Makalah Pleno Blok 13

30
Pasien Geriatri Penderita Inkontinensia Urine Campuran Disusun Oleh : Kelompok A2 Herywijaya Sixtaputra 102012443 Monica Djuardi 102012176 Riena 102012076 Julisman Itolo Dwijaya Daeli 102012245 Letidebora Enjuvina 102012300 Atvionita Sinaga 102012369 Stefanus 102012433 Hazwani binti Mohamad 102012477 Lau Pon Ying 102012492 FAKULTAS KEDOKTERAN 1

description

Makalah Pleno Blok 13

Transcript of Makalah Pleno Blok 13

Pasien Geriatri Penderita Inkontinensia Urine Campuran

Disusun Oleh : Kelompok A2Herywijaya Sixtaputra 102012443Monica Djuardi 102012176Riena 102012076Julisman Itolo Dwijaya Daeli 102012245Letidebora Enjuvina 102012300Atvionita Sinaga 102012369Stefanus 102012433 Hazwani binti Mohamad 102012477Lau Pon Ying 102012492

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021)5694-2061, fax : (021) [email protected]. PENDAHULUANInkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.II. PEMBAHASAN2.1 DefinisiInkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah higienis dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada orang usia lanjut dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi dari lingkungan sosial. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasari diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obatobatan dan masalah psikologik. Kelainan Inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita, tetapi berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor gangguan psikologis dan faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri karena selalu basah akibat urin yang keluar, mungkin pada saat batuk, bersin, mengangkat barang berat, bersanggama, bahkan kadang pada saat beristirahat dan setiap saat harus memakai kain pembalut.12.2 KlasifikasiTerdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa jenis yang paling sering ditemukan yaitu :

1. Inkontinensia stres (Stres Inkontinence)Inkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urin. Pada pria, inkontinensia stres adalah umum berikut prostatektomi. Ini adalah bentuk paling umum inkontinensia pada pria.Pada wanita, perubahan fisik akibat kehamilan, melahirkan, dan menopause sering menyebabkan stres inkontinensia. Inkontinensia stres dapat memperburuk selama seminggu sebelum masa menstruasi. Pada waktu itu, menurunkan kadar estrogen dapat menyebabkan tekanan otot lebih rendah sekitar urethra, meningkatkan kemungkinan kebocoran. Insiden inkontinensia stres meningkat menopause berikut, juga karena tingkat estrogen menurun. Pada wanita tingkat tinggi atlet, inkontinensia usaha terjadi di semua olahraga yang melibatkan peningkatan diulang mendadak dalam tekanan intra-abdomen yang mungkin melebihi resistensi lantai perineum.ine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan.1

2. Inkontinensia desakan (Urgency Inkontinence)Inkontinensia desakan adalah keluarnya urine secara involunter dihubungkandengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi). Biasanya terjadi akibat kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar secara spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal enuresis.Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia karena mekanisme distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan kontraksi yang tidak stabil. Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik), akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks. Burnett, menyebutkan penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel, penyakit Parkinson, gangguan pada sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih, sistitis radiasi, sistitis interstisial. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi motorik lebih sering dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan antikolinegrik. Pemeriksaan urodinamik yang diperlukan yaitu sistometrik.1

3. Inkontinensia luapan (Overflow Incontinence)Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara involunter ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis.Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra dihubungkan dengan pusat miksi. Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari pusat yang lebih atas di dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih atas ini, sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin miksi disadari.14. Inkontinensia FungsionalInkontinensia fungsional terjadi ketika seseorang mengakui kebutuhan untuk buang air kecil, tetapi tidak dapat secara fisik membuat ke kamar mandi di waktu karena mobilitas terbatas. Kehilangan urin mungkin besar. Penyebab inkontinensia fungsional termasuk kebingungan, demensia, penglihatan yang buruk, mobilitas miskin, ketangkasan miskin, keengganan ke toilet karena drunkeness depresi, kecemasan atau kemarahan,, atau berada dalam situasi di mana tidak mungkin untuk mencapai toilet.Orang dengan inkontinensia fungsional mungkin memiliki masalah berpikir, bergerak, atau berkomunikasi yang mencegah mereka dari mencapai toilet. Seseorang dengan penyakit Alzheimer, misalnya, tidak mungkin berpikir cukup baik untuk merencanakan perjalanan tepat waktu untuk kamar kecil. Seseorang di kursi roda mungkin terhalang dari mendapatkan ke toilet dalam waktu. Kondisi seperti ini sering dikaitkan dengan usia dan account untuk beberapa inkontinensia perempuan tua dan laki-laki di panti jompo. Penyakit atau biologi belum tentu penyebab inkontinensia fungsional. Misalnya, seseorang di perjalanan mungkin antara istirahat dan berhenti di jalan raya, juga, mungkin ada masalah dengan kamar mandi di sekitar seseorang.15. Inkontinensia campuran Gabungan dari berbagai keadaan diatas Banyak wanita yang mengalami inkontinensia campuran antara stress & desakan.

2.3 AnamnesaPertama kita menanyakan identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi, dan keandalan pemberi informasi. Pada saat anamnesis haruslah menekankan pada gejala yang muncul secara rinci agar dapat ditentukan tipe inkontinensia, patofisiologi dan faktor-faktor pemicu:Lama dan karakteristik inkontinensia urin, Waktu dan jumlah urin pada saat mengalami inkontinensia urin dan saat kering (kontinen). Asupan cairan, jenis (kopi, cola, teh) dan jumlahnya. Gejala lain seperti nokturia, disuria, frekwensi, hematuria dan nyeri. Kejadian yang menyertai seperti batuk, operasi, diabetes, obat-obatan modalitas lainnya.Pada skenario, kita dapatkan bahwa pasien yang adalah seorang lansia berumur 70 tahun yang telah mempunyai 8 anak, mengeluh bahwa ia tidak dapat menaahan kencing, sehingga sering ngompol sebelum sampai ke WC, tidak bisa jalan cepat, karena nyeri sendi akibat pernah jatuh, kemudian kadang saat ia tertawa, batuk ia bisa ngompol karena tidak bisa menahan kencing. Sehingga ia malu untuk bergaul dengan teman2nya.2

2.4 Pemeriksaan Inkontinesia Urine Pemeriksaan Fisik Berat badan dan tekanan darah postural harus diukur pada setiap kunjungan. Fungsi pendengaran dan penglihatan harus diperiksa; bila pendengaran pasien terganggu, serumen yang berlebihan harus dikeluarkan dari dalam kanalis auditorius eksterna. Pada pasien yang inaktif dan menderita inkontinensia urin, khususnya laki-laki diharuskan mencari kemungkinan adanya distensi kandung kemih, karena keadaan ini merupakan satun-satunya temuan yang menunjukkan retensi urin; sensibilitas perineum dan refleks bulbokavernosus juga harus diuji. Perlu juga diobservasi gaya berjalan, dengan cara pasien diminta untuk berdiri dair posisi duduk di sebuah kursi, berjalan sejauh 10 kaki, berputar, berbalik dan kemudian duduk kembali; kelainan gaya berjalan dan kemantapannya ketika berdiri harus dievaluasi dengan mata pasien dalam keadaan terbuka serta tertutup dan ketika pasien memberikan respon terhadap dorongan sternum. Kita harus memahami bahwa tanda pelpeasan frontal misalnya refleks mencucur atau refleks palmomental dan tidak adanya refleks tendo Achilles serta daya sensibilitas terhadap getaran pada kaki mungkin merupakan hal yang normal pada manula.3Pemeriksaan status mental, di samping mengevaluasi suasana hati (mood) dan alam perasaan (afek), beberapa bentuk kognitif perlu dilakukan pada semua pasien lanjut-usia, walaupun uji ini hanya memeriksa beberapa komponen yang berbeda dalam riwayat medis untuk mengetahui konsistensinya. Individu yang menderita demensia ringan biasanya masih memepertahankan daya tarik sosialnya dan dapat menutupi gangguan intelektualnya dengan memperlihatkan sikap yang riang serta kooperatif. Bagi pasien yang mengikuti berita surat kabar, kita dapat menanyakan berita yang terutama menarik perhatiannya.3Jika terdapat kecurigaan akan kemungkinan penurunan kemampuan kognitif setelah melacaknya lewat percakapan ini, pertanyaan selanjutnya yang diujikan seperti orientasi pasien terhadap orang, tempat dan waktu tidak cukup untuk mendeteksi gangguan intelektual yang ringan atau sedang. Sebagai pemeriksaan skrining yang paling cepat, uji dengan cara menilai orientasi yang sederhana dan menyuruh pasien untuk menyetel jarum jam pada waktu yang ditentukan, dapat memberikan hasil yang sangat informative mengenai status kognitif, deficit visuospasial, kemampuan untuk memahami serta melaksanakan pelbagai instruksi dengan urutan yang logis. Salah satu uji yang paling sering digunakan adalah Mini-Mental Status Examination dari Folstein, yang menghasilkan skor numeric dalam waktu 5 -10 menit.Aspek lain yang penting untuk diperiksa ialah evaluasi kapasitas fungsional, yang tentunya berhubungan dengan derajat kebugaran pasien atau penurunan kapasitas fungsional yang dibuat berdasarkan masalah medis maupun psikososial. Penilaian fungsional mencakup penentuan kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari. ADL atau activities of daily living mencakup pekerjaan mandi, berpakaian, membuang hajat, makan, duduk atau bangun dari tempat tidur, dan lain sebagainya. Jadi, jika terdapat penurunan fungsional akut yang ditemukan dalam bentuk dimulainya atau bertambah beratnya gejala sering terjatuh, kebingungan (konfusi), depresi, atau inkontenensia harus segera diikuti dengan evaluasi medis.3Inspeksi umum dan evaluasi neurologis adalah hal yang penting untuk pemeriksaan inkontinensia urin. Awalnya, perineum diinspeksi ada tidaknya atrofi, yang dapat diperhatikan dari traktrus genital bagian bawah. Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada wanita inkontinensia juga harus meliputi evaluasi neurologi perineum yang menyeluruh. Karena respon neurologis bisa berubah pada pasien gangguan kecemasan saat kedaan tertentu, tanda-tanda klinis yang menghilang selama pemeriksaan tidak menunjukkan patologi yang sebenarnya.Evaluasi neurologis dimulai dengan upaya menghilangkan refleks bulbokavernosus. Selama tes ini, salah satu labium mayor digores cotton swab. Normalnya, kedua labia akan sama-sama berkontraksi bilateral. Komponen eferen refleks ini adalah nervus pudendus cabang klitoris, dimana komponen efernya dibungkus melaluin nervus pudendus cabang hemoroidal. Refleks ini diintegrasikan pada medulla spinalis setinggi S2 sampe S4. Sehingga ketiadaan refleks ini dapat merefleksiakan adanya defisit neurologis sentral maupun perifer. Yang kedua, kontraksi sfingter anal yang normal melingkar, biasa disebut sebagai anal wink, harus mengikuti penggoresan cotton swab pada kulit perianal. Aktifitas sfingter uretra eksternal membtuhkan paling sedikti inervasi oleh tingak S2-S4. Dengan demikian, tidak adanya anal wink dapat mengindikasikan adanya defisit neurologis pada distribusi neurologis ini.4Langkah berikutnya dapat dilakukan penilaian support pelvis, dengan mengevaluasi prolaps organ pelvis; uretral support yang melemah biasanya disertai dengan prolapse organ pelvis (POP). Test lainnya dapat digunakan Q-Tip Test, jika uretra tersupport lemah , maka peningkatan tekanan intraabdominal, uretra akan mengalami hipermobilitas. Untuk menilai mobilitasnya, letakkan ujung lembut cotton swab masuk ke uretra sampa pada urethrovesical junction. Kegagalan memasukkan ujung cotton swab ke dalam urethrovesical junction menandakan adanya permasalahan pada jaringan pendukung. Setelah itu dilakukan maneuver valsava, dengan adanya penyimpangan sudut swab yang lebih dari 30 derajat di atas horizontal, sebelum dan sesudah maneuver valsava yang diukur dengan goniometer atau standard protractor, mengindikasikan adanya hipermobilitas uretra dan hal dapat membantu mengarahkan perencanaan terapi surgical untuk menangani stress inkontinensia. Pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan rektovaginal dan bimanual. Pada umumnya, pemeriksaan pelvis memberikan sedikit petunjuk diagnostic mengenai penyebab yang mendasari terjadi inkontinensia.4Tujuan pemeriksaan fisik adalah mengenali pemicu inkontinensia urin dan membantu menetapkan patofisiologinya. Selain pemeriksaan fisik umum yang selalu harus dilakukan, pemeriksaan terhadap abdomen, genitalia, rectum, fungsi neurologis, dan pelvis (pada wanita) sangat diperlukan.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan kultur urin untuk menyingkirkan jika adanya infeksi; IVU digunakan untuk mengukur kecepatan aliran; sistometri digunakan untuk menggambarkan kontraktur detrusor; sistometri video menunjukkan adanya kebocoran urin saat mengedan pada pasien dengan inkontinensia stress; flowmetri tekanan uretra untuk mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saati istirahat dan saat berkemih. Sistoskopi digunakan bila dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih. Pemeriksaan speculum vagina menggunakan sistogram jika dicurigai terdapat fistula vesikovagina.

2.5 DiagnosisDiagnosis Inkontinensia urin bertujuan untuk : 1). Menentukan kemungkinan Inkontinensia urin tersebut reversibel. 2). Menentukan kondisi yang memerlukan uji diagnostik khusus 3). Menentukan jenis penanganan operatif, obat, dan perilaku Menurut Martin dan Frey tahapan diagnostik Inkontinensia urin meliputi : 1). Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang seksama. Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain pola berkemih ( voiding ), frekuensi dan volume urin, riwayat medis. 2). Pemeriksaan fisik meliputi perkembangan psikomotor, inspeksi daerah genital dan punggung 3). Pemeriksaan penunjang baik laboratorik maupun pencitraan, urinalisis, biakan urin dan pemeriksaan kimia darah.Working diagnosis :Berdasarkan kasus, didapatkan bahwa terdapat seorang nyonya berumur 70 tahun yang mengalami keluhan tidak dapat menahan kencing sehingga sering ngompol sebelum sapai ke wc, maka menurut gejala yang dialami pasien kemungkinan yang terdekat dan sesuai dengan gejala-gejala yang diberikan pasien mengalami inkontinesia stess, dimana pasien tidak dapat menahan kencingnya sehingga terkesan tereburu-buru dan biasanya pasien akan mengeluarkan urine terlebih dulu sebelum sampai ke kamar mandi.Selain gejala yang dialami pasien diatas, pasien juga mengalami gejala yang mendekati inkontinensia urgensi yaitu pasien biasanya mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk. Hal ini bisa terjadi karena terdapat tekanan abdominal yang juga menekan kandung kemih sehingga keluarlah urine. Dari dua gejala yang ditunjukan pasien ini, dapat disimpulakan bahwa pasien mengalami inkontinensia campuran karena terdapat lebih dari satu gejala dari inkontinensia yang ditunjukan pasien. Selain inkontinensia campuran yang dialami pasien. Pasien juga mengalami depresi karena pasien malu sehingga tidak mau keluar rumah. Hal ini lah yang membuat pasien merasa sangat depresi karena sangat malu dengan keadaannya sehingga mengasingkan diri.2

Different diagnosis :1. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih merupakan kasus yang sering terjadi dalam dunia kedokteran. Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah infeksi saluran kemih. Jenis infeksi saluran kemih yang paling umum adalah infeksi kandung kemih yang sering juga disebut sebagai sistitis. Sistitis adalah istilah medis untuk peradangan pada kandung kemih. Peradangan sering disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi kandung kemih ini dapat menjadi masalah serius jika infeksi tersebut menyebar pada ginjal.Wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih karena wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki,dan juga dapat terjadi pada ibu hamil yang dapat memberikan rasa panas saat buang air kecil. Urin dalam kondisi normal, biasanya steril. Tapi karena selama kehamilan, saluran kemih Ibu menjadi elastis dan melebar, sehingga bakteri mudah masuk.Pada beberapa kasus sistitis, dapat dipicu sebagai reaksi penggunaan obat tertentu, terapi radiasi atau penyebab iritasi lain yang berpotensi. Sistitis juga dapat dipicu sebagai komplikasi dari penyakit lainnya.3Dengan gejala yang hampir mirip dengan inkontinensia urin, Sulit buang air kecil Sering buang air kecil akan tetapi jumlahnya sedikit Darah pada urin (hematuria) Urin tampak keruh atau berbau menyengat Tidak nyaman pada area pinggul Perasaan seperti ditekan pada area perut bagian bawah Rasa nyeri, panas atau menyengat saat buang air kecil.2. Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina ( prolapsus derajat 1 ), serviks berada di luar orifisium (prolapses derajat 2 ), atau seluruh uterus berada di luar orifisium.Prolapsus uteri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya karena kelemahan jaringan ikat di rongga panggul, perlukaan jalan lahir. Menopause juga faktor pemicu terjadinya prolapsus uteri. Pada prolapsus uteri gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita dengan prolaps yang sangat berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.3Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :a) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari;b) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya;c) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel yang besar sekali.

3. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita. DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas.1Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya4. Inkontinensia FungsionalInkontinensia fungsional terjadi ketika seseorang mengakui kebutuhan untuk buang air kecil, tetapi tidak dapat secara fisik membuat ke kamar mandi di waktu karena mobilitas terbatas. Kehilangan urin mungkin besar. Penyebab inkontinensia fungsional termasuk kebingungan, demensia, penglihatan yang buruk, mobilitas miskin, ketangkasan miskin, keengganan ke toilet karena drunkeness depresi, kecemasan atau kemarahan,, atau berada dalam situasi di mana tidak mungkin untuk mencapai toilet.5. Inkontinensia luapan Keluarnya urine secara involunter ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi kandung kemih tanpa adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit neurogen, seperti akibat cedera vertebra, sklerosis multipel, penyakit serebrovaskular, meningomyelokel, trauma kapitis, serta tumor otak dan medula spinalis.1

2.6 Etiologi Inkontinensia UrinePenyebab terjadinya inkontinensia urin terdiri beberapa hal yaitu; Delirium, yang berhubungan dengan sensorium berkabut yang akan menghalangi kemampuan pasien untuk mengenali keinginan urinasi dan lokasi toilet yang terdekat untuk memenuhi keinginan tersebut, jika keadaan derilium menghilang inkontinensia akan mereda. Infeksi; infeksi yang terjadi pada traktus urinarius yang simptomatik sering menyebabkan atau turut mejadi penyebab timbulnya keadaan inkontinensia; infeksi yang asimtomatik tidak menimbulkan masalah ini. Urethritis/vaginalis atrofik; yang ditandai dengan adanya telangiectasia vaginalis, petekie, erosi, eritrema, atau kerapuhan jaringan umumnya akan menyebabkan inkontinensia pada perempuan dan memberi respons terhadap pengobatan estrogen dosis rendah atau krim estrogen vagina untuk waktu yang singkat.1Obat-obatan yang dikonsumsi dapat pula menyebabkan inkontinensia urin; seperti jenis diuretic kuat, contohnya furosemide; jenis obat antikoligernik seperti anthistamin, disiklomin, disopramid; jenis obat psikotropik antidepresan seperti amitriptilin, desipramin; jenis obat antipsikotik seperit tioridazin dan haloperidol; obat sedative seperti diazepam dan flurazepam; jenis obat analgesic narkotik; jenis penyekat alfa adrenergic; aagonis alfa adrenergic; penyekat saluran kalsium; vinkristin. Tidak terkecuali dalam pengkonsumsian alcohol.1Curah urin yang berlebihan dapat menyebabkan pasien tidak berhasil mencapai toilet pada waktunya. Penyebab keadaan ini adalah penggunaan diuretic, masukan cairan yang berlebihan, dan abnormalitas metabolism (misalnya hiperglikemia, hiperkalsemia, diabetes insipidus). Mobilitas yang terbatas, menyulitkan pasien untuk menjangkau urinal. Kemudahan pasien untuk menjangkau urinal atau pispotnya dapat memulihkan keadaan inkontinensia.Fecal impaction, keadaan ini merupakan penyebab inkontinensia urin yang sering ditemukan, khususnya pada pasien yang dirawat inap di rumah sakit atau dalam keadaan imobilisasi. Meskipun mekanismenya tidak diketahui, keadaan yang menunjukkan adanya fecal impaction adalah keberadaan inkontinensia urin bersama-bersama dengan ikontinensia fekal. Tindakan disimpaction (mengeluarkan feses yang terperangkap dengan kisma) akan memulihkan pasien kepada keadaan inkontinensia.Di sisi lain hambatan menuju toilet juga dapat mempengaruhi, defisit sensori/kognitif seperti kebutaan, terpotongnya lapang pandang, perepsi dalam yang buruk; defisit kognitif karena penuaan, trauma, stroke, tumor, infeksi. Defisit motoric seperti kekuatan ekstremitas dan atau bawah; hambatan ambulasi seperti vertigo, kelelahan perubahan gaya berjalan, hipertensi.1

2.7 Patofisiologi Inkontinesia UrinVesika urinaria merupakan organ penyimpanan urin dengan kapasitasnya mengakomodasi penambahan volume urin dengan tekanan intravesikal minimal maupun tidak. Kemampuan menjaga penyimpanan urin dan pengosongan volunteer tetap baik disebut kontinensia. Hal ini memerlukan koordinasi komplek, banyak komponen yang terlibat meliputi kontraksi dan relaksasi otot, dukungan jaringan pengikat yang baik. ringkasnya selama pengisian, kontraksi uretra dikoordinasikan dengan relaksasi vesika urinaria sehingga urin tersimpan. Kemudian selama miksi, uretra relaksasi dan vesika urinaria berkontraksi. Mekanisme ini dilawan oleh kontraksi detrusor yang tak terinhibisi, sehingga tekanan intrabdominal meningkat, dan mengubah berbagai komponen anatomis dari mekanisme kontinensia tersebut.5Pengisian vesika urinaria dipengaruhi oleh dinding vesika urinaria yang terdiri dari 4 lapis yaitu lapisan mukosa, submukosa, muscular dan adventisial. Yang paling superfisial adalah lapisan sel payung. Lapisan ini impermiabel sehingga berfungsi sebagai barrier primer urin-plasma. Lapisan muskuler yang disebut juga muskulur detrusor tersusun atas 3 lapisan otot halus yang tersusun dalam bentuk pleksiform. Susunan pleksiform memungkinkan ekspansi multidimensional yang cepat selama pengisian VU dan merupakan komponen kunci dari kemampuan VU untuk mengakomodasi volume urin yang besar.5Selain itu sfingter urogenital juga mempengaruhi pengisian vesika urinaria. Komponen ini meliputi sfingter uretra (SU), sfingter uretrovaginal (UVS), dan compressor uretra (CU). Sfingter uretra merupakan otot lurik yang membungkus melingkari uretera. Sedangkan UVS dan CU merupakan otot lurik yang melengkung ventral diluar uretra dan menyisip ke jaringan fibromuskular dinding anterior vagina. Kontraksi ketiga otot ini mengkontriksikan 2/3 bagian atas uretra secara melingkar dan menekan 1/3 bagian bawah secara lateral. Sfingter uretra terutama tersusun atas serabut-serabut yang berkedut dan tetap berkontraksi tonis, berperan dalam sisa-sisa proses kontinensia akhir. Sebaliknya, sfingter uretrovaginal dan compressor uretra tersusun atas serabut-serabut otot berkedut cepat, hal ini memungkinkan untuk kontraksi dan penutupan lumen uretra yang cepat dan kuat saat kontinensia dilawan oleh peningkatan tekanan intraabdominal yang mendadak.Otot lurik sfingter urogenital menerima inervasi motoric melalui nervus pudendus. Serabut saraf ini mengendalikan otot lurik sfingter ini. Sehingga neuropati pudendal yang mungkin menyertai proses kelahiran, dapat mempengaruhi fungsi normal muskulus ini. adanya riwayat pembedahan pelvis atau radioterapi pelvis dan merusak nervus, vaskularisasi dan jaringan lunak. Hal ini dapat menjurus pada sfingter urogenital yang tidak efektif dan menimbulkan inkontinensia.Setelah tahap pengisian maka selanjutnya ialah pengosongan vesika urinaria, dipicu oleh rangangan simpatis dan parasimpatis. Secara spesifik, impuls neural yang dibawa saraf-saraf pelvis merangasang pelepasan asetilkolin dan menimbulkan kontraksi muskulus detrusor. Bersamaan dengan stimulasi detrusor, asetilkolin merangsang reseptor di uretra dan mengakibatkan relaksasi outlet untuk pengosongan. Sel-sel otot polos di dalam detrusor bergabung satu dengan lainnya sehingga terdapat jalur elektris beresistensi rendah dari satu sel otot ke otot selanjutnya. Dengan demikian potensial aksi dapat menyebar cepat melalui muskulus detrusor dan selanjutnya menimbulkan kontraksi cepat keseluruh vesica urinaria.Selama pengosongan, seluruh komponen sfingter lurik urogenital berelaksasi, terkadang kontraksi tonus vesika urinaria dan relaksasi sfingter tidak sinkron (disinkronisasi) dengan relaksasi uretra. Dengan adanya disnergia sfingter, uretra gagal berelaksasi selama kontraksi detrusor dan terjadilah retensi. Wanita dengan keadaan seperti ini kadang diterapi dengan muscle relaxants. Obat ini konon dapat meralaksasi sfingter uretra dan muskulus levator ani sehingga pengosongan dapat terkoordinasi dengan baik.Kontinensia melibatkan banyak konsep dan teori, salah satunya yaitu transmisi tekanan, dalam traktus urogenital yang tersupport ideal, peningkatan tekanan intraabdominal ditransmisikan ke VU, dasar VU, dan uretra. Pada wanita yang kontinensia, peningkatan tekanan yang mengarah ke bawah seperti misalnya dari batuk, tertawa, bersin dan maneuver valsava ditahan oleh tonus jaringan pendukung dari muskulus levator ani dan jaringan ikat vagina. Pada orang yang memiliki backboard suportif yang lemah, kekuatan yang menekan ke bawah tersebut tidak tertahan. Hal ini menjurus pada peristiwa patent urethra, penyaluran ke uretrovesical junction, dan selanjutnya kebocoran urin (urin leakage).2.8 Manifestasi Klinis1. Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.2. Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.3. Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak stabil.4. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancara lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus-menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.

2.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut:a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.5b. Terapi non farmakologi Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan: Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali.5

c. Terapi farmakologi Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.d. Terapi pembedahan Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).6e. Modalitas lain Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan. Pampers, dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi daya tamping sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi. Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih. Alat bantu toilet Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.6

2.10 KomplikasiBerbagai komplikasi dapat menyertai Inkontinensia Urine seperti infeksi saluran kencing, infeksi kulit daerah kemaluan, gangguan tidur, masalah psiko sosial seperti depresi, mudah marah, dan rasa terisolasi, secara tidak langsung masalah tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, karena umumnya pasien mengurangi minum, karena kawatir terjadi Inkontinensia Urine, pada pasien yang kurang aktifitas hanya berbaring di tempat tidur dapat menyebabkan ulkus dikubitus dan dapat meningkatkan resiko infeksi lokal termasuk osteomyelitis dan sepsis. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah Inkontinensia Urine, berupa medikamentosa, fisioterapi, maupun pembedahan, jika dapat diketahui dengan tepat jenis dan penyebab Inkontinensia Urine.7

2.11 Prognosisa. Inkontinensia tekanan urin: pengobatan tidak begitu efektif. Pengobatan yang efektif adalah dengan latihan otot (latihan Kegel) dan tindakan bedah. Perbaikan dengan terapi alfa agonis hanya sebesar 17%-74%, tetapi perbaikan dengan latihan Kegel bisa mencapai 87%-88%.b. Inkontinensia urgensi: dari studi, menunjukkan bahwa latihan kandung kemih memberikan perbaikan yang cukup signifikans (75%) dibandingkan dengan penggunaan obat antikolinergik (44%). Pilihan terapi bedah sangat terbatas dan memiliki tingkat morbiditas yang tinggi.c. Inkontinensia luapan: terapi medikasi dan bedah sangat efektif untuk mengurangi gejala inkontinensia.d. Inkontinensia campuran: latihan kandung kemih dan latihan panggul memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan penggunaan obat-obata antikolinergik.7

2.12 PencegahanPasien inkontinensia urin tidak hanya terjadi pada lansia tetapi bisa terjadi pada pasien postpartum, namun demikian hal ini dapat dicegah dengan melakukan kegel exercise Tindakan pencegahan yang dibutuhkan untuk memudahkan pasien inkontinensia urin mencapai tempat urinal dapat diwujudkan dengan memperhatikan faktor lingkungan; selain ditujukan untuk mempercepat sampai ke tempat urinal tetapi juga untuk mempersempit risiko terjatuh, yakni dengan cara memberi penerangan pada tempat yang akan dilalui pasien geriatric, misalnya saja di kamar tidur, ruang tengah dan kamar mandi, tombol lampu juga dipasang agara mudah dijangkau oleh pasien geriatric yang menderit inkontinensia urin; tempat pijakan seperti lantai juga tidak boleh berbahan yang mempunyai permukaan licin, selain itu penting untuk diperhatikan ialah jangan sampai benda-benda yang berada di atas lantai menjadi penyebab jatuhnya penderita.Di dalam kamar mandi juga perlu dipasang pegangan, dan pasien geriartri halu menggunakan alas kaki yang mempunyai sol yang kuat, tidak licin dan tidak menyebabkan gesekan yan berat, tumit sepatu harus rendah.

III. PENUTUP3.1 KesimpulanInkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.

3.2 Daftar Pustaka1. Ichsan, B. Z. 2010. Inkontinensia urin. Surakarta: FK UNS.h.125-92. Braunwald, e. 2000. Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi 13, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.h.236-83. Iseelbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauce, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.h.38-47.4. Pierce A, Grace, Neil R, Borley. At a glance ilmu bedah. Jakarta : erlangga; 2011.h.180-1.5. Friedman, Borten, & Chapin. 2002. Seri skema diagnosa dan penatalaksanaan ginekologi edisi 2. Jakarta. Bina Rupa Aksara.h.110-56. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran: EGC.h.156-77. Suparman, E., & Rompas, J. 2008. Inkontinensia urin pada Lansia. Penerbit buku Kedokteran EGC.245-8

1