Makalah Pleno Blok 19
-
Upload
pieterszrence -
Category
Documents
-
view
72 -
download
2
Transcript of Makalah Pleno Blok 19
Pendahuluan
Jantung tidak beristirahat selama lebih dari sepersekian detik sekaligus.Selama hidup, ia
berkontraksi lebih dari 4 milyar kali. Untuk menyokong keadaan aktif ini, arteri koronaria
mensuplai lebih dari 10 juta liter darah ke miokardium dan lebih dari 200 juta liter ke sirkulasi
sistemik. Penyakit jantung sangat lazim ditemukan. Kelompok penyakit utama yang paling
mendapat perhatian adalah, penyakit arteri koronaria, hipertensi, penyakit jantung rematik,
angina pektoris, endokarditis bakterial, dan penyakit jantung kongenital.1
Angina pektoris didiagnosis berdasarkan riwayat penyakitnya. Banyak pasien yang
menyamakan nyeri tersebut dengan beban yang berat pada dada atau catok di sekeliling dada.2
Hipertensi arterial sistemik merupakan faktor risiko utama untuk penyakit arteri koronaria dan
juga penyebab utama gagal jantung kongestif dan stroke. Sudah jelas bahwa masalah penyakit
jantung adalah besar sekali, demikian pula dengan biaya morbiditas dan mortalitasnya.1 Disinilah
sebagai dokter kita dituntut untuk bagaimana memahami, apa penyebab utama angina pektoris,
bagaimana cara pencegahan, pengobatannya, komplikasi, bagaimana penyebarannya, dan apa
saja gejalanya. Penulis berharap makalah ini berguna bagi para pembaca, agar dapat menjaga
kesehatan dengan baik serta melakukan pencegahan sejak dini.
Anamnesis
Anamnesis riwayat medis yang cermat harus mencakup penilaian terhadap kesehatan
umu pasien. Riwayat diet yang teliti perlu ditanyakan. Demikian pula, penggunaan obat oleh
pasien yang harus ditinjau kembali. Faktor-faktor psikologi dapat memainkan peranan sebagai
penyebab, gejala depresi atau histeria harus dicatat.1
Pada skenario yang didapat, seorang pria 60 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri
dada kiri terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Nyeri terasa seperti tertimpa beban berat
dibagian tengah dada dan disertai keringat dingin. Pasien tersebut juga mengeluh perutnya terasa
mual sejak nyeri timbul. Riwayat penyakit sebelumnya pasien memiliki riwayat darah tinggi dan
seorang perokok sejak 20 tahun terakhir.
Seperti biasanya, tanyakan identitas pasien, yakni; nama, alamat, tempat tanggal lahir,
dan pekerjaan. Karena pasien masih berumur 60 tahun anamnesis yang dilakukan adalah
2
autoanamnesis, yakni dengan bertanya secara langsung kepada pasien. Tanyakan apa yang
menjadi keluhan utama pasien sehingga datang menemui dokter. Karena keluhan utama pada
skenario adalah nyeri dada yang merupakan salah satu gejala penyakit jantung (tapi bukan
patognomonik), maka tanyakan: dimana nyerinya, sudah berapa lama anda menderita nyeri itu,
apakah episode nyerinya berulang, berapa sering anda mengalami nyeri itu, apa yang anda
lakukan untuk membuatnya lebih baik, apa yang membuat nyeri itu memburuk (apakah karena
bernapas, berbaring, menggerakan tangan atau leher), bagaimana deskripsi nyerinya (rasa panas,
menekan, memeras, tumpul, nyerinya terus-menerus, berdenyut, seperti pisau, tajam, menjepit,
menusuk-nusuk), apakah nyerinya timbul pada waktu beristirahat (melakukan aktivitas fisik,
sesudah makan, ketika menggerakan lengan, waktu mengalami stres emosional, ketika tidur,
selama koitus), apakah nyerinya berkaitan dengan sesak napas (palpitasi, nausea atau vomitus,
batuk, demam, batuk darah, nyeri tungkai).1
Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik penyakit seperti, demam,
penurunan berat badan, dan gejala lain yang dirasakan pasien. Tanyakan apakah sudah pernah
diobati sebelumnya, apa obat yang pernah dikonsumsi, dan bagaimana perubahan kondisi fisik
pasien seteleh mengkonsumsi obat tersebut. Tanyakan mengenai lingkungan tempat tinggalnya,
makanan sehari-hari yang dimakan. Tanyakan juga riwayat penyakit keluarga, apakah ada
anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik jantung meliputi: inspeksi pasien, pengukuran tekanan darah, palpasi
jantung, perkusi jantung, auskultasi jantung. Pasien harus berbaring terlentang, dengan
pemeriksa berdiri di sisi kanan tempat tidur. Bagian kepala tempat tidur dapat sedikit ditinggikan
jika pasien merasa lebih nyaman dengan posisi ini.1
Hasil PF : TD: 180/90, N: 90x/m, S: Afebris, FN: 22x/m
Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan kateter intra-arterial atau secara tidak
langsung dengan sfigmomanometer. Ukuran manset pada sfigmomanometer penting untuk
penentuan tekanan darah yang tepat. Manset ini harus dilingkarkan dengan sempit di sekeliling
3
lengan dengan tepi bawah 1 inci di atas fossa antekubiti. Manset ini sebaiknya 20% lebih lebar
ketimbang diameter ekstremitas. Kantong karet harus terletak di atas arteri. Pemakaian manset
yang terlalu kecil untuk lengan berukuran besar akan menghasilkan pengukuran tekanan darah
yang lebih tinggi daripada sebenarnya.1
Inspeksi
Inspeksi umum pasien sering memberikan petunjuk berharga untuk diagnosis penyakit jantung.
Apakah pasien berada dalam distres akut? Seperti apa pernapasan pasien? Apakah ia bernapas
dengan susah payah? Apakah memakai otot pernafasan tambahan? Selanjutnya lakukan inspeksi
kulit, apakah terdapat sianosis? Jika ya, apakah sentral atau perifer? Apakah ada ruam kulit?
Adanya eritema marginatum (eritema di mana daerah kemerahan berbentuk cakram dengan tepi
yang menonjol) pada pasien demam mengarah kepada demam reumatik akut. Selanjutnya,
lakukan inspeksi kuku, wajah, mata, mulut, leher, dada, dan ekstremitas.1
Palpasi
Dengan menggunakan sendi interfalang distal jari telunjuk dan jari tengah (bukan ujung jari),
pemeriksa mencari iktus kordis yang biasanya terletak pada ruang sela iga (RSI) keempat atau
kelima pada atau sekitar garis midklavikula. Lokasi iktus kordis ini lebih mudah ditentukan
dengan menyuruh pasien berbaring ke arah kiri, sehingga bagian apeks lebih dekat ke dinding
dada. Namun demikian, pasien harus kembali ke posisi terlentang sebelum ditarik kesimpulan
mengenai lokasi, kekuatan, dan sifat impuls. Dorongan iktus kordis yang kadang-kadang dapat
dilihat dan sering teraba pada “point maximal impulse” (PMI) timbul akibat gerakan jantung
depan bersamaan dengan sistolik ventrikel. Lokasi, besar, kekuatan dan lamanya dapat terlihat.
Apabila lokasi iktus kordis dapat ditentukan, pemeriksa meletakkan dua jari tangan yang lain
pada pulsasi karotis kanan dan merasakan beberapa siklus jantung dalam waktu yang relatif
bersamaan dengan pulsasi karotis. Harus diikuti setiap iktus kordis yang bersamaan dengan
sistolik akhir, setelah penundaan sesaat. Kemudian pemeriksa meletakkan permukaan telapak
tangan dari satu tangan pada batas sternum kiri bawah untuk merasakan heaves (gerakan jantung
yang difus) atau getar jantung (thrill), yaitu getaran yang ditimbulkan oleh turbulensi aliran
darah. Hal yang sama juga diraba basis jantung yang terletak pada ruang sela iga kedua kiri.3
4
Perkusi
Teknik perkusi telah diuraikan dalam bab terdahulu. Perkusi dilakukan pada sela iga ketiga,
keempat dan kelima dari garis aksilaris anterior kiri ke garis aksilaris anterior kanan. Biasanya
ada perubahan nada perkusi dari sonor ke redup kira-kira 6 cm di sebelah lateral kiri sternum.
Redup ini disebabkan oleh adanya jantung. Kebanyakan klinikus merasa bahwa perkusi untuk
memperkirakan ukuran jantung hanya sedikit membantu, karena sensitivitas teknik ini rendah.
Pada beberapa keadaan klinis, perkusi mungkin berguna. Ini mencakup dekstrokardia dan
tension pneumotoraks dada kiri. Pada keadaan-keadaan ini dapat ditemukan redup pada sisi
kanan sternum.1
Auskultasi
Auskultasi yang berarti dari peristiwa siklus jantung memerlukan suatu sistem yang konsisten
dan konsentrasi yang cermat pada pihak pemeriksa. Ada lima tempat utama tempat stetoskop
harus diletakkan untuk auskultasi. Urutan penempatan ini kurang penting dibanding memahami
pemeriksaan yang diharapkan pada masing-masing tempat dan penggunaan pendekatan sistemik
untuk mendengarkannya. Tempat-tempat ini adalah: 3
1. Apeks atau apeks mitral: terbaik ditentukan secara palpasi pada denyutan apikal; jika
tidak teraba impuls, dengarkan pada ruang sela iga kelima kiri pada garis midklavikularis.
2. Batas sternum kiri bawah (BSKiB) atau fokus trikuspid: ruang sela iga keempat tepat
pada batas sternum bagian kiri.
3. Interkostalis ketiga kiri: tepat pada batas sternum kiri (fokus pulmonalis asesorius).
4. Sela iga kedua kiri, disebut juga batas sternum kiri atas (BSKiA) atau fokus katup
pulmonal: ruang sela iga kedua, tepat pada batas sternum kiri.
5. Sela iga kedua kanan atau fokus katup aorta: ruang sela iga kedua, tepat pada batas
sternum kanan.
5
Differential Diagnose
Infark Miokard Akut
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard, yang biasanya timbul sebagai akibat
penyakit aterosklerotik arteri koroner, cukup untuk menghasilkan nekrosis ireversibel otot
jantung. Mayoritas pasien (>80%) datang dengan nyeri dada. Gejala khas dan dapat
dibandingkan dengan serangan memanjang angina berat, sementara serangan angina tidak khas
berlangsung selama 5-10 menit, nyeri dada pada infark miokard biasanya berlangsung minimal
30 menit. Nyeri atau rasa menekan dan bisa disertai keringat dingin atau rasa takut.4
Meskipun nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang, kadang gejala terutama timbul
dari epigastrium, yang menyebabkan kesulitan diagnostik. Pada manula dan diabetes, nyeri
mungkin hanya sedikit atau tidak ada sama sekali. Infark miokard akut terjadi setelah aktivitas
berat atau emosi ekstrem, jarang pada puncak aktivitas. Hingga 50% pasien terbangun dari tidur
karena nyeri dada dan sekitar sepertiga pasien melanjutkan aktivitasnya meskipun mengalami
nyeri dada. Saat ditanyakan, pasien mengakui adanya gejala tidak jelas beberapa hari atau
minggu sebelum kejadian termasuk malaise, lelah, atau nyeri dada tidak spesifik. Sesak napas
dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
mengindikasikan ancaman gagal ventrikel, dan kadang terjadi sebagai manifestasi satu-satunya
infark miokard. Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan lebih
sering terjadi pada infark inferior. Gejala lain seperti palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari
aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).4
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Diagnosis IMA dengan
elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya
elevasi ST > 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau > 1 mm pada 2
sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu
hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan
6
adalah time is muscle. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.5
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTnI dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard). Tatalaksanan umum, diberikan oksigen, nitrogliserin (NTG), morfin, aspirin,
terapi reperfusi.5
Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi (NSTEMI)
Angina pektoris tak stabil dan NSTEMI diketahui merupakan suatu kesinambungan
dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis
UA (unstable angina) menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,
berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukkan pada NSTEMI. Gambaran
elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting
yang menentukan risiko pada pasien. Terdapat 3 faktor yang terjadi pada UA/NSTEMI, yaitu:
ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi, inflamasi vaskular,
dan kerusakan ventrikel kiri. Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan
penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin, C-reactive protein dan
brain natriuretic peptide, berturut-turut. Terapi, menggunakan antiiskemia, nitrat, terapi
antitrombotik, terapi antiplatelet (aspirin), terapi antikoagulan; UFH (Unfaractionated Heparin)
dan LWMH (Low Molecular Weight Heparin).5
Sindroma Koroner Akut
Rasa tidak nyaman di dada akibat sindrom koroner akut (acute coronary syndrome-ACS)
memiliki karakter yang hampir sama dengan karakter angina. Tetapi, rasa tidak nyaman karena
7
ACS ini biasanya : lebih parah (‘seperti diremukkan’), berlangsung lebih lama, faktor yang
mempercepat kemunculannya tidak diketahui (sering muncul saat seseorang tidak melakukan
aktivitas fisik), tidak reda dengan GTN (glyceryl trinitrate), pasien bisa berkeringat, mual,
muntah.6
ACS merupakan kondisi berbahaya dan anda sebaiknya menyarankan pasien untuk
meminta pertolongan medis darurat jika mereka merasakan nyeri di tengah dada dalam waktu
lama yang tidak reda dengan GTN. ACS bisa digolongkan sebagai 6 :
ö Angina tak stabil
ö Non-ST-segmen elevation myocardial infarction (NSTEMI)
ö ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI)
Ciri klinis dari ketiga jenis ACS tersebut sama, dan diagnosis dibuat berdasarkan temuan ECG
terlebih dahulu, lalu berdasarkan tingkat penanda jantung di dalam darah (misalnya tropinin I
atau T).
Pemeriksaan fisik pasien ACS sering kali memperlihatkan bahwa mereka tampak tidak
sehat dan kesakitan, serta berkeringat (‘diaforesis’), mual, dan muntah. Pemeriksaan juga
sebaiknya mengkaji 6 :
Ω Detak jantung, brakikardia jika terjadi aktivitas parasimpatetik berlebihan / rintangan
jantung, takikardia jika terjadi aktivitas simpatetik berlebihan / takaritmia
Ω Tekanan darah, rendah jika terjadi aktivitas parasimpatetik berlebihan / gagal jantung,
tinggi jika pasien pernah mengalami hipertensi / terjadi aktivitas simpatetik berlebihan
Ω JVP-JVP naik dalam kondisi infarksi ventrikel kanan
Ω Bunyi jantung, bunyi ketiga atau keempat jantung dalam kondisi disfungsi ventrikel kiri
akibat iskemia, pertengahan desir sistole yang terlambat dalam kondisi regurgitasi mitral
akibat iskemia, desir pansistole akibat otot papiler sobek atau kelainan septum ventrikel
akut, gesekan perikardium akibat perikarditis, gesekan perikardium akibat perikarditis
Ω Tanda gagal ventrikel akut.
8
Hipertensi Sekunder
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung umur individu
yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh,
umur, dan tingkat stres yang dialami. Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa
disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistole lebih sering terdapat pada dewasa
muda. Hipertensi dapat pula digolongkan sebagai esensial (primer) atau idiopatik, tanpa etiologi
spesifik, yang paling sering dijumpai. Bila ada penyebabnya, disebut hipertensi sekunder.7
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak
diketahui. Bila faktor penyebabnya dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal. Pada
bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit renovaskular adalah faktor
penyebab paling umum. Kontrasepsi oral telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang
berhubungan dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiotensis II dan
aldosteron. Selain itu, penyakit atau sindroma cushing, tumor medula adrenal, konstriksi aorta
juga mempengaruhi terjadinya hipertensi sekunder.7
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pertusis
adalah sebagai berikut: (1) Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan EKG sangat penting baik
untuk diagnosis maupun stratifikasi resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST
yang baru menunjukan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negative juga salah
satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2 mm, tidak
spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%
mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal. (2) Uji Latih. Pasien yang
telah stabil dengan terapi medikamentosa dan mununjukan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan
exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila
hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah
perlu tindakan revaskularisasi ( PCI atau CABG ) karena resiko terjadinya komplikasi
9
kardivaskular dalam waktu cukup besar. (3) Ekokardiografi. Pemeriksaan ekokardiografi tidak
memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya
gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stress juga dapat
membantu menegakkan adanya iskemia miokardium. (4) Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan tropin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling
penting dalam SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada
mionekrosis bila troponin T dan I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu.
Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk
diagnosis karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan
akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.5
Pemeriksaan penunjang lini pertama untuk hipertensi adalah EKG, kreatinin, dan kalium.
Jika ragu mengenai hipertensi, lakukan pengukuran ambulatori dalam 24 jam. Pengukuran
tekanan darah ambulatori (Ambulatory blood pressure monitoring = ABPM) merupakan teknik
pengukuran tekanan Darah (TD) berulang-ulang secara otomatis dengan interval tertentu
(biasanya setiap 15 sampai 30 menit) selama periode 24 – 48 jam, sehingga dapat memberikan
rekam TD selama aktivitas harian seseorang.8
Nilai seluruh risiko kardiovaskular (usia, jenis kelamin, riwayat merokok, kolesterol, dan
setiap penyakit vaskular yang diketahui) karena bisa mempengaruhi TD di mana terapi TD
mungkin memberikan manfaat.8
Working Diagnose
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada
kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia,
seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang
negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan,
angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.5
Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) Pasien dengan angina yang masih
baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per
hari. (2) Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
10
serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan. (3) Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.5
Hipertensi pada skenario ini, pasien merupakan seorang manula yang tergolong
hipertensi sistole terisolasi (Tingkat 2), penggolongannya sebagai berikut :
Tabel 1. Penggolongan tingkat tekanan darah menurut British Hypertension Society 6
Kategori Tekanan darah sistole (mmHg) Tekanan darah diastole (mmHg)
Tekanan darah optimal < 120 < 80
Tekanan darah normal < 130 < 85
Tekanan darah tinggi-normal 130 – 139 85 – 89
Hipertensi tingkat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Hipertensi tingkat 3 (berat) > 180 > 110
Hipertensi sistole terisolasi
(Tingkat 1)140 – 159 > 90
Hipertensi sistole terisolasi
(Tingkat 2)> 160 > 90
Manifestasi Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak nafas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Klasifikasi berdasarkan
beratnya serangan angina dan keadaan klinik.5
11
Beratnya angina 5 :
Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri
dada.
Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada
serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali
atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaan klinis 5 :
Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Manifestasi klinis hipertensi, bila timbul gejala, penyakit ini sudah lanjut. Gejala klasik
yaitu sakit kepala, epistaksis (mimisan), pusing, tinitus yang diduga berhubungan dengan
naiknya tekanan darah, ternyata sama seringnya dengan yang terdapat pada yang tidak dengan
tekanan darah tinggi. Namun gejala sakit kepala sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi, dan
nokturia, ternyata meningkat pada hipertensi yang tidak diobati. Empat sekuele utama akibat
hipertensi adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan ensefalopati.7
Etiologi
Etiologi angina pektoris umumnya adalah aterosklerosis pada arteri koronaria, tetapi
angina juga dapat terjadi akibat spasme pada koronaria yang normal (contoh, angina
“Printzmetal”). Aterosklerosis atau pengerasan arteri, adalah kondisi pada arteri besar dan kecil
yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di
seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunia media (lapisan otot
polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri sereberal.9
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel
endotel lumen arteri. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus
lain. Cedera pada sel endotel meningkatkan permeabilitasnya terhadap berbagai komponen
plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat-zat ini dapat masuk ke dalam arteri.
12
Oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak
pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera.
Sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudia memperburuk situasi,
menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit le area lesi, menstimulasi proses pembekuan,
mengaktivasi sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai
chemoattractant (penarik kimiawi) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan, dan
fibrosis.9
Para pengidap aterosklerosis, pengendapan lemak yang disebut ateroma, ditemukan di
seluruh kedalaman tunika intima, yang meluas ke tunika media. Kolesterol dan trigliserida yang
dibawa di dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein.
Lipoprotein densitas-tinggi (high density lipoprotein, HDL) membawa lemak keluar sel untuk
diuraikan, dan dikenal bersifat protektif melawan aterosklerosis. Lipoprotein densitas-rendah
(low density lipoprotein, LDL) dan lipoprotein densitas-sangat-rendah (very low density
lipoprotein, VLDL) membawa lemak masuk ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri.9
Berdasarkan hipotesis ini, hipotesis oksidatif-modifikasi pada aterosklerosis, yang
diawali oksodasi LDL pada lapisan subendotel arteri menyebabkan berbaagai reaksi inflamasi,
yang akhirnya menarik monosit dan neutrofil ke area lesi. Sel-sel darah putih ini melekat ke
lapisan endotel oleh molekul adhesif, dan melepaskan mediator inflamasi lain yang menarik
makin banyak sel darah putih ke area tersebut dan selanjutnya merangsang oksidasi LDL. Pada
akhirnya, monosit bergerak masuk ke dinding arteri, yang merupakan tempat pematangan
menjadi makrofag dan mengubah LDL menjadi sel buih (foam cell). LDL teroksidasi bersifat
sitotoksik untuk sel pembuluh darah, yang selanjtunya merangsang respons inflamasi.9
Etiologi hipertensi, terdiri dari; (1) Usia, insidens hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusai kurang dai 35 tahun dengan jelas menaikkan
insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur. (2) Kelamin, pada umumnya insidens
pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada
wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
(3) Ras, hipertensi pada yang kulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria
13
hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi
wanita putih. (4) Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti,
tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stres agaknya berhubungan baik dengan insidens hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Bila berat badannya turun, tekanan
darahnya serin turun menjadi normal. Merokok dipandang sebagai faktor risiko tinggi bagi
hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-
faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan erat dengan hipertensi.7
Epidemiologi
Mortalitas in hospital infark miokard akut dengan elevasi segmen ST dibanding tanpa
elevasi adalah 7% vs 5%, tetapi pada follow up jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien
infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2 kali lipat di banding pasien dengan elevasi segmen
ST.4
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang cukup banyak
mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada manusia yang sudah berusia
setengah umur (usia lebih dari 40 tahun). Namun, banyak orang yang tidak menyadari bahwa
dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium awal
belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya.10
Di Amerika, data statistik pada tahun 1980 menunjukkan bahwa sekitar 20% penduduk
menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada penelitian nasional yang menyeluruh, namun
diperkirakan angka statistik di Indonesia tidak jauh berbeda dengan Amerika.10
Pato fisiologi
Angina pektoris tak stabil
♯ Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting angina pectoris tak stabil ,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembulu koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang
mengalami rupture sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada
14
97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang lebih 70%. Plak
aterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotic (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung
lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya rupture terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim
protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak
(fibrous cap).5
Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tidak
stabil.5
♯ Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tidak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan thrombin dan fibrin.5
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokontriksi dan
pembentukan thrombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dan berperan dalam
memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.5
♯ Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga merupakan peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina
15
tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai
peran dalam pembentukan thrombus.5
♯ Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel, adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.5
Penatalaksanaan
Medikamentosa
I. Obat Anti Iskemia
Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi
pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut
nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus
intravena, yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan
secara intavena dengan sosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhdengan adap
nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus
dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.5
Penyekat Beta
Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukan
penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark
miokard, Meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukan
penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13%. Semua pasien dengan
angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai
macam beta-bloker seperti propranolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien
dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas yang serupa. 5
Antagonis kalsium
16
Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar : golongan dihidropirin seperti
nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diiltiazem dan verapamil. Kedua
golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. 5
II. Obat Antiagregasi Trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti platelet seperti aspirin,
tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat.5
∞ Aspirin
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung
dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien
dengan angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur
hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg
per hari. 5
∞ Tiklopidin
Tiklopidin suatu derivate tienopiridin merupakan obar lini kedua dalam pegobatan
angina tak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Studi dengan tiklopidin
dibandingkan placebo pada angina tidak stabil ternyata menunjukan bahwa kematian
dan infark non fatal berkurang 46,3%. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia, di mana insidennya 2.4%. dengan
adanya klopidogrel yang lebih aman pemakaian tiklopidin mulai ditinggalkan.5
∞ Klopidogrel
Koplidogrel juga merupakan derivate tienopiridin, yang dapat menghambat agregasi
platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin dan belum ada laporan adanya
neutropenia. Klodipogel juga terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidoglel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg
perhari.5
∞ Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada
proses agregasi platelet, karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka
ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.
17
Ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui untuk pemakaian dalam klinik
yaitu: absiksimab, suatu antibody monoclonal, epifibatid, suatu siklik heptapeptid,
dan tirofiban, suatu nonpeptid mimetic.5
III. Obat-obat Antihipertensi
ö Diuretik.
Mekanisme kerja diuretic tiazid dalam hipertensi belum jelas dan tidak dapat
dihubungkan hanya dengan efeknya pada keseimbangan garam dan air. Diuretic yang
lebih efektif, seperti furosemide, bukan merupakan obat obat hipertensi yang lebih
efektif.11
ö ß-Bloker ( antagonis ß-adrenoreseptor ).
Mekanisme kerja ß-bloker tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang diketahui
adalah obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan resflkes baroreseptor
tidak mengompensasi secara penuh, dan kemudian reseptor barorefleks ini diatur
kembali, dengan demikian resistensi perifer turun. 11
ö Inhibitors ACE
Inhibitor ACE menghambat konversi angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Senyawa
ini juga menghambat inaktivasi bradikinin. Hambatan terhadap ACE tidak hanya
terjadi dalam plasma tetapi juga di dalam endothelium vascular, menghasilkan
vasodilatasi, penurunan resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. 11
ö Vasodilator
Beberapa obat antihipertensi merupakan vasodilator langsung pada arteriol. Bloker
kanal kalsium (Ca-antagonis) mengurangi masuknya Ca2+ ke dalam sel melalui
potensial-operated Ca-channels. 11
Nonmedikamentosa
Pasien sangat dianjurkan untuk beristirahat di tempat tidur dengan monitor EKG
berkelanjutan untuk memantau adanya deviasi segmen ST dan ritme jantung. Penggunaan
oksigen nampaknya tidak berguna bila tidak ada gejala depresi pernafasan atau hipoksemia
(saturasi oksigen <90%). Sedangkan terapi invasifnya sama seperti terapi invasive pada angina
pectoris.4
18
Pencegahan
Karotenoid berperan penting dalam pencegahan penyakit degeneratif, dengan cara
mempertahankan fungsi sistem imun dan antioksidan. Asupan β-karoten dalam jumlah memadai
diyakini dapat mencegah angina pectoris, penyakit kardiovaskular, dan kanker terutama kanker
paru-paru dan kanker lambung. Vitamin A berpotensi mencegah penyakit degeneratif seperti
kanker, katarak, aterosklerosis, otoimun, dan penuaan dini.11
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari angina pektoris adalah serangan jantung, spasme
arteria koronaria, kolaps, atau ruptur arteria tersebut. Apabila tidak ada komplikasi, apsien
dirawat hanya 2-4 hari di ICCU kemudian pulang. Pasien diberi obat antikoagulan sebagai
profilaksis terbentuknya trombosis. Hipertensi dapat menimbulkan komplikasi stroke, penurunan
daya ingat, dan serangan jantung.4
Prognosis
Prognosis angina pektoris tak stabil dan hipertensi adalah dubia at malam. Karena dapat
mengakibatkan serangan jantung yang menyebabkan kematian.
Kesimpulan
Hipotesis diterima ! Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, gejala-gejala klinis yang
disampaikan maupun diperiksa dapat disimpulkan pasien tersebut menderita penyakit angina
pektoris tak stabil dan hipertensi primer terisolasi derajat 2.
19
Daftar Pustaka
1. Swartz M H. Buku ajar diagnostik fisik. Cetakan ke-I. Jakarta: EGC; 2000. h. 179-80.
2. Wilkins Williams. Diagnosis fisik. Cetakan ke-V. Jakarta: EGC; 2000. h. 213.
3. Willms L J, Schneiderman Henry, Algranati P S. Diagnosis fisik. Cetakan ke-I. Jakarta:
EGC; 2005. h. 229.
4. Gray H H, Dawkins K D, Simpson I A, Morgan J M. Kardiologi. Cetakan ke-I. Jakarta:
Erlangga; 2003. h. 136-7.
5. Sudoyo A W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M K, Setiati S. Ilmu penyakit
dalam. Cetakan ke-I. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1728-32, 1741-64.
6. Houghton A R, Gray David. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Cetakan ke-I.
Jakarta: PT Indeks; 2012. h. 80-4.
7. Tambayong Jan. Patofisiologi. Cetakan ke-I. Jakarta: EGC; 2003. h. 94-6.
8. Gleadle Jonathan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cetakan ke-I. Jakarta: Erlangga;
2005. h. 79.
9. Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Cetakan ke-I. Jakarta: EGC; 2009. h. 477-9.
10. Gunawan Lany. Hipertensi. Cetakan ke-VIII. Yogyakarta: Kanisius; 2007. h. 16.
11. Staf Pengajar Departemen Farmakologi. Kumpulan kuliah farmakologi. Cetakan ke-II.
Jakarta; EGC; 2008. h. 450.
12. Winarsi Hery. Antioksidan alami dan radikal bebas. Cetakan ke-V. Yogyakarta: Kanisius;
2007. h. 126.
20
21