Pancasila sebagai Paradigma
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
Yang menyandangnya itu di antaranya:
1. Bidang Politik2. Bidang Ekonomi3. Bidang Social Budaya4. Bidang Hukum5. Bidang kehidupan antar umat beragama, Memahami asal mula
Pancasila.
Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus.
I. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan,
dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan ragab. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosialc. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
~ nilai toleransi;~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanyamenguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. DalamEkonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homomenjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) adanya perlindungan terhadap HAM,(2) adanya susunan ketatanegaraannegara yang mendasar, dan(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,(3) Persatuan Indonesia,(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baikb. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersamac. Membela mereka yang teraniayad. Saling menasehatie. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.
II. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
konsep negara dan 4 pilar kebangsaan
ABSTRAKSI
Negara merupakan kumpulan suatu kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah
tertentu yang memiliki sebuah cita-cita yang ingin diwujudkan bersama demi kesejahteraan seluruh
warga negaranya.
Indonesia, sebagai sebuah negara yang tentunya memiliki cita-cita yang ingin diwujudkan demi
kesejahteraan rakyatnya. Dalam rangka mewujudkan cita-cita itulah, diperlukan pilar-pilar untuk
menopang keberlangsungan negara Indonesia. Indonesia memiliki 4 pilar utama yang kita kenal dengan
4 pilar berbangsa dan bernegara yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta Bhineka Tunggal Ika.
Pancasila sebagai pilar pertama sekaligus utama merupakan ideologi bangsa yang perannya
tidak perlu diragukan lagi. Sebagai sebuah ideologi, selayaknya Pancasila ditanamkan dalam setiap
benak masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita luhur yang terdapat dalam Pancasila, yakni
terciptanya masyarakat Indonesia yang religius, adil dan demokratis.
Pilar kedua adalah UUD 1945 yang merupakan undang-undang pelopor di Indonesia. Sebagai
pelopor segala peraturan di Indonesia, UUD 1945 merupakan dasar utama sekaligus landasan dalam
membuat segala peraturan di Indonesia. Tidak ada satupun peraturan di Indonesia yang boleh
menyimpang dari UUD 1945 karena UUD 1945 begitu sakral peranannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pilar selanjutnya. Berfungsi sebagai pengikat
sekaligus penjaga kesatuan Indonesia. Karena dalam prinsip ini, Indonesia adalah satu, tidak boleh
terpisah atau dipisah-pisahkan karena bentuk negara Indonesia adalah Republik yang berasaskan
persatuan dan kesatuan sehingga terciptalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pilar yang terakhir adalah Bhineka Tunggal Ika. Sebagai semboyan utama negara Indonesia,
pernannya tidak boleh dianggap remeh karena semboyan inilah yang mampu menyatukan negara
Indonesia secara keseluruhan meski memiliki ratusan suku bangsa dengan berbagai macam bahasa, adat
istiadat serta agama yang berbeda. Semboyan yang memiliki makna “Berbeda-beda tetapi tetap satu
jua” inilah yang pada akhirnya dinilai mampu menjaga kesatuan Indonesia.
Segenap elemen yang merupakan pilar kebangsaan Indonesia selayaknya mampu kita jaga dan
kita bina sehingga negara Indonesia mampu mewujudkan cita-cita luhurnya untuk menyejahterakan
seluruh masyarakatnya.
PENDAHULUAN
Kesadaran Kebhinekaan Tunggal Ika dalam Berbangsa dan Bernegara merupakan perwujudan
Pancasila, sehingga memandang bentuk Negara sebagai NKRI merupakan pemandangan yang final.
Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan bangsa adanya
empat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Bahkan beberapa
partai politik dan organisasi kemasyarakatan telah bersepakat dan bertekad untuk berpegang teguh
serta mempertahankan empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empat pilar tersebut adalah (1)
Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar 1945, (3) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan (4) Bhinneka
Tunggal Ika. Meskipun hal ini telah menjadi kesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar rakyat
Indonesia, beberapa kalangan masih menganggap hal tersebut sebagai sekadar slogan-slogan atau
jargon politik semata yang tidak jelas dalam pelaksanaannya.
Untuk itulah perlu difahami secara mendasar makna empat pilar tersebut, sehingga kita dapat
memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana terhadap empat pilar dimaksud, dan dapat
menempatkan secara akurat dan proporsional dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sejak tahun 1951, bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951,
menetapkan lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang menyebutkan: ”Lambang
Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda
Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial dan merupakan pendukung serta mengikat pilar-
pilar dimaksud. Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45
bulu pada leher dan 19 bulu pada badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda menggambarkan sila-sila
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu
Garuda mencengkeram pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman
komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola dengan baik. Dengan
demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan pilar-pilar tersebut dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara[1[1]].
1
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang sangat
mendasar yakni keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam penjajahan. Tidak hanya
merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan dalam makna yang sangat luas, bebas dalam
mengemukakan pendapat, bebas dalam beragama, bebas dari rasa takut, dan bebas dari segala macam
bentuk penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yang mendasari pilar yang empat dimaksud.
PEMBAHASAN
Dalam sebuah bangunan, terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan agar bangunan
tersebut mampu terbangun secara megah dan kokoh. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan.
Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh
akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Demikian pula halnya dengan bangunan yang
berupa suatu bangsa, membutuhkan pilar yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat
yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam
gangguan dan bencana.
Tentu, asal muasal pilar dalam suatu bangunan tidaklah dipilih secara acak. Pasti ada beberapa
kriteria yang harus sesuai dengan bangunan itu sendiri. Kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah pilar tersebut haruslah sesuai dengan cita-cita dan kepribadian bangsa. Indonesia
sebagai sebuah bangsa tentunya menginginkan pilar yang mampu mengayomi segenap masyarakatnya,
yang tentunya harus mampu menjamin kokoh berdirinya negara, menjamin terwujudnya ketertiban,
keamanan, dan kenyamanan, serta mampu mengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang
menjadi dambaan warga bangsa. Untuk itulah pada akhirnya dibentuk empat pilar kebangsaan
Indonesia.
1. PILAR PANCASILA
Berbagai pertanyaan selalu mengiringi pemilihan Pancasila sebagai pilar pertama dan utama bagi
Indonesia. Mengapa harus Pancasila? Apakah Pancasila itu? Atau pertanyaan yang sedikit diplomatis,
seberapa relevankah Pancasila untuk mengatasi segala permasalahan dalam negeri ini?
Untuk menjawab segala permasalahan diatas, diperlukan kembali pemahaman akan konsep pilar
yang sebenarnya. Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping
kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal bangunan rumah, tiang
yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana
tidak memerlukan tiang yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan
permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus
disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud. Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang
penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi bangsa yang disangganya.
Indonesia merupakan negara yang besar. Dengan berbagai keberagaman yang ada di dalamnya,
mulai dari beragamnya suku, agama serta adat istiadat. Berbagai keberagaman itulah yang
menyebabkan Indonesia membutuhkan sebuah ideologi yang mampu mengayomi segala bentuk
keberagaman tersebut. Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi bangsa Indonesia yang
pluralistik ini. Pancasila dinilai mampu mengakomodasi keberagaman yang terdapat dalam kehidupan di
Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat
pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common
denominator dari berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan.
Demikian juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan
terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya
setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun
dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau
golongan[2[2]].
Berbagai pertimbangan aspek diatas yang pada akhirnya melahirkan Pancasila sebagai konsep dasar
negara Indonesia. Dalam perkembangannya, Pancasila pada akhirnya diputuskan untuk menjadi ideologi
negara Indonesia yang digunakan dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia.
2
a. Berbagai Konsep yang terdapat dalam Pancasila
Konsep adalah gagasan umum dan abstrak, merupakan faham universal hasil olah fikir dan
generalisasi manusia. Konsep adalah hasil konstruksi nalar manusia secara teoretik. Secara logik konsep
berfungsi sebagai dalil, suatu gagasan yang memberikan makna terhadap fenomena atau hal ihwal
sehingga ditemukan esensi atau hakikat dari fenomena atau hal ihwal dimaksud. Konsep dipergunakan
oleh manusia untuk memberikan arti terhadap segala fenomena yang dialami oleh manusia, sekaligus
sebagai acuan kritik dalam memberikan makna terhadap fenomena yang dihadapi [3[3]]. Beberapa
konsep yang terdapat dalam Pancasila itu sendiri adalah :
Konsep Religositas
Sejak dahulu kala, masyarakat Indonesia dikenal akan kehidupannya yang religius. Ketika konsep
ketuhanan yang hakiki belum ditemukan, masyarakat Indonesia telah mengenal konsep animisme dan
dinamisme. Konsep mengenai kekuatan gaib yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia ini adalah
konsep religiositas, suatu konsep dasar yang terdapat dalam setiap agama maupun keyakinan dan
kepercayaan yang dianut oleh manusia. Pancasila mengandung konsep religiositas, suatu konsep yang
mengakui dan meyakini bahwa di luar diri manusia terdapat kekuatan gaib yang menjadikan alam
semesta, mengaturnya sehingga terjadi keselarasan dan keserasian. Sebagai akibat manusia Pancasila
beriman dan bertakwa terhadap kekuatan gaib tersebut. Pancasila menyebutnya sebagai suatu panduan
yang bernama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan esensi dari segala agama dan kepercayaan
yang berkembang di Indonesia.
Dengan berdasar Pancasila utamanya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam
penyelenggaraan pemerintahan, agama didudukkan dan ditempatkan secara proporsional. Agama
dihormati tetapi tidak dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dengan demikian
kepentingan agama dan konsep sekular diberi tempat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
berdasar Pancasila. Pemerintahan dengan dasar Pancasila bukan negara agama, tetapi juga bukan
negara sekular. Pemerintahan dengan dasar Pancasila memberikan akomodasi terhadap gagasan sekular
dan pemerintahan berdasar agama.
Konsep Humanitas
Sila kedua Pancasila berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini tentunya memiliki
makna mendalam yang merupakan buah pemikiran dari para pendiri bangsa ini. Humanitas merupakan
3
suatu konsep yang mendudukkan manusia dalam tata hubungan dengan manusia yang lain. Manusia
didudukkan dalam saling ketergantungan sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam keadilan dan
keberadaban sebagai makhluk ciptaan Yang Maha Benar[4[4]].
Dari konsep humanitas itulah yang pada akhirnya dikembangkan menjadi prinsip kemanusiaan yang
adil dan beradab yang berasaskan pada penghormatan akan disposisi/kemampuan dasar manusia
sebagai karunia Tuhan dengan mendudukkan manusia sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya;
penghormatan akan kebebasan manusia dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat; serta
penghormatan sifat pluralistik bangsa Indonesia.
Konsep Nasionalitas
Masa awal pergerakan nasional diawali pada masa pendirian Budi Utomo, lalu pada 28 Oktober
1928 para pemuda bangsa ini melahirkan konsep persatuan bangsa dalam Sumpah Pemuda. Konsep
inilah yang pada akhirnya dibawa oleh presiden Ir. Soekarno untuk melahirkan sila ketiga Pancasila yaitu
“Persatuan Indonesia” yang berasaskan nasionalisme bangsa ini.
Adanya konsep nasionalisme mengandung asas bahwa masyarakat Indonesia telah ditanami konsep
cinta pada tanah air serta rela berkorban demi bangsanya.
Konsep Sovereinitas
Bila sila pertama, kedua dan ketiga Pancasila memberikan makna tata hubungan manusia
dengan sekitarnya, maka sila keempat ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan,” memberikan gambaran bagaimana selayaknya tata cara hubungan
antara unsur-unsur yang terlibat kehidupan bersama, untuk selanjutnya bagaimana menentukan
kebijakan dan langkah dalam menghadapi permasalahan hidup. Kerakyatan yang ditekankan disini
dapatlah bermakna segala sesuatu yang berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan ditujukan
untuk rakyat pula. Itulah biasa kita kenal dengan konsep demokrasi.
Demokrasi di Indonesia tidak semata-mata untuk membela dan mengakomodasi hak pribadi,
tetapi juga harus menga-komodasi kepentingan bangsa. Bersendi pada prinsip-prinsip yang terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945, demokrasi yang diterapkan di Indonesia hendaknya memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Segala keputusan demokratis tidak dibenarkan mengarah pada timbulnya perpecahan bangsa.
4
2) Dalam mengambil keputusan hendaknya selalu berpegang pada adagium bahwa negara-bangsa
ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan golongan.
3) Hak-hak pribadi tetap dihormati tetapi selalu ditempatkan dalam kerangka terwujudnya
keselarasan hidup serta kelestarian ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
4) Keputusan demokratis bukan semata-mata mengakomodasi aspirasi dan keinginan rakyat atau
warganegara tetapi harus mengarah pada terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5) Praktek demokrasi yang diselenggarakan di negara lain dapat diterapkan di Indonesia dengan
berpegang pada ketentuan di atas. Pengambilan keputusan dengan cara voting dibenarkan sejauh
musyawarah untuk mencapai mufakat tidak dapat mencapai hasil.
6) Demokrasi yang diterapkan di Indonesia tidak semata-mata mengacu pada proses, tetapi harus
memperhatikan juga tujuan yang telah menjadi kesepakatan bangsa[5[5]].
Konsep Sosialitas
Konsep humanitas yang terdapat dalam Pancasila tentunya akan berkembang pada sila kelima
Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang bermakna untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur.
Berbagai pemikiran telah diusahakan bagaimana mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Pasal-pasal UUD 1945 telah memberikan landasan untuk mencapai hal tersebut, di antaranya terdapat
dalam pasal 33 dan 34 UDD 1945.
2. PILAR UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pilar kedua kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang
Dasar 1945. Peranan UUD 1945 didasarkan atas dasar pembukaannya. Dalam pembukaan UUD 1945
terdapat beberapa prinsip, diantaranya :
a. Sumber Kekuasaan
Di alinea ketiga disebutkan bahwa “pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa,” yang bermakna bahwa sumber kekuasaan Indonesia berasal atas
5
ridho Tuhan Yang Maha Esa, kemudian pada alinea ke-empat disebutkan bahwa “Negara Republik
Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,” yang berarti bahwa sumber kekuasaan juga
terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, . . . “ hal inilah yang membuat sistem pemerintahan di
Indonesia merupakan sistem pemerintahan demokrasi dimana kekuasaan berasal dari rakyat,
dilaksanakan oleh rakyat, dan dijalankan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat.
b. Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak terumuskan secara
eksplisit. Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu pernyataan tentang hak
asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan. Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan
merupakan realisasi hak kebebasan dan kesetaraan.
Sementara pasal 27, 28, 29, 30 dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah pasal-pasal yang
merupakan penjabaran hak asasi manusia.
c. Sistem Demokrasi
Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea keempat yang
menyatakan “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.” Frase ini menggambarkan sistem pemerintahan demokrasi.
Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi. Namun dalam
penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang berkembang di Negara Indonesia. Sumber
kekuasaan dalam berdemokrasi adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam
menemukan sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut “demokrasi terpimpin,”
suatu ketika “demokrasi Pancasila,” ketika lain berorientrasi pada faham liberalisme.
3. PILAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi
dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan
tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian
sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian maka kedaulatannya tidak terbagi[6[6]].
Dalam sistem pemerintahan Indonesia sendiri, meskipun menerapkan otonomi daerah, namun
bukan berarti pemerintah pusat sepenuhnya tidak berperan dalam pembangunan di daerah. Memang,
terdapat beberapa daerah di Indonesia yang memiliki status Daerah Istimewa serta Daerah Otonomi
Khusus diantaranya D.I. Jogjakarta, D.I. Aceh, DKI Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Papua. Namun,
pembentukan daerah-daerah tersebut tidak bermaksud untuk membuat Negara Kesatuan Republik
Indonesia terpecah, justru hal tersebut bertujuan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin
terjaga kesatuannya, tidak terpecah belah dan kedaulatannya tidak terbagi.
4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga
agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke
empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi
“Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada
pengabdian yang mendua.” Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam
pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama yang
dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap
satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
diungkap oleh Mpu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara
Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut
menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika,” kemudian
dirangkai menjadi satu kata “bhinneka”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika
dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal
36a UUD 1945 yang menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
6
Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan demikian, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan
kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan
secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara
tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat
dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat
dalam suatu kesatuan. Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya
kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah,
dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang
dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan
dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang dimiliki
oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara sinerjik menjadi kekuatan yang
luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1) inklusif,
tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak
merasa yang paling benar, (6) toleransi, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak
lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan
terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya,
serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat
bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk
sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling
hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar dan tidak memaksakan kehendak yang
menjadi keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan
daerah harus mampu mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap
berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan,
utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa, atau yang semata-
mata untuk mengakomodasi kepentingan unsur bangsa harus dihindari. Suatu contoh persyaratan untuk
jabatan daerah harus dari putra daerah , menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang semata-
mata untuk memenuhi aspirasi kedaerahan, yang akan mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak
mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara
konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan
keadilan akan terwujud[7[7]].
PENUTUP
Dalam pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentunya harus diiringi oleh dasar-dasar
negara yang kuat sebagai landasan utama pembangunan bangsa ini. Semenjak Indonesia merdeka
hingga kini, Indonesia memiliki pilar-pilar pembangunan yang kuat. Pilar-pilar itulah yang kita kenal
dengan 4 pilar kebangsaan.
Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Bhineka Tunggal Ika merupakan
pilar-pilar yang selama ini digunakan oleh Indonesia sebagai landasan dalam pembangunan dalam
negaranya. Kita sebagai warga negara yang baik seharusnya mampu menjaga sekaligus menerapkan
dengan baik pilar-pilar tersebut demi kelangsungan pembangunan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan hal yang bertujuan untuk mensosialisaikan pilar-pilar
kebangsaan Indonesia tersebut, mulai dari dimasukkan kedalam kurikulum sekolah hingga sosialisasi
langsung kepada masyarakat melalui seminar-seminar. Namun tidak sedikit masyarakat Indonesia yang
terkesan tak acuh dan tidak memperdulikan keadaan bangsanya.
Kini, sudah saatnya Indonesia kembali memperkuat ketahanan bangsanya melalui penguatan
keempat pilar yang menjadi dasar pembangunan bagi Indonesia agar kelak Negara Kesatuan Republik
Indonesia mampu berkembang menjadi negara yang makmur, adil serta sejahtera untuk mewujudkan
segala cita-cita bangsa dan mengayomi kepentingan segenap rakyatnya.
7
EMPAT PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER BANGSA
Oleh Hikmat H. Syawali [1]
1. Latar belakang masalah
Berbagai fenomena bermunculan seiring semakin menipisnya realisasi nilai-nilai luhur
yang terkemas dalam empat pilar kebangsaan. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali
adalah bagaimana seharusnya empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dapat benar-benar
fungsional dalam memembentuk karakter bangsa dan bernegara? Bagaimana pilar kebangsaan
dapat berjalan sinergis sehingga menopang terciptanya karakter bangsa yang dicita-citakan.
Tulisan ini akan mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam
perspektif keterkaitan pilar kebangsaan dengan karakter yang semestinya tercipta, agar negara
Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan
UUD 1945 tetap berdiri kokoh.
2. Pembahasan
2.1 Empat Pilar Kebangsaan
2.1.1 Pancasila
Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan dasar filosofis dan sebagai perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
Oleh karena kedudukan dan fungsinya yang sangat fundamental bagi negara dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan karakter bangsa, Pancasila merupakan landasan utama. Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam
pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks yang bersifat subtansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna membangun manusia dan bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila. Berkarakter Pancasila berarti manusia dan bangsa Indonesia memiliki ciri dan watak religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Nilai-nilai fundamental ini menjadi sumber nilai luhur yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa.
2.1.2 Undang-Undang Dasar 1945
Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, landasan kedua yang harus menjadi
acuan dalam pembangunan karakter bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai
universal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma
konstitusional bagi negara Republik Indonesia.
Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan tekad dan komitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya. Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah keniscayaan. Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.
Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma konstitusional
yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, pengaturan hak asasi manusia
(HAM) di Indonesia, identitas negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang
semuanya itu perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam
pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945 menjadi landasan yang
harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik Indonesia.
2.1.3 NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu, landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.
2.1.4 Bhineka Tunggal Ika
Landasan selanjutnya yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam pembangunan
karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang “adil dalam kemakmuran” dan “makmur dalam keadilan” dengan dasar negara Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.
Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu keniscayaan
dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi, keberagaman itu harus dipandang
sebagai kekayaan khasanah sosiokultural, kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai
anugerah Tuhan yang Maha Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi dipertantangkan (diadu
antara satu dengan lainnya) sehingga terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka
Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
2.2 Pengertian Karakter, Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata
berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan
ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas
moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembangunan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
150%;"> Berikut ini merupakan beberapa sikap yang mencerminkan karakter bangsa, diantaranya: 1. Saling menghormati dan menghargai,
2. Rasa kebersamaan dan tolong menolong,
3. Rasa kesatuan dan persatuan,
4. Rasa peduli dalam bermasyarakat berbangsa dan Negara,
5. Adanya moral dan akhlak dan di landasi nilai-nilai agama,
6. Perilaku dan sifat-sifat kejiwaan dan saling menghormati dan menguntungkan,.
7. Kelakuan dan tingkah laku menggambarkan nilai-nilai agama, hukum, dan budaya, serta
8. Sikap dan prilaku menggambarkan nilai-nilai kebangsaan, dan sebagainya.
Selain itu pula, untuk membangun karakter bangsa diperlukan sikap menjunjung tinggi
beberapa nilai, seperti:
Nilai kejuangan,
Nilai semangat,
Nilai kebersamaan atau gotong royong,
Nilai kepedulian atau solider,
Nilai sopan santun ,
Nilai persatuan dan kesatuan,
Nilai kekeluargaan, serta
Nilai tanggungjawab, dan sebagainya.
Faktor Membangun Karakter Bangsa, diantaranya sebagai berikut:
Agama, Normatif (Hukum dan peraturan yang berlaku), Pendidikan, Ideologi, Kepemimpinan, Lingkungan, Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya.
3. Penutup
Berdiri kokohnya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih menggunakan
empat pilar kebangsaan. Pembangunan karakter bangsa yang saling keterkaitan dengan pilar
kebangsaan ini oleh karenanya haruslah dalam aras yang berkesesuaian dan terintegrasi, yang
bernafaskan Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin
keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi pilar kebangsaan itu
tidak dijadikan pegangan, karakter bangsa yang dicita-citakan sekedar wacana dan angan-angan
belaka. Maka akan goyahlah negara Indonesia disebabkan oleh hal tersebut. Jika penopang yang
satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya bukan tak mungkin
Indonesia akan ambruk secara bertahap, bergantung pada seberapa jauh dan seberapa dalam kita
menggunakan empat pilar kebangsaan tersebut. Tentunya, ambruknya NKRI merupakan sesuatu
yang tak diinginkan dan tak terlintas sedikitpun dalam benak kita sebagai bagian dari NKRI.
Sumber Referensi
Makalah yang disampaikanan dalam Sarasehan bertajuk Merenungkan Kembali Empat Pilar Kebangsaan, di Rawalo, Kab. Banyumas, 20 Desember 2010 oleh Manunggal K. Wardaya (Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara FH UNSOED, Alumnus Monash University Australia, dan International Institute of Social Studies, Erasmus University, Belanda).
Orientasi Nasional Partai Demokrat dan National Institute for Democratic Governance bertajuk Bersiap Untuk Mengurus Negara, di Puncak, Selasa, 11 Agustus, 2009 oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Pendiri/Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008, Penasihat Komnas HAM, Ketua Dewan Kehormatan KPU, dan Penasihat Senior BPP Teknologi.)
Materi Diklat bertajuk Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka NKRI yang disampaikan oleh Aprianto Widyaiswara Pratama dalam Diklat Prajabatan golongan III Departemen Agama.
4 PILAR KEBANGSAAN PENDAHULUAN
Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan bangsa
adanyaempat pilar penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara bagi negara-
bangsa Indonesia.Bahkan beberapa partai politik dan organisasi kemasyarakatan
telah bersepakat dan bertekaduntuk berpegang teguh serta mempertahankan
empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empatpilar dimaksud dimanfaatkan
sebagai landasan perjuangan dalam menyusun program kerja dandalam
melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan lagi oleh Presiden RI Bapak
SusiloBambang Yudhoyono, pada kesempatan berbuka puasa dengan para pejuang
kemerdekaanpada tanggal 13 Agustus 2010 di istana Negara.Empat pilar tersebut
adalah
(1)Pancasila,
(2)Undang-Undang Dasar 1945,
(3)NegaraKesatuan Republik Indonesia, dan
(4)Bhinneka Tunggal Ika
Meskipun hal ini telah menjadikesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar
rakyat Indonesia, masih ada yangberanggapan bahwa empat pilar tersebut adalah
sekedar berupa slogan-slogan, sekedar suatuungkapan indah, yang kurang atau
tidak bermakna dalam menghadapi era globalisasi. Bahkanada yang beranggapan
bahwa empat pilar tersebut sekedar sebagai jargon politik. Yang diperlukan adalah
landasan riil dan konkrit yang dapat dimanfaatkan dalam persainganmenghadapi
globalisasi. Untuk itulah perlu difahami secara memadai makna empat pilar
tersebut, sehingga kita dapat memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana
terhadap empat pilar dimaksud, dan dapat menempatkan secara akurat dan
proporsional dalam hidup bermasyarakat, berbangsadan bernegara. Berikut
disampaikan secara singkat (a) arti pilar, (b) pilar Pancasila, (c) pilar UUD1945, (d)
pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, (e) pilar Bhinneka Tunggal Ika, serta
(f)peran dan fungsi empat pilar dimaksud dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa danbernegara.Namun sebelumnya, ada baiknya bila kita merenung
sejenak bahwa di atas empat pilartersebut terdapat pilar utama yakni
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17Agustus 1945. Tanpa adanya
pilar utama tersebut tidak akan timbul adanya empat pilar dimaksud. Antara
proklamasi kemerdekaan, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dilukiskan secara
indah dan nyata dalam lambang negara Garuda Pancasila. Sejak tahun 1951,
bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menetapkan
lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17Agustus
1945. Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang
menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
TunggalIka.”
Lambang negara Garuda Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial dan
merupakan pendukung serta mengikat pilar-pilar dimaksud. Burung Garuda yang
memiliki 17bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45 bulu pada leher
dan 19 bulu pada badan dibawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perisaiyang digantungkan di dada Garuda
menggambarkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Garuda mencengkeram
pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman
komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola
dengan baik. Dengan demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan
mendudukkan pilar-pilar tersebutdalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang
sangat mendasar yakni keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam
penjajahan. Tidakhanya merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan
dalam makna yang sangatluas, bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas
dalam beragama, bebas dari rasa takut,dan bebas dari segala macam bentuk
penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yangmendasari pilar yang empat
dimaksud.
A. Pengertian 4 Pilar Kebangsaan
Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat
sentral danmenentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat
robohnya bangunanyang disangganya. Demikian pula halnya dengan bangunan
negara-bangsa, membutuhkan pilaryang merupakan tiang penyangga yang kokoh
agar rakyat akan merasa nyaman, aman,tenteram dan sejahtera. Pilar bagi suatu
negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische
grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut olehrakyat negara-
bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk
dipergunakansebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin
kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, dan
kenyamanan, serta mampumengantar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan
yang menjadi dambaan wargabangsa.Empat pilar tersebut adalah, kebangsaan
yang meliputi Pancasila, UUD 45, NKRI danBhineka Tunggal Ika.
B. Kenapa disebut 4 Pilar?
- Pilar Bhineka Tinggal Ika sebagai perekat kehidupan berbangsa bernegara.
- Karena 4 pilar tersebut melambangkan aspek2 penting tercapainya kesatuan dan
persatuanbaik pada masa penjajahan, mempertahankan kemerdekaan hingga saat
ini.
- Karena empat pilar tersebut merupakan harga mati kehidupan berbangsa
bernegara, yangmenjadikan dan menyadarkan kita bahwa kita adalah warga
Negara Republik Indonesia.
-Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia
yang pluralistikdan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi
keanekaragaman yangterdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia.
- Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
memiliki konsep,prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari
belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan
jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilarkehidupan berbangsa dan bernegara.
- Undang-Undang Dasar suatu negara ialah bagian dari hukum dasar negara itu.
dan hukumlahyang mengatur agar kehidupan masyarakat menjadi tertib, tenteram
dan damai.
- Terbentuknya Negara Kesatuan merupakan cita-cita para pendiri bangsa.
C. Sejarah Terbentuknya 4 Pilar KebangsaanSejarah berdirinya NKRI.
I.Berita Kekalahan Jepang Terhadap Sekutu Dan Perbedaan Pendapat Antara
Golongan TuaDan Muda Yang Melahirkan Peristiwa Rengasdengklok,
Pada Agustus 1945 setelah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah terhadap
sekutu,maka golongan pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di
Jln.Pegangsaan Timur56 Jakarta.Dengan juru bicara Sutan Syahrir, para pemuda
meminta agar Bung Karno dan BungHatta segera memperoklamasikan
kemerdekaan saat itu juga, lepas dari campur tanganJepang.Bung Karno tidak
menyetujui usul para pemuda karena Proklamasi Kemerdekaan ituperlu dibicarakan
terlebih dahu lu dalam rapat PPKI, sebab badan inilah yang ditugasi
untukmempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda menolak pendapat
Bung Karno sebab PPKI itu buatan Jepang, menyatakankemerdekaan lewat PPKI
tentu Akan dicap oleh Sekutu bahwa kemerdekaan itu hanyalahpemberian
Jepang,para pemuda tidak ingin kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai
hadiahdari Jepang. Bung Karno berpendapat lain, bahwa soal kemerdekasan
Indonesia datangnya daripemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa
Indonesia sendiri,tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh sudah kalah.Masalah yang
lebih penting adalah menghadapi sekutu yang berusaha mengambalikankekuasaan
Belanda di Indonesia. Karena itu memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia
diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi, atas dasar itulah Bung Karno menolak
usul parapemuda. Dikarenakan perbedaan pendapat tersebut, maka pada tanggal
16 Agustus 1945 sekitarpukul 04.00 dini hari, Ir. Sukarno dan Drs Moh Hatta dibawa
ke Rengasdengklok,sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabuoaten Krawang Jawa
Barat, dengan tujuan untuk mengamankan kedua tokoh pimpinan tersebut agar tidak
mendapat tekanan atau pengaruhdari Jepang, inilah yang dimaksud dengan
peristiwa Rengasdengklok. Keberangkatan SukarnoHatta ke Rengasdengklok
dikawal oleh Sukarni, Yusuf Kunto,dan Syodanco Singgih. Rengasdengklok dipilih
karena dianggap aman dan daerah tersebut telah dikuasai oleh tentara PETA
dibawah pimpinan Codanco Subeno.Sementara itu di Jakarta terjadi perundingan
antara para pemuda dengan Mr. AhmadSubardjo selaku wakil golongan tua yang
menjabat sebagai penasehat dalam tubuh PPKI. Dalamperundingan tersebut dicapai
kata sepakat bahwa proklamasi akan dilaksanakan di Jakarta.Pada sore harinya,
tanggal 16 Agustus 1945 Mr.Ahmad Subardjo datang ke Rengasdengklok
danmendesak para pemuda agar membawa kembali Sukarno Hatta ke Jakarta.
Setelah ada jaminandari Mr.Ahmad Subardjo bahwa proklamasi kemerdekaan akan
dilaksanakan esok hari selambatlambatnya jam 12, maka para pemuda bersedia
membawa kembali kedua tokoh tersebutkembali ke Jakarta.
II. Perumusan Teks Proklamasi
Setelah sampai di Jakarta, malam itu juga Sukarno Hatta mengumpulkan para
anggota PPKI dangolongan pemuda. Meraka berkumpul di Jln. Imam Bonjol no.1,
dirumah Laksamana Mudamaeda, kepala perwakilan angkatan laut Jepang di
Jakarta. Dalam pertemuan di rumah Maeda, disepakati agar Sukarno Hatta
menemui Mayjen Nisyimurayang menjabat sebagai kepala pemerintahan Umum
Angkatan Darat Jepang untuk menjajagisikap resmi Jepang terhadap rencana
proklamasi kemerekaan Indonesia. Ternyata Nisyimuratetap memegang teguh
tugasnya menjaga status Quo di Indonesia, dengan pengertian bahwatidak boleh
ada perubahan apapun di Indonesia sampai pasukan sekutu datang, dan
jepanghanya akan menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu. Akhirnya Sukarno Hatta kembali
kerumahMaeda dan mengadakan pertemuan dengan hasil keputusan Proklamasi
kemerdekaan akantetap dilaksanakan dengan atau tanpa persetujuan Jepang.
Melalui berbagai pembicaraan dengan pemimpin pemimpin Indonesia, diputuskan
dua halsebagai berikut :
Pertama : Diputuskan untuk segera merumuskan teks/naskah proklamasi ,adapun
yangmerumuskan adalah Sukarno, Hatta dan Ahmad Subardjo,setelah naskah
selesaidirumuskan dan disetujui isinya, terjadilah perdebatan tentang siapa yang
akanmenandatangani naskah proklamasi, yang akhirnya atas usul pemuda Sukarni,
teksproklamasi ditandatangani oleh Sukarno Hatta atas nama bangsa Indonesia,
naskahkemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan dari hasil
tulisantangan Sukarno sebagai konsep, yaitu :
1. Kata tempoh diubah menjadi tempo
2. Djakarta 17-8-’05 diubah menjadi Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
3. Wakil wakil bangsa Indonesia diubah menjadi atas nama bangsa Indonesia.
Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik inilah yang dianggap naskah yang otentik
Kedua : diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan oleh
Ir.Sukarno di kediamannya Jln. Pegangsaan Timur no 56 Jakarta.
III. Pelaksanaan Proklamasi Dan Penyebarluasannya
Semula sukarni mengusulkan agar teks proklamasi kemerdekaan dibacakan di
lapangan Ikada(sekarang Monas), denganmaksud agar seluruh bangsa Indonesia
mengetahuinya, akan tetapiIr.Sukarno tidak sependapat, karena pembacaan
ditempat tsb akan mengundang bentrokanantara rakyatdengan pemerintah militer
Jepang, dengan alas an tsb, maka disepakatiproklamasi akan dilaksanakan di
kediaman Ir. Sukarno dan dibacakan oleh Sukarno Hatta.Tepat hari jumat jam 10.00
WIB, naskah proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangatpenting dalam
sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi
selesaidibacakan, acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh
Pemuda Suhuddan eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap
yang hadir, upacara diakhiridengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.Dalam
suasana yang sangat sederhana itu telahsampailah bangsa Indonesia ke ambang
pintu kemerdekaannya. Satu persatu hadirinmeninggalkan tempat dengan tenang
dan dengan tekat bulat untuk mempertahankankemerdekaan.Meskipun hanya
berlangsung singkat, namun peristiwa proklamasi kemerdekaan mengandungarti
yang sangat penting dan membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan
bangsaIndonesia, yaitu :
1. Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia untukmencapai
kemerdekaannya
2. Dengan proklamasi berarti bangsa Indonesia mendapat kebebasan
untukmenentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa yang berdaulat.
3. Proklamasi merupakan jembatan emass untuk menuju masyarakat yangadil dan
makmur.
Tekas proklamasi yang telah dirumuskan tanggal 16 Agustus 1945 dan dibacakan
tanggal 17Agustus 1945 beberapa saat kemudian berhasil diselundupkan ke kantor
pusat pemberitaanpemerintah jepang yang bernama Domei (sekarang kantor berita
antara). Para pejuang dikantor berita Domei antara lain Adam Malik,Rinto Alwi, Asa
Bafaqih dan. P.Lubis. Pada tanggal17 Agustus 1945, sekitar pukul 18.30 WIB,
wartawan kantor berita Domei yang bernamaSyarifudin berhasil masuk ke gedung
siaran radio Hoso Kanzi Kyoku (sekarang RRI), uantukmenyampaikan teks proklamsi
dan pada pukul 19.00 berhasil disiarkan.Berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia
juga disebarluaskan melalui media surat kabar ataupers.
“Harian Suara Asia” di Surabaya adalah Koran pertama yang menyiarkan prokl
amasi.
Kemudian disusul oleh “Harian Cahaya Bandung”yang memuat pembukaan UUD.
Para pemuda yang berjuang lewat pers antara lain BM DiAH, Sukarjo Wiryopranoto,
Iwa KusumaSumantri, KiHajar Dewantoro, Otto Iskandar Dinata, GSSJ Ratulangi,
Adam Malik, Sayuti Melik, MadikinWonohito, Sumanang SH, Manai Sopiaan, Ali
Hasyim dan lain lainnya.Usaha usaha lain untuk menyebarkan berita proklamasi
adalah melalui penyebaran danpemasangan pamflet, plakat, poster, coretan
coretan pada tembok dan kereta api. Dengandemikian dalam waktu yang tidak
lama berita proklamasi kemerdekaan Indonesia segeratersebar ke seluruh
Indonesia dan ke dunia luar.
IV. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Setelah pelaksanaan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, maka para
pejuangbangsa Indonesia mulai menata kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan menyusun alatkelengkapan Negara. Usaha menyusun alat kelengkapan
Negara antara lain dilakukan melalui :
a. Sidang PPKI yang I, tanggal 18 Agustus 1945, keesokan harinya setelah
proklamasi dengankeputusan :
1. Mengesahkan UUD 1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden
3. Untuk sementara waktu tugas presiden akan dibantu oleh Komite Nasional
b. Sidang PPKI yang kedua, tanggal 19 Agustus 1945 ,dengan keputusan :
1. menetapkan 12 kementrian
2. membagi wilayah RI menjadi 8 propinsi yang dikepalai oleh Gubernur
c. Sidang PPKI yang ketiga, tanggal 22 Agustus 1945, dengan keputusan :
1. Membentuk Komite Nasional Indonesia yang akan berfungsi sebagai Dewan
PerwakilanRakyat yang berkedudukan di Jakarta, dengan ketuanya Mr. Kasman
Singodimejo.
2. Membentuk Partai Nasional Indonesia, yang ditetapkan sebagai satu satunya
partai diIndonesia, namun hal ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan yang
menghendaki agar masyarakat diberi kebebasan untuk mendirikan partai politik, hal ini mendorong
keluarnya maklumat pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 no X yang berisi tentang
p embentukan partai partai politik.
3. Membentuk Badan Keamanan Rakyat, yang beranggotakan para pemuda bekas
HEIHO, PETA dan KNIL, dan anggota anggota badan semi militer lainnya. Pada tanggal
5 oktober 1945 pemerintah membentuk Tentara keamanan Rakyat (TKR),sebagai panglimanya
diangkat Supriyadi, namun karena tidak pernah muncul, makaposisinya digantikan oleh Sudirman,
sedangkan sebagai kepala staf umum diangkatlahOerip Sumoharjo. Nama TKR kemudian diubah
menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI),sesuai dengan maklumat pemerintah 26 Januari 1946, dan
pada tanggal 7 Juni 1947nama TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
D. 4 PILAR KEBANGSAAN
1.PANCASILA
Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia
yangpluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu
mengakomodasikeanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa
Indonesia. Sila pertamaPancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep
dasar yang terdapat padasegala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut
oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama,
sehingga dapat diterima semua agama dankeyakinan. Demikian juga dengan sila
kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab,merupakan penghormatan terhadap
hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuaidengan harkat dan martabatnya,
tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab.Pancasila menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinyadilaksanakan dengan bersendi
pada hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan
berbangsa dan bernegara ini adalahuntuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, bukan untukkesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak
bahwa Pancasila sangat tepat sebagaipilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.
2.PILAR UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara
itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya
Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah atura-
aturan dasaryang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
meskipun tidaktertulis.
3.PILAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Berikut penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara tersebut.1.
1. Konfederasi
Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait menjelaskan bawa
:”Aconfederacy consists of a number of full sovereign states linked together for the maintenance
of their external and internal independence by a recognized international treaty into
a union withorgans of its own, which are vested with a certain power over the members-states,
but not over the citizens of these states.”
Oleh Prof. Miriam Budiardjo diterjemahkan sebagai berikut:”Konfederasi terdiri dari
beberapa negarza yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan
kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian internasional yang diakui
denganmenyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai
kekuasaan tertentuterhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap
warganegara negara-negara itu.”Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat
yang terdiri atas 13 negara bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang
berakhir pada tahun 1789, karena dipandang merupakanbentuk negara yang
kurang kokoh, karena tidak jelas bentuk kepala negaranya.
1.2. Negara Federal
Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang satu
berbedadengan negara yang lain dalam menerapkan
division of power. Menurut pendapat K.C. Whearedalam bukunya Federal Government,
dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaandibagi sedemikian rupa
sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalambidang-bidang
tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar
negeridan soal mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur
tangan daripemerintah negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan,
kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dengan tidak
ada campur tangan dari pemerintahfederal.
1.3. Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggidipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan
terletak pada pemerintahpusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah
pusat mempunyai wewenang untukmenyerahkan sebagian sepenuhnya terletak
pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian makakedaulatannya tidak terbagi.
Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945 memberikan
akomodasiterhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.
Pada alinea kedua disebutkan :” . . .dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak dapat dimaknai
bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada pemerintah pusat dan
negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan untuk menentukan apakah
Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau kesatuan.
Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan sila
ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat sebagai
argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan
landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara
Kesatuan, bahkan telahdi nyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding fathers
padatahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan yang
cukupmendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah juga
menerapkanbentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil konferensi
meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan pemerintah
federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali menjadi
bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,
meskipunwacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan,
utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun
nampaknya telahdisepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan
merupakan pilihan finalbangsa.Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para
founding fathers tentang negara kesatuanini ada baiknya kita sampaikan beberapa
pendapat anggota Badan Penyelidik Usaha-usahaPersiapan Kemerdekaan
Indonesia.
Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya mengusulkan
sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham kebangsaan,
sebagailandasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale staat. Berikut kutipan
beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada
le desir d’etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½
milyun. Rakyat inimerasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu
kesatuan, melainkanhanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah
merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu
kesatuan. Di JawaBarat Rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble,
tetapi Sunda punsatu bagian kecil daripada kesatuan.
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi
bagiterbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung
Karnoyang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara
federalseperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga
Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk
kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara kebangsaan atau
nation-state.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers
lebih mendasarkandiri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan,
waktu perjuangankemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai.
Pendekatan tersebut hanyamungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan.
Sejarah membuktikan bahwaperjuangan melawan penjajah selalu dapat dipatahkan
oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang dipergunakan
sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.
4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh
mpuTantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa
pemerintahan Raja Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti
tersebut terdapat dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi “Bhinna ika
tunggal ika, tan hana dharmamangrwa, “ yang artinya “Berbeda-beda itu, satu itu,
tak ada pengabdian yang mendua.”
Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan
kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi adanya keaneka-ragaman agama
yangdipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda
agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Bhinneka Tunggal Ika tidak
dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara
Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalamLambang Negara
Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan
bahwa : Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
Burung Garuda
yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;1.
Perisai
berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan2.
Semboyan
yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulisdengan
huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi :
BHINNEKA TUNGGAL IKA.
PENUTUP
Para founding fathers dengan arief bijaksana mengantisipasi kemajemukan bangsa
ini dengansuatu rumusan sangat indah yang tertera dalam Penjelasan UUD 1945
sebagai berikut: Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah
usaha budinya rakyatIndonesia seluruhnya.Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah diseluruh Indonesia,
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah
kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru
darikebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsasendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia.Rumusan yang terdapat dalam Penjelasan UUD 1945 adalah sebagai
prinsip dalam kitamengantisipasi keanekaragaman budaya bangsa dan dalam
mengantisipasi globalisasi yangmengusung nilai-nilai yang mungkin saja
bertentangan dengan nilai yang diemban oleh bangsasendiri. Semoga dengan
berpegang teguh pada konsep dan prinsip yang terkandung dalamBhinneka
Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia makin kokoh dan makin berkibar.
Top Related