Makalah Tutorial Klinik Anak

27
TUTORIAL KLINIK HIPERBILIRUBINEMIA NEONATORUM Disusun oleh : Liliani Muslimahwati Tjikoe 20100310212 Diajukan Kepada dr. Pembimbing : dr. Dwi Ambarwati, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

description

nnjnjkn

Transcript of Makalah Tutorial Klinik Anak

Page 1: Makalah Tutorial Klinik Anak

TUTORIAL KLINIK

HIPERBILIRUBINEMIA NEONATORUM

Disusun oleh :

Liliani Muslimahwati Tjikoe

20100310212

Diajukan Kepada

dr. Pembimbing : dr. Dwi Ambarwati, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD SALATIGA

2015

Page 2: Makalah Tutorial Klinik Anak

A. Definisi

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan

klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning (jaundice) pada kulit, konjungtiva

dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Ikterus lebih

mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan

hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Pada orang

dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17μmol/L) sedangkan

pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86μmol/L).

Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang

disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen

lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Ikterus atau hiperbilirubinemia sendiri

terbagi menjadi dua jenis yaitu hiperbilirubinemia fisiologis dan hiperbilirubinemia

patologis. Sedangkan untuk klasifikasi bilirubin sendiri terbagi menjadi dua sifat yaitu

bilirubin direct dan bilirubin indirect. Bilurubin direct adalah bilirubin yang telah

mengalami proses konjugasi di hepar dan nantinya dimetabolisme selanjutnya untuk

mewarnai feses dan urin (dalam bentuk sterkobilin dan ferin). Sedangkan bilirubin

indirect adalah bilirubin yang belum mengalami proses konjugasi di hepar, yang biasanya

dihasilkan oleh proses hemolisis. Ada beberapa perbedaan bilirubin direct dan indirect

yang bisa dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi bilirubin

Bilirubin Indirect Bilirubin Direct

Tidak larut dalam air

Berikatan dengan albumin untuk

transport

Komponen bebas larut dalam lemak

Komponen bebas bersifat toksik

untuk otak (kern ikterus)

Larut dalam air

Tidak larut dalam lemak

Tidak toksik untuk otak

Page 3: Makalah Tutorial Klinik Anak

B. Fisiologi

Segera setelah lahir kadar bilirubin indirect pada vena umbilical dapat langsung

terdeteksi. Normalnya kadar tersebut bertahan pada nilai 1 sampai 3 mg/dl pada 24 jam

pertama setelah kelahiran. Nilai tersebut biasanya berada kurang dari 5mg/dl sehingga belum

memunculkan manifestasi klinis berupa ikterik pada kulit. Keesokan harinya sampai sekitar

hari ketiga, terjadi peningkatan akibat aktifnya sirkulasi hepatik dari bayi tersebut yaitu

sekitar 5 sampai 6 mg/dl, dan pada hari selanjutnya yaitu pada hari ke empat sampai hari ke

lima, terjadi peningkatan pesat dari kadar bilirubin yaitu sekitar 10 mg/dl bahkan pada bayi

prematur kadar tersebut dapat mencapai 15 mg/dl. Pada waktu ini biasanya pada bayi akan

terlihat manifestasi klinis berupa ikterik pada kulit, namun jika hal ini bersifat fisologis akan

hilang sebelum hari ke empat belas pada bayi cukup bulan dan sebelum dua puluh satu hari

pada bayi kurang bulan. Segera setelah hari ke tujuh, kadar bilirubin dalam darah bayi

berangsur – angsur turun, dan sekitar hari ke sepuluh dan empat belas, kadar tersebut

bertahan sampai sekitar 1 mg/dl.

C. Metabolisme Bilirubin

HARI 1 HARI 3 HARI 5 HARI 70

2

4

6

8

10

12

14

S.Bili mg/dl

Gambar 1. Diagram kadar bilirubin indiret pada bayi baru lahir

Gambar 1. Diagram kadar bilirubin indiret pada bayi baru lahir

Page 4: Makalah Tutorial Klinik Anak

Metabolisme bilirubin dimulai dari pemecahan hemoglobin (akibat proses fisiologis

apoptosis dalam darah dan patologis seperti hemolitik akibat infeksi, inkompatibilitas dan

lain – lain). Molekul hemoglobin terpecah menjadi moluekul hem dan globin. Molekul globin

kemudian berikatan dengan asam amino dan akan kembali ke sirkulasi sel untuk di

metabolisme kembali. Molekul heme kemudian akan berikatan dengan heme-oxygenase

dalam sistem retikuloendotelial dan dirubah menjadi biliverdin. Biliverdin dengan bantuan

biliverdin reduktase akan dirubah menjadi bilirubin dan kemudian beredar ke dalam sirkulasi.

Dalam sirkulasi bilirubin akan berikatan dengan protein albumin, kemudian ditransport ke

hepar untuk mengalami konjugasi. Di hepar bilirubin akan berikatan dengan protein sitosol

(ligandin dan protein-Y) yang berfungsi agar bilirubin tersebut tetap larut sebelum

dikonjugasi. Setelah berikatan dengan ligandin dan protein-Y melalui bantuan enzim

glukoniltransferase akan membuat UDP-glukosa (uridin dhiphospate glucose) berikatan

dengan satu molekul bilirubin menjadi BMG (bilirubin monoglukoronida) dan kemudian

BMG tersebut akan berikatan kembali dengan UDP-glukosa dan berubah menjadi BDG

(bilirubin diglukorida). Bilirubin diglukorida tersebut kemudian akan disekresikan melalui

ductus choleductus, dimana transport aktif tersebut dibantu oleh protein MRP2 atau MOAT.

Melalui kandung empedu bilirubin diglukorida disekresi melewati usus dan dimetabolisme

menjadi urobilinogen dan sterkobilin dan keluar dalam bentuk pewarnaan pada feses dan

urin.

D. Klasfikasi

Berdasarkan sifatnya hiperbilirubinemia sendiri terbagi menjadi hiperbilirubinemia

fisiologis dan patologis. Masing – masing jenis hiperbilirubinemia dijelaskan lebih lanjut

pada tabel dibawah ini

Hiperbilirubinemia Fisiologis

Awitan terjadi setelah 24 jam

Memuncak pada 3 sampai 5 hari

Menurun setelah 7 hari

Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg/dl pada neonatus cukup bulan.

Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg/dl/24 jam.

Kadar bilirubin direk tidak melebihi 2 mg/dl.

Ikterus menghilang pada 10-14 hari pertama.

Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

Page 5: Makalah Tutorial Klinik Anak

Hiperbilirubinemia Patologis

Awitan terjadi sebelum usia 24 jam

Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam atau >5mg/dl/24 jam

Tingkat cutoff

> 15 mg/dl (12 mg) pada bayi cukup bulan

> 10 mg/dl pada bayi prematur

Ikterus bertahan

> 14 hari pada bayi cukup bulan

> 21 hari pada bayi prematur

Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau

sepsis)

Hiperbilirubinemia yang cenderung menjadi Patologis

Ikterus yang disertai oleh:

Berat lahir <2000 gram

Masa gestasi 36 minggu

Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

Infeksi

Trauma lahir pada kepala

Hipoglikemia, hiperkarbia

Hiperosmolaritas darah

E. Patofisiologi

Karena proses metabolisme bilirubin utama terdapat pada hepar, dimana dalam hepar

bilirubin mengalami proses konjugasi, sehingga patofisologi dari hiperbiirubinemia terbagi

menjadi tiga sifat yaitu :

a. Ikterus pre-hepatik

Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis,

misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang

berlebih akibat pemecahan hem. Kenaikan jumlah produksi ini tidak diimmbangi dengan

kemampuan metabolisme di hepar karena pada bayi – bayi baru lahir, enzim

glukoniltransferase jumlahnya belum terbentuk sempurna sehingga dapat mempengaruhi

kecepatan dari metabolisme bilirubin tersebut. Akibatnya terjadi peningkatan kadar bilirubin

indirect dalam darah yang memnculkan manifestasi klins berupa pewarnaan kuning pucat

pada kulit. kadar bilirubin yang berlebihan tersebut hanya bisa disekresi melalui ginjal dalam

Page 6: Makalah Tutorial Klinik Anak

bentuk urobilinogen dan jumlah biirubin yang sempat dimetabolisme juga meningkat

sehingga terjadi peningkatan sterkobilin sehingga warna urin dan feses menjadi sangat gelap.

Selain itu hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma

sp.

b. Ikterus hepatik

Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh

sel – sel hepatosit, sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut

disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit akibat hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat

yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati atau obat – obatan yang

bersifat hepatotoksik. Gangguan konjugasi bilirubin juga dapat disebabkan karena defisiensi

enzim glukoronil transferase sebagai katalisator utama konjugasi bilirubin dalam hepar. Saat

terjadi defisiensi enzim tersebut maka kemampuan hepar dalam memetabolisme bilirubin

menjadi menurun, dan terjadilah hiperbilirubinemia khususnya indirect.

c. Ikterus Post-Hepatik

Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin

terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi

bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal,

tetapi karena tidak adanya bilirubin direct yang ditransport ke usus untuk dirubah menjadi

urobilinogen yang dapat mewarna feses, sehingga biasanya warna feses terlihat pucat dan

urin terlihat coklat gelap akibat peningkatan sekresi bilirubin melalui ginjal. Faktor penyebab

gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus

choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit yang dapat menyebabkan

terjadinya obstruksi, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.

Selain dari klasifikasi ikterus tersebut, ada beberapa jenis hiperbilirubinemia yang dapat

terjadi antara lain :

a. Hiperbilirubinemia retensi

Dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati

mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg

bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal

ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme

meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin

larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada

kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih

cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan

Page 7: Makalah Tutorial Klinik Anak

bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam

darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria.

Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi

biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses

penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar

belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan

ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin

indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.

Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin

mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan

ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum

pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit).

Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma

Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase

tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang,

dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler

Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada

isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam

getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan

penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi

dan diturunkan secara autosomal dominan.

b. Hiperbilirubinemia regurgitasi

Paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi saluran empedu, misalnya

karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisier’s Law), batu, proses peradangan dan

sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi

masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan

refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut

menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus

choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu disebut juga

sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan peningkatan bilirubin direk,

bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus

obstruktif ini perlu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin

urin, urobilin urin, USG, alkali fosfatase. Beberapa kelainan lain yang menyebabkan

hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara

Page 8: Makalah Tutorial Klinik Anak

autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan

estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya belum diketahui. Syndroma

Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an organik termasuk bilirubin,

dengan gambaran histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat

diketahui.

c. Hiperbilirubinemia toksik

Jenis hiperbilirubinemia ini adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti

chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga

akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.

Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan

menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak

larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi bilirubin

dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada

sindroma Crigler najjar.

F. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari

penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel

retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan

dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan

untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol

bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak

terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin

untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus

hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat

bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direct).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem

empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri

kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan

diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur

enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini

umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian

dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut

air bersama urin.

Page 9: Makalah Tutorial Klinik Anak

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa

bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila

kadarnya >7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang

melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan

hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal.

Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan

hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika

konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke

dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

G. Diagnosis

A. Anamnesis

Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)

Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi

Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

Riwayat inkompatibilitas darah

Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

B. Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah

beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan

terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang

kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi

apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Salah satu cara memeriksa derajat

kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian

menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat

yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang

ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing

tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Page 10: Makalah Tutorial Klinik Anak

Gambar 2. Pewarnaan kulit pada hiperbilirubinemia

Gambar 3. Perkiraan derajat bilirubin metode kremer

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang

mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong

resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat. Pemeriksaan tambahan yang sering

dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah

dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan

bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung

usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk

menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubinI

I Daerah Kepala dan leher 5,0 mg %

II Badan atas 9,0 mg%

III Badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%

IV Lengan, kaki bawah, lutut. 12, 4 mg %

V Telapak tangan dan kaki 16,0 mg%

Page 11: Makalah Tutorial Klinik Anak

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum

bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah

lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan

produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada

ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan

hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum

biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya

meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya

berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali

fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin

meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh

gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin

direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan

saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal

bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui

ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu

adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada

kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses

menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus

(pigmen tidak dapat mencapai usus. Beberapa jenis pemeriksaan bilirubin yang dapat

dilakukan adalah :

a. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal

yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah

tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan

morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum

harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan

pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2

minggu.

Page 12: Makalah Tutorial Klinik Anak

b. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip

memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm.

Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang

diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang

amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan

multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan

bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk

mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan

pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di

Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada

penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4

mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total

Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),

namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk

mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat

digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan

skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan

bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan

skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah

terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

c. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini

menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin

serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar

bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini

berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin

menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana

ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan

heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal

Page 13: Makalah Tutorial Klinik Anak

ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat

digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

d. USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan

yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi

dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau

massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier

untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu

dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran

empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,

sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.

Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat

menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain

pankreas dan ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari

sonografi.

e. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar

batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien iktekarena

zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. Pemeriksaan endoskopi yang

banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP (Endoscopic

Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui muara

papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas.

Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada

kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan.

Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak

dapat dimasuki kanul. Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran

saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus

Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan

kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien.

Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu.

Page 14: Makalah Tutorial Klinik Anak

Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat

memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan

lokasinya dengan tepat. Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian

adanya keganasan dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi

jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat

menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.

H. PENATALAKSANAAN

a. Penanganan

Fototerapi

Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang berfungsi

untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto

pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang

mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang dieksresikan dalam

hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan dieksresikan ke dalam

empedu tanpa perlu konjugasi. Mekanisme pada fototerapi adaalah menimbulkan

dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan

tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).

Untuk melihat patokan fototerapi berdasarkan kadar bilirubin serum dalam darah bisa

digunakan tabel dibawah ini :

Tabel 2. Tatalaksana Hiperbilirubinemia Pada Neonatus Cukup Bulan

Page 15: Makalah Tutorial Klinik Anak

Tabel 3. Tatalaksana Hiperbilirubinemia Pada Neonatus Kurang Bulan

.

Fenobarbital

Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.

Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang meningkatkan bilirubin

konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana dapat

meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.

Transfusi Tukar

Tranfusi tukar biasanya dilakukan pada kadar bilirubin serum yang sudah tinggi,

dimana kadar tersebut perlu diturunkan secara cepat, untuk mencegah efek toksisk bagi

organ – organ vital khususnya otak (kern ikterus). Tujuan dari tranfusi tukar ini adalah

untuk menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi

tranfusi tukar adalah pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dL atau bila sudah tidak

dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam,

anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali

pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif. Atau pada bayi dengan kadar bilirubin serum

sesuai dengan tabel di atas.

Page 16: Makalah Tutorial Klinik Anak

b. Pencegahan

Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannta dengan cara :

Pengawasan antenatal yang baik

Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan

kelahiran, misalnya sulfa furazole, oksitosin, dsb.

Pencegahan pengobatan hipoksin dapa janin dan neonatus

Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus

Pemberian makanan yang dini

Pencegahan infeksi dengan pemberian antiobiotik

Page 17: Makalah Tutorial Klinik Anak

DAFTAR PUSTAKA

- Mansjoer A, Triyantin K, Savitri R, dkk (2009). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1

edisi III. Jakarta : Media Aesculapius

- ReferensiAbdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus

Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak

FKUP/RSHS. 64-84.

- Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl.

17th edition. Saunders. 596-598.

- Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-

103

- Buku pelatihan PONEK 2008