Pbl Blok 10
-
Upload
cristofher-sitanggang -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
description
Transcript of Pbl Blok 10
Sistem Urinaria dalam Peranannya sebagai Homeostasis
Jelita Septiwati Sitanggang
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
NIM : 102011385. E-mail : [email protected]. Kelompok : B7
1. Pendahuluan
Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan homeostasis,
yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerja sama untuk mengatur suhu
tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel lainnya. Mengingat bahwa
organisme hidup harus mengambil nutrisi dan air, satu fungsi homeostatis penting adalah
eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan bahan kimia dan cairan, sehingga dapat
menjaga keseimbangan internal. Oleh sebab itu, fungsi homeostasis ini berkaitan erat dalam
sistem kemih yang akan dibahas dalam makalah ini.
2. Isi
2.1 Skenario
Seorang laki-laki usia 58 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak pada
kedua kaki sejak sekitar 4 bulan yang lalu. Sejak 2 minggu terakhir bengkak dirasakan semakin
parah dan perutnya mulai membuncit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
150/90mmHg, pitting oedem dan asites.
2.2 Identifikasi istilah
Pitting Oedem
Merupakan cara pemeriksaan oedem dimana oedem akan tetap cekung setelah penekanan
ringan, dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak
4,5kg.1
Asites
Merupakan penimbunan cairan serosa (mirip serum) di rongga peritoneum.2
2.3 Hipotesis
Kaki bengkak, perut buncit dan hipertensi terjadi karena ada gangguan mekanisme kerja
ginjal.
Page | 1
3. Pembahasan
Sistem Kemih
Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).3
Sistem perkemihan (urinaria) terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Namun proses pembentukan urin terjadi di ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih dan uretra
hanya sebagai struktur saluran kemih saja.3
GINJAL
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya
sekitar 12,5cm dan tebalnya 2,5cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal
memiliki berat antara 125 - 175 gram pada laki-laki dan 115 – 155 gram pada perempuan.4
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, di depan dua
kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas
mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Disebelah
posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dianterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.4
Setiap ginjal diselubungi oleh tiga lapisan jaringan ikat yaitu4 :
1. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada
struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
2. Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini
membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
3. Kapsul fibrosa adalah membran halus transparan yang lansung membungkus ginjal dan
dapat dengan mudah lepas.
A. Struktur internal ginjal4
1. Hilus adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
2. Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus. Sinus ini
membentuk perlengketan untuk jalan masuk dan keluar ureter , vena dan arteri renalis,
saraf dan limfatik.
Page | 2
3. Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi dua
sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian penghasil urine
pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang mejadi beberapa (8-18) kaliks minor.
4. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal.
Jaringan ini terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Medula yang terdiri dari massa massa triangular yang disebut piramida ginjal.
Ujung yang sempit dari setiap piramida, papila, masuk dengan pas dalam callyx
minor dan ditembus mulur duktus pengumpul urine.
b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefronyang merupakan unit
struktural dan fungsional ginjal. Korteks terletak di antara-antara piramida medula
yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-
tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus pengumpul.
5. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida
ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang melapisinya.
B. Struktur Nefron4
Satu ginjal menmgandung jutaan nefron yang merupakan unit pembentuk urine. Setiap
nefron memiliki satu komponen vascular (kapiler) dan satu komponen tubular.
a. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda
disebut kapsul Bowman. Glomerulus dan kapsul Bowman bersama-sama membentuk
sebuah korpuskel ginjal.
b. Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelia kuboid yang
kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen.
c. Ansa henle, Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle
yang masuk kedalam medulla, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan
membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
d. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
e. Tubulus dan duktus pengumpul. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul
besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang
mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal
Page | 3
melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke
kandung kemih.
C. Peranan Ginjal5
1. Homeostasis
- Mempertahankan keseimbangan air
- Mempertahankan osmolaritas dari cairan tubuh
- Mengatur jumlah dan konsentrasi elektrolit cairan tubuh
- Mempertahankan volume plasma dan keseimbangan asam basa
2. Ekskresi
- Mengekskresikan sisa sisa metabolisme (urea, asam urat, dan kreatinin)
- Mengeluarkan komponen asing lain (obat, food additives dan materi non nutrisi
eksogen)
3. Hormonal
- Memproduksi eritropoetin (hormon yang menstimulasi produksi sel darah merah)
- Memproduksi renin (suatu enzimatik hormon yang mentriger suatu rangkaian reaksi
yang penting pada konservasi garam oleh ginjal)
4. Metabolisme
- Mengubah vitamin D dalam bentuk aktif (Calcitriol)
Mekanisme Kerja Ginjal
A. Filtrasi Glomerulus6
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya menuju
glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen relatif cukup tinggi
sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga keadaan ini menimbulkan
filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari
tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter,
vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran glomerulus mempunyai ciri
khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel
kapiler, membrane basalis, lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman.
Page | 4
Permeabilitas membarana glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan
permiabilitas kapiler pada jaringan lain.
Laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan
waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.5 Faktor-
faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut6:
a. Tekanan glomerulus : semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju
filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi,
dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran darah ginjal : semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat
laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen : apabila terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabkan
laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferen : pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi
peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.
e. Pengaruh perangsangan simpatis : rangsangan simpatis ringan dan sedang akan
menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
Dalam cairan filtrat tidak ditemukan eritrosit, sedikit mengandung protein (1/200
protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat
dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrat
glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar
99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.6
Page | 5
B. Reabsorbsi Tubulus6
Bila suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor melintasi membran
epitel tubulus ke dalam cairan interstisiil ginjal dan kemudian melalui membran kapiler
peritubulus kembali ke dalam darah. Reabsorbsi melalui epitel tubulus ke dalam cairan
interstisial meliputi transport aktif atau pasif dengan mekanisme dasar yang sama. Transpor
aktif dapat mendorong suatu zat terlarutmelawan gradien elektrokimia dan membutuhkan
energi yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan langsung dengan suatu
sumber energi, seperti hidrolisis ATP, disebut sebagai transport aktif primer.6
Sebagai contoh adalah pompa natrium kalium ATPase yang berfungsi pada hampir
semua bagian tubulus ginjal. Pada sisi basolateral sel ± sel epitel tubulus membrane sel
mempunyai system natrium kalium ATPase ekstensif yang menghidrolisis ATP dan
menggunakan energy yang dilepaskan untuk mentranspor ion natrium keluar dari sel masuk
ke dalam interstisium. Pada waktu yang bersamaan, kalium ditranspor dari interstisium ke
dalam sel. Cara kerja pompa ion ini mempertahankan konsentrasi natrium intrasel tetap
rendah dan kalium intrasel tetap tinggi serta menciptakan suatu muatan negative akhir kira-
kira -70 milivolt didalam sel. Reabsorbsi akhir ion natrium dari lumen tubulus kembali ke
dalam darah melibatkan setidaknya tiga tahap6 :
1. Natrium berdifusi melalui membrane luminal ke dalam sel mengikuti suatu gradient
elektrokimia yang terbentuk oleh pompa natrium ± kalium ATPase pada sisi
basolateral membran.
2. Natrium di transport melalui membrane basolateral melawan suatu gradient
elektrokimia yang ditimbulkan oleh pompa natrium ± kalium ATPase.
3. Natrium, air, dan zat ± zat lain direabsorbsi dari cairan interstisiil kedalam kapiler
peritubulus dengan cara ultrafiltrasi, yaitu suatu proses pasif yang digerakkan oleh
gradient tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotic.6
Akibat yang ditimbulkan dari reabsorbsi natrium, ada proses solvent drag yaitu proses
reabsorbsi natrium yang diikuti oleh reabsorbsi air. Selain Air, sewaktu natrium
direabsorbsi melalui sel epitel tubulus, ion negative seperti klorida ditranspor bersama
Page | 6
dengan natrium karena adanya potensial listrik. Dengan demikian, transport ion natrium
bermuatan positif keluar dari lumen menjadi bermuatan negative, dibandingkan dengan
cairan interstisiil. Hal ini menyebabkan ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur
paraselular. Reabsorbsi tambahan ion klorida timbul karena terjadinya gradient konsentrasi
klorida ketika air direabsorbsi dari tubulus dengan cara osmosis, sehingga
mengkonsentrasikan ion klorida dalam lumen tubulus. Jadi reabsorbsi aktif natrium
berpasangan erat dengan reabsorbsi pasif klorida melalui potensial listrik dan gradient
konsentrasi klorida. Ureum juga direabsorbsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih
sedikit daripada ion klorida. Ketika air direabsorbsi dari tubulus , konsentrasi ureum dalam
lumen tubulus meningkat. Hal ini menimbulkan gradient konsentrasi yang menyebabkan
reabsorbsi ureum. Akan tetapi ureum tidak bisa memasuki tubulus semudah air, kira ± kira
hanya satu setengah ureum yang difiltrasi melalui glomerulus, akan direabsorbsi dari
tubulus. Ureum yang masih tersisa akan masuk ke dalam urin.6
1. Reabsorbsi Tubulus Proksimal6
Secara normal sekitar 65 % dari muatan natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai persentase
yang lebih rendah dari klorida, akan direabsorbsi oleh tubulus proksimal sebelum mencapai
ansa Henle. Tubulus proksimal mempunyai kapasitas yang besar untuk reabsorpsi aktif dan
pasif. Kapasitas reabsorpsi yang besar dari tubulus proksimal adalah hasil dari sifat- sifat
selularnya yang khusus. Sel epitel tubulus proksimal bersifat sangat metabolic dan
mempunyai sejumlah besar mitokondria untuk mendukung proses transport aktif yang kuat.
Selain itu, sel tubulus proksimal mempunyai banyak brush border pada sisi lumen
membrane, dan juga labirin interselular serta kanalis basalis yang luas: semuanya ini
menghasilkan area permukaan membrane yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral
dari epitel untuk mentranspor ion natrium dan zat lain dengan cepat. Pada pertengahan
pertama tubulus proksimal, natrium direabsorbsi dengan cara ko transport bersama sama
dengan glukosa, asam amino dan zat terlarut lainnya. Ko transport ini dibantu oleh adanya
protein di dinding lumen tubulus. Tetapi pada pertengahan kedua dari tubulus proksimal,
hanya sedikit glukosa dan asam amino yang direabsorbsi. Pertengahan kedua tubulus
proksimal memiliki konsentrasi klorida yang relative tinggi ( 140 mEq/L) dibandingkan
dengan bagian awal tubulus proksimal(105 mEq/L) karena saat natrium direabsorbsi,
Page | 7
natrium membawa glukosa, bikarbonat dan ion organic pada bagian awal tubulus
proksimal, meninggalkan suatu larutan yang mempunyai konsentrasi klorida yang sangat
tinggi. Zat terlarut organic tertentu seperti glukosa , asam amino, dan bikarbonat lebih
banyak direabsorbsi daripada air, sehingga konsentrasi zat-zat tersebut menurun dengan
nyata disepanjang tubulus proksimal. Zat - zat terlarut organic yang lain yang kurang
permeable dan tidak direabsorbsi secara aktif seperti, kreatinin konsentrasinya meningkat
disepanjang tubulus.
2. Reabsorbsi di Lengkung Henle6
Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda, antara lain segmen tipis
desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tabal asenden. Bagian segmen desenden tipis
sangat permeable terhadap air dan sedikit permeable terhadap sebagaian zat terlarut
termasuk ureum dan kreatinin. Sekitar 20 % dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di
ansa henle dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis asenden. Lengkung asenden
termasuk bagian tipis dan bagian tebal sebenarnya tidak permeable terhadap air, suatu
karakteristik yang penting untuk memekatkan urin. Segmen tebal dari ansa henle yang
dimulai dari asenden mempunyai aktivitas metabolic tinggi dan mampu melakukan
reabsorbsi aktif natrium, klorida dan kalium. Sekitar 25 % dari muatan natrium, klorida,
dan kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa henle, kebanyakan dilengkung tebal
asenden. Pada segmen tebal asenden juga terjadi reabsorbsi paraselular yang bermakna dari
kation, seperti Mg2+, Ca++,Na+, dan K+ yang disebabkan oleh muatan lumen tubulus yang
lebih positif dibandingkan cairan interstisiil.
3. Reabsorbsi di Tubulus distal6
Segmen tebal ascendens ansa Henle berlanjut ke dalam tubulus distal. Bagian paling
pertama dari tubulus distal membentuk bagian kompleks jugstaglomerulus yang
menimbulkan kontrol umpan balik GFR dan aliran darah dalam nefron yang sama.Tubulus
distal banyak mereabsorpsi ion-ion, termasuk natrium, kalium, dan klorida, tetapi
sesungguhnya tidak permeabel terhadap air dan ureum. Karena alasan itu, bagian ini sering
disebut segmen pengencer. Reabsorbsi yang terjadi di tubulus ini merupakan reabsorbsi
Page | 8
fakultatif, dimana zat yang direabsorbsi sesuai dengan kebutuhan tubuh saja. Berbeda
dengan di tubulus proksimal, yang berdasarkan proporsinya tiap zat (reabsorbsi obligat).
4. Reabsorbsi di Duktus koligentes6
Duktus ini adalah bagian terakhir dari pemrosesan urin dan karena itu memainkan peranan
sangat penting dalam menentukan keluaran akhir dari air dan zat terlarut dalam urin. Ciri-
ciri khusus segemen tubulus ini :
a. Permeabilitas duktus koligentes dikontrol oleh kadar ADH. Dengan kadar ADH yang
tinggi, air banyak direabsorpsi, sehingga mengurangi volume urin dan memekatkan
urin.
b. Duktus koligentes ini bersifat permeabel terhadap ureum, sehingga turut berperan
dalam kemampuan ginjal untuk memekatkan urin.
c. Duktus koligentes ini mampu menyekresikan ion hidrogen melawan gradient
konsentrasi yang besar untuk mengatur keseimbangan asam basa.
C. Sekresi Tubulus5
Seperti reabsorbsi di tubulus, sekresi tubulus juga melibatkan transport transepitel. Dengan
menyediakan rute pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahan tertentu, sekresi
tubulus, pemindahan diskret bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus,
menjadi mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi bahan-bahan ini dari tubuh.
Setiap bahan yang masuk ke dalam cairan tubuh, baik melalui filtrasi glomerulus maupun
sekresi tubulus, dan tidak direabsorbsi, akan dieliminasi oleh urin.
Bahan- bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen, ion kalium,
serta anion dan kation anorganik, yang banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi
tubuh.
1. Ion Hidrogen
Sekresi H+ ginjal penting dalam mengatur keseimbangan asam basa di tubuh. Ion hidrogen
disekresikan ke dalam cairan tubulus dieleminasi dari tubuh melalui urin. Ion hidrogen
Page | 9
dapat disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan tingkat sekresi
H+ meningkat. Sebaliknya sekresi H+ berkurang jika H+ di cairan tubuh terlalu rendah.
2. Ion Kalium
Ion ini secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di berbagi tubulus. Ion ini secara
aktif direabsorbsi di tulubulus proksimal dan secara aktif disekresikan di tubulus distal dan
duktus koligentes. Di awal tubulus, ion ini direabsorbsi secara konstan dan tanpa
dikendalikan, sementara sekresi K+ di tubulus distal bervariasi dan di bawah kontrol,
karena dikendalikan oleh aldosteron. Hormon inilah yang merangsang sekresi K+ dan
sekaligus meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh sel sel tubulus.
3. Ion bikarbonat
Ion bikarbonat terutama direabsorpsi dalam bentuk karbon dioksida, bukan dalam bentuk
ion bikarbonat itu sendiri. Pertama-tama ion bikarbonat bergabung dengan ion hidrogen
yang disekresikan ke dalam cairan tubulus oleh sel epitel. Reaksi tersebut membentuk asam
karbonat yang kemudian berdisosiasi menjadi air dan karbondioksida. Karbon dioksida
tersebut, karena sangat larut dalam lemak, berdifusi dengan cepat melalui membran tubulus
ke dalam darah kapiler kapiler peritubulus. Bila ada lebih banyak ion bikarbonat dari pada
ion hidrogen yang tersedia, hampir semua ion bikarbonat berlebihan mengalir ke dalam
urin karena tubulus tersebut hanya sediki permeabel terhadap ion bikarbonat.
4. Ureum, Kreatinin, asam urat (Ion organik)6
Jumlah ureum yang direabsorpsi adalah kira-kira 50% dari jumlah total yang direabsorpsi
selama seluruh perjalanan melalui sistem tubulus tersebut. Kreatinin sama sekali tidak
direabsorpsi di dalam tubulus, sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam
tubulus oleh tubulus proksimal sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20%.
Ion urat diabsorpsi jauh lebih banyak kira-kira 86% direabsorpsi. Tetapi meskipun
demikian, sejumlah besar urat tetap berada di dalam cairan yang akhirnya dikeluarkan ke
dalam urin. Beberapa produk akhir lain seperti sulfat, fosfat, dan nitrat, diangkut dengan
cara yang banyak persamaannya dengan pengangkutan ion urat. Semua zat ini biasanya
direabsorpsi dalam jumlah yang lebih sedikit daripada air sehingga konsentrasinya menjadi
Page | 10
sangat meningkat ketika mereka mengalir sepanjang tubulus tersebut. Namun dalam
tingkat tertentu masing-masing zat tersebut direabsorpsi secara aktif, sehingga
mempertahankan konsentrasi mereka di dalam cairan ekstrasel agar tidak turun terlalu
rendah.
D. Autoregulasi5
Laju filtarasi glomerolus ( LFG) meningkat jika disebabkan peningkatan arteri maka
cairan yang difiltrasi dan mengalir melalui ubulus distal lebih besar dari pada normal.Jika
terjadi perubahan tekanan draah sistemik, maka akan terjadi perubahan pula pada tonus
arteiol aferen. Akan tetapi tekanan hidrostatik kapiler tetap. Itu disebabkan adanya
pengaturan yang disebut autoregulasi.
1. Mempertahankan aliran darah ginjal dan GFR agar relatif konstan, walaupun terjadi
perubahan tekanan arteri dalam batas tertentu
2. Mempertahankan pengiriman oksigen dan bahan nutrisi lain ke jaringan dan membuang
sisa metabolisme
3. Memungkinkan terjadinya kontrol yang tepat terhadap ekskresi air dan zat terlarut
Autoregulasi sangat penting karena pergeseran LFG yang tidak diinginkan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan zat sisa. Mekanismenya meliputi
umpan balik tubulus glomerolus dan miogenik yang bekerja sama untuk melakukan
autoegulasi terhadap LFG dalam kisaran tekanan darah arteri rata-rata 80-180 mmHg.5
E. Counter Current5
Counter current merupakan mekanisme 2 buah pembuluh yang berjalan berdekatan dan
sejajar namun memiliki arah yang berlawanan. Dimana kedua pambuluh itu adalah ansa
henle pars ascenden dan ansa henle pars descenden. Counter current dibagi atas dua jenis,
yaitu :
1. Counter current multiplier, dimana pada jenis ini cairan interstisiel medullanya
hiperosmolar, air dapat keluar dari ansa henle dan terjadi pemekatan urin.
Page | 11
2. Counter current exchanger ( vasa recta ), pada jenis ini sangat permeabel terhadap solute
dan air. Fungsinya yaitu agar dapat mempertahankan hiperosmolaritas medulla serta
mengangkut nutrient dan O2 ke tubulus.
Hormon yang Berperan dalam Pengaturan Keseimbangan Cairan Tubuh7
• Hormon antidiuretik (ADH) adalah hormone yang dihasilkan oleh hipotalamus, disimpan dan
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis sebagai respons terhadap perubahan dalam osmolalitas
plasma. Osmolalitas adalah konsentrasi ion dalam suatu larutan. Dalam hal ini, larutannya
adalah darah. Apabila asupan air menjadi kurang atau banyak air yang hilang, ADH akan
dikeluarkan sehingga membuat ginjal menahan air. ADH memengaruhi nefron bagian distal
untuk memperlancar permebilitas air sehingga lebih banyak air yang direabsorpsi dan
dikembalikan ke dalam sirkulasi darah.
• Eritropoietin. Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi eritrosit. Ginjal
memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang mengaktifkan eritropoietin,
hormone yang dihasilkan hepar. Fungsi eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah, terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum tulang pasien
penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memproduksi sel darah merah.
• 1,25-dihidrovitamin D3. Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium dan fosfor.
Kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang, pertumbuhan sel, pembekuan darah,
respons hormone, dan aktivitas listrik selular. Ginjal adalah pengatur utama keseimbangan
kalsium-fosfor. Ginjal melakukan hal ini dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari
makanan) ke bentuk yang lebih aktif, yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Ginjal meningkatkan
kecepatan konversi vitamin D jika kadar kalsium atau fosforus serum menurun. Vitamin D
molekul yang aktif (1,25-dihidrovitamin D3), bersama hormone paratiroid dapat meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfor oleh usus.
• Aldosteron. Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah, terutama
dengan mengatur volume plasma dan tonus vaskular. Volume plasma dipertahankan melalui
reabsorpsi air dan pengendalian komposisi cairan ekstraseluler (misalnya terjadi dehidrasi).
Page | 12
Korteks adrenal mengeluarkan aldosteron. Aldosteron membuat ginjal menahan natrium yang
dapat mengakibatkan reabsorpsi air.
• Renin. Modifikasi tonus vaskular oleh ginjal dapat juga mengatur tekanan darah. Hal ini
terutama dilakukan oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah hormon yang
dikeluarkan oleh juksta glomeruli dari nefron sebagai respons terhadap berkurangnya natrium
waktu tekanan darah menurun. Renin menstimulasi konversi angiotensinogen (zat yang
dikeluarkan hepar) ke angiotensin I. Konversi angiotensin I ke angiotensin II oleh enzim
pengubah angiotensin dari paru-paru (Angiotensin Converting Enzyme), menghasilkan
vasokontriksi yang kuat.
• Prostaglandin dan Bradikinin. Kedua hormon ini merupakan hormon yang dihasilkan ginjal,
juga membantu meningkatkan tekanan darah. Kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respons
terhadap iskemia ginjal, adanya ADH dan angiotensin II, serta stimulasi simpatis.
Hubungan Skenario dengan Pembahasan
Pada kasus skenario menyebutkan bahwa laki-laki usia 58 tahun mengalami kaki bengkak di
kedua kakinya, lalu perut membuncit, dan pada saat pemeriksaan fisik, diduga menderita
hipertensi. Kaki bengkak disebabkan karena penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel
tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh, sehingga sering dikenal dengan Edema. Sedangkan
perut membuncit pada pasien dikenal dengan nama asites karena terjadinya penimbunan cairan di
rongga perut, sehingga mengakibatkan tekanan darah tinggi.2 Faktor-faktor fisiologis yang
menyebabkan edema adalah5 :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik
2. Penurunan tekanan onkotik plasma
3. Obstruksi saluran limfe
4. Peningkatan permeabilitas kapiler
5. Gangguan pertukaran natrium/keseimbangan elektrolit
Page | 13
Ketika terjadinya edema pada jaringan subkutan yang berdekatan dengan rongga potensial,
cairan edema biasanya juga akan terkumpul di rongga potensial, yang disebut efusi. Rongga
abdominal merupakan tempat paling mudah untuk terjadinya penggumpalan cairan efusi, dan pada
keadaan ini, efusi disebut asites.8 Faktor-faktor tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan cairan ditubuh sehingga menderita edema, asites dan hipertensi. Selain
itu, bisa juga pengaruh faktor usia pasien, karena jika umur lansia, organ-organ tubuh yang ikut
terlibat dalam keseimbangan cairan tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik lagi akibat
degenerasi.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ginjal penting dalam tubuh untuk
menyeimbangkan cairan elektrolit di dalam tubuh. Oleh sebab itu, proses ginjal seperti filtrasi,
reabsorbsi, sekresi, autoregulasi dan counter current sangat berperan dalam fungsi homeostasis
tersebut. Jadi, jika ada gangguan dalam mekanisme kerja ginjal dapat menyebabkan cairan tubuh
tidak seimbang sehingga mengakibatkan seseorang mengalami edema, asites dan hipertensi.
Daftar Pustaka
1. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem kardiovaskular.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009. h.100.
2. Corwin EJ. Subekti NB, editor. Patofisilogi : buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.
3. Fawcett DW. Buku ajar histologi. Edisi 12. Jakarta: EGC; 2002. h.30.
4. Slonane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003. h. 318-321.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011.
6. Guyton AC. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed.9. Jakarta: EGC; 1997.h.397-502.
7. Tamsuri A. Klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Jakarta:EGC;
2008.h.33-4.
8. Harrison, Asdie AH, editor. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1993.
h.217.
Page | 14