Makalah PBL 23

12
Rhinitis Vasomotor Togana Junisar Paniro Sinaga 102011184 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Rhinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. Rhinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat dihidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi hipersekresi. 1 Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan kita mengenai rhinitis vasomotor, yang pada makalah ini akan dibahas dari epidemiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, dan pencegahan, serta anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang dugaan diagnosa penyakit. 1

description

pbl

Transcript of Makalah PBL 23

Rhinitis VasomotorTogana Junisar Paniro Sinaga102011184Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan Rhinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakanpembuluhdarahdihidung. Gejalayang timbulberupahidungtersumbat,bersindan ingus yang encer. Rhinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat dihidung menjadi membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjarmukus menjadi hipersekresi.1Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan kita mengenai rhinitis vasomotor, yang pada makalah ini akan dibahas dari epidemiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, dan pencegahan, serta anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang dugaan diagnosa penyakit.

Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected]

AnamnesisDiagnosis umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari factor yang mempengaruhi timbulnya gejala, dapat ditanyakan :1 Adakah sakit kepala? Demam? Suhu? Adakah sakit tenggorokan? Gangguan menelan? Adakah infeksi telinga? Apakah hidung tersumbat saat berganti posisi? Adakah alergi? Sering bersin berulang? Bersin lebih sering di pagi hari? Adakah mata gatal yang disertai lakrimasi? Adakah pendarahan hidung? Adakah gangguan penghidu?

Pemeriksaan Fisik TTV Rinoskopi anterior: pada pemeriksaan dapat ditemukan gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rhinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada folongan rinore, sekret yang ditemukan adalah serosa dan banyak jumlahnya.1

Pemeriksaan Penunjang1Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Test kulit (skintest) biasanya negatif, demikian pula test RAST (phadebas radioallergosobent test), serta kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.Pemeriksaan radiologi sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.Different Diagnose (DD)Rhinitis Alergi adalah penyakit inflamai yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan allergen spesifik tersebut. Rhinitis alergi mempunyai gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.1,2Rhinitis Virus paling sering ditemukan pada manusia, yang sering disebut salesma, common cold, flu. Penyebabnya ialah beberapa jenis vurus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus lainnya adalah myxovirus, cirus Coxsackie, dan virus ECHO. Gejala pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak.1,2

Working Diagnose (WD)Rhinitis Vasomotor adalah suatu keadann idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, -blocker, aspirin, korpromazin, dan obat topical hidung dekongestan). Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibody IgE spesifik serum).1,2Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:11. Golongan bersin (sneezers). Gejala biasa nya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topical.2. Golongan rinore (runners). Gejala dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik topical3. Golongan tersumbat (blockers). Kongesti umumnya memberikan tespon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid topical dan vasokonstriktor oral.EtiologiEtiologi pasti rhinitisvasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu. Beberapa faktoryangmempengaruhikeseimbangan Rhinitisvasomotor:2a) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, sepertii : ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor opikal.b) Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang.c) Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme.d) Faktor psikis, seperti stress, ansietasdan fatigue.

PatofisiologiPatofisiologi yang pasti belum diketahui, tetapi beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi rhinitis vasomotor:1,31. NeurogenicSerabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptide Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tpnus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya. Serabut saraf parasimpatis berasal nucleus salvitori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk N. Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptide yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls eferen, termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan hidung normal, persaragan simpatis lebih dominan. Rhinitis vasomotor diduga sebgai akibat dari ketidak-seimbangan impuls sarag otonom di mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis.2. NeuropeptidePada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan neuropeptide seperti substance P dan calcitonin gene-related protein yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-reaktifitas hidung.3. Nitric oksidaKadar nitric oksida yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment reflex vascular dan kelenjar mukosa hidung.4. TraumaRhinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenic dan/atau neuropeptide.Manifestasi KlinisPada rhinitis vasomotor gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Pada keadaan normal factor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1-4Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata.1-4Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1-4

PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada factor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam :1,4,5Non Farmakologi1. Menghindari stimulus/factor pencetus. Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahiu, pembersihan mukosa nasal secara periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan irigator.Farmakologi 2. Pengobatan simtomatis, dengan obat dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topical 100-200 g. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 g sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topical baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinore berat, dapat ditambahkan antikolinergik topical (ipratropium bromide).3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, konkotomi parsial konka inferior.4. Neurektomi N. Vidinaus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada nervus tersebut, bila dengan cara lain tidak memberikan hasil optimal. Operasi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi, seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan tindakan blocking ganglion sfenopalatina.PrognosisPrognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golonga rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1PenutupRhinitis vasomotor adalah merupakan sindrom klinik hidung yang terdiri dari gejala hidung tersumbat berulang disertai dengan rinore dan bersin-bersin. Faktor pencetus dari rhinitis vasomotor ini bisa terjadi pada seseorang dengan aktivitas parasimpatis berlebih. Gejala yang sering didapatkan pada rhinitis vasomotor ini adalah hidung tersumbat yang dominan bisa disertai dengan rinore dan bersin-bersin. Penatalaksanaan dapat berupa konsevatif (medis dan non-medis) ataupun tindakan pembedahan.

Daftar Pustaka1. Soepardi EA. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis alergi. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kasakean E. Rinitis vasomotor. Wardani RS, Mangunkusumo. Infeksi hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RW (ed). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbiit FKUI; 2009.h.3-4, 128-32, 135-8, 140.2. Bernstein J, dkk. Penyakit THT Kepala & Leher. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara; 2002.h.176-9.3. Cody D. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.104-118. 4. Boies L. Ilmu Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006,h.73-87.5. Newlands SD. Nonallergic rhinitis. In: Balleys head & neck surgery otolaryngology col I. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2001.p.273-9.

1