teknik hipotensi

34
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1. Teknik hipotensi terkendali Merupakan suatu teknik pada anestesi umum dengan menggunakan agen hipotensi kerja cepat untuk menurunkan tekanan darah serta perdarahan saat operasi. Prosedur ini memudahkan operasi sehingga membuat pembuluh darah dan jaringan terlihat serta mengurangi kehilangan darah. Teknik hipotensi adalah suatu teknik yang digunakan pada operasi yang meminimalkan kehilangan darah pada pembedahan, dengan demikian menurunkan kebutuhan transfusi darah. Prosedur ini dapat diterapkan dengan aman pada kebanyakan pasien, termasuk anak-anak, dan untuk beberapa jenis prosedur operasi. Tehnik ini memerlukan kontrol pada tekanan darah yang rendah sehingga tekanan darah sistolik diantara 80-90 mmHg. Definisi lainnya adalah menurunkan Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) sampai 50-70 mmHg pada pasien normotensi. Prosedur anestesi dengan teknik hipotensi memiliki tujuan untuk mengurangi perdarahan di daerah operasi agar memudahkan operator dalam visualisasi lapang operasi. Dengan menaikkan kepala 10-15 0 sehingga dapat meningkatkan pengeluaran aliran balik vena, menjaga tekanan darah tetap rendah, serta menurunkan 1

description

lapsus teknik hipotensismf anestesi rsup persahabatan

Transcript of teknik hipotensi

Page 1: teknik hipotensi

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teknik hipotensi terkendali

Merupakan suatu teknik pada anestesi umum dengan menggunakan agen

hipotensi kerja cepat untuk menurunkan tekanan darah serta perdarahan saat

operasi. Prosedur ini memudahkan operasi sehingga membuat pembuluh darah

dan jaringan terlihat serta mengurangi kehilangan darah.

Teknik hipotensi adalah suatu teknik yang digunakan pada operasi yang

meminimalkan kehilangan darah pada pembedahan, dengan demikian

menurunkan kebutuhan transfusi darah. Prosedur ini dapat diterapkan dengan

aman pada kebanyakan pasien, termasuk anak-anak, dan untuk beberapa jenis

prosedur operasi. Tehnik ini memerlukan kontrol pada tekanan darah yang rendah

sehingga tekanan darah sistolik diantara 80-90 mmHg. Definisi lainnya adalah

menurunkan Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) sampai 50-70 mmHg

pada pasien normotensi.

Prosedur anestesi dengan teknik hipotensi memiliki tujuan untuk

mengurangi perdarahan di daerah operasi agar memudahkan operator dalam

visualisasi lapang operasi. Dengan menaikkan kepala 10-150 sehingga dapat

meningkatkan pengeluaran aliran balik vena, menjaga tekanan darah tetap rendah,

serta menurunkan perdarahan. Prosedur hipotensi merupakan suatu prosedur yang

mungkin saja dapat menyebabkan suatu komplikasi.

Batas aman teknik hipotensi tergantung dari pasien. Pasien yang muda dan

sehat dapat mentolerasi tekanan darah arteri sampai 80-90 mmHg serta MAP

sampai 50-60 mmHg tanpa komplikasi. Sedangkan pada pasien yang menderita

hipertensi kronik tidak lebih rendah dari 20-30% nilai normalnya

2. Indikasi teknik hipotensi terkendali

Teknik hipotensi terkendali telah terbukti berguna untuk operasi perbaikan

aneurisma cerebral, pengangkatan tumor otak, total hip artroplasty, dan operasi

lainnya yang berhubungan dengan resiko kehilanggan darah yang banyak.

1

Page 2: teknik hipotensi

Penurunan ekstrafasasi darah di perkirakan akan meningkatkan hasil operasi

plastik menjadi lebih baik. Indikasi lainnya adalah :

Operasi Telinga, hidung, tenggorokan serta operasi daerah mulut

Gynecology : operasi pelvis radikal

Urology : prostatektomy

3. Kontra indikasi teknik hipotensi terkendali

Teknik hipotensi terkendali tidak dianjurkan pada pasien-pasien yang

mempunyai penyakit yang dapat menurunkan perfusi organ seperti :

- anemia

- hipovolemia

- penyakit jantung koroner

- insufisienci hepar dan ginjal

- penyakit serebrovaskular

- Penyakit jantung bawaan

- gagal jantung kongestive

- hipertensi tidak terkontrol

- Peningkatan TIK..

4. Cara menjaga hipotensi yang ingin dicapai

Metode utama dari tehknik ini adalah posisi yang benar, tekanan udara

positif, dan penggunaaan obat hipotensi. Posisi elevasi terhadap bagian yang akan

dioperasi akan mengurangi tekanan darah pada bagian tersebut. Peningkatan

tekanan intratoraks melalui udara bertekanan positif akan menurunkan venous

return, cardiac out put, dan mean arterial pressure. Beberapa obat efektif

menurunkan tekanan darah: gas anastesi, simpatetik antagonis, calcium channel

bloklr, ACE-I. karena onsetnya cepat dan durasinya pendek.

2

Page 3: teknik hipotensi

Gambar 1. Tekanan Arteri dan Vena

Anestetik volatile dan antagonis adrenergic bekerja baik untuk menekan MAP

pada 60-70 mmHg. Elevasi kepala setinggi 15O dapat mengurangi kongesti vena

dan penggunaan epinefrin sebagai vasokonstriktor umumnya dapat mempengaruhi

kondisi operasi.

Metode untuk menurunkan Resistensi Vaskular sistemik

1. Blokade reseptor α adrenergic seperte labetalol dan phentanolamine.

2. Relaksasi otot polos pembuluh darah dengan agen vasodilator langsung

seperti nitroprusside, calcium channel blocker, agen inhalasi, purin, dan

prostaglandin E1.

Cara mekanis untuk meningkatkan potensial kerja agen hipotensi

1. Memposisikan pasien adalah hal penting dalam teknik hipotensi. Elevasi

daerah lapang operasi memudahkan drainase vena dari daerah lapang

operasi. Hal ini sangat penting untuk mengurangi darah pada daerah

lapang operasi.

Harus diingat bahwa hal tersebut timbul akibat gaya gravitasi, tekanan

darah berubah apabila jarak vertikal dengan jantung berubah. Perubahan

tekanan darah adalah 0,77 mmhg tiap cm ada perubahan ketinggian

dengan jantung.

Teknik hipotensi mengurangi aliran darah perifer. Hal ini perlu

diperhatikan pada daerah yang menanggung beban berat, dan pada

penonjolan tulang-tulang. Oleh karena itu bantalan khusus perlu

disediakan dengan lebih fokus pada daerah seperti occiput, scapula,

3

Page 4: teknik hipotensi

sacrum, siku dan tumit. Juga harus diperhatikan kontrol tekanan pada

daerah orbita terutama pada posisi telungkup.

2. Airway bertekanan Positif

Penggunaan ventilasi tekanan positif dengan volume tidal yang tinggi,

waktu inspirasi yang lebih panjang , dan peningkatan Positive End

Expiratory Pressure akan mengurangi aliran balik vena, yang akan

membantu teknik hipotensi.

Akan tetapi peningkatan volume tidal pada pemberian ventilasi mekanik juga

akan meningkatkan ruang rugi dan meningkatkan tekanan intratoraks sehingga

akan mengurangi aliran darah balik otak yang akhirnya menyebabkan peninggian

tekanan intrakranial.

Kunci yang harus diperhatikan pada teknik hipotensi adalah:

MAP = Cardiac output x resistensi vascular sistemik

MAP dapat di manipulasi dengan mengurangi baik resistensi vaskular

sistemik atau cardiac output, atau keduanya. Teknik hipotensi dengan hanya

mengurangi cardiac output tidak ideal dilakukan, karena memelihara aliran darah

ke organ sangatlah penting.

Resistensi vaskular sistemik dapat dikurangi dengan vasodilatasi

pembuluh darah perifer, sedangkan cardiac output dapat dapat dikurangi dengan

menurunkan venous return, heart rate, kontraktilitas miokard atau kombinasi dari

ketiganya.

5. Obat Hipotensi

Agen anestesi volatil

a. Sevofluran

Pada umumnya digunakan pada anak-anak karena induksinya cepat,

nyaman dan toleransi terhadap jalan nafas lebih baik dibandingkan inhalasi

yang lain. Kombinasi sevofluran dan remifentanil atau sufentanil digunakan

untuk mengontrol hipotensi pada anak-anak. Konsentrasi 4% diperlukan

untuk mencapai MAP 55-65 mmHg (Degoute et.al., 2003).

4

Page 5: teknik hipotensi

Studi pada tikus yang mendapat adenosin untuk mengontrol hipotensi

didapatkan bahwa sevoflurane 1,0 MAC menurunkan MAP sebesar 36% dan

berkurangnya SVR 34% Pada sirkulasi splanchnic, aliran darah portal

meningkat 48% menghasilkan peningkatan total liver blood flow hingga 38%

(Crawford et.al., 1994).

b. Halothane

Halotan menyebabkan vasodilatasi moderat, dimana terjadi penurunan

tahanan perifer sistemik sebesar 15-18%. Vasodilatasi pada daerah kulit dan

vascular bed splanchnic diimbangi dengan vasokonstriksi pada otot skelet.

Hipotensi pada penggunaan halotan disebabkan karena efek langsung depresi

otot jantung. Halotan sering digunakan pada konsentrasi rendah untuk

memulai anestesi hipotensi.

Studi pada tikus yang mendapat adenosin untuk mengontrol hipotensi

didapatkan bahwa halotan 1,0 MAC akan menurunkan MAP sebesar 38% dan

SVR berkurang 47%. Index stroke volume meningkat hingga 40% dan

perubahan ini menghasilkan peningkatan indeks jantung 35%. Pada sirkulasi

splanchnic, aliran darah portal dan hepatic arterial meningkat 90% dan 37%

menghasilkan peningkatan total liver blood flow 76% (Crawford et.al., 1994).

c. Enflurane

Mekanisme dan efek hipotensi pada penggunaan enfluran hampir sama

seperti halotan. Enfluran mempunyai efek venodilatasi, sehingga pada

anestesi hipotensi hanya diperbolehkan menggunakan konsentrasi 0,25-0,5%

(Cote, 1993).

d. Isoflurane

Isoflurane digunakan secara luas untuk menginduksi hipotensi karena

onset kerja cepat, mudah dikontrol dan efek kardiovaskuler cepat pulih

setelah obat dihentikan. Isoflurane memiliki efek minimal terhadap

kontraktilitas otot jantung pada konsentrasi inspirasi yang rendah.

Keuntungannya adalah meningkatkan dosis isofluran tidak hanya

menghasilkan efek vasodilatasi dan hipotensi, tetapi juga menekan sistim

5

Page 6: teknik hipotensi

saraf pusat sehingga meminimalkan reflek vasokonstriksi atau takikardi

akibat stimulasi baroreseptor.

Isoflurane 2% atau MAC 1,54 menghambat peningkatan aliran darah

medula adrenal, norepinephrine dan epinephrine serta penurunan aliran darah

organ abdomen sebesar 70% yang diamati pada MAP 60 mmHg (Jordan

et.al., 1993).

Penelitian Seagard et.al. menemukan isoflurane 2,2% menumpulkan

respon baroreceptor terhadap hipotensi dan respon simpatis terhadap stimulus

pembedahan dengan menghambat transmisi ganglion dan neuron eferen

simpatis.

Haraldsted et.al.. mempelajari perbedaan cerebral arteriovenous O2

difference pada 20 pasien yang menjalani pembedahan aneurisma serebral

menyimpulkan bahwa cerebral blood flow dan oxygen demand/supply ratios

dipelihara dengan baik selama induksi hipotensi dengan isofluran <2,5 MAC.

Stone et.al., menemukan bahwa isoflurane menyebabkan vasokonstriksi

melalui inhibisi produksi basal EDRF atau stimulasi pelepasan faktor

vasokonstriksi yang berasal dari endotelium pada konsentrasi rendah dan

pada konsentrasi tinggi mempunyai efek vasodilatasi langsung (Abe, 1993).

Mazze et.al. menemukan bahwa isofluran mengurangi aliran darah ke

ginjal sebesar 49%. Mekanisme ini disebabkan menurunnya redistribusi aliran

darah dari ginjal karena berkurangnya SVR dan tahanan vaskuler renal.

Tahanan vaskuler renal sebagian besar dipengaruhi tonus arteriole eferen

glomerulus, yang ditandai peningkatan fraksi filtrasi sebesar 50% (Lessard,

1991).

Blok ganglion simpatik Trimetaphan dan pentolinium menyebabkan

hambatan ganglion otonom melalui mekanisme inhibisi kompetitif

asetilkolin. Efek obat ini tidak hanya terbatas pada sistim simpatis karena

transmisi kolinergik juga terjadi pada ganglion parasimpatis. Hambatan aliran

simpatis yang menyebabkan vasodilatasi relatif lambat dalam onset maupun

pemulihan. Durasi hipotensi yang disebabkan trimetaphan relative pendek

antara 10–15 menit sehingga obat ini lebih sering diberikan secara infus iv 3–

4 mg/mnt. Hal ini sangat berbeda dengan injeksi tunggal pentolinium 5–15

6

Page 7: teknik hipotensi

mg yang mampu menghasilkan hipotensi selama 45 menit dan proses yang

lambat untuk kembali ke nilai normal (Simpson, 1992).

Gangguan aliran darah serebral dan medulla spinalis yang disebabkan

redistribusi CBF menjauhi area korteks; berkurangnya aliran darah koroner,

hati dan ginjal, takikardi; pelepasan histamine; inhibisi enzim

pseudokolinesterase; potensiasi terhadap pelumpuh otot non depolarisasi dan

takifilaksis mengganggu efektivitas penggunaan obat ini dalam mengurangi

perdarahan (Mostellar, 2000). Takifilaksis yaitu kebutuhan untuk menaikkan

dosis obat untuk menghasilkan efek yang sama lebih nyata dengan

trimetaphan dan membuat tekanan arteri yang stabil sulit dicapai sehingga

pemberian secara infuse kontinyu lebih baik dibandingkan bolus intermiten.

Infus kontinyu dimulai pada dosis 25 ug/kg/menit dan dititrasi sesuai efek.

Penghambat alfa adrenergik

Penghambat alfa adrenergik menghasilkan vasodilatasi melalui mekanisme

hambatan kompetitif reseptor adrenergik postsinap dalam sistim simpatis. Efek

phentolamine relative pendek antara 20–40 dan reversibel, sedangkan

phenoxybenzamine bertahan beberapa hari karena obat ini merupakan nitrogen

mustard derivative, membentuk kompleks reseptor yang irreversibel.

Phentolamine juga mempunyai efek stimulant miokard (beta adrenergik),

meningkatkan konsumsi oksigen dan denyut jantung, sebaliknya

phenoxybenzamine memiliki efek sedasi. Phentolamine 5–10 mg digunakan untuk

induksi vasodilatasi sedangkan phenoxybenzamine 0,5–2,0 mg/kg yang bertahan

dalam 10 hari berguna dalam meminimalkan efek katekolamin pada pengangkatan

phaeochromocytoma. Sedangkan chlorpromazine dan droperidol yang

mempunyai efek mild alpha adrenergik block sering digunakan untuk preparasi

pasien sebelum anestesi hipotensi (Simpson, 1992).

Penghambat beta adrenergik

Keuntungan menggunakan antagonis beta adrenergik pada anestesi

hipotensi yaitu menurunnya denyut jantung dan curah jantung. Propranolol sering

digunakan untuk menghasilkan “rheostatic” hypotension. Terapi oral 3x40 mg/hr

7

Page 8: teknik hipotensi

bisa digunakan sebagai medikasi pra anestesi, sedangkan dosis 1-2 mg iv dapat

digunakan selama anestesi. Penghambat BETA adrenergik ini dapat dipakai

sebelum atau selama anestesi untuk menetralkan efek takikardi yang dihasilkan

sebagai efek samping anestesi hipotensi oleh obat penghambat ganglion atau

vasodilator langsung. Pemberian preparat ini secara oral dinilai lebih baik

dibandingkan intravena karena akan menghasilkan konsentrasi plasma tetap

selama operasi. Labetalol (kombinasi anatagonis alfa dan beta adrenergik) juga

ideal untuk menginduksi hipotensi, tetapi durasi obat ini hanya bertahan selama

30 menit dibandingkan penghambat beta yang berdurasi 90 menit. Di samping

itu, efek penghambat beta 5-7 kali lebih poten dibandingkan penghambat alfa

(Simpson, 1992).

Vasodilator

a) Sodium nitroprusside (SNP)

Keuntungan utama menggunakan obat ini adalah penurunan tekanan

darah yang cepat seimbang dengan pengembalian tekanan darah yang cepat

ke nilai normal, sehingga obat ini mampu menghasilkan “dial-a-pressure”

hypotension dalam periode yang sangat singkat misalnya saat pengangkatan

meningioma atau pemotongan aneurisma serebral. Penggunaan SNP dianggap

kurang memberikan visualisasi yang ideal pada pembedahan kecuali terjadi

penurunan MAP hingga 20% (Boezaart et.al., 1995). SNP memberikan

distribusi aliran darah serebral yang lebih homogen akibat efek vasodilatasi

langsung ke serebral dan mempertahankan aliran darah yang adekuat ke

organ vital pada MAP di atas 50 mmHg. Efek vasodilator SNP pasti akan

menggeser kurva autoregulasi ke kiri secara dose dependent dan

meningkatkan tekanan intrakranial, sehingga tidak digunakan pada

neurosurgery sebelum tulang tengkorak dibuka.

SNP bekerja langsung pada otot polos pembuluh darah menyebabkan

dilatasi arteriolar, venodilatasi dan menurunnya curah jantung. Respon ini

disebabkan gugus NO yang berdifusi ke dalam otot polos pembuluh darah

dan meningkatkan cGMP sehingga menghasilkan relaksasi. SNP memiliki

sifat depresi terhadap kontraktilitas miokard yang minimal dengan tetap

8

Page 9: teknik hipotensi

memelihara aliran darah koroner dan menurunkan kebutuhan oksigen otot

jantung.

Penggunaan preparat ini berhubungan dengan intoksikasi sianida.

Setiap molekul SNP mengandung 5 radikal sianida yang dilepaskan akibat

pemecahan obat dalam plasma dan sel darah merah. Jalur metabolik normal

pemecahan SNP bersifat non enzimatik yaitu dalam sel darah merah dan

plasma. Reaksi intraseluler di katalisasi oleh perubahan haemoglobin menjadi

methaemoglobin. Pada akhirnya, lebih dari 98% sianida yang dihasilkan

akibat pemecahan SNP terdapat di dalam sel darah merah, sedangkan

proporsi yang lebih kecil bergabung dengan methaemoglobin atau vitamin

B12. Sebagian besar sianida dimetabolisme di hati oleh enzim rhodanase

menjadi thiocyanate yang dikeluarkan melalui urine. Faktor yang membatasi

kecepatan metabolisme sianida dipengaruhi gugus sulphydryl dimana pada

pemberian sodium thiosulphate akan meningkatkan produksi thiocyanate

sehingga mengurangi konsentrasi sianida dalam darah. Penggunaan

thiosulphate tidak mempengaruhi efek hipotensi yang dihasilkan SNP.

Dosis SNP yang direkomendasikan 0,2-0,5 ug/kg/menit dan

ditingkatkan secara bertahap sampai level hipotensi yang diharapakan

tercapai, sedangkan dosis maksimum yang dianggap masih aman adalah 1,5

ug/kg/menit, dimana terjadi sedikit peningkatan konsentrasi laktat dalam

plasma yang dicerminkan dengan meningkatnya deficit basa arterial -6

sampai -7 mmol/liter yang reversibel setelah penghentian SNP. Pengukuran

rutin asam basa selama SNP akan memberikan informasi klinis yang adekuat

terjadinya toksisitas sianida. Jika dosis SNP yang diberikan tidak melebihi

dosis maksimum maka gejala toksisitas tidak akan terjadi pada pasien dengan

fungsi hati dan ginjal yang normal. Kerugian SNP untuk hipotensi kendali

anak-anak adalah munculnya reflek takikardi dan potensi terjadinya toksisitas

sianida (Degoute et.al., 2003).

b) Nicardipine

Nicardipine termasuk golongan antagonis calcium channel

dihydropyridine yang mempunyai potensi vasodilatasi arteri dengan efek

9

Page 10: teknik hipotensi

kronotropik dan inotropik negatif yang minimal (Kimura et.al., 1999).

Bernard et.al.. membandingkan penggunaannya dengan nitroprusside untuk

pasien dewasa yang menjalanani pembedahan spinal fusion. Pada penelitian

ini kedua obat mencapai hipotensi dengan cepat akibat vasodilatasi sistemik.

MAP yang stabil mudah dicapai sesuai dengan protokol yang digambarkan.

Waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke tekanan darah baseline pada

kelompok nicardipine 20 menit lebih lama dibandingkan nitroprusside. Hal

ini disebabkan mekanisme seluler nitroprusside yang menyebabkan relaksasi

pembuluh darah melalui produksi nitric oxide yang memiliki waktu paruh 0,1

detik. Pelepasan donor nitric oxide menyebabkan restorasi tekanan darah

yang cepat.

Nicardipine akan mempengaruhi tonus otot pembuluh darah yang

tergantung kalsium. Pelepasan nicardipine tidak menghasilkan pengembalian

ke tekanan darah baseline sampai obat berdifusi keluar dari reseptor dan

terjadi keseimbangan kalsium intra dan ekstraseluler. Tetapi pengembalian

MAP yang lambat justru memberikan keuntungan karena proses yang

bertahap tanpa disertai rebound hypertension yang biasa terlihat pada

nitroprusside memberikan lebih banyak waktu untuk pembentukan bekuan

darah yang stabil dan mencegah hilangnya darah yang berlebihan paska

operasi. Nicardipine menghasilkan reflek takikardi yang minimal

dibandingkan nitroprusside. Meningkatnya reflek takikardi akan

membutuhkan infus vasoaktif tambahan yang pada akhirnya meningkatkan

biaya per pasien.

Dari segi biaya, nitroprusside lebih ekonomis dibandingkan nicardipine,

tetapi reflek takikardi yang ditimbulkan menyebabkan pasien membutuhkan

infuse vasoaktif tambahan berupa esmolol, sehingga nicardipine dinilai lebih

cost-effective. Di samping itu, penggunaan rutin nicardipine pada hipotensi

kendali mengurangi jumlah unit darah yang dibutuhkan sebesar 4-5 unit

autologous blood atau biaya sekitar $206.00/unit (Hersey et.al., 1997).

Penelitian lain yang mendukung yaitu Bernard et.al. menyimpulkan bahwa

hipotensi kendali pada pasien dewasa sehat lebih aman dan mudah dicapai

10

Page 11: teknik hipotensi

dengan infus nicardipine dibandingkan nitroprusside untuk spinal fusion

karena MAP baseline tercapai kembali secara bertahap dan lebih hemat.

Penurunan tekanan darah dan meningkatnya denyut jantung pada

anestesi isofluran lebih lama, tetapi klirens nicardipine lebih besar. Perbedaan

ini menunjukkan bahwa nicardipine meningkatkan ikatan reseptor target

dengan isofluran sehingga aktifitas simpatis medulla adrenal meningkat

secara intensif.

Waktu paruh nicardipine dengan anestesi sevofluran dan enfluran

berkisar 22-45 menit, tetapi meningkat 2 kali lipat dengan isofluran. Hal ini

disebabkan meningkatnya aliran darah hepar dengan isofluran (Nishiyama

et.al., 1997).

c) Trinitroglycerin (TNG)

Metabolisme nitroglycerin melibatkan pemecahan trinitrate yang terjadi

di hepar menjadi dimono-nitrate dan terakhir glycerol. Proses ini

menyebabkan aktivitas vasodilator molekul nitrat berkurang karena ukuran

molekul juga berkurang. TNG menghasilkan penurunan tekanan arteri yang

stabil dengan efek yang lebih besar pada tekanan sistolik dibandingkan

tekanan diastolik untuk mempertahankan aliran darah. Pemulihan dari

nitroglycerin membutuhkan waktu 10-20 menit, berbeda dengan SNP yang

membutuhkan waktu 2–4 menit, sehingga kurang ideal digunakan pada

pembedahan yang membutuhkan hipotensi yang ekstrim. Efek vasodilatasi

TNG lebih dominan pada sistim kapasitansi vena sehingga tekanan diastolik

dipertahankan lebih besar dan perfusi arteri koroner lebih baik dibandingkan

SNP. Efek ini menguntungkan pada pasien yang memiliki gangguan sirkulasi

serebral atau miokard (Simpson, 1992).

6. Manajemen anestesi dan monitoring

Sebelum operasi

1. Seorang ahli anestesi harus menguasai teknik hipotensi secara keseluruhan

2. Evaluasi pasien

11

Page 12: teknik hipotensi

3. Studi menunjukkan bahwa pasien dengan Hb minimal 10 gr/dl aman untuk

dilakukan teknik hipotensi

4. Analisa gas darah sebelum dan sesudah operasi dibutuhkan sebagai acuan

selama operasi dan sesudah operasi berlangsung.

5. Premedikasi meliputi anxiolitik, analgesic, alpha blocker, beta blocker dan

obat anti hipertensi dapat membantu selama melakukan anestesi dengan

teknik hipotensi.

Selama operasi

1. Mengurangi stress selama fase induksi

2. Jika menggunakan obat hipotensi intravena, line kedua harus terpasang.

Monitoring sangat berperan untuk keselamatan pasien selama anestesi dengan

teknik hipotensi

Monitoring tekanan darah dengan prosedur invasive sering di

rekomendasikan karena dapat memonitor tekanan darah denyut demi

denyut, dan juga dapat mempermudah akses untuk pemeriksaan

analisa gas darah dan hemoglobin.

EKG : terutama lead V5 dan segmen ST untuk mendeteksi adanya

anemia.

Saturasi Oksigen harus di monitor karena adanya risiko hipoksemia

akibat ketidak sesuaian antara ventilasi dan perfusi.

End Tidal CO2 : Untuk mencegah hipercarbia dan hipokapnia. Harus di

ingat bahwa hubungan antara End Tial CO2 dan PaCO2 berubah akibat

adanya hipotensi. Oleh karena itu analisa gas darah harus diperiksa

secara intermiten untuk memastikan PaCO2 dalam batas yang

diinginkan.

Suhu : Suhu inti tubuh penting untuk di monitor karena suhu tubuh

cepat menurun jika terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Hipotermia

dapat menurunkan tingkat efektivitas dari vasodilator sehingga

membutuhkan dosis yang lebih banyak akibat kompensasi timbulnya

vasokonstriksi.

Kehilangan darah: Respon fisiologis terhadap kehilangan darah dapat

hilang pada kondisi anestesi dengan teknik hipotensi. Oleh karena itu

12

Page 13: teknik hipotensi

kehilangan darah harus secara teliti di perkirakan dengan menimbang

jumlah kasa dan jumlah darah di botol suction.

Terapi cairan yang sesuai sangat penting pada anestesi dengan teknik

hipotensi. Tujuan hipotensi adalah menurunkan MAP sambil memantau

adekuatnya aliran darah ke organ-organ vital. Oleh karena itu kebutuhan cairan

preoperative harus dianalisa dan dikoreksi. Dalam waktu yang sama kebutuhan

cairan pemeliharaan harus diberikan. Kehilangan darah harus diganti dengan

jumlah yang sama dengan koloid atau tiga sampai empat kali lipat dengan

kristaloid. Jika perdarahan melebihi batas toleransi (20-25% dari estimasi volume

darah pasien), maka transfusi darah harus diberikan.

Teknik hipotensi harus dimulai saat dibutuhkan. Setelah hipotensi dimulai

dibutuhkan level pemantauan tekanan darah untuk meminimalisir perdarahan

dengan cara menentukan dosis obat hipotensi, baik itu secara manual atau

menggunakan infuse. Hipotensi hharus digunakan untuk mengurangi perdarahan

dan hanya untuk operasi yang dimana teknik hipotensi ini bermanfaat untuk

membatasi kehilangan darah.

Setelah operasi.

Penanganan post operasi yang adekuat dengan fasilitas resusitasi sangat

dibutuhkan. Perhatian setelah operasi diberikan pada airway, oksigenasi, analgesi,

monitoring , posisi, perdarahan dan keseimbangan cairan.

7. Komplikasi

Gangguan perfusi organ utama :

• thrombosis Cerebral

• Hemiplegia

• Nekrosis hepar masif

• kebutaan

• Retinal artery thrombosis

• Ischemic optic neuropathy

Komplikasi operasi

• Reactionary hemorrhage

• Hematoma formation

13

Page 14: teknik hipotensi

Peningkatan tekanan intrakranial yang dihasilkan oleh nitroglycerin

lebih besar dibandingkan SNP. Dosis TNG biasanya dimulai 0,2-0,5

ug/kg/menit dan ditingkatkan bertahap hingga level hipotensi yang

diharapkan tercapai. TNG tidak menimbulkan takifilaksis, toksisitas dan

rebound hypertension seperti SNP (Mostellar, 2000).

14

Page 15: teknik hipotensi

BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas

Nama : Ny. HL

Jenis Kelamin : Perempuan

No. Rekam Medis : 211-96-65

Ruangan : Bedah Thorax

Usia : 38 Tahun

Diagnosa : OMSK

Tindakan : Mastoidektomi

2. Anamnesis

(Kunjungan Pra Anestesia pada Minggu, 20 Juli 2014)

2.1. Kebiasaan

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok.

2.2. Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan maupun udara.

2.3. Riwayat Penyakit

Pasien menyangkal memiliki riwayat asma, penyakit jantung, ginjal, hepar,

hipertensi, diabetes mellitus dan kecelakaan/trauma.

2.4. Riwayat Operasi

Pasien sebelumnya pernah operasi SC dengan anestesi spinal, tidak terdapat

masalah.

2.5. Keadaan Saat Ini

Pasien tidak sedang demam, batuk maupun flu.

2.6. Kajian Sistemik

Pasien tidak memiliki riwayat pingsan, stroke, kejang maupun muntah.

Riwayat gigi, pasien tidak memiliki gigi palsu maupun gigi yang goyang.

15

Page 16: teknik hipotensi

3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum:

Kesadaran :

Berat Badan : 63 kg TB : 160 cm

Tanda Vital:

TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit

N : 72 x/ menit S : 36,4

Kepala dan Leher: Normochepal, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik

(-/-)

Thorax :

o Jantung

Inspeksi : Ictus cordis (-)

Palpasi: : Icuts cordis teraba

Perkusi :

batas atas kiri: SIC II LPS sinistra

batas atas kanan:SIC II LPS Dekstra

batas bawah kiri : SIC V LMC Sinistra

batas bawah kanan: SIC IV LPS Dextra

Auskultasi : Si-S2 reguler, gallop (-). Murmur (-)

o Paru

Inspeksi :Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis serta

tidak ditemukan retraksi dan ketertinggalan gerak.

Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan tidak

terdapat ketertinggalan gerak.

Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua pulmo.

Tidak terdengar suara wheezing.

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, simetris

Auskultasi : BU (+)

Perkusi : Timpani

16

Page 17: teknik hipotensi

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Jejas (-), bekas trauma (-), massa (-), sianosis (-), turgor kulit cukup, akral

hangat.

Mallampati Skor : 3 jari pasien

Bukaan mulut : 3 jari pasien

Jarak mento-hyoid : 2 jari pasien

Jarak tiro-hyoid : 2 jari pasien

4. Pemeriksaan Laboratorium

Hb :12,4 g/dl Na/Cl : -

Ht : 40,1 % SGOT : 19 U/L

Leukosit : 7,3 ribu/mm3 SGPT : 15 U/L

Trombosit : 357 ribu/mm3 Ureum : 25 mg/dl

GDP : 93 mg/dl Kreatinin : 0,9 mg/dl

PT : 13,5 detik APTT : 31,1 detik

BT : 4 menit Kalium : 4,3

CT : 8 menit

5. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen Thorax dbn

Rontgen Mastoid: mastoiditis kronis dekstra dengan suspek cholesteatom.

6. Kesan ASA (The American Society of Anesthesiologist)

Kesan ASA 1 (Pasien normal yang sehat)

7. Rencana Anestesi

A. General anestesi dengan ETT non kinking dengan epidural

1. Premedikasi :

Midazolam (0,05-0,1mg/kgBB)

BB : 63 kg

0,05 x 63 = 3,15 mg

17

Page 18: teknik hipotensi

0,1 x 63 = 6,3 mg

→ 4 mg

Sediaan 5cc: 1mg/cc → 4 cc

Fentanyl (1-3 µg/kgBB)

1x63 = 63 µg

3x 63 = 189 µg

→ 100 µg

Sediaan 2cc : 50 µg/cc → 4 cc

2. Induksi :

Propofol (2-2,5 mg/kgBB)

2 x 63 = 126 mg

2,5 x 63 = 189 mg

→ 130 mg

Sediaan 20 cc: 10 mg/ml → 13 cc

3. Pelumpuh Otot :

Atracurium (0,5-0,6 mg/kgBB)

0,5 x 63 = 31,5 mg

0,6 x 63 = 37,8 mg

→ 40 mg

Sediaan 2,5cc: 10 mg/ml → 3 cc

Rumatan (0,1 mg/kgBB)

0,1 x 53 = 5,3 mg 5 mg = 0,5 cc

4. Ventilasi positif O2 4 L/menit

Oksigen yang harus diberikan 63 X 6 = 378

378 X 12 = 4536 ml 4 L

5. Pemasangan ETT

Dewasa wanita digunakan ETT biasa dengan cuff ukuran 7,0

18

Page 19: teknik hipotensi

6. Maintenance :

N2O & O2 serta sevofluran 1,5 Vol%

BMR O2 : 3-5 ml/kgBB

3 x 53 = 159 ml

5 x 53 = 265 ml

→ 300 ml

N2O : O2 = 1 : 3 = 1 L : 3 L

7. Medikasi Teknik Hipotensi

Selain menggunakan agen anestesi (IV maupun gas), juga digunakan

obat dari golongan alfa-adrenergik yaitu Catapres.

Catapres (1-2 mcg/kgBB)

53 mcg -106 mcg 60 mcg

8. Monitoring :

Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesia :

Pengamatan tanda klinis (kualitatif) seperti pergerakan dada,

observasi reservoir breathing bag, serta pastikan stabilitas ETT

tetap terjaga.

Pemantauan adekuat tidaknya oksigenasi selama anestesia :

Pemantauan dibantu dengan pemasangan pulse oximetri untuk

mengetahui saturasi O2.

Pemantauan adekuat tidaknya fungsi sirkulasi pasien :

- Pemantauan tekanan darah arterial dan denyut jantung

- Pemantauan EKG secara kontinu mulai dari sebelum induksi

anestesi.

- Setiap pasien yang mendapat anestesi, selain dari metode

pemantauan (monitor), bisa dilakukan perabaan denyut nadi

atau auskultasi bunyi jantung.

19

Page 20: teknik hipotensi

Pemantauan tekanan darah selama operasi berlangsung pada

tekanan sistolik berada pada kisaran

Jam TD MAP

09.10 130/80 70

09.25 110/60 70

09.40 95/50 65

09.55 89/54 55

10.10 100/65 55

10.25 88/58 50

10.40 90/50 60

10.55 95/54 61

11.10 93/45 68

11.25 98/47 61

11.40 100/54 65

11.55 100/55 66

12.10 105/55 67

12.25 104/56 66

12.40 100/50 60

12.55 90/50

13.10 89/55

13.25 95/55

13.40 94/60

13.55 97/58

14.10 100/60

Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesia

- Input : berupa Infus

- Output : Perdarahan, urin.

- Maintenance : (4x10)+(2x10)+(1x43) = 94 ml

- Operasi : 54x6 = 324 ml

20

Page 21: teknik hipotensi

- Puasa : 94x6 = 564

- Jam I : ½ Puasa + Maintenance + Operasi

282+94+324 = 700 ml

- Jam II : ¼ Puasa + Maintenance + Operasi

141+94+324 = 559 ml

- Jam III : ¼ Puasa + Maintenance + Operasi

141+94+324 = 559 ml

Kebutuhan cairan selama operasi 700+559+559= 1818 ml

Cairan yang diberikan selama anestesi : RL jumlah ± 2000 cc

Cairan yang keluar selama operasi

- Urin ± 300 ml

- Perdarahan ± 150 ml

- Total jumlah cairan keluar ± 450 ml

Hasil pemantauan dicatat di atas rekam medis anestesi pasien.

o Lain-lain :

Inj. Ondancentron 4 mg

Inj. Ketorolac 30 mg

Inj. Asam Tranexamat 500 mg

8. Recovery Room (Aldrette Score)

Kesadaran : 2

Pernafasan : 1

Tekanan darah : 1

Aktivitas : 2

21

Page 22: teknik hipotensi

Warna kulit/SpO2 : 2

TOTAL : 8

Nilai 2 1 0

Kesadaran Sadar, orientasi baik Dapat

dibangunkan

Tidak dapat

dibangunkan

Warna Merah muda (pink),

tanpa O2, SaO2 >

92%

Pucat atau

kehitaman, perlu

O2 agar SaO2 >

90%

Sianosis, dengan

O2, SaO2 tetap <

90%

Aktivitas 4 ekstremitas

bergerak

2 ekstremitas

bergerak

Tak ada

ekstremitas

bergerak

Respirasi Dapat nafas dalam,

batuk

Nafas dangkal,

sesak nafas

Apnu atau

obstruksi

Kardiovaskular TD berubah < 20% Berubah 20-30% Berubah > 50%

9. Tindak Lanjut

Observasi tanda-tanda vitalpost operasi

O2 nasal kanul 3 LPM

Ketorolac 3x30 mg (iv)

Ondansentron 3x4 mg (iv)

Diet bertahap

Lain-lain sesuai THT

22

Page 23: teknik hipotensi

BAB III

PEMBAHASAN

Perempuan usia 38 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalankan

operasi Mastoidektomi pada tanggal 21 Juli 2014 dengan diagnosis pre operatif

yaitu OMSK. Rencana pre-operatif adalah dengan pemberian maintenance cairan

sesuai berat badan serta dipuasakan selama 6-8 jam sebelum operasi yang

bertujuan untuk memperkecil kemungkinan adanya aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah saat dilakukan anestesi.

Pada operasi untuk pasien ini, metode anestesi yang dipilih adalah anestesi

umum dengan intubasi dan teknik hipotensi. Indikasi dilakukannya teknik

hipotensi pada kasus ini adalah lokasi operasi berada di telinga, tujuan teknik

hipotensi dilakukan pada operasi ini bertujuan untuk meningkatkan lapang

pandang / visualisasi dari operator serta mengurangi perdarahan pada pasien.

Obat hipotensi yang digunkan pada operasi ini adalah agen anestesi gas, dan

obat penurun tekanan darah golongan alfa-blocker. Catapres merupakan agen a2-

adrenergik blocker. Catapres akan menempati reseptor a2 di susunan saraf pusat

yang mengakibatkan penurunan kerja simpatis yang menyebabkan penurunan

resistensi primer dan jantung sehingga terjadilah penurunan tekanan darah. Obat

ini diberikan secara bolus iv dengan durasi kerja 3-7 jam. Gas anestesi yang

digunakan adalah isoflurane dengan memblok ganglion simpatik trimetaphan dan

pentolinium menyebabkan hambatan ganglion otonom melalui mekanisme

inhibisi kompetitif asetilkolin. Selain itu isofluran mengurangi aliran darah ke

ginjal sebesar 49%. Mekanisme ini disebabkan menurunnya redistribusi aliran

darah dari ginjal karena berkurangnya SVR dan tahanan vaskuler renal.

Tekanan darah awal pasien adalah 130/85 mmHg dengan MAP 65 sebelum

dilakukan premedikasi pada pasien, setelah diberikan premedikasi, induksi dan

pelumpuh otot terjadi sedikit penurunan tekanan darah pada pasien. Lalu

diberikan catapress iv sebanyak 35mcg, dengan tujuan menurunkan tekanan darah

hingga tekanan darah sistolik antara 90-80 mmHg atau MAP 50-70 mmHg sesuai

dengan batas aman dari teknik hipotensi.

23

Page 24: teknik hipotensi

Pada operasi ini dilakukan teknik hipotensi dengan monitoring tekanan

darah pada kisaran tekanan sistolik 100-80 mmHg dengan MAP 50-70 mmHg.

Pada pukul 11.55 terjadi peningkatan tekanan darah pasien dengan MAP pasien

66-67 mmHg, maka dilakukan kembali penambahan dosis obat hipotensinya.

Adanya peningkatan tekanan darah pada pasien diakibatkan karena durasi kerja

obat pada masing-masing individu berbeda. Pada pasien ini yaitu pada jam ke-3.

Setelah prosedur selesai, gas anestesi isofluran diturunkan perlahan agar

pasien mudah dibangunkan. Setelah itu lakukan bagging untuk memancing pasien

agar dapat bernafas normal. Jika pasien sudah dapat bernapas normal dilakukan

ekstubasi lalu disungkup hingga pasien sadar dan dapat membuka mata.

24