Makalah Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
-
Upload
fajar-mentari -
Category
Education
-
view
3.266 -
download
0
Transcript of Makalah Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
MAKALAH
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN NASIONAL
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Pancasula
Dosen Pengampu:
Drs. Utoyo, M.Pd
Disusun oleh:
Kelas 2E
Izdihar Yasmin Aulia (1401413)
Ganeswari Arumpoko (1401413)
Hadi Pujiana (1401413)
Fajar Mentari (1401413496)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai “Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional”.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat, sehingga
penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada kesempatan ini
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, sehingga penulis dapat
membuat makalah ini dengan baik.
2. Bapak Drs. Utoyo, M.Pd selaku Dosen pembimbing Pendidikan Pancasila
yang telah memberi tugas makalah ini.
3. Ibu dan Ayah, atas semua doa dan bantuan finansial untuk menyelesaikan
makalah ini.
4. Teman-teman Kelas 2E yang telah memberikan semangat dan motivasi bagi
penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
semata-mata karena keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu,
sangatlah penyusun harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari
semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang
akan datang.
Tegal, 28 Maret 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..............................................................1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan ..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pancasila dan Paradigma......................................................3
2.2. Pancasila sebagai Paradigma Poleksosbudhankam................................3
2.3. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Beragama .............................7
2.4. Pancasila sebagai Paradigma IPTEK .....................................................8
2.5. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi .............................................10
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ..........................................................................................12
3.2. Saran .....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan
istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus
dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut
pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti
paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu,
seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu
pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang
ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan
ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka
pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan
tujuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa dipergunakan
dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Misalnya politik, hokum,
ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, paradigma berkembang menjadi
terminology yang mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi
dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam
pembangunan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian Pancasila dan Paradigma?
2. Bagaimana hubungan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Poleksosbudhankam?
1
3. Bagaimana hubungan Pancasila sebagai paradigma pengembangan kehidupan
beragama?
4. Bagaimana hubungan Pancasila sebagai paradigm pengembangan Ipteks?
5. Bagaimana hubungan Pancasila sebagai paradigm reformasi?
1.3. Tujuan Penulisan
Penulis membuat makalah dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian Pancasila dan Paradigma.
2. Untuk mengetahui hubungan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Poleksosbudhankam.
3. Untuk mengetahui hubungan Pancasila sebagai paradigma pengembangan
kehidupan beragama.
4. Untuk mengetahui hubungan Pancasila sebagai paradigm pengembangan Ipteks.
5. Untuk mengetahui hubungan Pancasila sebagai paradigma reformasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pancasila dan Paradigma
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari
dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan
istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para ilmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus
dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung
sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti
paradigma tersebut.
2.2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan Poleksosbudhankam
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Politik dan Hukum
Indonesia adalah Negara hukum ini berarti hukum merupakan sarana utama
untuk mengatur kehidupannya. Hukum dalam hal ini harus diartikan dalam
pengertian yang luas. Dalam konteks Indonesia sebagai Negara hukum, hukum harus
dijadikan sebagai saringan yang harus dilalui oleh konsep apapun yang akan
diterapkan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi diakui
bahwa tidak semua hal dapat dicapai melalui saluran hukum formal, sekalipun
hukum formal adalah yang idealnya. Dalam hal ini terjadi proses interaksi saling
tarik menarik dan pengaruh mempengaruhi yang intensif antara hukum dan berbagai
proses yang berlangsung dalam masyarakat.
3
Dalam Politik Hukum nasional ditegaskan bahwa sasaran pembangunan
hukum adalah terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap
bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan
tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban,
penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta
mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh
aparat hukum, sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan
taat hukum. Dengan demikian terlihat bahwa pembangunan hukum merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan.
Bagi Indonesia dalam melakukan pembangunan diperlukan suatu perencanaan
pembangunan, dan perencanaan pembangunan itu perlu memanfaatkan hukum
karena:
Hukum merupakan hasil penjelajahan ide dan pengalaman manusia dalam
mengatur hidupnya.
Hakekat pengadaan dan keberadaan hukum hukum dalam masyarakat;
Fungsi mengatur yang telah didukung oleh potensi dasar yang terkandung dalam
hukum yang melampaui fungsi mengatur, yaitu sebagai pemberi kepastian,
pengaman, pelindung, dan penyeimbang yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif
dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif;
Dalam isu pembangunan global itu hukum telah dipercaya unuk mengemban
misinya yang paling baru yaitu sebagai sarana perubahan sosial atau sarana
pembangunan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar
kepentingan nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis,
aman, tentram, dan damai. Pertimbangan ini menjadi sangat strategis manakala kita
dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepentingan yang
beragam sesuai dengan kemajemukan etnis, agama, ras, dan sistem nilai yang
tercakup dalam kebudayaannya.
Pemikiran tersebut bukan berarti bahwa bangsa Indonesia harus steril dari
pengaruh budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing harus diterima apabila
diperlukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu
diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti masyarakat yang berbudaya barat,
melainkan masyarakat yang tetap berpijak pada akar budayanya. Nilai-nilai
kehidupan yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia dan dianggap masih
relevan dengan kebutuhan masyarakat modern harus tetap dipelihara dan
4
dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakatnya. Dengan
kata lain, nilai-nilai kehidupan yang telah mengakar harus menjadi dasar dan
paradigma pembangunan sosial budaya.
Bardasarkan pemikiran diatas maka tidak berlebihan apabila Pancasila
merupakan satu-satunya paradigma pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila
merupakan kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Baik buruknya
perencanaan, proses dan hasil pembangunan bidang sosial budaya harus diukur
dengan Pancasila. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial budaya bukan satu-satunya
jaminan akan tercapai keberhasilan secara optimal. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan, seperti keyakinan bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai
Pancasila, konsekuen tidaknya bangsa Indonesia melaksanakan pancasila, pengaruh
nilai-nilai asing yang terus masuk seiring dengan proses globalisasi.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan dan
kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan,kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma –barudalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya.
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah
komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik
dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan
Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi
suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan
pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan
menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria
sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka acuan bersama, bagi
kebudayaan - kebudayaan di daerah:
5
1. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
3. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat;
4. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan;
5. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Hankam
Salah satu tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia adalah “
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk
itu, pemerintah berkewajiban membangun sistem pertahanan dan keamanan yang
mampu mewujudkan tujuan atau cita-cita tersebut. Namun, para pendiri negara
menyadari bahwa tugas tersebut bukan pekerjaan yang ringan. Oleh karena itu, tugas
ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sekelompok orang saja,
melainkan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
Atas pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan sistem
“pertahanan dan keamanan rakyat semesta” (hankamrata). Sistem ini pada dasarnya
sesuai dengan nilai nilai Pancasila, dimana pemerintah dan rakyat (baik perseorangan
maupun kelompok) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam usaha bela negara.
Pancasila juga menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan
secara damai : saling membantu, menolong, menjaga perasaan orang atau kelompok
lain, mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati sehingga terbentuk
kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan. Pengembangan Hankam negara tetap
bertumpu dan berpegang pada pendekatan historis Sishankamrata. Sishankamrata
yang kita anut selama ini adalah sistem pertahanan dan keamanan negara yuang
6
hakikatnya adalah perlawanan rakyat semesta. Dalam arti bahwa kemampuan
penangkalan yang diwujudkan oleh sistem ini, sepenuhnya disandarkan kepada
partisipasi, semangat dan tekat rakyat yang diwujudkan dengan kemampuan bela
negara yang dapat diandalkan. Kesemestaan harus dibina sehingga seluruh
kemampuan nasional dimungkinkan untuk dilibatkan guna menanggulangi setiap
bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun luar negeri. .
Seluruh wilayah merupakan tumpuan perlawanan dan segenap lingkungan
harus dapat didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk dan kesemestaan,
memang menuntut pemanduan upaya lintas sektoral serta pemahaman dari semua
pihak, baik yang berada di suprastruktur politik maupun di infrastruktur politik.
Corak perlawanan rakyat semesta tersebut dengan sendirinya merupakan kebutuhan,
baik konteks kesiapan menghadapi kontinjensi sosial yang setiap saat bisa terjadi,
maupun menghadapi kontijensi bidang hankam. Disamping itu TNI juga mendapat
embanan tugas bantuan yang meliputi : Pertama, membantu penyelenggaraan
kegiatan kemanusiaan. Kedua, memberikan bantuan kepada kepolisian atas
permintaan. Ketiga, membantu tugas pemeliharaan perdamaian dunia.
Meskipun MPR telah dapat menetapkan peran TNI, maka masih diperlukan
payung hukum yang menjadi dasar dari perubahan fungsi dan organisasi.
Sebagaimana diketahui Tap MPR merupakan aturan dasar yang melalui undang-
undang dapat berwujud Verbindliche Rechtsnormen yang disertai paksaan dan
hukuman. Tingkat pertama undang-undang merupakan tempat selain untuk merinci
aturan dasar yang terdapat dapam Tap MPR, juga untuk menjadikan aturan dasar itu
mempunyai kekuatan memaksa hukum bagi pelanggar-pelanggarnya.
2.3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu
kemunduran, yaitu kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. hal ini dapat
kita lihat adanya suatu kenyataan banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-
masalah SARA, terutama pada masalah agama, sebagai contoh tragedi di Ambon,
Poso, Medan, Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi daerah yang lain yang
terlihat semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga
menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.Pancasila telah
memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat hidup
secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini. Sebagai
makhluk Tuhan YME manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME
dimanapun mereka hidup. Akan tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang
penuh kedamaian dengan hidup berdampingan, saling menghormati, meskipun
7
Tuhan menciptakan adanya perbedaan, berbangsa-bangsa, bergolong-golong,
berkelompok, baik sosial, politik, budaya maupun etnis tidak lain untuk kehidupan
yang damai berdasar pada kemanusiaan.Dalam Pokok Pikiran IV, negara
menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa kehidupan dalam negara
berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan kebebasan atas kehidupan
beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang agama. Setiap agama
memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan masing-masing dengan
mendasarkan pergaulan kehidupan dalam beragama atas nilai-nilai kemanusiaan
yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk agama adalah bagian dari umat manusia
di dunia. Maka sudah seharusnya negara Indonesia mengembangkan kehidupan
beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling
menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang beradab.
2.4. Pancasila sebagai Paradigma Perkembangan IPTEK
Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru
bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu
menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika aspirasi masyarakat.
Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai
dasar yang terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam
mengartikulasikan suatu nilai menjadi aktivitas nyata dalam pemecahan masalah
yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada
kualitas dan dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam
internet). Ada beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:
a. Dimensi Reality.
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil
berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar
tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b. Dimensi Idealisme.
Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi
harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik
kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
c. Dimensi Fleksibility.
Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan
yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang
8
relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari
hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil
kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia
mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan
YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan
harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun
terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai – nilai dalam
pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila sebagai
paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
a. Aspek ontology
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak mengenal
titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan kebenaran dan kenyataan.
Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai :
1. Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community yang dalam
hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
2. Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang melalui
abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan
eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
3. Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya
– karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik ataupun non-fisik.
b. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung
didalamnya dijadikan metode berpikir.
c. Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung didalam
pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan ideal dari pancasila dan secara
positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan
IPTEK:
Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu pengetahuan
mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal dan kehendak.
Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dibuktikan
9
dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan
manusia disekitarnya atau tidak. Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap beradab karena
IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh
karena itu, pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi
kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk kesombongan dan keserakahan
manusia. Namun, harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan IPTEK
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis,
artinya setip ilmuan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan juga memiliki sikap
yang terbuka untuk dikritik dikaji ulang maupun di bandingkan dengan penemuan
lainnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengkomplementasikan
pengembangan IPTEK haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya
senndiri maupun dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan
masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.
2.5. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation. Secara harfiah
reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau
menata kembali hal – hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau
bentuk semula sesuai dengan nilai – nilai idel yang diciptakan rakyat .
Gerakan reformasi biasanya dilandasi oleh nilai – nilai dasar yang terkandung
dalam ideologi nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, gerakan reformasi yang
sedang dijalankan di Indonesia tentu saja tidak boleh menyimpang dari nilai – nilai
fundamental negara yang terkandung dalam pancasila.
Dengan kata lain, gerakan reformasi di Indonesia harus tetap diletakkan
dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan dan cita – cita Ideologi. Hal ini
dikarenakan, tanpa ada suatu dasar nilai yang jelas, maka suatu gerakan reformasi
akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya
10
menuju kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, gerakan reformasi
yang berlangsung di Indonesia harus merupakan gerakan reformasi yang
berperspektif pancasila, yaitu:
o Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
o Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradap.
o Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.
o Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan.
o Visi dasar gerakan reformasi harus jelas.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin
lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang
lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila
bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial
budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat
anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Keanekaragaman suku, adat-istiadat, dan agama serta berada pada ribuan
pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi
keanekaragaman kehendak dalam kehidupan bermasyarakat, karena tumbuhnya sikap
premordalisme sempit, yang akhirnya dapat terjadi konflik yang negative, oleh
karena itu dalam kehidupan dilingkungan bermasyarakat dibutuhkan alat perekat
antar masyarakat dengan adanya kesamaan cara pandang tentang misi dan visi yang
ada di lingkungan masyarakat. Dengan adanya Pancasila dapat dijadikan sebagai
suatu elemen mampu menahan emosi dari banyaknya perbedaaan kebudayaan di
lingkungan masyarakat. Agar dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, aman,
tentram, nyaman, dan adil di lingkungan masyarakat.
3.2. Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui
bahwa pancasila sangat penting bagi kehidupan kita dan agar pembaca dapat
melaksanakan atau bisa menerapkan pancasila di masyarakat. Selain dari pada itu,
penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan karena kami masih dalam proses
pembelajaran. Dan yang kami harapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi
wacana yang membuka pola pikir pembaca dan memberi saran yang sifatnya tersirat
maupun tersurat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sugito AT dkk. 2000. Pendidikan Pancasila. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sunarto, dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.Semarang:
Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
Soegito, dkk. 2012. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.
http://mettasetiani.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-paradigma_5047.html
(diakses tanggal 1 April 2013 jam 20.13 WIB)
- See more at: http://pitikuye.blogspot.com/2013/07/pancasila-sebagai-paradigma-
pembangunan.html#sthash.nnFhKr7G.dpuf
13