Makalha Blok 12

22
Pengaruh Virus Varicella Zooster terhadap Tubuh Manusia Augustinus Yohanes Karni Lando 102013341 E9 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida Pendahuluan Virus Varisela Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varisela (cacar air) dan herpes (shingles). Varisela merupakan penyakit yang ringan, mudah menular, terutama pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam, sakit kepala dan malas untuk makan. Virus ini dapat menyerang kulit kepala, muka dan juga badan. Sebelumnya terbentuk lesi merah- merah (makula) pada muka dan batang tubuh, yang kemudian berkembang menjadi bentol tidak berisi cairan (papula) kemudian menjadi bentol berisi cairan (vesikel) dan membentuk cairan bernanah dan terakhir mernjadi bercak-bercak kehitaman (krusta). Herpes umumnya terjadi pada manula akibat reaktivasi 1

description

blok 12

Transcript of Makalha Blok 12

Page 1: Makalha Blok 12

Pengaruh Virus Varicella Zooster terhadap Tubuh Manusia

Augustinus Yohanes Karni Lando

102013341

E9

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Pendahuluan

Virus Varisela Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varisela

(cacar air) dan herpes (shingles). Varisela merupakan penyakit yang ringan, mudah menular,

terutama pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam, sakit kepala dan malas untuk

makan. Virus ini dapat menyerang kulit kepala, muka dan juga badan. Sebelumnya terbentuk

lesi merah-merah (makula) pada muka dan batang tubuh, yang kemudian berkembang

menjadi bentol tidak berisi cairan (papula) kemudian menjadi bentol berisi cairan (vesikel)

dan membentuk cairan bernanah dan terakhir mernjadi bercak-bercak kehitaman (krusta).

Herpes umumnya terjadi pada manula akibat reaktivasi virus laten ditandai ruam pada kulit

yang dipersarafi ganglion sensorik dengan lesi serupa varisela. Virus ini dapat menular

melalui udara, kontak fisik dan air liur. Dalam makalah tinjauan pustaka ini, penulis akan

membahas kaitan virus varisela zoster dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,

working dan differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk konsep pemahaman dalam

mendiagnosis penyakit yang disebabkan oleh virus varisela zoster.

1

Page 2: Makalha Blok 12

Anamnesis

Dalam kasus ini, dokter menangani seorang pasien anak perempuan berumur 5 tahun.

Keluhan utama pasien ini yaitu timbul bercak vesikel pada badan dan wajah sejak 2 hari yang

lalu dan bercak vesikel semakin menyebar dari badan menuju ke wajah, kadang-kadang

disertai rasa gatal dan tidak ada rasa nyeri. Sedangkan keluhan penyerta pasien yaitu pasien

tampak lemas dan nafsu makan pasien berkurang serta demam tinggi sejak 3 hari yang lalu.

Diduga pasien terkena penyakit diakibatkan teman sekolah pasien yang mengalami keluhan

yang sama kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sekarang

maupun riwayat penyakit dahulu.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan fisik kali ini, pasien terlihat sakit sedang dengan tingkat kesadaran nya

ompos mentis. Tekanan darah pasien mencapai 90/60 mmHg, dengan suhu tubuh 38oC,

denyut nadi 90x/menit, dan frekuensi napas mencapai 20x/menit. Pemeriksaan penunjang

yaitu hasil pemeriksaan laboratorium pasien yaitu darah rutin masih dalam anjuran.

Sel Raksasa Berinti Banyak pada Atap Vesikel Varisela

Diagnosis NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) saat ini merupakan metode

diagnosis utama. Apusan Tzanc merupakan metode diagnosis laboratorium yang sederhana

namun mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan infeksi HSV.

Pada pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanc menggunakan

pewarnaan Giemsa atau Wright) terlihat sel raksasa berinti banyak (multinuklear). Sel

2

Page 3: Makalha Blok 12

tersebut tidak ada pada vesikel non herpetik. Antigen virus intraselular dapat diperlihatkan

dengan pewarnaan imunofluoresensi dari apusan yang sama.1

Virus dapat diisolasi dari cairan vesikel pada awal perjalanan penyakit yang

menggunakan kultur sel manusia dalam 3-7 hari. Virus varisela-zoster dalam cairan vesikel

sangat labil dan kultur sel sebaiknya diinokulasi dengan tepat.2

Peningkatan titer antibodi spesifik dapat dideteksi pada serum pasien dengan berbagai

tes, termasuk antibodi fluoresensi, aglutinasi lateks, immunoassay enzim. Serologi

(peningkatan antibodi empat kali lipat) digunakan untuk menentukan status imun pasien yang

dianggap berisiko (pasien immunocompromised atau wanita hamil) untuk menurunkan risiko

penyebaran pada wabah institusional.1,2

Gejala Klinis

Penyakit yang akan dibahas kali ini yaitu penyakit varicella zooster. Penyakit ini

sudah sangat umum di indonesia. Gejala klinis penyakit kali ini yaitu gejala yang tidak

mencirikan pernyakit cacar air seperti pasien merasa demam, lemas, nafsu makan berkurang,

sakit kepala dan sakit perut ringan. Masa inkubasi penyakit ini sekitar 10 hingga 21 hari.

Biasanya muncul pertama kali di daerah kulit kepala / muka / badan, namun lebih banyak

didaerah badan. Tahap perkembangan lesi varicella zooster ini mencakup : merah – merah

(makula), bentol yang tidak berisi cairan (papula), bentol yang berisi cairan (vesicle), cairan

bernanah, kemudian berkas cairan yang kehitaman (crustae).

Macula merupakan bintik tidak berwarna pada kulit yang tidak menonjol dari

permukaan dengan ukuran sampai 1,0 cm.2

Lesi Primer Macula

3

Page 4: Makalha Blok 12

Papula merupakan lesi menonjol yang kecil, berbatas tegas, dan padat pada kulit

dengan ukuran sampai 1,0 cm.2

Lesi Primer Papula

Vesicle merupakan tonjolan epidermis kecil, berbatas tegas, dan mengandung cairan

serosa dengan ukuran sampai 1,0 cm.2

Lesi Cairan Vesikle

Crustae merupakan lapisan padat yang terbentuk melalui residu eksudat kulit yang

mengering seperti serum, pus, atau darah.2

Lesi Sekunder Crustae

4

Page 5: Makalha Blok 12

Working Diagnosis (Diagnosis Kerja)

Pasien berusia 5 tahun mengalami demam, myalgia, batuk dan pilek selama 3 hari.

Pada hari ke-3 timbul bentol berisi cairan pada muka yang menjalar ke seluruh tubuh. Bentol

ini berubah cepat menjadi bernanah dan menghitam. Pada riwayat keluarga diketahui bahwa

adik pasien juga mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan macula, papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme di seluruh

tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal.

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi. Hal

ini menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dengan ditemukannya macula,

papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan multiforme.3

Tanda khas lainnya adalah lesi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan

anggota gerak disertai perasaan gatal. Hal ini menunjukkan tanda yang sama pada

pemeriksaan fisik dimana lesi ditemukan di seluruh tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal

(menjauhi pusat).3,

Varisela memiliki periode inkubasi 10-21 hari. Hal ini menunjukkan tanda yang sama

yaitu pada riwayat keluarga diketahui adik pasien mengalami keluhan yang sama 2 minggu

yang lalu.

Selain itu, sekitar 24 jam sebelum kelainan kulit timbul pada penderita varisela,

terdapat gejala demam, malaise, dan anoreksia. Dalam kasus ini, pasien mengalami demam,

selama 3 hari sebelum timbul bentol berisi cairan.3

Namun, dalam hal ini belum dapat dipastikan menderita varisela yang disebabkan

VZV. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kerokan

atau bilasan dasar vesikel dan sebagainya.

5

Page 6: Makalha Blok 12

Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)

Diagnosis banding dari varisela (cacar air) antara lain :

1. Herpes Zoster Diseminata

Memiliki ruam yang serupa dengan cacar air, ruam zoster biasanya ada namun dapat

tidak ada. Manifestasi terkait dengan imunodefisiensi atau pasien dengan imunitas

selular yang tertekan. Terjadi di seluruh dunia namun angka serangannya meningkat

secara progresif pada orang berusia >50 tahun dan jarang pada orang berusia <40

tahun.4

2. Morbili (campak)

Masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10 – 12 hari.Pada fase kedua (fase

prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakitflu seperti batuk, pilek dan

demam. Terkadang anak juga mengalami diare. Campak yang disebut juga dengan

measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular

biasanya penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet)

yang terhirup.4 Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam

sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul

bercak-bercak.4

3. Flu Singapura

Flu singapura yang kerap menyerang anak-anak itu mesti segera ditangani

agar penderita cepat sembuh dan mencegah penularan, walau resikonya relatif rendah.

Flu singapore ini juga dikenal dengan hand foot mouth disease, yang disebabkan

sejenis coxsackie virus.4 Gejala flu singapura pada anak yang sering terjadi adalah

demam, anak juga menderita sariawan serta bintik-bintik merah di telapak kaki

maupun jari tangannya. Seperti halnya virus lainnya, penularan virus penyebab flu

singapura bisa melalui jalur pencernaan dan saluran pernapasan, yaitu melalui ludah,

ingus, air liur, tinja, cairan dari luka, dan cairan tubuh lainnya.4

6

Page 7: Makalha Blok 12

Etiologi (Penyebab)

Varisela Zoster Virus merupakan double stranded DNA (DNA untai ganda)

berbentuk linear dengan sekuens berulang. Nukleokapsid dikelilingi oleh selubung yang

berasal dari membran inti sel yang terinfeksi dan mengandung tonjolan glikoprotein virus

dengan panjang sekitar 8 nm. Lebih dari 35 polipeptida terlibat dalam struktur partikel virus.

Satu golongan dengan herpesvirus tipe alfa yang memiliki siklus pertumbuhan pendek dan

sitolitik. Infeksi laten di neuron. Nama genus Varicello.1

Virus Varisela Zoster pada Sel Ginjal Manusia

Virus varisela-zoster tidak memiliki reservoir hewan. Virus memperbanyak diri dalam

kultur jaringan embrionik manusia dan menghasilkan badan inklusi intranuklear yang khas.

7

Page 8: Makalha Blok 12

Isolat virus dari vesikel pasien varisela atau zoster tidak memperlihatkan variasi genetik yang

signifikan.1

VZV hanya memiliki satu tipe serologi dan menyebabkan infeksi primer akut yang

dikenal sebagai chickenpox (cacar air) atau varisela, dan rekurensinya (shingles). Tidak

mungkin seseorang langsung mengalami Herpes Zoster (shingles) tanpa varisela

(chickenpox). Penyakit ini paling sering mengenai anak usia 4-10 tahun dan menjadi

infeksius sejak beberapa hari sebelum ruam muncul sampai cairan vesikel telah mengering.

Penyembuhan memberikan imunitas seumur hidup.5

Kedua penyakit tersebut mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Cacar air

merupakan infeksi primer oleh varisela zoster virus (VZV), suatu anggota famili

Herpesviridae dan patogen langsung pada manusia. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak

dengan VZV akan terjadi varisela, kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh

mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi kelinis) dan kemudian

VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. VZV dapat ditemukan

dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela. Ini dapat dilihat dengan mikroskop

elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas paru

embrio manusia.6

Patofisiologi

Penularannya melalui infeksi pada mukosa saluran pernapasan atas atau konjugtiva

yang terinfeksi melalui inhalasi percikan ludah (droplet) atau cairan vesikel dengan kontak

langsung oleh individu non-imun (biasanya anak kecil). Penyebaran ke seluruh tubuh melalui

sistem aliran darah dan limfatik. Virus menembus sel endotel kapiler pergi ke epidermis kulit,

bereplikasi dan merusak sel epidermis.7

8

Page 9: Makalha Blok 12

Patogenesis Infeksi Primer Virus Varisela Zoster

Masa inkubasi biasanya 10-21 hari. Pada periode inkubasi, replikasi awal di kelenjar

getah bening regional, menyebarkan virus dan menyebabkan replikasi dalam hati dan limpa.

Viremia sekunder yang melibatkan sel mononuklear terinfeksi membawa virus ke kulit

sehingga menyebabkan (1) Lokalisasi pada kulit yang menyebabkan degenerasi balon pada

sel dengan pembentukan sel raksasa multinuklear dan inklusi intranuklear dan (2)

Pembengkakan sel epitel dan (3) Penumpukan cairan jaringan menyebabkan terbentuknya

vesikel.1,4

Infeksi ganglion saraf sensorik di mana virus tetap dorman setelah pemulihan dapat

bermanifestasi sebagai Herpes Zoster (HZ). Jadi, virus dapat berdiam laten di ganglion radiks

posterior dan pada 20% dari orang yang telah terinfeksi sebelumnya, virus akan bergerak

menuruni akson untuk menimbulkan lesi reaktivasi pada dermatom (daerah kulit yang

dipersarafi dengan serabut saraf aferen oleh satu kornu posterior medula spinalis) tersebut

yang dikenal sebagai shingles (HZ).5

9

Page 10: Makalha Blok 12

Epidemiologi

Varisela dan Zoster terdapat di seluruh dunia. Varisela sangat menular dan merupakan

penyakit epidemik yang sering terjadi pada masa anak-anak di bawah 10 tahun. Penyakit

lebih sering terjadi pada musim dingin dan semi daripada musim panas pada daerah beriklim

sedang. Zoster terjadi secara sporadis, terutama pada orang dewasa tanpa prevalensi musin,

10-20% orang dewasa akan mengalami sekurang-kurangnya satu serangan zoster selama

hidup, biasanya setelah usia 50 tahun.3

Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital),

tetapi tersering pada masa anak. Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum

kelainan kulit (erupsi) timbul sampai 6-7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela

hanya diderita satu kali. Residif dapat terjadi pada penderita penyakit keganasan dan pada

anak dengan pencangkokan ginjal yang sedang diberi pengobatan imunosupresif.6

Cacar air terutama merupakan penyakit pada anak-anak dengan prevalensi tersebar

luas di dunia. Penyakit ini sangat infeksius dengan angka serangan dalam rumah tangga

mendekati 90% (pada komunitas perkotaan 90% orang dewasa pernah mengalami cacar air).

Insidensinya telah menurun secara dramatis di AS dan negara lainnya melalui vaksinasi rutin

anak-anak karena imunitas terhadap cacar air berlangsung seumur hidup.4

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dibagi menjadi dua stadium yaitu stadium prodromal dan

stadium erupsi.6

Periode prodromal terjadi 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala

demam, malaise, dan anoreksia. Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau

morbiliform.6

Periode erupsi dimulai dengan terjadinya papula merah dan kecil yang berubah

menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar. Makulopapul eritematosa

timbul pada wajah dan batang tubuh dan berlanjut menjadi tahap vesikular, pustular, dan

krusta selama 3-4 hari. Erupsi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan anggota

gerak disertai perasaan gatal. Lesi lebih banyak di kepala dan batang tubuh, sedikit pada

10

Page 11: Makalha Blok 12

ekstremitas distal, daerah iritasi yang terbakar matahari, dan jarang pada telapak tangan dan

kaki.4,6

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi

dengan vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir mulut, faring,

atau vagina. Pasien bersifat infeksius mulai dari 1 sampai 2 hari sebelum timbul ruam hingga

5 hari setelahnya. Krusta terkelupas dalam waktu sekitar 1 minggu. Parut permanen jarang

terjadi kecuali bila terdapat infeksi sekunder.4,6

Penatalaksanaan

Non Medika Mentosa. Pengobatan herpes zoster lokal dilakukan secara simtomatik

dengan bedak salisilat 1% dan mencegah infeksi sekunder seperti kuku digunting agar

pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin. Bila terdapat infeksi

sekunder hendaknya diberikan antibiotika.6

Medika Mentosa. Asiklovir oral mempersingkat penyakit pada orang dewasa dan

remaja bila diberikan dalam 24 jam sejak timbulnya ruam dan direkomendasikan. Semua

pasien immunocompromised dan pasien dengan pneumonia harus mendapatkan asiklor

intravena.4

Obat ini secara signifikan mengurangi jumlah lesi, durasi gejala, dan peluruhan virus

pada pasien varisela jika dimulai dalam waktu 24 jam setelah awaitan ruam. Akan tetapi,

karena VZV kurang rentan terhadap asiklovir ketimbang HSV, dosis asiklovir yang lebih

tinggi diperlukan.8

Asiklovir tampaknya tidak mencegah timbulnya neuralgia postherpetika sehingga

pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat membantu mencegah timbulnya neuralgia

postherpetika.9

11

Page 12: Makalha Blok 12

Mekanisme Kerja Asiklovir

Asiklovir merupakan analog 2’- deoksiguanosin (turunan guanosin). Asiklovir adalah

suatu prodrug yang memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir

trifosfat.9 Asiklovir membutuhkan tiga tahap fosforilasi agar menjadi aktif. Asiklovir diubah

pertama kali menjadi turunan monofosfat oleh timidin kinase yang spesifik untuk virus, dan

kemudian menjadi senyawa di- dan trifosfat oleh enzim sel pejamu. Karena membutuhkan

kinase virus untuk memulai fosforilasi awalnya, asiklovir diaktifkan secara selektif sehingga

metabolit aktifnya hanya berkumpul dalam sel yang terinfeksi. Asiklovir trifosfat

menghambat sintesis DNA virus melalui dua mekanisme: kompetisi dengan deoksiGTP

untuk mendapatkan DNA Polimerase Virus sehingga berikatan dengan cetakan DNA sebagai

suatu kompleks yang ireversibel dan terminasi rantai setelah bergabung dengan DNA virus.8

Bioavailabilitas asiklovir oral adalah 15-20% dan tidak dipengaruhi oleh makanan.

Pembersihan asiklovir terutama terjadi melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Waktu

paruhnya sekitar 3 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal dan 20 jam pada pasien

anuria. Asiklovir cepat dibersihkan melalui hemodialisis tetapi tidak melalui dialisis

peritoneal. Asiklovir cepat berdifusi ke dalam sebagian besar jaringan dan cairan tubuh

karena kadarnya dalam LCS adalah sebesar 50% kadarnya dalam serum.8

Dosis yang diberikan untuk herpes zoster ialah 4 kali sehari 400 mg tablet. Untuk

infeksi VZV berat digunakan asiklor intravena 30 mg/kgBB per hari.9 Asiklovir pada

umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir oral, walaupun jarang, dapat

menyebabkan mual, diare, ruam, atau sakit kepala dan infus intravena dapat menyebabkan

12

Page 13: Makalha Blok 12

disfungsi ginjal reversibel dan neurotoksisitas. Akan tetapi, kesemuanya jarang terjadi dengan

hidrasi yang adekuat dan laju infus yang tidak terlalu cepat.8

Resistensi terhadap asiklovir dapat terjadi pada HSV atau VZV melalui perubahan

timidin kinase atau DNA polimerase virus. Infeksi yang resisten secara klinis juga terdapat

pada pejamu yang menderita luluh-imun. Kebanyakan isolat klinis menjadi resisten akibat

defisiensi aktivitas timidin kinase sehingga memiliki resistensi silang terhadap valaiklovir,

famsiklovir, dan gansiklovir.8

Komplikasi

Sepsis kulit sekunder akibat Streptococcus pyogenes, yang lebih jarang

Staphylococcus aureus merupakan komplikasi yang paling sering.4

Individu dengan defisiensi imun selular sering mengalami penyakit berat dengan

banyak lesi yang berlangsung lama dan dapat menjadi hemoragik. Komplikasi pneumonia

dan ensefalitis lebih sering terjadi.4 Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang

mendapatkan komplikasi tersebut di atas sedangkan anak dengan defisiensi imunologis, anak

yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid

(penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi

tersebut.6

Pneumonia lebih sering pada orang dewasa (hingga 20%) terutama perokok dan

wanita hamil. Awalnya dimulai dengan batuk dan napas pendek pada hari ke 3-5. Dapat

timbul sianosis, hemoptisis, dan pada kasus berat dapat terjadigagal napas akibat alveolitis

bilateral luas. Secara radiologis terdapat gambaran opasitas diskret yang tersebar pada kedua

paru, beberapa di antaranya dapat mengalami kalsifikasi setelah pemulihan.4 Pneumonia

varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak dan biasanya disebabkan oleh infeksi

sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varisela yang disebabkan oleh virus

Varicela Zoster jarang didapatkan pada anak dengan sistem imunologis normal sedangkan

pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan.

Pada keadaan ini kelainan radiologis paru-paru masih didapatkan selama 6-12 minggu dan

angka kematiannya sebesar 20%.6

13

Page 14: Makalha Blok 12

Ensefalitis serebelar pascainfeksi (1/6000 kasus) dan seringkali hanya memberikan

gejala ataksia 2-3 minggu sebelum timbul ruam. Normalnya dapat terjadi pemulihan

sempurna, namun dapat juga terjadi ensefalitis yang lebih luas meliputi mielitis transversa

dan Sindrom Guillain-Barre walaupun jarang.4 Juga mungkin didapatkan komplikasi pada

susunan saraf seperti nistagmus, tremor, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau

penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan

obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi

ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental,

dan kelainan tingkah laku.6

Cacar air pada kehamilan dan risiko terhadap bayi baru lahir terjadi (1) Selama 20

minggu pertama: 1-2% neonatus dapat mengalami berat badan lahir rendah, ekstremitas

pendek, mikrosefali, katarak, dan ruam seperti zoster (sindrom varisela kongenital); (2) Pada

trimester kedua dan ketiga bayi dapat mengalami herpes zoster aktif namun tidak ada

kelainan lain dan (3) Seminggu sebelum hingga seminggu setelah persalinan: bayi dapat

mengalami cacar air berat yang berpotensi fatal.4

Prognosis

Umumnya prognosis cenderung baik (dubia et bonam). Cacar air pada anak-anak

bersifat ringan namun kejadian fatal yang kadang-kadang terjadi disebabkan oleh komplikasi

septik atau ensefalitis. Sebagian orang dewasa meninggal akibat pneumonia. Angka fatalitas

kasus dapat menjadi 15% pada pasien immunocompromised dan hingga 30% pada cacar air

neonatal berat bila tidak diobati dengan tepat.4

Pencegahan

Anak-anak tidak boleh bersekolah selama 5 hari sejak onset timbulnya ruam. Di

rumah sakit, staf dan pasien yang berisiko tinggi harus dilindungi dari kontak dengan cacar

air atau zoster.4

Aktif. Vaksin varisela hidup yang dilemahkan ditemukan tahun 1995 untuk

digunakan secara umum di Amerika Serikat. Vaksin serupa telah berhasil digunakan di

Jepang selama sekitar 30 tahun. Vaksin sangat efektif untuk menimbulkan perlindungan 14

Page 15: Makalha Blok 12

terhadap varisela pada anak (85% efektif), tetapi kurang melindungi pada orang dewasa

(70%). Sekitar 5% orang mengalami ruam ringan yang disebabkan vaksin 1 bulan setelah

imunisasi. Transmisi virus vaksin jarang tetapi dapat terjadi bila orang yang divaksin

mengalami ruam. Timbulnya infeksi varisela dapat terjadi pada orang yang divaksin, tetapi

biasanya bersifat ringan. Orang yang divaksin berisiko mengalami zoster, tetapi gejalanya

tidak terlalu berat dibandingkan setelah infeksi alami.1

Pasif. Imunoglobulin zoster adalah suatu globulin-gama dengan titer antibodi yang

tinggi dan didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi. Imunoglobulin zoster

sering mempengaruhi penyakit bila diberikan dalam 10 hari setelah terpajan cacar air atau

zoster, dan direkomendasikan untuk (1) Pasien imunosupresi dan wanita hamil dengan

antibodi negatif; (2) neonatus yang ibunya mengalami cacar air pada 7 hari sebelum hingga

28 hari sesudah persalinan dan (3) bayi dengan antibodi negatif yang terpajan cacar air atau

zoster pada 28 hari pertama hidupnya.4

Penutup

Pasien diduga menderita varisela (cacar air) yang disebabkan oleh Varisela Zoster

Virus dengan ditemukannya macula, papula, vesikle, dan crustae yang berkelompok dan

multiforme di seluruh tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal. Pemeriksaan lanjut atau

penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dari penyakit yang disebabkan Varisela

Zoster Virus.

Daftar Pustaka

15

Page 16: Makalha Blok 12

1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan

adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.

Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70

3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287

4. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Lecture notes: penyakit infeksi.

Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2008.h.115-117

5. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi ke-3.

Jakarta: Erlangga; 2009.h.66-67

6. Hassan R, Alatas H, Wahidiyat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-4.

Jakarta: FKUI; 1985.h.637-640

7. Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A. Buku ajar patologi I (umum). Edisi ke-1.

Jakarta: Sagung Seto; 2006.h.122-123

8. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010.h.816-818

9. Louisa M, Setiabudy R. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2009.h.642-

643

16