL TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA USILA

DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TEDY JASWADI NIM: 2004 032 0052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2008

Page 2: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

EFEKTIVITAS TERAPI BEHAVIORAL TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA USILA

DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TEDY JASWADI 20040320052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2008

i

Page 3: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah

EFEKTIVITAS TERAPI BEHAVIORAL TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA USILA

DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA

Telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal: 12 November 2008

Oleh : TEDY JASWADI

20040320052

Penguji

Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes (......................................) Titih Huriah., M.Kep., Sp.Kom (......................................)

Mengetahui : Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(dr. H. Erwin Santosa, Sp.A., M.Kes)

ii

Page 4: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

KATA PENGANTAR

Assalamua'laikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil'alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang

melimpahkan karunia dan rezeki kepada hamba-hambanya, sehingga penulis

mampu menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Efektivitas

Terapi Behavioral terhadap Inkontinensia Urin pada Usila di PSTW Budi

Luhur Yogyakarta”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas

Nabiyullah Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari

kegelapan menuju kehidupan yang terang benderang.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ilmu keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, tidak lepas bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih

dan penghargaan kepada :

1. Ibu, Ayah (almarhum) dan Adikku tercinta yang telah mendoakan dan

memberikan dukungan dalam segala hal.

2. dr. Erwin Santoso, Sp.A., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran yang

telah memberikan izin penelitian dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.

3. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes, sebagai pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan, dan motivasi

yang begitu besar dalam penyusunan KTI.

4. Titih Huriah M.Kep., Sp.Kom, sebagai penguji yang telah memberikan

masukan dan saran.

5. Pimpinan PSTW Budi Luhur Yogyakarta beserta staf yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan penelitian di PSTW Budi Luhur.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tenaga pendidik dalam memberikan

pengalaman dan ilmu demi masa depan bagi anak didikmu.

iii

Page 5: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Penulis menyadari bahwa kekurangan dan kesalahan tidak lepas dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, maka saran dan kritik sangat diharapkan

penulis. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan agar Karya

Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah Khasanah

ilmu pengetahuan terutama Ilmu Keperawatan.

Amin. Wassalamu'alaikum, Wr.Wb

Yogyakarta, November 2008

Penulis

iv

Page 6: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Motto

Perjuangan, apapun itu ! 

Jika disyukuri dan dinikmati serta selalu 

yakin kepada Allah 

Maka tak ada yang dapat mengalahkan 

manisnya buah perjuangan.... 

 

Hidup adalah untuk berjuang... 

Di jalan Allah

 

v

Page 7: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL… ....................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................ii

KATA PENGANTAR…………………….....……………………….............iii

MOTTO.............................................................................................................v

DAFTAR ISI……………………………………..………….…………..........vi

DAFTAR TABEL…….....…………………………………….……….........viii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………........ix

INTISARI………………………………………………..……………..….......x

ABSTRACT..…….... ………………………………………..……….............xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah....................................................... 1

B. Rumusan masalah................................................................ 3

C. Tujuan penelitian................................................................. 3

D. Manfaat penelitian............................................................... 4

E. Penelitian terkait.................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Miksi .................................................................................. 7

B

C

D

Inkotinensia Urin…............................................................

Terapi Behavioral...............................................................

Usila dan Perubahan fisiologisnya .....................................

8

20

26

E. Kerangka konsep................................................................. 27

F. Hipotesis............................................................................. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian.................................................................. 28

B. Populasi dan sampel............................................................. 28

C. Lokasi dan waktu penelitian................................................ 29

D. Variabel penelitian dan definisi operasional variabel.......... 30

vi

Page 8: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

E. Cara pengambilan data......................................................... 34

F. Pengolahan data................................................................... 34

G. Analisa data.......................................................................... 34

H. Kesulitan penelitian.............................................................. 35

I. Etik penelitian...................................................................... 35

A. Gambaran Lokasi Penelitian................................................. 37

B. Hasil penelitian...................................................................... 38

1. Gambaran karakteristik responden............................... 38

2. Hasil Penelitian............................................................ 39

C. Pembahasan ........................................................................ 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................. 47

B. Saran……………………………...…………………............ 48

C. Kekuatan dan kelemahan penelitian....................................... 48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 9: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4

Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, dan pendidikan…................................... Analisis Frekuensi Keluhan Inkontinensia Urin Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Behavioral pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta............... Analisis Tingkat Penurunan Keluhan Inkontinensia Urin Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Behavioral pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta...................................................................... Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur...............................................................................

39

41

42

43

viii

Page 10: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan menjadi responden

Lampiran 2. Permohonan menjadi asisten peneliti

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Instrumen Penelitian

Lampiran 5. Surat ijin penelitian

Lampiran 6. Uji statistik

ix

Page 11: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Jaswadi, Tedy. (2008). Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkontinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pembimbing: Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes

INTISARI

Inkontinensia urin merupakan gangguan pada sistem perkemihan berupa kehilangan kemampuan kontrol berkemih yang dapat bersifat sementara maupun menetap. Inkontinensia urin lebih sering terjadi pada kelompok usia tua atau lanjut usia (usila). Diperkirakan 1 dari 10 orang yang berusia 65 tahun atau lebih menderita gangguan ini. Kejadian inkontinensia urin dapat ditemukan pada 50% usila yang ada di nursing homes atau panti sosial tresna werdha (PSTW).

Terapi utama dalam kelompok terapi non farmakologis dikenal sebagai Behavioral therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan kepada pasien untuk memodifikasi perilaku kesehariannya terhadap kontrol kandung kemih. Terapi behavioral dilakukan dengan cara pengaturan frekuensi (penjadwalan) berkemih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi behavioral berupa penurunan frekuensi keluhan inkontinensia urin pada usila.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain Pre-Post Test Eksperimen. Sampel penelitian adalah usila inkontinensia urin di PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dengan Purposive Sampling, didapat 15 responden. Analisa data yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk mengetahui perbandingan hasil pretest dan posttest setelah perlakuan terapi behavioral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi behavioral tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap inkontinensia urin pada usila di PSTW Budi Luhur, dengan nilai Z sebesar -1,694 dan p sebesar 0,090 pada level p<0.05. Kesimpulan penelitian adalah terapi behavioral tidak efektif untuk semua keluhan inkontinensia urin pada usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Saran bagi peneliti berikutnya diharapkan dapat meneliti terapi behavioral dengan waktu yang lebih panjang Kata kunci: inkontinensia urin, usila, terapi behavioral

x

Page 12: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Jaswadi, Tedy. (2008). Efficacy of Behavioral Therapy toward Urinary Incontinence at Elderly in PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Student Research Project. School of Nursing. Muhammadiyah University of Yogyakarta.

Advisers: Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes

ABSTRACT

Urinary Incontinence (UI) is an urinary tract disorder. It is lose of urinate control ability that can temporary or permanent. Urinary incontinence more occurs in old age group. It is estimated 1 of 10 people who have age 65 years old or more suffer this disorder. Urinary incontinence event can found in 50% elderly who live in nursing homes.

Prominent therapy in non pharmacology therapy group is known as Behavioral therapies, which are several interventions that taught for patient to modify behavior daily toward vesica urinary control. Behavioral therapy is done by urinate scheduling. Research purpose knows efficacy of behavioral therapy that is decreasing frequency of urinary incontinence’s complaints for elderly.

This research is quantitative research by Pre-Post Test Experiment design. Research sample is elderly who suffers urinary incontinence in PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Uptake sample technical with Purposive sampling got 15 respondents. Data analysis uses Wilcoxon Test to know comparison of pre test and post test result after behavioral therapy intervention.

Result research indicates that behavioral therapy has no means influence toward urinary incontinence for elderly in PSTW Budi Luhur, with Z value -1,694 and p value 0,090 in level p<0.05. Research conclusion is behavioral therapy not effective for all urinary incontinence complaint for elderly in PSTW Budi Luhur Yogyakarta. Suggestion for next researcher is hoped analyzes behavioral therapy with longer time.

Keywords: urinary incontinence, elderly, behavioral therapy

xi

Page 13: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inkontinensia urin atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa

awam merupakan gangguan pada sistem perkemihan berupa kehilangan

kemampuan kontrol berkemih yang dapat bersifat sementara maupun menetap

(Potter & Perry, 2005). Penderita akan merasa terganggu, tidak menyenangkan

dan tidak nyaman (Aslan et al., 2008). Gangguan ini dapat terjadi pada semua

golongan usia. Meskipun demikian, inkontinensia urin lebih sering terjadi

pada kelompok usia tua atau usia lanjut (usila). Hal ini lebih diakibatkan oleh

penurunan fungsi fisiologis usila seiring bertambahnya umur yang ditandai

keluarnya urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup

sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial. Variasi

dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai

benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai

pengeluaran feses) (Elhan, 2008).

Diperkirakan 1 dari 10 orang yang berusia 65 tahun atau lebih menderita

gangguan ini. Kejadian inkontinensia urin juga dapat ditemukan pada 50%

usila yang ada di nursing homes atau Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)

dibandingkan dengan rumah sakit (30%) dan komunitas (15%-30%) (Roach,

2001). Tahun 2006 jumlah usila di Indonesia sudah lebih dari 19 juta jiwa atau

8,90% dari jumlah penduduk di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan terus

1

Page 14: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

2

meningkat sampai lebih dari 23,9 juta jiwa pada tahun 2010 dan 28,8 juta jiwa

pada tahun 2020 (Deputi I Menkokesra, 2005).

Penatalaksanaan inkontinensia urin terdiri atas tiga kategori utama, yaitu

terapi farmakologis, nonfarmakologis dan pembedahan. Terapi farmakologis

dan pembedahan dapat dilakukan namun keuntungan serta resikonya tidak

selalu dapat diterima (Robert & Ross, 2006). Selain itu, jenis obat tertentu

memiliki kontraindikasi terhadap pasien dengan penyakit jantung misalnya

propantelin (Pro-Banthine) dan Oksibutinin Klorida (Ditropan) dari golongan

obat-obatan antikolinergik serta terazosin (Hytin) yang dapat beresiko

memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan

kolinergik seperti betanekol (Urocholine) dapat menyebabkan diare (Potter &

Perry, 2005). Terapi nonfarmakologis lebih disukai karena tidak punya efek

samping, sedangkan pembedahan dilakukan sebagai alternatif terakhir.

Sehingga terapi yang sebaiknya pertama kali dipilih adalah terapi

nonfarmakologis sebelum menetapkan menggunakan terapi farmakologis atau

terapi pembedahan. Teknik ini bermanfaat menurunkan frekuensi

inkontinensia urin (Elhan, 2008).

Terapi utama dalam kelompok terapi non farmakologis dikenal sebagai

Behavioral therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan kepada pasien

untuk memodifikasi perilaku kesehariannya terhadap kontrol kandung kemih.

Terapi behavioral dapat dilakukan dengan cara pengaturan frekuensi

(penjadwalan) miksi, pengaturan diet, latihan otot dasar panggul, bladder

training, program kateterisasi intermitten, dan lain-lain (Elhan, 2008; Fallon

Page 15: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

3

Community Health Pain, 2003). Schnelle JF & Smith (2001) menyatakan

bahwa sebagian besar inkotinensia urin di PSTW dapat disembuhkan dengan

program penjadwalan atau program berkemih yang diperbantukan, sehingga

metode tersebut pantas menjadi prioritas utama untuk menangani inkotinensia

urin. Berdasarkan survey pendahuluan di PSTW Budi Luhur, penggunaan

terapi behavioral belum pernah di lakukan oleh perawat untuk menangani

inkontinensia urin pada usila.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian

tentang efektivitas terapi behavioral terhadap inkontinensia urin pada usila

untuk mengetahui apakah terapi behavioral efektif untuk mengatasi

inkontinensia urin pada usila.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian

dirumuskan : ”Apakah terapi behavioral efektif untuk menurunkan

inkontinensia urin pada usila ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas terapi behavioral berupa penurunan frekuensi

keluhan inkontinensia urin pada usila.

Page 16: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

4

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui frekuensi keluhan inkontinensia urin sebelum dilakukan

terapi behavioral

b. Mengetahui frekuensi keluhan inkontinensia urin setelah dilakukan

terapi behavioral

c. Mengetahui keluhan-keluhan yang mengalami penurunan yang

bermakna setelah diberikan terapi behavioral

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Ilmu Keperawatan

Sebagai bahan masukan dalam profesionalisme asuhan keperawatan untuk

mengatasi inkontinensia urin.

2. Pimpinan PSTW Budi Luhur

Sebagai bahan masukan dalam profesionalisme asuhan keperawatan untuk

mengatasi inkontinensia urin pada usila di PSTW Budi Luhur

3. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang terapi alternatif bagi usila

dengan inkontinensia urin sehingga penggunaan obat-obatan yang beresiko

menimbulkan efek samping dapat dihindari.

4. Peneliti lain

Untuk mengembangkan penelitian mengenai inkontinensia urin maupun

terapi behavioral selanjutnya.

Page 17: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

5

E. Penelitian Terkait

Penelitian mengenai terapi behavioral maupun inkontinensia urin cukup

banyak dilakukan, misalnya penelitian Aslan et al. (2008) di Turki yang

berjudul Bladder Training and Kegel Exercises for Women with Urinary

Compliants in a Rest Home. Hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa

Bladder Training dan Kegel Excercises yang merupakan contoh metode terapi

behavioral dapat digunakan dengan mudah sebagai salah satu treatment yang

efektif untuk inkontinensia urin pada usila wanita yang tinggal di PSTW.

Penelitian lain yang terkait yaitu berjudul Pengaruh Kegel Exercise

terhadap Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin (Inkontinensia Urin) pada

Usila di Posyandu Usila Dusun Mangir Tengah, Sendang Sari, Pajangan,

Bantul oleh Nurwidiyanti (2008). Hasilnya menunjukkan bahwa terapi Kegel

yang dilakukan secara rutin dapat menurunkan keluhan inkotinensia urin.

Persamaan penelitian Aslan et al. (2008) dengan penelitian ini adalah

tempat penelitian yang dilakukan di PSTW. Dengan demikian, kondisi

responden dianggap tidak memiliki banyak perbedaan sehingga sampel mudah

dikontrol oleh peneliti. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian

Nurwidiyanti (2008) yaitu keduanya mengambil sampel usila wanita dan pria.

Berbeda dengan penelitian Aslan et al. (2008) yang menggunakan teknik

kombinasi Kegel Exercises dengan penjadwalan berkemih, penelitian ini

hanya meneliti efektivitas terapi behavioral dengan bentuk penjadwalan

berkemih. Adapun perbedaan penelitian Nurwidiyanti (2008) dengan

penelitian ini terletak pada populasi dan bentuk terapi, Nurwidiyanti (2008)

Page 18: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

6

menggunakan populasi usila dari komunitas dengan terapi Kegel. Sedangkan

populasi penelitian ini seluruhnya berasal dari PSTW.

Page 19: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Miksi

Miksi atau berkemih merupakan proses pengosongan kandung kemih bila

kandung kemih terisi. Hal ini menimbulkan refleks saraf yang disebut refleks

miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau

jika refleks ini gagal akan menimbulkan sedikit kesadaran akan keinginan

untuk berkemih. Refleks miksi merupakan refleks autonomik medula spinalis,

namun refleks ini juga bisa dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks

serebri atau batang otak (Guyton & Hall, 2000).

Refleks berkemih diawali dengan timbulnya kontraksi berkemih yang

disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang

sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra

posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang

lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan

ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian

secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis

melalui saraf yang sama ini (Guyton & Hall, 2000).

Saat refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri.

Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan

reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls

sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan

7

Page 20: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

8

peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Siklus ini berulang

sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Ketika refleks

berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga akan menimbulkan refleks lain,

yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk

menghambatnya. Jika penghambatan ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal

konstriktor volunter ke sfingter eksterna, maka akan terjadi berkemih (Guyton

& Hall, 2000).

B. Inkontinensia Urin

1. Definisi

Sebelum tahun 1998 inkotinensia urin hanya dianggap sebagai gejala,

tetapi sesudah tahun 1998 International Continence Society of World

Health Organization (ICD-WHO) menetapkan bahwa inkontinensia urin

sebagai suatu penyakit. ICD-WHO mendefinisikan inkontinensia urin

sebagai keluhan keluarnya urin tanpa disengaja (Caetano et al. 2007).

Roach (2001) mendefinisikan inkontinensia urin sebagai

ketidakmampuan untuk mengontrol ekskresi urin dari kandung kemih.

Meskipun bukan merupakan konsekuensi dari proses penuaan, namun

sebagian besar usila menghadapi masalah ini.

2. Prevalensi

Prevalensi kelainan ini cukup tinggi, berdasarkan Purnomo (2008)

pada wanita kurang lebih 10-40% dan 4-8% diantaranya sudah dalam

keadaan cukup parah ketika datang berobat. Sementara prevalensi pada

Page 21: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

9

pria lebih rendah daripada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survey

yang dilakukan di berbagai negara Asia didapatkan bahwa prevalensi

inkontinensia urin adalah 14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria.

Dikatakan oleh beberapa sumber bahwa sebenarnya prevalensi yang

dilaporkan tersebut baru merupakan 80% dari prevalensi sesungguhnya

karena sebagian dari penderita inkontinensia urin tak terdeteksi. Hal ini

karena penderita mengganggap penyakit yang dialami ini merupakan hal

yang wajar atau mereka enggan untuk menceritakan keadaannya karena

takut mendapatkan pemeriksaan yang berlebihan (Purnomo, 2008).

Prevalensi inkontinensia urin pada usila lebih tinggi daripada usia

reproduksi. Prevalensinya pada usila wanita sebesar 38% dan usila pria

sebesar 19% (Diokno, 1997).

3. Patofisiologi

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada

anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar

panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah,

atau batuk kronis. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan seseorang tidak

dapat menahan kencing.

Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung

kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah

menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab inkontinensia urin antara lain

terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan,

produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke

Page 22: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

10

toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika

terjadi infeksi saluran kemih, maka penatalaksanaannya adalah terapi

antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka

dilakukan terapi estrogen topikal.

Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani

prostatektomi. Jika terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya

dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau

jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia urin juga bisa terjadi karena

produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan

metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain

adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi

asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi

urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan

kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau

gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke

toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila

penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan

dengan terapi nonfarmakologik atau farmakologik yang tepat. Penderita

usila kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang

dideritanya. Obat-obatan ini bisa sebagai penyebab beser pada usila. Jika

kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika

memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat.

Page 23: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

11

Golongan obat yang berkontribusi yaitu diuretika, antikolinergik,

analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa,

ACE inhibitor, dan kalsium antagonis. Golongan psikotropika seperti

antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam

inkontinensia urin. Kafein dan alkohol juga berperan dalam terjadinya

beser.

Selain hal-hal yang disebutkan di atas inkontinensia urin pada wanita

juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca

melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang

aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama

kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena

ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat

otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang

serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya

inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada

wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus

otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan

terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau

kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko

mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar

kemungkinan mengalami inkontinensia urin karena terjadi perubahan

struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

Page 24: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

12

4. Patogenesis

Inkontinensia urin dapat mengakibatkan timbulnya berbagai masalah

fisik, pikologis dan sosial (Weiss, 2007). Masalah fisik yang dapat

diakibatkan inkontinensia urin diantaranya ruam di perineal, ulkus

dekubitus, infeksi saluran kemih (ISK), jatuh dan fraktur, sedangkan

masalah psikologis misalnya malu dan depresi. Masalah sosial seperti

isolasi sosial juga dapat terjadi pada penderita inkotinensia (Roach, 2001).

5. Klasifikasi

Menurut Purnomo (2008) inkotinensia urin dapat diklasifikasikan

menjadi 5 jenis, yaitu :

a. Inkontinensia Urgensi

Penderita inkontinensia urgensi mengeluh tidak dapat menahan

kencing segera setelah timbul sensasi ingin berkemih. Keadaan ini

menyebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada

saat kapasitas kandung kemih (Vesica urinaria) belum terpenuhi.

Frekuensi berkemih menjadi lebih sering dan tiba-tiba.

Penyebab inkontinensia urgensi adalah kelainan yang berasal dari

kandung kemih, diantaranya adalah overaktivitas detrusor dan

menurunnya komplians kandung kemih. Overaktivitas detrusor dapat

disebabkan oleh kelainan neurologis, kelainan non neurologis atau

kelainan lain yang belum diketahui. Jika disebabkan oleh kelainan

neurologis disebut sebagai hiper-refleksi detrusor, sedangkan jika

penyebabnya adalah kelainan non neurologis disebut instabilitas

Page 25: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

13

detrusor. Istilah overaktivitas detrusor dipakai jika tidak dapat

diketahui penyebabnya.

Hiper-refleksi detrusor disebabkan oleh kelainan neurologis, di

antaranya adalah stroke, penyakit Parkinson, cedera korda Spinalis,

sklerosis multipel, spina bifida atau mielitis transversal. Instabilitas

detrusor sering disebabkan oleh: obstruksi infravesika, pasca bedah

intravesika, batu kandung kemih, tumor kandung kemih dan sistitis

Penurunan kemampuan kandung kemih dalam mempertahankan

tekanannya pada saat pengisian urin (komplians) dapat disebabkan

karena kandungan kolagen pada matriks detrusor bertambah atau

adanya kelainan neurologis. enambahan kandungan kolagen terdapat

pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi, pemakaian kateter

menetap dalam jangka waktu lama atau obstruksi infravesika karena

hiperplasia prostat. Cedera spinal pada regio thorako-lumbal, pasca

histerektomi radikal, reseksi abdomino-perineal dan mielodisplasia

diduga dapat mencederai persarafan kandung kemih.

Tidak jarang inkontinensia urgensi menyertai sindroma

overaktivitas kandung kemih. Sindroma ini ditandai dengan frekuensi,

urgensi dan kadang-kadang inkontinensia urgensi.

b. Inkontinensia Stress

Inkontinensia stress adalah kebocoran urin secara tidak disengaja

ketika sedang melaksanakan aktivitas seperti berjalan, berlari, tertawa

atau batuk (Robert & Ross, 2006). Berbagai aktivitas tersebut dapat

Page 26: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

14

meningkatkan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini

karena faktor sfingter uretra yang tidak mampu mempertahankan

tekanan intrauretra pada saat tekanan intavesika meningkat (kandung

kemih terisi). Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita dan

merupakan jenis inkontinensia urin yang paling banyak prevalensinya,

yakni kurang lebih 8-33%.

Pada pria kelainan uretra yang menyebabkan inkontinensia

biasanya adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca

prostatektomi, sedangkan pada wanita penyebab kerusakan uretra

dibedakan dalam dua keadaan, yakni hipermobilitas uretra dan

defisiensi intrinsik uretra. Kerusakan sfingter uretra eksterna pasca

prostatektomi radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP

(reseksi prostat transuretra). Tidak jarang penderita mengalami

kerusakan total sfingter eksterna sehingga mengeluh inkontinensia

total.

c. Inkontinensia paradoksa

Mereka yang menderita inkontinensia jenis ini tidak mampu

mengosongkan kandung kemihnya. Penderita seringkali

menghabiskan waktu yang lama untuk berkemih tetapi urin yang

dihasilkan hanya sedikit dengan pancaran yang lemah (Toglia, tth).

Gangguan ini disebabkan detrusor yang mengalami kelemahan

sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini ditandai dengan

overdistensi kandung kemih (retensi urin), tetapi karena kandung

Page 27: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

15

kemih tidak mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urin selalu

menetes dari meatus uretra eksterna. Kelemahan otot detrusor ini

dapat disebabkan karena obstruksi uretra, neuropati diabetikum,

cedera spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping pemakaian obat

atau pasca bedah pada daerah pelvik.

d. Inkontinensia campuran

Penderita inkotinensia campuran mengalami gejala gabungan dari

inkontinensia stress dan urgensi. Gejalanya berupa kehilangan kontrol

kandung kemih saat batuk, bersin atau mengangkat benda berat dan

disertai penigkatan frekuensi berkemih dengan tiba-tiba (Grimm et al,

2003).

e. Inkontinensia fungsional

Keadaan penderita tidak mampu menjangkau toilet pada saat

keinginan miksi timbul sehingga urin keluar tanpa dapat ditahan. Hal

ini terjadi karena adanya hambatan yang berupa gangguan fisik,

gangguan kognitif maupun penderita yang sedang mengkonsumsi

obat-obatan tertentu. Misalnya obat diuretik berdampak pada kandung

kemih yang terisi urin lebih cepat. Sedangkan gangguan fisik yang

dapat menimbulkan inkontinensia fungsional antara lain : gangguan

mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior, stroke, atau gangguan

kognitif akibat suatu delirium maupun demensia.

Page 28: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

16

6. Penatalaksaan

Penatalaksanaan inkontinensia urin terdiri atas tiga kategori utama,

yaitu terapi nonfarmakologis, farmakologis, dan pembedahan (National

Institute of Diabetes & Digestive & Kidney Disesase, 2002; Elhan, 2008).

a. Terapi non farmakologis

1) Terapi behavioral yaitu penderita diberi pengetahuan tentang

fisiologi sistem urinaria bagian bawah dan kemudian mengikuti

jadwal miksi seperti yang telah ditentukan. Dalam hal ini penderita

dilatih untuk mengenal timbulnya sensasi urgensi kemudian

mencoba menghambatnya dan selanjutnya menunda saat miksi.

Jika sudah terbiasa dengan cara ini, interval diantara miksi menjadi

lebih lama dan didapatkan volume miksi yang lebih banyak

(Purnomo, 2008).

2) Kegel exercises yaitu latihan yang melibatkan aktivitas fisik untuk

memperkuat otot dasar pelvik/panggul. Kuatnya otot dasar panggul

bermanfaat ketika ekskresi urin. Latihan ini sangat baik untuk

penderita inkontinensia tipe stress karena bertujuan untuk

mengontrol menghentikan atau memulai pancaran urin ketika

berkemih (Nurwidiyanti, 2008).

3) Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang

mempengaruhi pola berkemih (seperti cafein, alkohol, teh dan

kopi) (Nurwidiyanti, 2008).

Page 29: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

17

4) Bladder Training yaitu latihan yang dilakukan untuk

mengembalikan fungsi berkemih secara normal. Latihan ini sangat

efektif bagi usila yang menderita inkontinensia urin tipe urgensi.

Bladder Training dilakukan dengan cara memberikan anjuran

kepada penderita untuk menahan urin sampai waktu yang

ditentukan (Roach, 2001).

5) Modifikasi akses lingkungan yaitu membuat lingkungan penderita

dengan akses yang lebih mudah untuk berkemih atau untuk

mencapai toilet. Selain itu, modifikasi dapat berupa pengaturan

furnitur ruangan, membuat portable toilet, membuat dudukan di

toilet dan mengantarkan penderita ke toilet untuk berkemih (Roach,

2001).

6) Biofeedback sering dimanfaatkan untuk membantu pasien

mengenali ketepatan otot dasar panggul yang akan dilatih

(Nurwidiyanti, 2008).

7) Kateterisasi merupakan alternatif yang bisa digunakan jika

penderita inkontinensia urin dalam keadaan tidak sadar maupun

sadar tetapi sudah tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk

mengenali rangsangan berkemih atau merasakan urin yang

terekskresi. Kateter yang digunakan dapat berupa eksternal kateter

(kateter kondom) maupun indwelling catheter dengan ukuran 14-16

Fr. Penderita yang terpasang kateter harus mendapat perawatan

kateter rutin setiap hari (Roach, 2001).

Page 30: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

18

8) Functional Electrical Stimulation (FES) yaitu dengan stimulasi di

saraf pudendal. Efek terapi ini tergantung pada frekuensi listrik

yang diberikan. Keuntungan terapi ini adalah dapat dilakukan pada

pasien yang tidak sadar tetapi dapat berdampak pada kontraksi otot

yang menjadi lebih lemah dibandingkan saat sadar (Robert & Ross,

2006).

b. Terapi Farmakologis

Menurut Purnomo (2008), terapi farmakologis dibagi dalam 6

jenis, yaitu :

1) Antikolinergik

Antikolinergik adalah obat penghambat sistem parasimpatis

eferen pada otot detrusor. Obat ini menghambat transmisi impuls

yang menimbulkan kontraksi detrusor dan dapat meningkatkan

kapasitas kandung kemih. Jenis obat yang dipergunakan adalah

propantheline bromide, oksibutinin dan tolterodine tartrate.

2) Pelemas otot polos

Dicyclomine dan Flavoxate merupakan contoh pelemas otot

polos yang mempunyai efek antispasmodik. Keduanya berguna

pada keadaan hiperrefleksia otot detrusor.

3) Trisiklik antidepresan

Imipramin adalah obat golongan antidepresan trisiklik yang

mempunyai berbagai macam efek pada inkontinensia urgensi. Obat

ini berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anestesi lokal pada

Page 31: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

19

kandung kemih, mempunyai efek antikolinergik, menurunkan

kontraktilitas kandung kemih, dan meningkatkan resistensi uretra.

4) Penghambat kanal kalsium

Kalsium yang dikenal sebagai ion di dalam sel dapat

menyebabkan terjadinya kontraksi otot. Kadar ion kalsium di

dalam sel dapat diturunkan dengan menghalangi masuknya ion

tersebut ke intraseluler melalui hambatan pada kanal kalsium. Hal

ini diharapkan dapat menurunkan kontraksi otot detrusor pada

instabilitas kandung kemih.

5) Agonis α adrenergik

Obat golongan ini merupakan suatu stimulator reseptor

adrenergik α yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada

leher kandung kemih dan dan uretra posterior. Jenis obat yang

diberikan adalah efedrin, pseudoefedrin, dan fenil propanolamin.

6) Estrogen

Pemberian estrogen pada saat menopause dapat meningkatkan

kembali jumlah reseptor adrenergik α pada uretra. Saat menopause

terjadi penurunan estrogen sehingga semua jaringan yang

keberadaannya membutuhkan estrogen menjadi atrofi, diantaranya

adalah otot dan jaringan pada dasar panggul.

c. Pembedahan

Inkotinensia yang disebabkan oleh fistula atau kelainan bawaan

ektopik ureter tindakan yang biasa dilakukan adalah pembedahan,

Page 32: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

20

berupa penutupan fistula atau neoimplantasi ureter ke kandung kemih.

Tindakan pembedahan pada inkontinensia urgensi dan inkontinensia

stress dilakukan jika terapi lain tidak memberikan hasil yang

maksimal. Pada inkontinensia urgensi dapat dilakukan rhizolisis

untuk mengurangi overaktivitas kandung kemih, sedangkan

penurunan komplians kandung kemih dilakukan augmentasi kandung

kemih. Hipermobilitas uretra dikoreksi dengan melakukan suspensi

leher kandung kemih (Purnomo, 2008).

C. Terapi Behavioral

1. Definisi

Terapi behavioral merupakan suatu bidang yang sulit ditetapkan dalam

suatu definisi tunggal. Dalam tingkah laku yang maladaptif, terapi

behavioral didefinisikan sebagai aplikasi dari prinsip-prinsip belajar

(Krasner cit Purnama, 2008). Pada beberapa kasus, terapi behavioral

didefinisikan sebagai metodologi empiris klinis (Golfried & Davidson cit

Purnama, 2008).

Batasan fundamental empiris klinis itu antara lain:

a. Keterbukaan pada metode baru dan berbeda guna terjadinya perubahan

dan tidak meletakan kepercayaan hanya pada suatu tradisi tertentu.

b. Kepercayaan pada metode penilaian ilmiah guna memvalidasikan

hipotesis klinis.

Page 33: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

21

c. Tanggung jawab mengajar keterampilan yang dibutuhkan penderita

guna mengontrol kehidupan mereka.

Istilah terapi behavioral mencakup sejumlah metode terapetik yang

didasarkan pada prinsip belajar dan pengkondisian (Purnama, 2008).

Terapi behavioral adalah penerapan secara sistematis teknik-teknik

dan prinsip-prinsip belajar pada pengobatan terhadap penderita gangguan

tingkah laku (Chaplin cit Purnama, 2008). Pada tahap awal ahli terapi

behavioral mendengarkan secara seksama pernyataan penderita tentang

masalahnya (perilaku apa yang ingin diubah oleh penderita), setelah itu

ahli terapi behavioral menentukan perilaku yang akan diubah dan

kemudian disusunlah program terapi yang sesuai (Purnama, 2008).

2. Macam Teknik

Menurut Purnama (2008), terapi behavioral memiliki berbagai macam

teknik yang khas yang berkembang dari sejumlah paradigma, yaitu:

a. Systematic Desensitization

Prosedur treatment ini dilandasi oleh prinsip belajar

counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan

dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang

berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif untuk

menghilangkan rasa takut atau fobia.

Prinsip terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan

dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama penderita dilatih untuk

relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif

Page 34: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

22

merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki,

kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah.

Tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang

menimbulkan kecemasan pada subyek dari situasi yang menghasilkan

kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan. Setelah

itu subyek diminta rileks sambil mengalami atau membayangkan tiap

situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil

menimbulkan kecemasan. Akan lebih efektif jika penderita mengalami

langsung situasi yang menimbulkan kecemasan dibandingkan dengan

cara membayangkan situasi itu.

b. Operant Conditioning

Operant conditioning merupakan penerapan dari prinsip

reinforcement pasif dan negatif, respon cost, shaping by successive

approximation dan diskriminasi atau generalisasi. Reinforcement positif

digunakan pada terapi behavioral untuk menanggulangi gangguan

depresi. Dalam hal ini penderita ditolong untuk mengembangkan suatu

daftar kejadian-kejadian yang menyenangkan, yang dapat menjadi

penguat dalam memperbaiki tingkah laku seperti memelihara relasi

sosial, latihan-latihan dan bekerja dengan efektif.

Reinforcement positif juga merupakan elemen yang penting dalam

hubungan antara penderita dengan terapis. Ekspresi pujian dan

dorongan merupakan hal yang penting dalam menyokong seseorang,

Page 35: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

23

dalam pandangan behavioral hal ini merupakan reinforcement positif

terhadap usaha optimis dan pernyataan diri positif .

Reinforcement negatif digambarkan sebagai pendekatan behavioral

dalam menanggulangi tic’s atau gagap. Teknik ini mencakup kombinasi

latihan yang berlebihan dan penghargaan yang negatif. Misalnya

penderita diminta untuk melakukan tingkah laku yang tidak diinginkan

secara berlebihan, maka keadaan berhenti merupakan reinforce.

c. Modeling

Metode ini didasarkan pada belajar observasional. Modeling telah

digunakan untuk berbagai terapetik dan pendidikan sebagai

pengeliminir defisit tingkah laku. Mereduksi ketakutan dan hambatan

diri yang berlebihan sebagai fasilitator tingkah laku sosial.

Dalam modeling perlu dibedakan tingkah laku sebagai coping dan

mastery. Model tingkah laku coping misalnya mula-mula

memperlihatkan ketakutan, tetapi selanjutnya ketakutan menurun dan

penampilan perilaku tak baik. Sedangkan model mastery menampilkan

tingkah laku ketidaktakutan. Dalam hal ini tampak bahwa tingkah laku

coping lebih baik dari model mastery.

Modeling telah terbukti berhasil dalam menanggulangi anak autis,

fobia dan orang-orang terbelakang serta kecemasan karena model ini

memberikan kesempatan pada subyek untuk mengamati orang lain

mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka.

Page 36: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

24

Penelitian Blanchard menyatakan bahwa modeling memiliki tiga

komponen, yaitu modeling non verbal, modeling verbal dan modeling

kontak langsung. Dari hasil pengalaman ternyata terapi tampak paling

efektif apabila ketiga komponen tersebut digunakan.

d. Assertion Training

Assertion Training meliputi metode-metode behavioral yang

dirancang guna menolong subyek untuk memperbaiki kompetensi

interpersonal tanpa menjadi agresif atau submisif yang berlebihan.

Terapi ini telah digunakan dalam treatment obsesi kompulsif,

penyimpangan seksual, tingkah laku agresif dan sejumlah defisit

keterampilan.

Metode yang mendasari assertion training diantaranya adalah

pembentukan melalui perkiraan. Selain itu digunakan juga metode lain

seperti modeling, behavioral rehearsal (latihan bertingkah laku),

coaching, feedback dan lain-lain. Meskipun modeling atau behavioral

rehearsal dengan coaching atau feedback dapat digunakan dengan

efektif secara sendiri-sendiri, namun dari penelitian diketahui bahwa

hasil terbaik dicapai apabila semua teknik dikombinasikan dalam suatu

kesatuan yang utuh.

e. Biofeedback

Biofeedback merupakan suatu alat yang dikondisikan pada tingkah

laku otomatis manusia. Treatment ini menggunakan alat pencatat yang

secara terus menerus memantau respon fisik dari subyek dan

Page 37: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

25

memperlihatkan kembali pada subyek. Dengan kata lain alat ini

berfungsi sebagai feedback bagi subyek. Biofeedback dapat digunakan

dalam menanggulangi sakit kepala karena tension, migrane, tekanan

darah tinggi dan serangan jantung.

Bagi orang yang mempunyai tekanan darah tinggi lebih baik

baginya untuk belajar mengontrol dirinya sendiri daripada selalu

bergantung pada obat-obatan yang hanya berhasil mengobati sebagian

saja dan mungkin menimbukkan efek samping yang tidak diinginkan.

f. Aversive Conditioning

Terapi ini dilakukan dengan mengajar penderita untuk menghindari

respon-respon seperti penyalahgunaan obat-obatan melalui penggunaan

stimulus yang berbahaya. Asumsi yang menjadi dasar aversive

conditioning adalah pendapat bahwa penanggulangan dari respon yang

tidak diinginkan dengan stimulus yang tidak disukai akan mengurangi

nilai penguatan respon dan menyebabkan individu menghentikan

tingkah laku tersebut. Terapi ini digunakan untuk menangani masalah-

masalah seperti penyimpangan seksual, penggunaan alkohol yang

belebihan dan tingkah laku yang merusak diri.

D. Usila dan perubahan fisiologisnya

Batasan usia lanjut menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 adalah 55

tahun ke atas (Dudy, 2001). Meskipun demikian, PSTW Budi Luhur hanya

Page 38: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

26

memperbolehkan usila yang ingin tinggal harus berusia di atas 60 tahun

(Dinas Sosial Provinsi DIY, 2008).

Proses penuaan pada usila mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan

fisiologis pada saluran perkemihan bagian bawah baik pada pria maupun

wanita (Roach, 2001). Perubahan fisiologis yang terjadi misalnya penurunan

kapasitas kandung kemih sementara kontraksi kandung kemih meningkat

sehingga frekuensi dan desakan berkemih meningkat (Ouslander cit

Leuckenotte, 1996). Perubahan selanjutnya adalah penurunan kemampuan

tonus otot dan sfingter untuk mengulur waktu berkemih (berkurangnya

kemampuan menunda berkemih) (Roach, 2001). Perubahan-perubahan ini

dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia urin pada usila (Leuckenotte,

1996).

Melemahnya spingter di sekitar uretra juga berdampak urin merembes

keluar secara terus-menerus. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti beta

blocker dapat memperparah inkontinensia urin pada usila karena obat ini

bekerja dengan membuat otot-otot halus spingter uretra menjadi lebih rileks.

Hal akan berakibat meningkatnya volume residu urin di kandung kemih dari

50 ml menjadi 100 ml (Roach, 2001).

Pola berkemih juga turut berubah seiring dengan perubahan usia. Orang

yang masih muda pada umumnya mengekskresikan urin lebih banyak pada

waktu siang atau saat terjaga, sedangkan para usila cenderung

mengekskresikan lebih banyak urinnya pada malam hari. Beberapa

Page 39: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

27

diantaranya berdampak pada terjadinya nokturia (misalnya berkemih selama

waktu tidur) setiap malam (Roach, 2001).

Pada dasarnya perubahan-perubahan tersebut di atas tidak secara langsung

menyebabkan terjadinya inkontinensia urin pada usila. Adanya proses

penyakit lain atau penggunaan obat-obatan tertentu akan menyebabkan resiko

terjadinya inkontinensia urin menjadi meningkat (Roach, 2001).

E. Kerangka Konsep

Penderita Inkotinensia

Urin

Faktor penyulit : Ketidakpatuhan lansia mengikuti terapi Kesulitan dalam berkomunikasi

Terapi behavioral

Penurunan Inkotinensia Urin

Keterangan:

Variabel yang akan diteliti

Variabel yang tidak diteliti

F. Hipotesis

Terapi behavioral efektif dalam menurunkan inkontinensia urin pada usila di

PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

Page 40: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini termasuk Pre

Experiment dengan Pre-Posttest Design (Nursalam, 2003).

Desain penelitian:

Pre Perlakuan Post

Kelompok eksperimen

O1 X O1’

1. O1 = Observasi terhadap inkontinensia urin sebelum dilakukan terapi

behavioral pada kelompok eksperimen

2. O1’ = Observasi terhadap inkontinensia urin setelah dilakukan terapi

behavioral pada kelompok eksperimen

3. X1 = Perlakuan (terapi behavioral)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah usila di PSTW Budi Luhur pada

tanggal 5-10 November 2008 yang berjumlah 78 orang.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2007) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel dilakukan

28

Page 41: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

29

dengan cara purposive sampling yaitu dengan cara memilih sampel sesuai

dengan kriteria, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

populasi yang telah dikenal sebelumnya.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 15 orang usila. Yang

memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Usia 60-70 tahun dengan keluhan inkontinensia urin.

2. Usila yang dirawat di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

3. Tidak menderita penyakit jantung kongestif dan hipertensi

4. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan diuretik

5. Bersedia menjadi responden

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

1. Usila yang sedang menderita penyakit stroke, infeksi saluran kemih,

Benign Prostate Hiperplasia (BPH) pada laki-laki

2. Usila yang kondisinya menurun

3. Usila yang menolak untuk berpartisipasi

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

a. Penelitian akan dilakukan selama 6 kali pada bulan November 2008.

b. Penelitian diawali dengan Pretest yang dilaksanakan pada tanggal 5

November 2008 dan diakhiri post test tanggal 10 November 2008.

Page 42: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

30

c. Terapi behavioral dilaksanakan setiap hari selama 4 hari berturut-turut

mulai tanggal 6-9 November 2008.

d. Pelaksanaan terapi behavioral dilakukan dengan mengisi jadwal

berkemih harian setiap 3 jam pada waktu yang ditentukan.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independen) : Penggunaan terapi behavioral.

b. Variabel terikat (dependen) : Inkontinensia urin pada usila.

c. Hubungan antar variabel : Efektivitas terapi behavioral

terhadap inkotinensia urin pada usila.

Cara penilaian efektivitasnya yaitu dengan menggunakan lembar

interview yang dinilai setelah dilakukan terapi behavioral serta

membandingkannya dengan lembar interview sebelum terapi.

Inkotinensia Urin Terapi Behavioral

2. Definisi Operasional

a. Terapi behavioral :

Terapi behavioral adalah perlakuan yang diberikan peneliti kepada

usila yang tinggal di PSTW Budi Luhur berupa jadwal berkemih

harian yang diisi setiap tiga jam sekali tiap selesai berkemih selama

empat hari berturut-turut. Setelah berkemih, usila memberi tanda pada

Page 43: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

31

jadwal berkemih yaitu pada jam 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00,

20.00 WIB dan tengah malam.

b. Inkontinensia urin :

Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan usila mengontrol

berkemih. Parameter yang digunakan adalah frekuensi berkemih dalam

24 jam dan sensasi atau rangsangan untuk berkemih. Alat ukur yang

digunakan adalah observasi dan wawancara. Skala yang digunakan

adalah interval. Penilaian inkontinensia urin digunakan skor sebagai

berikut :

2 = jawaban benar

1 = jawaban kadang

0 = jawaban salah

Keterangan :

Keterangan :

2= Jawaban BENAR yakni jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban

kuesioner sebagai berikut, yang menyatakan keadaan normal :

1. T 6. T 11. T 16. Y 21. T

2. Y 7. T 12. Y 17. Y 22. T

3. Y 8. T 13. T 18. T 23. Y

4. T 9. T 14. Y 19. T

5. Y 10. T 15. T 20. T

Keterangan : T= Tidak

Y= Ya

Page 44: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

32

1= Jawaban KADANG/K pada semua pertanyaan kuesioner 1-23 dan

dianggap mengalami gangguan, baik yang diklasifikasikan sebagai

inkontinensia urin maupun yang tidak diklasifikasikan tetapi juga

menunjukkan adanya gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi

urin akan diberi skor 1

0= Jawaban SALAH yakni jawaban yang tidak sesuai dengan kunci

jawaban kuesioner, yang menyatakan adanya gangguan pemenuhan

kebutuhan eliminasi urin (inkontinensia urin). Dimana

inkontinensia urin yang dialami responden dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Inkontinensia fungsional = soal no. 1 (dengan jawaban Y/Ya)

dan atau soal no. 5 (dengan jawaban T/Tidak).

b. Inkontinensia urgensi= soal no. 4 (dengan jawaban Y/Ya) dan

atau soal no. 7 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 9

(dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 10 (dengan jawaban

Y/Ya) dan atau soal no. 12 (dengan jawaban T/Tidak) dan

atau soal no. 13 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 15

(dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 17 (dengan jawaban

T/Tidak) dan atau soal no. 21 (dengan jawaban Y/Ya).

c. Inkontinensia stress= soal no. 9 (dengan jawaban Y/Ya).

d. Inkontinensia paradoksa= soal no. 6 (dengan jawaban Y/Ya)

dan atau soal no. 8 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no.

18 (dengan jawaban Y/Ya).

Page 45: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

33

e. Inkontinensia campuran (campuran urgensi dan stress)= soal

no. 4 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 7 (dengan

jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 9 (dengan jawaban Y/Ya)

dan atau soal no. 10 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no.

12 (dengan jawaban T/Tidak) dan atau soal no. 13 ( dengan

jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 15 (dengan jawaban Y/Ya)

dan atau soal no. 17 (dengan jawaban T/Tidak) dan atau soal

no. 19 (dengan jawaban Y/Ya) dan atau soal no. 21 (dengan

jawaban Y/Ya).

Sementara jawaban pertanyaan kuesioner yang lain yang bukan

merupakan klasifikasi inkontinensia urin di atas dan tidak sesuai

dengan kunci jawaban kuesioner atau salah, juga akan diberi skor 0

(nol) karena menunjukkan adanya gangguan eliminasi urin tetapi

tidak diklasifikasikan.

2. Faktor penyulit penelitian :

a. Ketidakpatuhan responden dalam melaksanakan terapi behavioral.

Tindakan yang dilakukan agar faktor ini dapat dikontrol dengan

meminta agar pengasuh PSTW dapat menjelaskan tujuan penelitian ini

kepada para usila.

b. Kesulitan dalam berkomunikasi antara peneliti dengan usila. Latar

belakang pendidikan sebagian besar usila yang tidak sekolah dan

hanya dapat berbahasa Jawa dapat diatasi dengan bantuan asisten

peneliti yang dapat berbahasa Jawa juga.

Page 46: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

34

E. Cara Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dan pelaksanaan dibantu oleh

asisten peneliti. Data primer didapatkan langsung oleh observer dari

responden dengan cara wawancara terstruktur dan observasi terstruktur.

Wawancara terstruktur dengan menanyakan daftar kuesioner sebanyak 23 item

tentang pemenuhan kebutuhan eliminasi urin kepada responden sebelum

(untuk mengidentifikasi inkontinensia urin) dan sesudah pelaksanaan terapi

behavioral untuk mengetahui efek dari terapi behavioral terhadap

inkontinensia urin. Observasi terstruktur dengan melalui buku tanda mengikuti

terapi behavioral (penjadwalan berkemih) untuk mengetahui apakah

responden menjalankan terapi behavioral dengan teratur.

F. Pengolahan Data

Data penelitian yang sudah terkumpul segera dilakukan analisa data

melalui beberapa langkah sebagai berikut : pertama, Editing adalah mengecek

kelengkapan identitas responden dan data yang diperoleh dari hasil wawancara

dan observas. Kedua, Coding merupakan kegiatan pemberian kode

berdasarkan kategori. Ketiga, Entri data adalah kegiatan memasukan data

yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer.

G. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sehingga uji

statistik yang digunakan harus nonparametric. Selain itu dua sampel dalam

Page 47: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

35

penelitian ini berhubungan, maka uji statistik yang tepat adalah Wilcoxon

Signed Rank Test untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Analisis hasil dilakukan dengan keputusan pengujian

hipotesis yang didasarkan pada taraf signifikansi p=0,05. Berarti jika nilai p <

0,05 maka Ho ditolak (antara variabel independen dan dependen terdapat

pengaruh) atau Ha diterima, sebaliknya jika nilai p > 0,05 maka Ho diterima

yang berarti tidak ada pengaruh antara variabel independen dan dependen

(Sugiyono, 2007).

H. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan karakteristik pada

responden sehingga membutuhkan kesabaran, penuh pengertian dan berhati-

hati dalam berkomunikasi dengan usila.

I. Etik Penelitian

Penelitian yang berjudul “Efektivitas Terapi Behavioral terhadap

Inkontinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta”

memiliki surat ijin penelitian yang sah dari Fakultas Kedokteran Program

Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan surat

ijin penelitian yang sah dari PSTW Budi Luhur Yogyakarta untuk

mengadakan penelitian.

Penelitian dilakukan setelah responden mengisi lembar persetujuan

menjadi responden dengan memberikan :

Page 48: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

36

1. Penjelasan mengenai manfaat penelitian

2. Persetujuan bahwa peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan subjek berkaitan dengan penelitian

3. Persetujuan bahwa subjek dapat mengundurkan diri kapan saja

4. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek

Page 49: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PSTW Budi Luhur yang menjadi salah satu

unit yang dimiliki PSTW Yogyakarta yang terletak di Kasongan,

Bangunjiwo, Bantul. PSTW ini merupakan lembaga sosial milik

pemerintah yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan Keputusan Gubernur DIY

Nomor 160 Tahun 2002 Tentang Uraian dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DIY maka

PSTW Budi Luhur mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pusat pelayanan pendampingan dan perlindungan bagi lanjut usia

2. Pusat informasi tentang kesejahteraan sosial lanjut usia

3. Pusat pengembangan ilmu pengetahuan tentang lanjut usia

Adapun fasilitas yang dimiliki PSTW Budi Luhur antara lain berupa 8

buah wisma kelayan, 1 buah wisma isolasi, 1 buah gedung 2 lantai yang

berfungsi sebagai kantor, 1 ruang poliklinik, 1 ruang dapur, 1 masjid dan

lain-lain dengan keseluruhan luas 6.521 m2. Terdapat juga sarana kesenian

dan olahraga untuk menunjang aktivitas usila.

Usila di PSTW Budi Luhur memiliki beragam aktivitas setiap harinya

namun secara keseluruhan jenis aktivitas yang dilakukan dianggap

37

Page 50: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

38

homogen untuk semua usila. Aktivitas yang dilakukan antara lain ADL

(activity daily living) atau aktivitas kehidupan sehari-hari, bimbingan

sosial dan rohani, kesenian, senam, serta rekreasi.

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah usila yang mengalami

inkontinensia urin dan memenuhi kriteri inklusi dan eksklusi di PSTW

Budi Luhur Yogyakarta pada tanggal 5-10 November 2008 yang

berjumlah 15 orang. Adapun karakteristik responden adalah sebagai

berikut:

Tabel 1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur,

dan pendidikan

Karakteristik responden Jumlah Prosentase (%) 1. Jenis kelamin

Pria Wanita

2. Umur 60-70 tahun di atas 70 tahun

3. Pendidikan Tidak sekolah SD SMP

6 9

11 4 9 3 0 3

40 60

73,33 26,67

60 20 0

SMA 20

Sumber : Data primer

Page 51: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

39

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu 9

responden (60%). Umur responden paling banyak berusia 60-70 tahun

yaitu 11 responden (73,33%) dengan rentang 60-87 tahun (mean 69

tahun 7 bulan). Sedangkan distribusi karakteristik responden

berdasarkan pendidikan paling banyak adalah tidak sekolah dengan

jumlah 9 responden (60%) dan yang paling sedikit adalah SMP dengan

jumlah 0 responden (0%).

2. Hasil Penelitian

Dari 23 pertanyaan yang diajukan kepada masing-masing

responden terdapat 18 keluhan inkotinensia urin. Sisanya merupakan

gangguan sistem perkemihan lain dan bukan keluhan inkotinensia urin.

Hanya 18 keluhan yang akan dianalisis pada penelitian ini untuk

menguji efektivitas terapi behavioral terhadap inkotinensia urin pada

usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

Berikut ini merupakan keluhan-keluhan inkontinensia urin yang

dirasakan responden :

Page 52: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

40

Tabel 2 Analisis Frekuensi Keluhan Inkontinensia Urin

Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Behavioral pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta

Frekuensi Keluhan

No. Keluhan-Keluhan Sebelum Terapi

Sesudah Terapi

Penurunan Keluhan

1.

2.

3.

4. 5.

6.

7. 8.

9.

10.

11. 12.

13.

14.

15. 16. 17. 18.

Frekuensi berkemih > 8x dalam 24 jam Berkemih setiap setiap jam atau < 1 jam Tidak dapat merasakan rangsangan berkemih Mengompol pada malam hari Berkemih > 3 x pada waktu malam hari Urin keluar meskipun tidak ingin berkemih Sulit menahan kencing Tidak dapat menahan kencing sampai ke toilet Urin terlanjur keluar sebelum sampai ke toilet Merasa ingin berkemih secara tiba-tiba Aliran urin tidak konstan Kencing tidak dapat dihentikan saat berkemih Mengompol sampai pakaian basah Urin keluar ketika batuk, tertawa, bersin, berlari, atau melompat Urin keluar secara menetes Nyeri ketika berkemih Jumlah urin sedikit Setelah berkemih tidak merasa puas

10

2

0

2 7

0

11 2

2

1

0 12

1

4

1 2 0 0

10

1

1

2 3

2

6 2

3

0

1 7

2

1

1 0 2 0

0

1

-1

0 4

-2

5 0

-1

1

-1 5

-1

3

0 2 -2 0

Total 57 44 13

Berdasarkan tabel 2, terdapat tujuh keluhan yang paling banyak

dirasakan responden serta mengalami penurunan frekuensi, yaitu :

1. Berkemih setiap setiap jam atau kurang dari 1 jam (kuesioner no.4)

2. Berkemih lebih dari 3 kali pada waktu malam hari (kuesioner no.7)

3. Sulit menahan kencing (kuesioner no.9)

Page 53: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

41

4. Merasa ingin berkemih secara tiba-tiba (kuesioner no.15)

5. Kencing tidak dapat dihentikan saat berkemih (kuesioner no.17)

6. Urin keluar ketika batuk, tertawa, bersin, berlari, atau melompat

(kuesioner no.19)

7. Nyeri ketika berkemih (kuesioner no.21)

Keluhan-keluhan tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan uji

Wilcoxon untuk menentukan keluhan yang mengalami penurunan

signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi behavioral.

Berikut ini merupakan hasil uji Wilcoxon terhadap ketujuh keluhan

tersebut :

Tabel 3 Analisis Tingkat Penurunan Keluhan Inkontinensia Urin Sebelum dan

Sesudah Diberikan Terapi Behavioral pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta

Jumlah Keluhan

No. Keluhan-Keluhan Sebelum Terapi

Sesudah Terapi

Penurunan Keluhan

Hasil Uji Statistik A-Sig. 2-

Tailed 1.

2.

3. 4.

5.

6.

7.

Berkemih setiap setiap jam atau < 1 jam Berkemih > 3 x pada waktu malam hari Sulit menahan kencing Merasa ingin berkemih secara tiba-tiba Kencing tidak dapat dihentikan saat berkemih Urin keluar ketika batuk, tertawa, bersin, berlari, atau melompat Nyeri ketika berkemih

2

7

11 1

12

4

2

1

3

6 0

7

1

0

1

4

5 1

5

3

2

0,157

0,034

0,010 0,317

0,024

0,083

0,180 Total 39 18 21

Page 54: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

42

Berdasarkan tabel 3 di atas tampak bahwa terapi behavioral secara

signifikan dapat mengurangi keluhan berkemih lebih dari 3 kali pada

malam hari, sulit menahan kencing dan kencing tidak dapat dihentikan

saat berkemih. Terapi behavioral dapat memberikan pengaruh yang

bermakna terhadap keluhan berkemih lebih dari 3 kali pada malam hari

dengan nilai p= 0,034, keluhan kencing tidak dapat dihentikan saat

berkemih dengan nilai p=0,024, dan keluhan sulit menahan kencing

dengan nilai p=0,010.

Analisis selanjutnya untuk mengetahui efektivitas terapi behavioral

untuk seluruh keluhan yang dirasakan usila sebelum dan sesudah

pemberian terapi adalah sebagai berikut :

Tabel 4 Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada

Usila di PSTW Budi Luhur

Sebelum Terapi

Sesudah Terapi Hasil Uji Statistik

N Mean N mean Negative Rank

Positive Rank Z

A-Sig. 2-

tailed 15 6,05 15 8,75 2 10 -1,694 0,090

Dari tabel 4 di atas tampak bahwa terapi behavioral tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap inkontinensia urin.

Terdapat perubahan nilai mean sebelum dan sesudah terapi behavioral

dengan nilai 2,70 dan nilai p=0,090.

Page 55: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

43

C. Pembahasan

Berdasarkan karakteristik responden jumlah usila yang berjenis

kelamin wanita dengan usia diantara 60-70 tahun lebih banyak menderita

inkotinensia urin yaitu 60%. Menurut Grimm et al. (2003) dan Thurof et

al. (2006) masalah ini memang lebih banyak ditemukan pada wanita

daripada pria, bahkan 1 dari 4 orang wanita yang telah mengalami

menopause (berusia di atas 50 tahun) dipastikan menderita gangguan

inkotinensia urin. Inkotinensia urin pada wanita menyebabkan aktivitas

sehari-hari menjadi terganggu, kehidupan bersosial dan hubungan

perkawinan menjadi bermasalah sehingga berdampak buruk terhadap

kualitas hidup wanita (Yip& Chung, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi behavioral tidak

mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap inkontinensia urin pada

usila di PSTW Budi Luhur, dengan nilai Z sebesar -1,694 dan p sebesar

0,090. Hal ini diperkirakan sebagai akibat kurangnya waktu adapatasi

responden terhadap perubahan pola berkemih sehingga tidak banyak

perubahan yang dialami fungsi tubuh responden.

Uji Wilcoxon yang dilakukan satu persatu terhadap keluhan-keluhan

inkontinensia urin yang paling banyak dirasakan responden diperoleh hasil

yang bermakna. Signifikansi hasil uji ini terutama pada keluhan berkemih

malam hari lebih dari 3 kali, keluhan sulit menahan kencing, dan keluhan

kencing tidak bisa dihentikan pada waktu berkemih.

Page 56: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

44

Keluhan berkemih lebih dari 3 kali pada malam hari menunjukkan

adanya penurunan frekuensi sebelum dan sesudah terapi behavioral.

Terdapat penurunan keluhan sebesar 6 dengan nilai p= 0,034 (bermakna)

pada uji Wilcoxon. Grimm et al. (2003) menyatakan hal ini disebabkan

karena usila yang mengikuti terapi behavioral diharuskan mengurangi

frekuensi berkemih terutama pada malam hari. Jadwal yang diikuti secara

benar akan membuat usila hanya berkemih paling banyak 3 kali pada

malam hari yaitu pada pukul 20.00, tengah malam dan pukul 05.00.

Hasil uji Wilcoxon juga menunjukkan hasil yang sangat signifikan

pada keluhan responden sulit menahan kencing. Penurunan keluhan

tersebut sebesar 7 dengan nilai p= 0,010. Terjadinya penurunan keluhan

ini karena semakin rutin dan teraturnya usila mengikuti terapi behavioral

maka kemampuan menahan kencing akan meningkat pula khususnya pada

inkotinensia dan disebabkan overactivity (inkontinensia urgensi) dan

under-activity (inkontinensia paradoksa) (Bhagwath, 2001). Secara

bertahap terapi ini akan meningkatkan interval berkemih yang lebih

panjang dari biasanya.

Gangguan kencing yang tidak dapat dihentikan sewaktu berkemih juga

mengalami penurunan yang signifikan sebesar 9 (p=0,024). Hal ini

disebabkan karena kontraksi tonus otot kandung kemih menjadi terlatih

(Nurwidiyanti, 2008) sehingga aktivitas kandung kemih dapat lebih

dikontrol (Grimm et al., 2003).

Page 57: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

45

Masing-masing responden memiliki faktor individual yang berbeda-

beda. Ketidakpatuhan dan tingkat pemahaman responden dalam mengikuti

jadwal berkemih dapat mempengaruhi hasil yang tidak signifikan dalam

penelitian ini. Padey et.al., cit Wibisono (2000) mengatakan bahwa subjek

yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan

yang lebih baik. Rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar responden

(60% tidak sekolah) turut berpengaruh terhadap kepatuhan dan

pemahaman terhadap terapi behavioral. Responden merasa kesulitan

karena diminta mencatat dan mengingat waktu berkemih selama mengikuti

terapi ini.

Faktor lainnya adalah konsumsi minuman diuretik seperti teh dan kopi

yang sebagian besar responden konsumsi setiap hari. Menurut Kozier

(1995), minuman teh dan kopi termasuk dalam minuman diuretik yang

mempunyai kandungan zat yang dapat meningkatkan produksi urin.

Selain itu terdapat penyakit penyerta yang sedang diderita responden

misalnya demensia dan depresi. Demensia merupakan penyakit neurologis

yang cukup sering ditemukan pada penderita inkontinensia urin (Leung et

al., 1997) karena dapat mengganggu pemahaman usila terhadap sensasi

berkemih (Bhagwath, 2001). Vigod & Stewart (2006) melaporkan bahwa

terdapat hubungan antara depresi dengan inkontinensia urin sebagai akibat

dari peningkatan distress, lepas dari pekerjaan tetap serta tingginya

keterlibatan tenaga medis selama hidup penderita sehingga berdampak

besar pada kesehatan urology, urogynecology, psikis dan primary care.

Page 58: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

46

Terdapat perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian

Aslan et al. (2008) yang menyimpulkan bahwa penggunaan terapi

behavioral merupakan metode yang mudah dan efektif terhadap

inkotinensia urin pada usila perempuan di nursing homes. Perbedaan ini

terletak pada bentuk terapi yang diberikan. Aslan memberikan

penjadwalan berkemih di tambah latihan Kegel bersamaan dalam waktu 6-

8 minggu sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan penjadwalan

dengan frekuensi 4 kali.

Penelitian ini juga memperoleh hasil yang berbeda dibandingkan

dengan penelitian Nurwidiyanti (2008) dengan judul Pengaruh Kegel

Exercise terhadap Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin (Inkontinensia

Urin) pada Usila di Posyandu Usila Dusun Mangir Tengah, Sendang Sari,

Pajangan, Bantul. Perbedaan terjadi karena hasil penelitian Nurwidiyanti

(2008) signifikan sedangkan penelitian ini tidak signifikan untuk

mengatasi inkotinensia urin.

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menganalisis bahwa

penelitian ini akan memperoleh nilai yang signifikan jika diaplikasikan

dalam waktu yang lebih lama karena telah terbukti berhasil pada jumlah

populasi yang sangat besar (Luxem & Christophersen, 1994). Peneliti

meyakini hal ini karena sebagian besar responden sudah menunjukkan

perkembangan yang baik ditandai dengan berkurangnya beberapa keluhan

inkotinensia urin dengan tiga diantaranya terjadi penurunan yang

signifikan.

Page 59: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Frekuensi keluhan inkontinensia urin sebelum diberikan terapi behavioral

sebanyak 57 kali dan sesudah diberikan terapi behavioral adalah 44 kali.

2. Terapi behavioral efektif menurunkan keluhan berkemih malam hari lebih

dari 3 kali dengan nilai p= 0,034.

3. Terapi behavioral juga dapat mengurangi secara signifikan keluhan sulit

menahan kencing (p=0,010)

4. Keluhan kencing tidak dapat dihentikan ketika berkemih juga turun

dengan p= 0,024.

5. Terapi behavioral tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p= 0,090)

terhadap keseluruhan keluhan inkotinensia urin, maka terapi behavioral

tidak efektif untuk menurunkan inkotinensia urin pada usila di PSTW Budi

Luhur.

47

Page 60: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

48

B. Saran

1. Ilmu Keperawatan

Menjadi bahan masukan dalam profesionalisme asuhan keperawatan pada

bidang keperawatan gerontik untuk mengatasi inkontinensia urin pada

usila.

2. Pimpinan PSTW Budi Luhur

Kepada pimpinan PSTW Budi Luhur agar mendata usila yang memiliki

gangguan inkotinensia urin kemudian memberikan terapi yang tepat.

3. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang terapi alternatif bagi usila

dengan inkontinensia urin sehingga penggunaan obat-obatan yang beresiko

menimbulkan efek samping dapat dihindari.

4. Peneliti lain

Disarankan kepada peneliti berikutnya agar dapat meneliti terapi

behavioral dengan waktu yang lebih panjang.

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

Kekuatan dalam penelitian ini adalah karena menggunakan desain

eksperimen secara prospektif sehingga setiap perkembangan dan perubahan

pada usila dapat dipantau secara terperinci. Kemudian data dalam penelitian

ini langsung dilakukan sendiri oleh peneliti dan juga pengisian kuesioner

dilakukan ketika bertatap muka dengan responden sehingga peneliti

mengetahui proses dan hasil data yang diperoleh.

Page 61: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

49

Kelemahan dalam penelitian ini adalah penelitian hanya menggunakan

sampel 15 orang. Penelitian-penelitian serupa hendaknya menggunakan

sampel yang lebih banyak untuk mendukung keakuratan hasil. Kelemahan lain

yang ada pada penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengawasi kepatuhan

respoden selama 24 jam setiap harinya dalam mengikuti jadwal yang

diberikan, sehingga kejujuran responden dalam mengikuti jadwal sangat

dibutuhkan untuk mengikuti terapi behavioral.

Page 62: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

DAFTAR PUSTAKA

Aslan E, Komurcu N, Beji NK, Yalcin O. (2008). Bladder Training and Kegel

Exercises for Women with Urinary Compliants in a Rest Home [abstrak]. Gerontology; 54(4) 224-31. Diakses 27 Juli 2008 dari http://www.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/18483451?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_RVDocSum

Bhagwath, Gayathri. (2001). Urinary Incontinence in the Elderly : Pathogenesis

and Management. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine Vol. 2(4). Diakses 17 November 2008 dari medind.nic.in/jac/t01/i4/jact01i4p270.pdf

Caetano, A.S., Tavares, & Lopes (2007). Urinary incontinence and physical

activity practice. Rev Bras Med Esporte 13(4). 245e-248e. Diakses 7 November 2008 dari www.scielo.br/pdf/rbme/v13n4/en_12.pdf

Deputi I Menkokesra (2005). Lansia Masa Kini dan Mendatang. Diakses 6 Juli

2008 dari http://www.menkokesra.go.id. Dinas Sosial Provinsi DIY. (2008). PSTW Yogyakarta [Brosur]. Diokno, Ananias (1997). Geriatrik. Jilid I. Jakarta : EGC Dudy, D Nurkusuma (2001). Posyandu Lanjut Usia di Puskesmas Pare

Kabupaten Temanggung. www.tempo.co.id/medika/arsip/082001/lap-1.htm Elhan, M. Gema. (2008) Inkontinensia Urine. Diakses pada 17 juli 2008 dari

http://ilmukedokteran.net/Ilmu-Penyakit-Ginjal-dan-Saluran-kemih/Inkonti nensia-Urine.html.

Fallon Community Health Pain. (2003). Sacral Nerve Stimulation for Urinary

Incontinence. Diakses 7 November 2008 dari www.bcbsnc.com/services/ medical-policy/pdf/sacral_nerve_modulation_stimulation_for_urinary_incon tinence.pdf

Grimm, T., Wright, T., Vega, J., McCray, T., Shagam, JY. (2003). Diagnnosis and Treating Urinary Incontinence. Health Smart 12(4). Diakses 7 November 2008 dari hospitals.unm.edu/AboutUs/Healthsmart/Fall03.pdf

Guyton & Hall (2000). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC Kozier. (1995). Fundamental of Nursing; Concepts, Process, and Practice.

California: Redwood City.

Page 63: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Leuckenotte. (1996). Gerontological Nursing. St. Louis : Mosby Leung, KS., Ng, MF., Pang, FC., Au, SY. (1997). Urinary Incontinence: an

Ignored Problem in Elderly. HKMJ 1997;3:27-33. Diakses 17 November 2008 dari sunzi1.lib.hku.hk/hkjo/view/22/2200244.pdf

Luxem, M., & Christophersen, E. (1994). Behavioral toilet training in early

childhood: Research, practice, and implications. Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics, 15, 370–378.

National Institute of Diabetes & Digestive & Kidney Disesase. (2002). Urinary

Incontinence in Women. www.niddk.nih.gov./health/urology/pubs/uiwomen.htm Nursalam (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu

keperawatan, pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nurwidiyanti, Erika (2008). Pengaruh Kegel Exercise terhadap Pemenuhan

Kebutuhan Eliminasi Urin (Inkotinensia Urin) pada Lansia di Posyandu Lansia Dusun Mangir Tengah Sendang Sari, Pajangan, Bantul. Skripsi Strata Satu. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses

dan Praktik, Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC Purnama (2008). http://one.indoskripsi.com/content/tugas-makalah-terapi-

behavioral Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Malang : Sagung

Seto Roach, Sally. (2001). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia :

Lippincott Robert & Ross (2006). Conservative Management of Urinary Incontinence.

Clinical Practice Guideline 186, 1113-1118. Diakses 7 November 2008, dari www.sogc.org/guidelines/documents/186E-CPG-Decembre2006.pdf

Schnelle J.F., PhD, and Smith, Rick L. MD (2001). Quality Indicators for the

Management of Urinary Incontinence in Vulnerable Community-Dwelling Elders. Ann Intern Med. 2001;135:752-758. Diakses 10 November 2008 dari www.annals.org.

Sugiyono. (2006). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta

Page 64: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Thuroff, J., Abrams, P., Andersson, K.E., Artibani, W., Chartier-Kastler, E., Hampel, C., van Kerrebroeck, Ph. (2006). Guidelines on Urinary Incontinence. European Assosiation of Urology. Diakses 7 November 2008 dari www.mediforum.sk/pdf/EAU_Urinary_Incontinence.pdf

Toglia, Marc R (tth). Understanding Female Urinary Incontinence. Women Health Source ; Menopause and You. Article 4(1). Diakses 7 November 2008 dari www.firstcalleap.org/files/myunderstandingfemaleurinaryincontinence_ 10266.pdf

Vigod, SN., Stewart, DE. (2006). Major Depression in Female Urinary

Incontinence. Psychosomatics 47:2. Diakses 14 November 2008 dari http://psy.psychiatryonline.org

Weiss, Barry. (2007). Urinary Incontinence – Treatment. Elder Care ; a

Resources for Provider 1(5). Arizona Reynolds Program Of Applied Geriatrics. Diakses 10 November 2008 dari www.reynolds.med.arizona.edu

Wibisono, S. Y. (2000). Kualitas hidup dengan status fungsional penderita karsinoma payudara stadium lamjut yang di rawat di SMF penyakit dalam RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis Pasca Sarjana UGM

Yip, S.K., Chung, T.K.H. (2003). Treatment-seeking behavior in Hong Kong Chinese women with urinary symptoms [abstract]. Int Urogynecol J (2003) 14: 27–30. Diakses 10 November 2008 dari www.springelink.com

Page 65: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Bapak/Ibu Di tempat

Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nama : TEDY JASWADI NIM : 20040320052

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Efektivitas Terapi

Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta, manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas metode terapi behavioral untuk mengurangi frekuensi inkontinensia urin..

Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden.

Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu menjadi responden dan meluangkan waktu untuk mengisi data identitas yang ada ini merupakan penghargaan bagi saya dan sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 29 Oktober 2008 Peneliti Tedy Jaswadi

Page 66: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan dibawah ini adalah, Nama : Umur : Pendidikan : Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden untuk penelitian yang berjudul Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

Maksud penelitian adalah mengetahui efektivitas metode terapi behavioral untuk mengurangi frekuensi inkontinensia urin.

Demikian surat persetujuan yang saya buat.

Yogyakarta, 29 Oktober 2008

Mengetahui,

Peneliti Responden (Tedy Jaswadi) ( )

Page 67: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PERMOHONAN MENJADI ASISTEN PENELITI Kepada Yth. Saudara/Saudari Di tempat

Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nama : TEDY JASWADI NIM : 20040320052

Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Efektivitas Terapi

Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta, manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas metode terapi behavioral untuk mengurangi frekuensi inkontinensia urin.

Untuk itu saya mohon kesediaan Saudara/Saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai asisten peneliti.

Atas kesediaan dan partisipasi Saudara/Saudari menjadi asisten peneliti dan meluangkan waktu untuk mengisi data identitas yang ada ini merupakan penghargaan bagi saya dan sebelumnya saya mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 29 Oktober 2008 Peneliti Tedy Jaswadi

Page 68: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI ASISTEN PENELITI Yang bertanda tangan dibawah ini adalah pasien,

Nama :

Pendidikan :

Dengan ini menyatakan kesediaan saya, untuk menjadi asisten peneliti

dalam membantu penelitian saudara yang berjudul Efektivitas Terapi Behavioral

terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta.

Demikian surat persetujuan yang saya buat, untuk dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 29 Oktober 2008

Mengetahui,

Peneliti Responden

(Tedy Jaswadi) ( )

Page 69: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

WAWANCARA

PERUBAHAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN SEBELUM DAN

SESUDAH TERAPI BEHAVIORAL

No.Responden :

Nama :

A. Data demografi

1. Jenis kelamin

a. Laki-laki

b. Perempuan

2. Pendidikan

a. Tidak sekolah

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Perguruan tinggi

3. Umur

a. 55-65 tahun

b. 66-75 tahun

c. > 75 tahun

4. Agama/kepercayaan

a. Islam

b. Kristen

c. Hindu

d. Budha

e. Lain-lain

B. Riwayat kesehatan

1. Riwayat penyakit yang diderita

a. Depresi

b. Stroke

c. Gagal jantung kongestif

d. BPH (Benign Prostate Hiperplasia)

Page 70: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

e. Penyakit paru obstruktif kronik

f. Gangguan mobilitas

g. Infeksi saluran kemih

2. Minuman yang diminum dalam minggu ini

a. Teh

b. Kopi

c. Susu

d. Minuman beralkohol

e. Air putih

3. Obat-obatan yang diminum dalam minggu ini

a. Furosemide

b. Chlosothiazid

c. Ethacrynic acid

C. Pemeriksaan fisik

Berat badan :

Tinggi badan :

Tekanan darah :

D. Pengkajian pemenuhan kebutuhan eliminasi urin

No Daftar pertanyaan Ya Kadang Tidak

1 Apakah frekuensi berkemih Anda dalam 24 jam lebih dari

8 kali?

2 Apakah frekuensi berkemih Anda dalam 24 jam 5-7 kali?

3 Apakah frekuensi berkemih Anda dalam 24 jam 3-4 kali

4 Apakah Anda berkemih setiap jam atau kurang dari 1 jam?

5 Apakah rangsangan untuk berkemih dapat Anda rasakan?

6 Pernahkan Anda mengompol pada malam hari?

7 Pernahkan Anda buang air kecil lebih dari 3 kali pada

waktu malam hari?

8 Pernahkan Anda mengeluarkan air seni padahal tidak

ingin buang air kecil?

9 Apakah Anda merasa kesulitan dalam menahan kencing?

Page 71: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

10 Apakah ada kesulitan dalam memulai mengeluarkan air

seni?

11 Apakah masalah-masalah tersebut di atas Anda alami

lebih dari 1 minggu?

12 Apakah Anda dapat menahan kencing sampai toilet?

13 Apakah Anda saat buang air kecil, terlanjur mengeluarkan

air seni sebelum sampai toilet?

14 Dapatkah Anda mengeluarkan urin setelah merasakan

rangsangan untuk berkemih?

15 Apakah Anda sering merasa sangat ingin buang air kecil

secara tiba-tiba?

16 Apakah aliran urin konstan?

17 Dapatkah kencing dihentikan pada waktu berkemih?

18 Apakah Anda saat mengompol sampai membuat basah

pakaian?

19 Pernahkan Anda ketika batuk, tertawa, bersin, berlari, atau

melompat mengompol?

20 Apakah keluarnya urin secara menetes?

21 Apakah Anda merasa nyeri saat atau setelah buang air

kecil?

22 Apakah setiap kali Anda berkemih jumlah urin hanya

sedikit?

23 Apakah Anda merasa puas setelah Anda buang air kecil?

Page 72: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

INSTRUMEN PENELITIAN

EFEKTIVITAS TERAPI BEHAVIORAL TERHADAP INKONTINENSIA URIN

PADA USILA DI PSTW BUDI LUHUR YOGYAKARTA

JADWAL BERKEMIH HARIAN

Nomor Responden :

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

Jam Hari ke

- 05.00 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 Tengah malam

InkontinensiaUrin

1 2 3 4

Perhatian :

1. Jadwal harus diisi setiap 3 jam sekali selama 4 hari mulai tanggal 6-9

November 2008 sesuai waktu pada tabel setelah berkemih dengan

memberikan tanda ( ) pada kolom yang tersedia.

2. Jika ada perasaan ingin berkemih responden harus berusaha menahan

sampai waktu yang ditentukan, jika tidak bisa diperbolehkan berkemih

kemudian memberikan tanda ( ) pada kolom inkontinensia urin sesuai

dengan frekuensinya.

3. Jika ada salah satu waktu yang terlambat maka secepatnya harus berkemih

dan waktu selanjutnya harus tepat.

4. Setelah 4 hari akan ada evaluasi efektivitas penjadwalan ini dan

diharapkan partisipasi dari semua responden yang mengikuti program ini.

Page 73: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Tabulasi Kuesioner Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urin Data sebelum terapi behaviour

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Skor 1 0 0 0 2 2 0 2 2 0 2 0 0 0 2 2 2 0 2 1 2 2 2 2 27 2 2 2 0 2 2 1 2 2 1 2 0 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 35 3 2 2 0 2 2 2 2 2 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 1 2 0 2 2 36 4 0 0 0 2 2 2 1 2 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 1 2 2 33 5 1 2 0 2 2 2 2 2 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 38 6 0 0 0 2 2 2 1 2 0 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 33 7 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 39 8 0 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 41 9 0 0 0 1 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 0 2 2 2 34

10 2 2 0 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 42 11 0 0 0 0 2 2 0 2 0 2 0 2 2 2 0 2 0 2 2 2 2 2 2 28 12 1 1 0 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 41 13 2 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 2 1 2 2 2 2 40 14 0 2 0 2 2 2 1 2 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 37 15 2 2 0 2 2 2 2 2 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 39

Data sesudah terapi behaviour

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Skor 1 0 0 0 2 2 0 2 2 0 2 0 0 0 2 2 2 0 2 1 2 2 2 2 27 2 2 2 0 2 2 1 2 2 1 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 40 3 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 1 2 41 4 0 0 0 2 2 2 1 2 2 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 36 5 1 2 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 39 6 0 1 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 39 7 1 2 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 39 8 0 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 41 9 0 1 0 2 1 2 2 1 0 0 2 1 1 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 31

10 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 44 11 0 0 0 1 2 2 0 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 35 12 1 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 43 13 2 2 0 2 2 2 2 0 1 2 2 2 0 2 2 0 0 0 2 0 2 0 2 29 14 1 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 40 15 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 42

Page 74: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila di PSTW Budi Luhur Yogyakarta

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

2a 8.75 17.5010b 6.05 60.503c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

SetelahTerapiBehavioral -SebelumTerapiBehavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

SetelahTerapiBehavioral < SebelumTerapiBehaviorala.

SetelahTerapiBehavioral > SebelumTerapiBehavioralb.

SetelahTerapiBehavioral = SebelumTerapiBehavioralc.

Test Statisticsb

-1.694a

.090ZAsymp. Sig. (2-tailed)

SetelahTerapi

Behavioral -Sebelum

TerapiBehavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 75: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan BAK malam hari lebih dari 3 kali

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .005b 3.00 15.00

10c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

SetelahTerapiBehavioral -SebelumTErapiBehavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

SetelahTerapiBehavioral < SebelumTErapiBehaviorala.

SetelahTerapiBehavioral > SebelumTErapiBehavioralb.

SetelahTerapiBehavioral = SebelumTErapiBehavioralc.

Test Statisticsb

-2.121a

.034ZAsymp. Sig. (2-tailed)

SetelahTerapi

Behavioral -SebelumTErapi

Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 76: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan kencing tidak dapat dihentikan ketika

berkemih Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .006b 3.50 21.009c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

SetelahTerapiBehavioral -SebelumTErapiBehavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

SetelahTerapiBehavioral < SebelumTErapiBehaviorala.

SetelahTerapiBehavioral > SebelumTErapiBehavioralb.

SetelahTerapiBehavioral = SebelumTErapiBehavioralc.

Test Statisticsb

-2.251a

.024ZAsymp. Sig. (2-tailed)

SetelahTerapi

Behavioral -SebelumTErapi

Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 77: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan sulit menahan kencing

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

9a 5.78 52.001b 3.00 3.005c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

SesudahTerapiBehavioral -SebelumTerapiBehavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

SesudahTerapiBehavioral < SebelumTerapiBehaviorala.

SesudahTerapiBehavioral > SebelumTerapiBehavioralb.

SesudahTerapiBehavioral = SebelumTerapiBehavioralc.

Test Statisticsb

-2.565a

.010ZAsymp. Sig. (2-tailed)

SesudahTerapi

Behavioral -SebelumTerapi

Behavioral

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 78: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan Berkemih setiap setiap jam atau < 1 jam

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .002b 1.50 3.00

13c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

Sesudah_Terapi_Behavioral - Sebelum_Terapi_Behavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah_Terapi_Behavioral < Sebelum_Terapi_Behaviorala.

Sesudah_Terapi_Behavioral > Sebelum_Terapi_Behavioralb.

Sesudah_Terapi_Behavioral = Sebelum_Terapi_Behavioralc.

Test Statisticsb

-1.414a

.157ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Sesudah_Terapi_

Behavioral -Sebelum_

Terapi_Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 79: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan sering merasa sangat ingin berkemih secara tiba-tiba

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .001b 1.00 1.00

14c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

Sesudah_Terapi_Behavioral - Sebelum_Terapi_Behavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah_Terapi_Behavioral < Sebelum_Terapi_Behaviorala.

Sesudah_Terapi_Behavioral > Sebelum_Terapi_Behavioralb.

Sesudah_Terapi_Behavioral = Sebelum_Terapi_Behavioralc.

Test Statisticsb

-1.000a

.317ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Sesudah_Terapi_

Behavioral -Sebelum_

Terapi_Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 80: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan mengompol ketika batuk, tertawa, bersin,

berlari, atau melompat Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .003b 2.00 6.00

12c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

Sesudah_Terapi_Behavioral - Sebelum_Terapi_Behavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah_Terapi_Behavioral < Sebelum_Terapi_Behaviorala.

Sesudah_Terapi_Behavioral > Sebelum_Terapi_Behavioralb.

Sesudah_Terapi_Behavioral = Sebelum_Terapi_Behavioralc.

Test Statisticsb

-1.732a

.083ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Sesudah_Terapi_

Behavioral -Sebelum_

Terapi_Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

Page 81: PENGARUH TERAPI BEHAVIORAL TERHADAPthesis.umy.ac.id/datapublik/t8714.pdf · memperparah kondisi pasien dengan hipotensi. Sementara itu obat golongan kolinergik seperti betanekol (Urocholine)

Analisis Efektivitas Terapi Behavioral terhadap Inkotinensia Urin pada Usila dengan keluhan merasa nyeri saat atau setelah buang air kecil

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

0a .00 .002b 1.50 3.00

13c

15

Negative RanksPositive RanksTiesTotal

Sesudah_Terapi_Behavioral - Sebelum_Terapi_Behavioral

N Mean Rank Sum of Ranks

Sesudah_Terapi_Behavioral < Sebelum_Terapi_Behaviorala.

Sesudah_Terapi_Behavioral > Sebelum_Terapi_Behavioralb.

Sesudah_Terapi_Behavioral = Sebelum_Terapi_Behavioralc.

Test Statisticsb

-1.342a

.180ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Sesudah_Terapi_

Behavioral -Sebelum_

Terapi_Behavioral

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.