Mini Cex Cholelitiasis
-
Upload
ahmad-ali-zulkarnain -
Category
Documents
-
view
75 -
download
0
description
Transcript of Mini Cex Cholelitiasis
MINI-CEX
CHOLELITIASIS
DENGAN HIDROP VESICA FELLEA
Disusun oleh :
Ahmad Ali Zulkarnain
20070310070
Diajukan kepada :
DR. dr. Sagiran Sp.B M.Kes
BAGIAN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
MINI-CEX
CHOLELITHIASIS DENGAN HIDROP VESICA FELLEA
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. X
Umur : 65tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Janda
Alamat : Kuripan, Watumalang
BB : 68 Kg
TB : 156
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sakit perut bagian kanan atas
Keluhan Tambahan : Mual, tidak bisa BAB
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD tanpa surat pengantar dengan
keluhan sakit perut bagian kanan atas sejak kemarin (1hari
yang lalu). Sebelumnya pasien tidak meraskan nyeri tersebut
Perut dirasakan nyeri dan panas, nyeri tersebut terkadang
berkurang lalu timbul kembali. Belum BAB hari ini, riwayat
BAB sebelumnya berwarna kuning kecoklatan, BAB warna
abu-abu disangkal, BAK lancar tidak ada keluhan, mual (+),
muntah (-), flatus (+).
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku riwayat nyeri sebelumnya ada dan berulang
beberapa kali. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat DM
disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
gejala yang serupa dengan pasien. Suami pasien meninggal
dunia sekitar 2 minggu yang lalu karena suatu penyakit yang
tidak bisa dijelaskan oleh pasien maupun keluarganya.
Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Keadaan sadar, pusing (-), demam(-).
Sistem Kardiovaskular : Berdebar-debar(-), nyeri dada(-).
Sistem Respiratorius : Sesaknafas(-), batuk(-).
Sistem Gastrointestinal : Mual (+), flatus (+), muntah (-), BAB (-).
Sistem Urogenital : BAK tidak ada keluhan, warna kuning, nyeri saat BAK (-).
Sistem Integumentum : tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : tidak ada udem, deformitas maupun fraktur.
Review Anamnesis
Seorang wanita berumur 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan sakit perut kanan
atas terus menerus sejak satu hari yang lalu, belum BAB, sudah flatus sejak kemarin. Perut
terasa panas dan perih. Mual, tidak muntah.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang, tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 V5 M6 = 15
Vital Sign
a. Suhu : 36,8º C per aksila
b. Nadi : 88 x/menit, teratur, kuat angkat, isi dan tegangan cukup
c. Pernafasan : 24 x/menit
d. Tekanan darah : 170/72 mmHg
Konjungtiva : Pada mata kanan dan kiri tidak anemis
Sklera : Mata kanan dan kiri tidak ikterik
Pupil : Isokor kanan-kiri, reflek cahaya (+ /+)
Palpebra : Tidak oedem
JVP : tidak meningkat
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfonodi : tidak membesar
Pemeriksaan Thoraks
a. Paru-paru
(*) Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi(-), ketinggalan gerak (-).
(*) Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
(*) Perkusi : Sonor pada lapang parukiri dan kanan
(*) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+)/(+), Ronkhi (-)/(-).
Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra
4) Auskultasi : Suara jantung S1 & S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen (Status Lokalis)
a. Inspeksi : Sikatrik bekas operasi (-), benjolan (-), venektasi (-), tanda radang(-),
distensi (-), darm contour (-), darm staefung (-)
b. Auskultasi : Bunyi peristaltik (+)normal
c. Perkusi : Timpani (+), pekak hepar (-), dullness region hipocondriaca dextra
d. Palpasi : Nyeri tekan (+)region hipocondriaca dextra, lien tidak teraba, hepar tidak
teraba, Murphy sign (+), defans muscular (-), ballottement test (-),
Teraba massa (+) : − region hipocondriaca dextra
− konsistensi keras padat
− permukaan rata, tidak berbenjol-benjol
− ukuran ±5 x 5 cm
− berbatas tegas
Pemeriksaan Ekstremitas
a. Superior : deformitas (-), edem (-), akral hangat, nyeri otot (-), nyeri sendi (-).
b. Inferior : deformitas (-), edema (-), akral hangat, nyeri otot betis(-), nyeri sendi (-).
ASSESMENT
Observasi massa intraabdomen suspect hydrops gallbladder dan cholelitiasis
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
Nilai Nilai rujukan
Hemoglobin 12.7g/dl(N) 13,2– 17,3
Leukosit 6.3/ul(H) 3800 – 10.000
Eosinofil 0.1%(L) 2 – 4
Basofil 0.26% (N) 0 – 1
Neutrofil 75.90 % (H) 50 – 70
Limfosit 16.30%(L) 25 – 40
Monosit 7.7%(N) 2 – 8
Hematokrit 36%(N) 40– 52
Eritrosit 4.2x106/ul(N) 4,4– 5,9
Trombosit 222.000/ul(N) 150 – 400
MCV 89fl(N) 80 – 100
MCH 31pg(N) 26 – 34
MCHC 35g/dl(N) 32 – 36
Golongan darah B
Gula Darah Sewaktu 143 mg/dl (N) 70 – 150
Ureum 27.0mg/dl (N) < 50
Creatinin 0.4 mg/dl (N) 0.4 – 0.7
Asam Urat 3.3 mg/dl (N) 2.0 – 7.0
Cholesterol total 160 mg/dl (N) < 220
Trigliseride 54 mg/dl(L) 70 – 140
SGOT 22.0 0 – 35
SGPT 13.0 0 – 35
Gambaran Radiologi
USG Abdomen
− Hepar : Besar normal, struktur echo parenchyma kasar homogeny,
sistema vascular biliare tak melebar
− V Fellea : Membesar, Sludge (+), Batu (+) multiple
− Lien : Besar normal, struktur echo parenchyma homogen
− Pancreas : Besar normal, parenchyma homogeny
− Ren Dr : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-)
− Ren Sn : Besar normal, PCS tak melebar, batu (-)
− Usus : Udara usus normal, massa (-)
− VU : Dinding regular, massa (-), batu(-)
− Uterus : Besar normal, massa (-), massa parametrium (-)
− Kesan : Struktur echo parenchyma hepar kasar, hydrops v fellea
dengan cholecystitis dan cholelytiasis
Gambar 1. Hydrops V Fellea, Cholelithiasis, sludge (+)
5. DIAGNOSIS BANDING
• Cholelithiasis dengan hydrops vesica fellea
• Tumor colon acenden
• Ureterolitiasis dengan hydronefrosis
• Ikterus obstruksi et causa batu saluran empedu
6. DIAGNOSIS
Cholelytiasis dengan hydrops vesica fellea
7. PENATALAKSANAAN
1. Puasa
2. Infuse RL 20 tpm
3. Inj. OMZ
4. Inj ketorolac 2 x 30 mg
5. Inj cefotaxime 2 x 1 gr
6. Monitor KU & VS
7. Tindakan Operatif Cholesistectomy Laparoscopy
TINJAUAN PUSTAKA
CHOLELYTIASISDENGAN HYDROPS VESICA FELLEA
A. DEFINISI
Istilah Cholelytiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan
dalam kantung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya. Sebagian
besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Kalau
batu empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran
empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. (1) Kebanyakan batu duktus koledokus
berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran
empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: ada masa asimtomatik setelah kolesistektomi, morfologik cocok
dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak ada sisa
duktus sistikus yang panjang. Morfologi batu primer antara lain bentuknya ovoid, lunak,
rapuh seperti lumpur atau tanah, dan warna coklat muda sampai cokelat gelap.(1) Adanya
sumbatan pada saluran empedu akan menimbulkan penumpukan cairan yang berlebih
pada kandung empedu sehingga akan terjadi yang disebut hydrops vesica fellea.
B. ANATOMI
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yangpanjangnya sekitar
10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan
dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti
buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus,
korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit
memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
Kolum adalahbagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.
Gambar 2. Gallbladder
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil
dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera
bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
C. ETIOLOGI
Dibagi berdasarkan jenis batunya:
a. Batu kolesterol
Mengandung paling sedikit 70% Kristal kolesterol dan sisanya dalah kalsium
carbonat, kalsium parmitrat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan batu pigmen. Terbentuknya hamper selalu di dalam kandung
empedu,dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Penyebab terbentuknya
batu kolesterol ini berkaitan dengan proses terbentuk nya batu tersebut antara lain:
a) Penjenuhan empedu oleh kolesterol
b) Pembentukan nidus
c) Kristalisasi
d) Pertumbuhan batu
Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadinya misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat-obatan
yang mengandung esterogen dan klofibrat.(1)
b. Batu bilirubin
Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut
juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering
ditemukan tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi
antara coklat, kemerahan, sampai hitam. Seperti batu kolesterol, pembentukan batu
bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, stasis, dekonyugasi
bilirubin, dan eksresi kalsium merupakan factor kausal.(1)
D. GAMBARAN KLINIS
Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan
yang ada mungkin berupa dyspepsia yang mungkin disertai intolerans terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbul awal kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu. (2) (1)
E. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.
Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan
kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua
sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol
tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-
kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya
bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel
darah merah. (3)
F. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang ada mungkin berupa dyspepsia yang mungkin disertai intolerans
terhadap makanan berlemak.Pada yang simtomatik, keluhan utama adalah nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbul awal kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
tiba-tiba.
b. Pemeriksaan fisik
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan adanya komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis local atau umum, hidrops kandung empedu,
atau pankreatitis. Pada pemeriksaan fisik cholelytiasis dengan hydrops adalah ditemukannya
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu.
Tanda Murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah saat penderita menarik
nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien menarik nafas.
c. Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
d. Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di
tangan Ahli Radiologi.
G. PENATALAKSANAAN
a. Disolusi medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
b. Endoscopic Retrogade Cholangio
Pancreatography (ERCP) Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat
dilakukan ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini
mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-
operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu
dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar
tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu
saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang
terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik
tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan
litotripsi laser.
c. Electro Syok Wave Litotripsi (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektro Syok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien
yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
d. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
e. Koleaiatektomi laparoscopic
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.7 Indikasi pembedahan
batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu
atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering
menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
H. KOMPLIKASI
a. Kolesistitis akut
b. Hidrops
c. Perforasi usus
d. Ikterus
e. Kolangitis
f. Pankreatitis
g. Fistel kolesitodudenal
h. Meninggal
I. PROGNOSIS
Saat operasi prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya, setelah
pembedahan colesistektomi, prognosis tergantung dari penyebab yang mendasari.
J. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan
terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan
menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa,
menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan
asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil
empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu ,
minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap
penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita
kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah
yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut
kolesistektomi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan
mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan
memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
BAB III
PEMBAHASAN
• Pada kasus ini didapatkan resume anamnesis yaitu :
Pasien seorang perempuan berumur 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan sakit
perut kanan atas terus menerus sejak satu hari yang lalu, belum BAB, sudah flatus sejak
kemarin. Perut terasa panas dan perih. Mual, tidak muntah.
• Pada pemeriksaan fisik dari status lokalis pada region abdomen:
− Inspeksi : Sikatrik bekas operasi (-), benjolan (-), venektasi (-), tanda radang(-)
− Auskultasi : Bunyi peristaltik (+)
− Perkusi : Timpani (+), pekak hepar (-),
− Palpasi : Nyeri tekan (+)region hipocondriaca dextra, lien tidak teraba, hepar
tidak teraba, Murphy sign (+), defans muscular (-), ballottement ginjal
(-), Teraba massa (+) ; (region hipocondriaca dextra, konsistensi keras
padat, permukaan rata, tidak berbenjol-benjol, ukuran ±10 x 10 cm,
berbatas tegas)
• Assessment sementara yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu
Observasi massa intraabdomen suspect hydrops gallbladder dan cholelitiasis.
• Dari pemerikasaan penunjang berupa USG kesan Struktur echoparenchyma hepar
kasar, hydrops v fellea dengan cholecystitis dan cholelytiasis.
• Pada awal penatalaksanaan dilakukan secara konservatif berupa puasa, resusitasi cairan,
pemberian antibiotic.
• Lebih dari empat puluh delapan jam diobservasi, pasien hanya menunjukkan
perbaikan minimal. Pasien masih belum bisa BAB dan belum bisa flatus kemudian
direncanakan kolesistektomi. Tanggal 31 Oktober 2013 dilaksanakan operasi,
didapatkan adanya adhesi (perlengketan) antara v fellea dan hepar dan dilakukan
pembebasan (adhesiolisis). Vesica fellea berisi cairan putih dan multiple kristal
intralumen setelah dilakukan kolesistektomi.
• Didapatkan diagnosis akhir cholelytiasis dengan hydrops vesica fellea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, De Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC
2. http://uda.ac.id/jurnal/files/Jurnal%206%20-%20MENDA%20II.pdf
3. http://www.ddc.musc.edu/public/symptomsDiseases/diseases/pancreas/gallstones.cfm
4. http://jpkc.fudan.edu.cn/picture/article/186/12/38/f59739554eef9f2138151116a918/76222bdb-
1ca5-4f3b-aef4-596c05f3d0b6.pdf