Pancasila sebagai Paradigma

58
Pancasila sebagai Paradigma Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya: 1. Bidang Politik 2. Bidang Ekonomi 3. Bidang Social Budaya 4. Bidang Hukum 5. Bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila. Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus. I. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan. Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.

description

education

Transcript of Pancasila sebagai Paradigma

Page 1: Pancasila sebagai Paradigma

Pancasila sebagai Paradigma

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.

Yang menyandangnya itu di antaranya:

1. Bidang Politik2. Bidang Ekonomi3. Bidang Social Budaya4. Bidang Hukum5. Bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula

Pancasila.

Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus.

 

I. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.

Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan,

Page 2: Pancasila sebagai Paradigma

dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan ragab. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosialc. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.

Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.

Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.

Page 3: Pancasila sebagai Paradigma

Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.

Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:

• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:

~ nilai toleransi;~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Page 4: Pancasila sebagai Paradigma

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanyamenguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.

Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.

Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.

Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.

Page 5: Pancasila sebagai Paradigma

Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.

Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. DalamEkonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.

3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.

Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homomenjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).

Page 6: Pancasila sebagai Paradigma

Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).

Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:

(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan

Page 7: Pancasila sebagai Paradigma

keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.

Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:

(1) adanya perlindungan terhadap HAM,(2) adanya susunan ketatanegaraannegara yang mendasar, dan(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.

Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).

Page 8: Pancasila sebagai Paradigma

Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:

(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,(3) Persatuan Indonesia,(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).

5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.

Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.

Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:

1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:

Page 9: Pancasila sebagai Paradigma

a. Bertentangga yang baikb. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersamac. Membela mereka yang teraniayad. Saling menasehatie. Menghormati kebebasan beragama.

Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.

Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.

Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.

Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.

Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.

II. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus

Page 10: Pancasila sebagai Paradigma

Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.

Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.

Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.

Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.

 

Page 11: Pancasila sebagai Paradigma

konsep negara dan 4 pilar kebangsaan

ABSTRAKSI

Negara merupakan kumpulan suatu kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah

tertentu yang memiliki sebuah cita-cita yang ingin diwujudkan bersama demi kesejahteraan seluruh

warga negaranya.

Indonesia, sebagai sebuah negara yang tentunya memiliki cita-cita yang ingin diwujudkan demi

kesejahteraan rakyatnya. Dalam rangka mewujudkan cita-cita itulah, diperlukan pilar-pilar untuk

menopang keberlangsungan negara Indonesia. Indonesia memiliki 4 pilar utama yang kita kenal dengan

4 pilar berbangsa dan bernegara yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik

Indonesia serta Bhineka Tunggal Ika.

Pancasila sebagai pilar pertama sekaligus utama merupakan ideologi bangsa yang perannya

tidak perlu diragukan lagi. Sebagai sebuah ideologi, selayaknya Pancasila ditanamkan dalam setiap

benak masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhur yang terdapat dalam Pancasila, yakni

terciptanya masyarakat Indonesia yang religius, adil dan demokratis.

Pilar kedua adalah UUD 1945 yang merupakan undang-undang pelopor di Indonesia. Sebagai

pelopor segala peraturan di Indonesia, UUD 1945 merupakan dasar utama sekaligus landasan dalam

membuat segala peraturan di Indonesia. Tidak ada satupun peraturan di Indonesia yang boleh

menyimpang dari UUD 1945 karena UUD 1945 begitu sakral peranannya dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara di Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pilar selanjutnya. Berfungsi sebagai pengikat

sekaligus penjaga kesatuan Indonesia. Karena dalam prinsip ini, Indonesia adalah satu, tidak boleh

terpisah atau dipisah-pisahkan karena bentuk negara Indonesia adalah Republik yang berasaskan

persatuan dan kesatuan sehingga terciptalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pilar yang terakhir adalah Bhineka Tunggal Ika. Sebagai semboyan utama negara Indonesia,

pernannya tidak boleh dianggap remeh karena semboyan inilah yang mampu menyatukan negara

Indonesia secara keseluruhan meski memiliki ratusan suku bangsa dengan berbagai macam bahasa, adat

Page 12: Pancasila sebagai Paradigma

istiadat serta agama yang berbeda. Semboyan yang memiliki makna “Berbeda-beda tetapi tetap satu

jua” inilah yang pada akhirnya dinilai mampu menjaga kesatuan Indonesia.

Segenap elemen yang merupakan pilar kebangsaan Indonesia selayaknya mampu kita jaga dan

kita bina sehingga negara Indonesia mampu mewujudkan cita-cita luhurnya untuk menyejahterakan

seluruh masyarakatnya.

Page 13: Pancasila sebagai Paradigma

PENDAHULUAN

Kesadaran Kebhinekaan Tunggal Ika dalam Berbangsa dan Bernegara merupakan perwujudan

Pancasila, sehingga memandang bentuk Negara sebagai NKRI merupakan pemandangan yang final.

Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan bangsa adanya

empat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Bahkan beberapa

partai politik dan organisasi kemasyarakatan telah bersepakat dan bertekad untuk berpegang teguh

serta mempertahankan empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empat pilar tersebut adalah (1)

Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, (3) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan (4) Bhinneka

Tunggal Ika. Meskipun hal ini telah menjadi kesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar rakyat

Indonesia, beberapa kalangan masih menganggap hal tersebut sebagai sekadar slogan-slogan atau

jargon politik semata yang tidak jelas dalam pelaksanaannya.

Untuk itulah perlu difahami secara mendasar makna empat pilar tersebut, sehingga kita dapat

memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana terhadap empat pilar dimaksud, dan dapat

menempatkan secara akurat dan proporsional dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejak tahun 1951, bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951,

menetapkan lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang menyebutkan: ”Lambang

Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda

Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial dan merupakan pendukung serta mengikat pilar-

pilar dimaksud. Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45

bulu pada leher dan 19 bulu pada badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda menggambarkan sila-sila

Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu

Garuda mencengkeram pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman

komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola dengan baik. Dengan

demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan pilar-pilar tersebut dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara[1[1]].

1

Page 14: Pancasila sebagai Paradigma

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang sangat

mendasar yakni keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam penjajahan. Tidak hanya

merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan dalam makna yang sangat luas, bebas dalam

mengemukakan pendapat, bebas dalam beragama, bebas dari rasa takut, dan bebas dari segala macam

bentuk penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yang mendasari pilar yang empat dimaksud.

PEMBAHASAN

Dalam sebuah bangunan, terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan agar bangunan

tersebut mampu terbangun secara megah dan kokoh. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan.

Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh

akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Demikian pula halnya dengan bangunan yang

berupa suatu bangsa, membutuhkan pilar yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat

yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam

gangguan dan bencana.

Tentu, asal muasal pilar dalam suatu bangunan tidaklah dipilih secara acak. Pasti ada beberapa

kriteria yang harus sesuai dengan bangunan itu sendiri. Kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara adalah pilar tersebut haruslah sesuai dengan cita-cita dan kepribadian bangsa. Indonesia

sebagai sebuah bangsa tentunya menginginkan pilar yang mampu mengayomi segenap masyarakatnya,

yang tentunya harus mampu menjamin kokoh berdirinya negara, menjamin terwujudnya ketertiban,

keamanan, dan kenyamanan, serta mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang

menjadi dambaan warga bangsa. Untuk itulah pada akhirnya dibentuk empat pilar kebangsaan

Indonesia.

1. PILAR PANCASILA

Page 15: Pancasila sebagai Paradigma

Berbagai pertanyaan selalu mengiringi pemilihan Pancasila sebagai pilar pertama dan utama bagi

Indonesia. Mengapa harus Pancasila? Apakah Pancasila itu? Atau pertanyaan yang sedikit diplomatis,

seberapa relevankah Pancasila untuk mengatasi segala permasalahan dalam negeri ini?

Untuk menjawab segala permasalahan diatas, diperlukan kembali pemahaman akan konsep pilar

yang sebenarnya. Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping

kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal bangunan rumah, tiang

yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana

tidak memerlukan tiang yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan

permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus

disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud. Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang

penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi bangsa yang disangganya.

Indonesia merupakan negara yang besar. Dengan berbagai keberagaman yang ada di dalamnya,

mulai dari beragamnya suku, agama serta adat istiadat. Berbagai keberagaman itulah yang

menyebabkan Indonesia membutuhkan sebuah ideologi yang mampu mengayomi segala bentuk

keberagaman tersebut. Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi bangsa Indonesia yang

pluralistik ini. Pancasila dinilai mampu mengakomodasi keberagaman yang terdapat dalam kehidupan di

Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat

pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common

denominator dari berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan.

Demikian juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan

terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya

setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun

dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau

golongan[2[2]].

Berbagai pertimbangan aspek diatas yang pada akhirnya melahirkan Pancasila sebagai konsep dasar

negara Indonesia. Dalam perkembangannya, Pancasila pada akhirnya diputuskan untuk menjadi ideologi

negara Indonesia yang digunakan dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia.

2

Page 16: Pancasila sebagai Paradigma

a. Berbagai Konsep yang terdapat dalam Pancasila

Konsep adalah gagasan umum dan abstrak, merupakan faham universal hasil olah fikir dan

generalisasi manusia. Konsep adalah hasil konstruksi nalar manusia secara teoretik. Secara logik konsep

berfungsi sebagai dalil, suatu gagasan yang memberikan makna terhadap fenomena atau hal ihwal

sehingga ditemukan esensi atau hakikat dari fenomena atau hal ihwal dimaksud. Konsep dipergunakan

oleh manusia untuk memberikan arti terhadap segala fenomena yang dialami oleh manusia, sekaligus

sebagai acuan kritik dalam memberikan makna terhadap fenomena yang dihadapi [3[3]]. Beberapa

konsep yang terdapat dalam Pancasila itu sendiri adalah :

Konsep Religositas

Sejak dahulu kala, masyarakat Indonesia dikenal akan kehidupannya yang religius. Ketika konsep

ketuhanan yang hakiki belum ditemukan, masyarakat Indonesia telah mengenal konsep animisme dan

dinamisme. Konsep mengenai kekuatan gaib yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia ini adalah

konsep religiositas, suatu konsep dasar yang terdapat dalam setiap agama maupun keyakinan dan

kepercayaan yang dianut oleh manusia. Pancasila mengandung konsep religiositas, suatu konsep yang

mengakui dan meyakini bahwa di luar diri manusia terdapat kekuatan gaib yang menjadikan alam

semesta, mengaturnya sehingga terjadi keselarasan dan keserasian. Sebagai akibat manusia Pancasila

beriman dan bertakwa terhadap kekuatan gaib tersebut. Pancasila menyebutnya sebagai suatu panduan

yang bernama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan esensi dari segala agama dan kepercayaan

yang berkembang di Indonesia.

Dengan berdasar Pancasila utamanya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam

penyelenggaraan pemerintahan, agama didudukkan dan ditempatkan secara proporsional. Agama

dihormati tetapi tidak dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dengan demikian

kepentingan agama dan konsep sekular diberi tempat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang

berdasar Pancasila. Pemerintahan dengan dasar Pancasila bukan negara agama, tetapi juga bukan

negara sekular. Pemerintahan dengan dasar Pancasila memberikan akomodasi terhadap gagasan sekular

dan pemerintahan berdasar agama.

Konsep Humanitas

Sila kedua Pancasila berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini tentunya memiliki

makna mendalam yang merupakan buah pemikiran dari para pendiri bangsa ini. Humanitas merupakan

3

Page 17: Pancasila sebagai Paradigma

suatu konsep yang mendudukkan manusia dalam tata hubungan dengan manusia yang lain. Manusia

didudukkan dalam saling ketergantungan sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam keadilan dan

keberadaban sebagai makhluk ciptaan Yang Maha Benar[4[4]].

Dari konsep humanitas itulah yang pada akhirnya dikembangkan menjadi prinsip kemanusiaan yang

adil dan beradab yang berasaskan pada penghormatan akan disposisi/kemampuan dasar manusia

sebagai karunia Tuhan dengan mendudukkan manusia sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya;

penghormatan akan kebebasan manusia dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat; serta

penghormatan sifat pluralistik bangsa Indonesia.

Konsep Nasionalitas

Masa awal pergerakan nasional diawali pada masa pendirian Budi Utomo, lalu pada 28 Oktober

1928 para pemuda bangsa ini melahirkan konsep persatuan bangsa dalam Sumpah Pemuda. Konsep

inilah yang pada akhirnya dibawa oleh presiden Ir. Soekarno untuk melahirkan sila ketiga Pancasila yaitu

“Persatuan Indonesia” yang berasaskan nasionalisme bangsa ini.

Adanya konsep nasionalisme mengandung asas bahwa masyarakat Indonesia telah ditanami konsep

cinta pada tanah air serta rela berkorban demi bangsanya.

Konsep Sovereinitas

Bila sila pertama, kedua dan ketiga Pancasila memberikan makna tata hubungan manusia

dengan sekitarnya, maka sila keempat ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan,” memberikan gambaran bagaimana selayaknya tata cara hubungan

antara unsur-unsur yang terlibat kehidupan bersama, untuk selanjutnya bagaimana menentukan

kebijakan dan langkah dalam menghadapi permasalahan hidup. Kerakyatan yang ditekankan disini

dapatlah bermakna segala sesuatu yang berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan ditujukan

untuk rakyat pula. Itulah biasa kita kenal dengan konsep demokrasi.

Demokrasi di Indonesia tidak semata-mata untuk membela dan mengakomodasi hak pribadi,

tetapi juga harus menga-komodasi kepentingan bangsa. Bersendi pada prinsip-prinsip yang terkandung

dalam Pembukaan UUD 1945, demokrasi yang diterapkan di Indonesia hendaknya memenuhi

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1) Segala keputusan demokratis tidak dibenarkan mengarah pada timbulnya perpecahan bangsa.

4

Page 18: Pancasila sebagai Paradigma

2) Dalam mengambil keputusan hendaknya selalu berpegang pada adagium bahwa negara-bangsa

ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan golongan.

3) Hak-hak pribadi tetap dihormati tetapi selalu ditempatkan dalam kerangka terwujudnya

keselarasan hidup serta kelestarian ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

4) Keputusan demokratis bukan semata-mata mengakomodasi aspirasi dan keinginan rakyat atau

warganegara tetapi harus mengarah pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5) Praktek demokrasi yang diselenggarakan di negara lain dapat diterapkan di Indonesia dengan

berpegang pada ketentuan di atas. Pengambilan keputusan dengan cara voting dibenarkan sejauh

musyawarah untuk mencapai mufakat tidak dapat mencapai hasil.

6) Demokrasi yang diterapkan di Indonesia tidak semata-mata mengacu pada proses, tetapi harus

memperhatikan juga tujuan yang telah menjadi kesepakatan bangsa[5[5]].

Konsep Sosialitas

Konsep humanitas yang terdapat dalam Pancasila tentunya akan berkembang pada sila kelima

Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang bermakna untuk mewujudkan suatu

masyarakat yang adil dan makmur.

Berbagai pemikiran telah diusahakan bagaimana mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Pasal-pasal UUD 1945 telah memberikan landasan untuk mencapai hal tersebut, di antaranya terdapat

dalam pasal 33 dan 34 UDD 1945.

2. PILAR UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang

Dasar 1945. Peranan UUD 1945 didasarkan atas dasar pembukaannya. Dalam pembukaan UUD 1945

terdapat beberapa prinsip, diantaranya :

a. Sumber Kekuasaan

Di alinea ketiga disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat

rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa sumber kekuasaan Indonesia berasal atas

5

Page 19: Pancasila sebagai Paradigma

ridho Tuhan Yang Maha Esa, kemudian pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik

Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga

terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan

bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . . . “ hal inilah yang membuat sistem pemerintahan di

Indonesia merupakan sistem pemerintahan demokrasi dimana kekuasaan berasal dari rakyat,

dilaksanakan oleh rakyat, dan dijalankan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat.

b. Hak Asasi Manusia

Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak terumuskan secara

eksplisit. Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak

asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan

merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.

Sementara pasal 27, 28, 29, 30 dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang

merupakan penjabaran hak asasi manusia.

c. Sistem Demokrasi

Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea keempat yang

menyatakan “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang

Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan

berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.” Frase ini menggambarkan sistem pemerintahan demokrasi.

Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi. Namun dalam

penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Sumber

kekuasaan dalam berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam

menemukan sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut “demokrasi terpimpin,”

suatu ketika “demokrasi Pancasila,” ketika lain berorientrasi pada faham liberalisme.

3. PILAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Page 20: Pancasila sebagai Paradigma

Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi

dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan

tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian

sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi[6[6]].

Dalam sistem pemerintahan Indonesia sendiri, meskipun menerapkan otonomi daerah, namun

bukan berarti pemerintah pusat sepenuhnya tidak berperan dalam pembangunan di daerah. Memang,

terdapat beberapa daerah di Indonesia yang memiliki status Daerah Istimewa serta Daerah Otonomi

Khusus diantaranya D.I. Jogjakarta, D.I. Aceh, DKI Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Papua. Namun,

pembentukan daerah-daerah tersebut tidak bermaksud untuk membuat Negara Kesatuan Republik

Indonesia terpecah, justru hal tersebut bertujuan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin

terjaga kesatuannya, tidak terpecah belah dan kedaulatannya tidak terbagi.

4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA

Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga

agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke

empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi

“Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada

pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam

pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang

dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap

satu dalam pengabdian.

Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang

diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara

Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut

menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang

terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian

dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika

dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal

36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan

6

Page 21: Pancasila sebagai Paradigma

Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan

kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan

secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara

tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat

dan benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat

dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya

kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah,

dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang

dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan

dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki

oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang

luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.

Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1) inklusif,

tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak

merasa yang paling benar, (6) toleransi, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak

lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan

terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya,

serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat

bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk

sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling

hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang

menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan

daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap

berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan,

utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-

mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk

jabatan daerah harus dari putra daerah , menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-

mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak

mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara

Page 22: Pancasila sebagai Paradigma

konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan

keadilan akan terwujud[7[7]].

PENUTUP

Dalam pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentunya harus diiringi oleh dasar-dasar

negara yang kuat sebagai landasan utama pembangunan bangsa ini. Semenjak Indonesia merdeka

hingga kini, Indonesia memiliki pilar-pilar pembangunan yang kuat. Pilar-pilar itulah yang kita kenal

dengan 4 pilar kebangsaan.

Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Bhineka Tunggal Ika merupakan

pilar-pilar yang selama ini digunakan oleh Indonesia sebagai landasan dalam pembangunan dalam

negaranya. Kita sebagai warga negara yang baik seharusnya mampu menjaga sekaligus menerapkan

dengan baik pilar-pilar tersebut demi kelangsungan pembangunan di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan hal yang bertujuan untuk mensosialisaikan pilar-pilar

kebangsaan Indonesia tersebut, mulai dari dimasukkan kedalam kurikulum sekolah hingga sosialisasi

langsung kepada masyarakat melalui seminar-seminar. Namun tidak sedikit masyarakat Indonesia yang

terkesan tak acuh dan tidak memperdulikan keadaan bangsanya.

Kini, sudah saatnya Indonesia kembali memperkuat ketahanan bangsanya melalui penguatan

keempat pilar yang menjadi dasar pembangunan bagi Indonesia agar kelak Negara Kesatuan Republik

Indonesia mampu berkembang menjadi negara yang makmur, adil serta sejahtera untuk mewujudkan

segala cita-cita bangsa dan mengayomi kepentingan segenap rakyatnya.

7

Page 23: Pancasila sebagai Paradigma

EMPAT PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER BANGSA

Oleh Hikmat H. Syawali [1]

1.      Latar belakang masalah

Berbagai fenomena bermunculan seiring semakin menipisnya realisasi nilai-nilai luhur

yang terkemas dalam empat pilar kebangsaan. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali

adalah bagaimana seharusnya empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dapat benar-benar

fungsional dalam memembentuk karakter bangsa dan bernegara? Bagaimana pilar kebangsaan

dapat berjalan sinergis sehingga menopang terciptanya karakter bangsa yang dicita-citakan.

Tulisan ini akan mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam

perspektif keterkaitan pilar kebangsaan dengan karakter yang semestinya tercipta, agar negara

Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan

UUD 1945 tetap berdiri kokoh.

2.      Pembahasan

2.1  Empat Pilar Kebangsaan

2.1.1        Pancasila

Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan  dasar filosofis dan sebagai perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar negara dan  sebagai pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam

Page 24: Pancasila sebagai Paradigma

pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila. Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki ciri dan watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa. 

2.1.2        Undang-Undang Dasar 1945

Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam

Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, landasan kedua yang harus menjadi

acuan dalam pembangunan karakter bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai

universal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma

konstitusional bagi negara Republik Indonesia.

Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan tekad dan komitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya. Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah keniscayaan. Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,  (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)  mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan  lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.

Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma konstitusional

yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, pengaturan hak asasi manusia

(HAM) di Indonesia, identitas negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang

Page 25: Pancasila sebagai Paradigma

semuanya itu perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam

pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945 menjadi landasan yang

harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik Indonesia.

2.1.3        NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu, landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.

2.1.4        Bhineka Tunggal Ika

Landasan  selanjutnya yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam pembangunan

karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang “adil dalam kemakmuran” dan “makmur dalam keadilan” dengan dasar negara Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.

Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu keniscayaan

dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia.  Akan tetapi, keberagaman itu harus dipandang

sebagai kekayaan khasanah sosiokultural, kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai

anugerah Tuhan yang Maha Esa  bukan untuk dipertentangkan, apalagi dipertantangkan (diadu

antara satu dengan lainnya) sehingga terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka

Tunggal Ika harus dapat menjadi  penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa

Indonesia.

Page 26: Pancasila sebagai Paradigma

2.2 Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa

Karakter adalah  nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata

berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan

terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah

hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan

ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas

moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

            Karakter bangsa adalah  kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar  dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pembangunan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama  seluruh komponen bangsa dan negara.

150%;">            Berikut ini merupakan beberapa sikap yang mencerminkan karakter bangsa, diantaranya: 1.    Saling menghormati dan menghargai,

2.    Rasa kebersamaan dan tolong menolong,

3.    Rasa kesatuan dan persatuan, 

4.    Rasa peduli dalam bermasyarakat berbangsa dan Negara,

5.    Adanya moral dan akhlak dan di landasi nilai-nilai agama,

6.    Perilaku dan sifat-sifat kejiwaan dan saling menghormati dan menguntungkan,.

7.    Kelakuan dan tingkah laku menggambarkan nilai-nilai agama, hukum, dan budaya, serta 

8.    Sikap dan prilaku menggambarkan nilai-nilai kebangsaan, dan sebagainya.

Page 27: Pancasila sebagai Paradigma

Selain itu pula, untuk membangun karakter bangsa diperlukan sikap menjunjung tinggi

beberapa nilai, seperti:

  Nilai kejuangan,

  Nilai semangat,

  Nilai kebersamaan atau gotong royong,

  Nilai kepedulian atau solider,

  Nilai sopan santun ,

  Nilai persatuan dan kesatuan,

  Nilai kekeluargaan, serta

  Nilai tanggungjawab, dan sebagainya.

Faktor Membangun Karakter Bangsa, diantaranya sebagai berikut:

Agama,   Normatif (Hukum dan peraturan yang berlaku),   Pendidikan,   Ideologi,   Kepemimpinan,   Lingkungan,   Politik,   Ekonomi, dan   Sosial Budaya.

3.      Penutup

Berdiri kokohnya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih menggunakan

empat pilar kebangsaan. Pembangunan karakter bangsa yang saling keterkaitan dengan pilar

kebangsaan ini oleh karenanya haruslah dalam aras yang berkesesuaian dan terintegrasi, yang

bernafaskan Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin

keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi pilar kebangsaan itu

tidak dijadikan pegangan, karakter bangsa yang dicita-citakan sekedar wacana dan angan-angan

belaka. Maka akan goyahlah negara Indonesia disebabkan oleh hal tersebut. Jika penopang yang

satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin

Indonesia akan ambruk secara bertahap, bergantung pada seberapa jauh dan seberapa dalam kita

Page 28: Pancasila sebagai Paradigma

menggunakan empat pilar kebangsaan tersebut. Tentunya, ambruknya NKRI merupakan sesuatu

yang tak diinginkan dan tak terlintas sedikitpun dalam benak kita sebagai bagian dari NKRI.

Sumber Referensi

         Makalah yang disampaikanan dalam Sarasehan bertajuk Merenungkan Kembali Empat Pilar Kebangsaan, di Rawalo, Kab. Banyumas, 20 Desember 2010 oleh Manunggal K. Wardaya (Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara FH UNSOED, Alumnus Monash University Australia, dan International Institute of Social Studies, Erasmus University, Belanda).

         Orientasi Nasional Partai Demokrat dan National Institute for Democratic Governance bertajuk Bersiap Untuk Mengurus Negara, di Puncak, Selasa, 11 Agustus, 2009 oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Pendiri/Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008, Penasihat Komnas HAM, Ketua Dewan Kehormatan KPU, dan Penasihat Senior BPP Teknologi.)

         Materi Diklat bertajuk Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI yang disampaikan oleh Aprianto Widyaiswara Pratama dalam Diklat Prajabatan golongan III Departemen Agama.

Page 29: Pancasila sebagai Paradigma

4 PILAR KEBANGSAAN PENDAHULUAN

Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan bangsa

adanyaempat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara-

bangsa Indonesia.Bahkan beberapa partai politik dan organisasi kemasyarakatan

telah bersepakat dan bertekaduntuk berpegang teguh serta mempertahankan

empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empatpilar dimaksud dimanfaatkan

sebagai landasan perjuangan dalam menyusun program kerja dandalam

melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan lagi oleh Presiden RI Bapak

SusiloBambang Yudhoyono, pada kesempatan berbuka puasa dengan para pejuang

kemerdekaanpada tanggal 13 Agustus 2010 di istana Negara.Empat pilar tersebut

adalah

(1)Pancasila,

(2)Undang-Undang Dasar 1945,

(3)NegaraKesatuan Republik Indonesia, dan

(4)Bhinneka Tunggal Ika

Meskipun hal ini telah menjadikesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar

rakyat Indonesia, masih ada yangberanggapan bahwa empat pilar tersebut adalah

sekedar berupa slogan-slogan, sekedar suatuungkapan indah, yang kurang atau

tidak bermakna dalam menghadapi era globalisasi. Bahkanada yang beranggapan

bahwa empat pilar tersebut sekedar sebagai jargon politik. Yang diperlukan adalah

landasan riil dan konkrit yang dapat dimanfaatkan dalam persainganmenghadapi

globalisasi. Untuk itulah perlu difahami secara memadai makna empat pilar

tersebut, sehingga kita dapat memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana

terhadap empat pilar dimaksud, dan dapat menempatkan secara akurat dan

proporsional dalam hidup bermasyarakat, berbangsadan bernegara. Berikut

disampaikan secara singkat (a) arti pilar, (b) pilar Pancasila, (c) pilar UUD1945, (d)

pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, (e) pilar Bhinneka Tunggal Ika, serta

(f)peran dan fungsi empat pilar dimaksud dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa danbernegara.Namun sebelumnya, ada baiknya bila kita merenung

sejenak bahwa di atas empat pilartersebut terdapat pilar utama yakni

Page 30: Pancasila sebagai Paradigma

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17Agustus 1945. Tanpa adanya

pilar utama tersebut tidak akan timbul adanya empat pilar dimaksud. Antara

proklamasi kemerdekaan, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dilukiskan secara

indah dan nyata dalam lambang negara Garuda Pancasila. Sejak tahun 1951,

bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menetapkan

lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17Agustus

1945. Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang

menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka

TunggalIka.”

Lambang negara Garuda Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial dan

merupakan pendukung serta mengikat pilar-pilar dimaksud. Burung Garuda yang

memiliki 17bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45 bulu pada leher

dan 19 bulu pada badan dibawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perisaiyang digantungkan di dada Garuda

menggambarkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan

pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Garuda mencengkeram

pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman

komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola

dengan baik. Dengan demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan

mendudukkan pilar-pilar tersebutdalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang

sangat mendasar yakni keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam

penjajahan. Tidakhanya merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan

dalam makna yang sangatluas, bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas

dalam beragama, bebas dari rasa takut,dan bebas dari segala macam bentuk

penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yangmendasari pilar yang empat

dimaksud.

A. Pengertian 4 Pilar Kebangsaan

 Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat

sentral danmenentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat

robohnya bangunanyang disangganya. Demikian pula halnya dengan bangunan

Page 31: Pancasila sebagai Paradigma

negara-bangsa, membutuhkan pilaryang merupakan tiang penyangga yang kokoh

agar rakyat akan merasa nyaman, aman,tenteram dan sejahtera. Pilar bagi suatu

negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische

grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut olehrakyat negara-

bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk

dipergunakansebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin

kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan

kenyamanan, serta mampumengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan

yang menjadi dambaan wargabangsa.Empat pilar tersebut adalah, kebangsaan

yang meliputi Pancasila, UUD 45, NKRI danBhineka Tunggal Ika.

B. Kenapa disebut 4 Pilar?

- Pilar Bhineka Tinggal Ika sebagai perekat kehidupan berbangsa bernegara.

- Karena 4 pilar tersebut melambangkan aspek2 penting tercapainya kesatuan dan

persatuanbaik pada masa penjajahan, mempertahankan kemerdekaan hingga saat

ini.

- Karena empat pilar tersebut merupakan harga mati kehidupan berbangsa

bernegara, yangmenjadikan dan menyadarkan kita bahwa kita adalah warga

Negara Republik Indonesia.

-Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia

yang pluralistikdan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi

keanekaragaman yangterdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.

- Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

memiliki konsep,prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari

belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan

jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilarkehidupan berbangsa dan bernegara.

- Undang-Undang Dasar suatu negara ialah bagian dari hukum dasar negara itu.

dan hukumlahyang mengatur agar kehidupan masyarakat menjadi tertib, tenteram

dan damai.

Page 32: Pancasila sebagai Paradigma

- Terbentuknya Negara Kesatuan merupakan cita-cita para pendiri bangsa.

C. Sejarah Terbentuknya 4 Pilar KebangsaanSejarah berdirinya NKRI.

I.Berita Kekalahan Jepang Terhadap Sekutu Dan Perbedaan Pendapat Antara

Golongan TuaDan Muda Yang Melahirkan Peristiwa Rengasdengklok,

Pada Agustus 1945 setelah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah terhadap

sekutu,maka golongan pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di

Jln.Pegangsaan Timur56 Jakarta.Dengan juru bicara Sutan Syahrir, para pemuda

meminta agar Bung Karno dan BungHatta segera memperoklamasikan

kemerdekaan saat itu juga, lepas dari campur tanganJepang.Bung Karno tidak

menyetujui usul para pemuda karena Proklamasi Kemerdekaan ituperlu dibicarakan

terlebih dahu lu dalam rapat PPKI, sebab badan inilah yang ditugasi

untukmempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda menolak pendapat

Bung Karno sebab PPKI itu buatan Jepang, menyatakankemerdekaan lewat PPKI

tentu Akan dicap oleh Sekutu bahwa kemerdekaan itu hanyalahpemberian

Jepang,para pemuda tidak ingin kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai

hadiahdari Jepang. Bung Karno berpendapat lain, bahwa soal kemerdekasan

Indonesia datangnya daripemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa

Indonesia sendiri,tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh sudah kalah.Masalah yang

lebih penting adalah menghadapi sekutu yang berusaha mengambalikankekuasaan

Belanda di Indonesia. Karena itu memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia

diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi, atas dasar itulah Bung Karno menolak

usul parapemuda. Dikarenakan perbedaan pendapat tersebut, maka pada tanggal

16 Agustus 1945 sekitarpukul 04.00 dini hari, Ir. Sukarno dan Drs Moh Hatta dibawa

ke Rengasdengklok,sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabuoaten Krawang Jawa

Barat, dengan tujuan untuk mengamankan kedua tokoh pimpinan tersebut agar tidak

mendapat tekanan atau pengaruhdari Jepang, inilah yang dimaksud dengan

peristiwa Rengasdengklok. Keberangkatan SukarnoHatta ke Rengasdengklok

dikawal oleh Sukarni, Yusuf Kunto,dan Syodanco Singgih. Rengasdengklok dipilih

karena dianggap aman dan daerah tersebut telah dikuasai oleh tentara PETA

dibawah pimpinan Codanco Subeno.Sementara itu di Jakarta terjadi perundingan

Page 33: Pancasila sebagai Paradigma

antara para pemuda dengan Mr. AhmadSubardjo selaku wakil golongan tua yang

menjabat sebagai penasehat dalam tubuh PPKI. Dalamperundingan tersebut dicapai

kata sepakat bahwa proklamasi akan dilaksanakan di Jakarta.Pada sore harinya,

tanggal 16 Agustus 1945 Mr.Ahmad Subardjo datang ke Rengasdengklok

danmendesak para pemuda agar membawa kembali Sukarno Hatta ke Jakarta.

Setelah ada jaminandari Mr.Ahmad Subardjo bahwa proklamasi kemerdekaan akan

dilaksanakan esok hari selambatlambatnya jam 12, maka para pemuda bersedia

membawa kembali kedua tokoh tersebutkembali ke Jakarta.

II. Perumusan Teks Proklamasi

 Setelah sampai di Jakarta, malam itu juga Sukarno Hatta mengumpulkan para

anggota PPKI dangolongan pemuda. Meraka berkumpul di Jln. Imam Bonjol no.1,

dirumah Laksamana Mudamaeda, kepala perwakilan angkatan laut Jepang di

Jakarta. Dalam pertemuan di rumah Maeda, disepakati agar Sukarno Hatta

menemui Mayjen Nisyimurayang menjabat sebagai kepala pemerintahan Umum

Angkatan Darat Jepang untuk menjajagisikap resmi Jepang terhadap rencana

proklamasi kemerekaan Indonesia. Ternyata Nisyimuratetap memegang teguh

tugasnya menjaga status Quo di Indonesia, dengan pengertian bahwatidak boleh

ada perubahan apapun di Indonesia sampai pasukan sekutu datang, dan

jepanghanya akan menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu. Akhirnya Sukarno Hatta kembali

kerumahMaeda dan mengadakan pertemuan dengan hasil keputusan Proklamasi

kemerdekaan akantetap dilaksanakan dengan atau tanpa persetujuan Jepang.

Melalui berbagai pembicaraan dengan pemimpin pemimpin Indonesia, diputuskan

dua halsebagai berikut :

Pertama : Diputuskan untuk segera merumuskan teks/naskah proklamasi ,adapun

yangmerumuskan adalah Sukarno, Hatta dan Ahmad Subardjo,setelah naskah

selesaidirumuskan dan disetujui isinya, terjadilah perdebatan tentang siapa yang

akanmenandatangani naskah proklamasi, yang akhirnya atas usul pemuda Sukarni,

teksproklamasi ditandatangani oleh Sukarno Hatta atas nama bangsa Indonesia,

naskahkemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan dari hasil

tulisantangan Sukarno sebagai konsep, yaitu :

1. Kata tempoh diubah menjadi tempo

Page 34: Pancasila sebagai Paradigma

2. Djakarta 17-8-’05 diubah menjadi Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen ‘05

 3. Wakil wakil bangsa Indonesia diubah menjadi atas nama bangsa Indonesia.

Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik inilah yang dianggap naskah yang otentik

Kedua : diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan oleh

Ir.Sukarno di kediamannya Jln. Pegangsaan Timur no 56 Jakarta.

III. Pelaksanaan Proklamasi Dan Penyebarluasannya

 Semula sukarni mengusulkan agar teks proklamasi kemerdekaan dibacakan di

lapangan Ikada(sekarang Monas), denganmaksud agar seluruh bangsa Indonesia

mengetahuinya, akan tetapiIr.Sukarno tidak sependapat, karena pembacaan

ditempat tsb akan mengundang bentrokanantara rakyatdengan pemerintah militer

Jepang, dengan alas an tsb, maka disepakatiproklamasi akan dilaksanakan di

kediaman Ir. Sukarno dan dibacakan oleh Sukarno Hatta.Tepat hari jumat jam 10.00

WIB, naskah proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangatpenting dalam

sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi

selesaidibacakan, acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh

Pemuda Suhuddan eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap

yang hadir, upacara diakhiridengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.Dalam

suasana yang sangat sederhana itu telahsampailah bangsa Indonesia ke ambang

pintu kemerdekaannya. Satu persatu hadirinmeninggalkan tempat dengan tenang

dan dengan tekat bulat untuk mempertahankankemerdekaan.Meskipun hanya

berlangsung singkat, namun peristiwa proklamasi kemerdekaan mengandungarti

yang sangat penting dan membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan

bangsaIndonesia, yaitu :

1. Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia untukmencapai

kemerdekaannya

2. Dengan proklamasi berarti bangsa Indonesia mendapat kebebasan

untukmenentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa yang berdaulat.

3. Proklamasi merupakan jembatan emass untuk menuju masyarakat yangadil dan

makmur.

Page 35: Pancasila sebagai Paradigma

Tekas proklamasi yang telah dirumuskan tanggal 16 Agustus 1945 dan dibacakan

tanggal 17Agustus 1945 beberapa saat kemudian berhasil diselundupkan ke kantor

pusat pemberitaanpemerintah jepang yang bernama Domei (sekarang kantor berita

antara). Para pejuang dikantor berita Domei antara lain Adam Malik,Rinto Alwi, Asa

Bafaqih dan. P.Lubis. Pada tanggal17 Agustus 1945, sekitar pukul 18.30 WIB,

wartawan kantor berita Domei yang bernamaSyarifudin berhasil masuk ke gedung

siaran radio Hoso Kanzi Kyoku (sekarang RRI), uantukmenyampaikan teks proklamsi

dan pada pukul 19.00 berhasil disiarkan.Berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia

juga disebarluaskan melalui media surat kabar ataupers.

“Harian Suara Asia” di Surabaya adalah Koran pertama yang menyiarkan prokl

amasi.

Kemudian disusul oleh “Harian Cahaya Bandung”yang memuat pembukaan UUD.

Para pemuda yang berjuang lewat pers antara lain BM DiAH, Sukarjo Wiryopranoto,

Iwa KusumaSumantri, KiHajar Dewantoro, Otto Iskandar Dinata, GSSJ Ratulangi,

Adam Malik, Sayuti Melik, MadikinWonohito, Sumanang SH, Manai Sopiaan, Ali

Hasyim dan lain lainnya.Usaha usaha lain untuk menyebarkan berita proklamasi

adalah melalui penyebaran danpemasangan pamflet, plakat, poster, coretan

coretan pada tembok dan kereta api. Dengandemikian dalam waktu yang tidak

lama berita proklamasi kemerdekaan Indonesia segeratersebar ke seluruh

Indonesia dan ke dunia luar.

IV. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

Setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka para

pejuangbangsa Indonesia mulai menata kehidupan berbangsa dan bernegara

dengan menyusun alatkelengkapan Negara. Usaha menyusun alat kelengkapan

Negara antara lain dilakukan melalui :

a. Sidang PPKI yang I, tanggal 18 Agustus 1945, keesokan harinya setelah

proklamasi dengankeputusan :

1. Mengesahkan UUD 1945

2. Memilih presiden dan wakil presiden

Page 36: Pancasila sebagai Paradigma

3. Untuk sementara waktu tugas presiden akan dibantu oleh Komite Nasional

b. Sidang PPKI yang kedua, tanggal 19 Agustus 1945 ,dengan keputusan :

1. menetapkan 12 kementrian

2. membagi wilayah RI menjadi 8 propinsi yang dikepalai oleh Gubernur

c. Sidang PPKI yang ketiga, tanggal 22 Agustus 1945, dengan keputusan :

1. Membentuk Komite Nasional Indonesia yang akan berfungsi sebagai Dewan

PerwakilanRakyat yang berkedudukan di Jakarta, dengan ketuanya Mr. Kasman

Singodimejo.

2. Membentuk Partai Nasional Indonesia, yang ditetapkan sebagai satu satunya

partai diIndonesia, namun hal ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan yang

menghendaki agar masyarakat diberi kebebasan untuk mendirikan partai politik, hal ini mendorong

keluarnya maklumat pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 no X yang berisi  tentang

p embentukan partai partai politik.

3. Membentuk Badan Keamanan Rakyat, yang beranggotakan para pemuda bekas

HEIHO, PETA dan KNIL, dan anggota anggota badan semi militer lainnya. Pada tanggal

5 oktober 1945 pemerintah membentuk Tentara keamanan Rakyat (TKR),sebagai panglimanya

diangkat Supriyadi, namun karena tidak pernah muncul, makaposisinya digantikan oleh Sudirman,

sedangkan sebagai kepala staf umum diangkatlahOerip Sumoharjo. Nama TKR kemudian diubah

menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI),sesuai dengan maklumat pemerintah 26 Januari 1946, dan

pada tanggal 7 Juni 1947nama TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

D. 4 PILAR KEBANGSAAN

1.PANCASILA

 Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia

yangpluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu

mengakomodasikeanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa

Page 37: Pancasila sebagai Paradigma

Indonesia. Sila pertamaPancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep

dasar yang terdapat padasegala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut

oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama,

sehingga dapat diterima semua agama dankeyakinan. Demikian juga dengan sila

kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab,merupakan penghormatan terhadap

hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuaidengan harkat dan martabatnya,

tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab.Pancasila menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinyadilaksanakan dengan bersendi

pada hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan

berbangsa dan bernegara ini adalahuntuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia, bukan untukkesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak

bahwa Pancasila sangat tepat sebagaipilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.

2.PILAR UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara

itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya

Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah atura-

aturan dasaryang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara

meskipun tidaktertulis.

3.PILAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Berikut penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara tersebut.1.

 1. Konfederasi

 Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait menjelaskan bawa

:”Aconfederacy consists of a number of full sovereign states linked together for the maintenance

of their external and internal independence by a recognized international treaty into

a union withorgans of its own, which are vested with a certain power over the members-states,

but not over the citizens of these states.”

Oleh Prof. Miriam Budiardjo diterjemahkan sebagai berikut:”Konfederasi terdiri dari

beberapa negarza yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan

Page 38: Pancasila sebagai Paradigma

kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang diakui

denganmenyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai

kekuasaan tertentuterhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap

warganegara negara-negara itu.”Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat

yang terdiri atas 13 negara bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang

berakhir pada tahun 1789, karena dipandang merupakanbentuk negara yang

kurang kokoh, karena tidak jelas bentuk kepala negaranya.

1.2. Negara Federal

 Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang satu

berbedadengan negara yang lain dalam menerapkan

division of power. Menurut pendapat K.C. Whearedalam bukunya Federal Government,

dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaandibagi sedemikian rupa

sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalambidang-bidang

tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar

negeridan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur

tangan daripemerintah negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan,

kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dengan tidak

ada campur tangan dari pemerintahfederal.

1.3. Negara Kesatuan

Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang

legislatif tertinggidipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan

terletak pada pemerintahpusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah

pusat mempunyai wewenang untukmenyerahkan sebagian sepenuhnya terletak

pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian makakedaulatannya tidak terbagi.

Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945 memberikan

akomodasiterhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan. 

Pada alinea kedua disebutkan :” . . .dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat

Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka,

bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak dapat dimaknai

bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada pemerintah pusat dan

Page 39: Pancasila sebagai Paradigma

negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah

Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau kesatuan.

Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila

ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat sebagai

argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan

landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara

Kesatuan, bahkan telahdi nyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.

Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding fathers

padatahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan yang

cukupmendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga

menerapkanbentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil konferensi

meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan pemerintah

federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali menjadi

bentuk Negara kesatuan.

Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,

meskipunwacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan,

utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun

nampaknya telahdisepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan

merupakan pilihan finalbangsa.Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para

 founding fathers tentang negara kesatuanini ada baiknya kita sampaikan beberapa

pendapat anggota Badan Penyelidik Usaha-usahaPersiapan Kemerdekaan

Indonesia.

Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya mengusulkan

sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham kebangsaan,

sebagailandasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale staat. Berikut kutipan

beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada

le desir d’etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½

milyun. Rakyat inimerasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu

kesatuan, melainkanhanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah

merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu

Page 40: Pancasila sebagai Paradigma

kesatuan. Di JawaBarat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble,

tetapi Sunda punsatu bagian kecil daripada kesatuan.

Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi

bagiterbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung

Karnoyang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara

federalseperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga

Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk

kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara kebangsaan atau

nation-state.

Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers

lebih mendasarkandiri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan,

waktu perjuangankemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai.

Pendekatan tersebut hanyamungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan.

Sejarah membuktikan bahwaperjuangan melawan penjajah selalu dapat dipatahkan

oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan

sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.

4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA

Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh

mpuTantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa

pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti

tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika

tunggal ika, tan hana dharmamangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu,

tak ada pengabdian yang mendua.”

Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan

kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama

yangdipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda

agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Bhinneka Tunggal Ika tidak

dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara

Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalamLambang Negara

Page 41: Pancasila sebagai Paradigma

Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan

bahwa : Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:

Burung Garuda

yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;1.

Perisai

berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan2.

Semboyan

yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulisdengan

huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi :

BHINNEKA TUNGGAL IKA.

PENUTUP

Para founding fathers dengan arief bijaksana mengantisipasi kemajemukan bangsa

ini dengansuatu rumusan sangat indah yang tertera dalam Penjelasan UUD 1945

sebagai berikut: Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah

usaha budinya rakyatIndonesia seluruhnya.Kebudayaan lama dan asli yang

terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah diseluruh Indonesia,

terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah

kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru

darikebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya

kebudayaan bangsasendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa

Indonesia.Rumusan yang terdapat dalam Penjelasan UUD 1945 adalah sebagai

prinsip dalam kitamengantisipasi keanekaragaman budaya bangsa dan dalam

mengantisipasi globalisasi yangmengusung nilai-nilai yang mungkin saja

bertentangan dengan nilai yang diemban oleh bangsasendiri. Semoga dengan

berpegang teguh pada konsep dan prinsip yang terkandung dalamBhinneka

Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia makin kokoh dan makin berkibar.

Page 42: Pancasila sebagai Paradigma