pbl 23 KONJUNGTIVITIS

29
KONJUNGTIVITIS Wahyu Purbo Pangesti 10.2008.030 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, Indonesia. Email : [email protected] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih. 1. 1

description

sa

Transcript of pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Page 1: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

KONJUNGTIVITIS

Wahyu Purbo Pangesti

10.2008.030

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, Indonesia.

Email : [email protected]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Mata merah merupakan keluhan penderita yang sering kita dengar. Keluhan ini

timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih

menjadi merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat

terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar.

Hiperemia konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun

berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila

terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara

konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya

berwarna putih.1.

Konjungtivits merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.2.

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, untuk mengetahui dan

mempelajari mengenai penyakit yang berkaitan dengan Konjungtivitis, khususnya yang

disebabkan oleh virus, diagnosis banding, serta cara pengobatannya

1

Page 2: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

BAB II

ISI

2.1. Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit

pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri maupun dari keluarga terdekat.

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan

30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan).3

Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri (autoanamnesis) maupun dari

keluarga terdekat (alo anamnesis). Anamnesis sangat membantu kita dalam membuat

suatu diagnosis yang tepat.3

Mata merah bisa merupakan manifestasi dari kondisi ringan yang sembuh sendiri

seperti konjuntivitis virus, atau akibat kedaruratanyang membahayakan penglihatan

seperti glauloma akut. Mata merah terjadi akibat peradangan kojungtiva atau episklera.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat essential untuk menegakkan diagnosa

yang pasti.4,5,6

- Berapa lama mata tampak merah?

- Adakah rasa tidak nyaman atau iritasi?

- Apakah terasa nyeri?

- Apakah lebih buruk bila mata di gerakkan?

- Adakah nyeri kepala yang menyertainya?

- Adakah gangguan penglihatan?

- Apakah mata terasa lengket? Adakah eksudat?

- Apakah mata tterasa kering atau perih?

- Adakah tanda sistemik ( misalnya; demam,malaise, muntah, artalgia, atau

ruam)?

- Adakah rasa gatal pada mataa tau adakah variasi musiman?

- Adakah fotofobia?

- Riwayat Penyakit Dahulu :

2

Page 3: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

- Adakah riwayat penyakit mata sebelumnya?

- Apakah pasien menggunakan lensa kontak?

- Adakah penyakit yang diderita sebelumnya (misalnya imunosupresi)

- Riwayat Penyakit Keluarga:

- Adakah riwayat glaukoma dalam keluarga?

2.2. Pemeriksaan Fisik3-6.

Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang

meliputi:

1)   Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke

arah limbus.

2)   Kemungkinan adanya sekret:

a. Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan

kelopak mata lengket saat bangun tidur.

b. Berair/encer pada infeksi virus.

3)   Edema konjungtiva

4)   Blefarospasme

5)   Lakrimasi

6)   Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan

infiltrasi).

7)   Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan

pseudo membrane pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai

perdarahan subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra maupun

bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau virus.

3

Page 4: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

8)   Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien

karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan

kemunduran visus/melihat halo.

2.3. Pemeriksaan Penunjang

Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik

membantu.7,8

1. Kultur

Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan

konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk

konjungtivitis purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus

dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap pengobatan.

2. Kultur virus

Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes

imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen

sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas

88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik

mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari okuler.

PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan

beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial

Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat

dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan

imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan

enzyme-linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR

untuk spesimen genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen

konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler

4

Page 5: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

beragam. Meskipun spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang

memuaskan, penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

4. Smear/sitologi

Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa)

direkomendasikan pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus,

konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis

gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi

Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak

berespon pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung

keganasan, biopsi langsung dapat menyelamatkan penglihatan dan juga

menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes diagnostik pewarnaan

imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit seperti

OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus

dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan

dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP.

Pada kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh

ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan

ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen

yang tepat.

6. Tes darah

Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui

menderita penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat

pasien. Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan

konjungtivitis toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH

okuler harus dites dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis

juga dapat disebabkan penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.

5

Page 6: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

2.4. Diagnosis Kerja

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian

berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis

terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat

dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang

dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan. Konjungtivitis merupakan

peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang

disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-

bahan kimia 9,10,11.

Klasifikasi Konjungtivitis1,10,11,12.

1. Berdasarkan waktu:

Akut

Kronis

2. Berdasarkan penyebabnya: 9-12

Konjungtivitis bacterial;

Konjungtivitis blenore

Blenore neonaturum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir.

Penyebabnya adalah gonococus, clamidia dan stapilococcus.

Konjungtivitis gonore

Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus

infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini

didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita

uretritis atau gonore. Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru lahir

adanya sekret kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasan sakit pada

mata yang dapat disertai dengan tanda – tanda infeksi umum.

Konjungtivitis difteri

Radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan gambaran

khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva

6

Page 7: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Konjungtivitis folikuler

Konjungtivitis angular

Peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus

interpalpebra disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah peradangan,

kongjungtivitis ini disebabkan oleh basil moraxella axenfeld.

Konjungtivitis mukopurulen

Kongjungtivitis ini disebabkan oleh staphylococcus, pneumococus,

haemophylus aegepty. Gejala yang muncul adalah terdapatnya hiperemia

konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata

lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi ( halo).

Blefarokonjungivitis

Radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphilococcus dengan

keluhan utama gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak

Konjungtivitis viral 

Konjungtivitis viral dapat disebabkan oleh adenovirus, herpes simplex, Epstein-

Barr, varicella zoster, molluscum contagiosum, coxsackie, dan enterovirus.

Adenoviral konjungtivitis biasanya menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis,

follikular konjungtivitis, dan nonspesifik konjungtivitis. Virus picorna, atau

enterovirus 70 menyebabkan konjungtivitis hemoragik epidemik

akut. Konjungtivitis viral sangat menular dan menyebar melalui kontak langsung

dengan orang atau permukaan yang terkontaminasi oleh

sekret.                                                                                            

Keratokonjungtivitis epidemika

Radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19.

Konjuntivitis ini bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa melalui

kolam renang selain dari pada wabah. Gejala klinis berupa demam dengan mata

seperti kelilipan, mata berair berat

Demam faringokonjungtiva

7

Page 8: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Kongjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan

ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang

mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4 dan 7

terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui sekret atau kolam renang.

Keratokonjungtivitis herpetik

Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun

yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes simpleks.

Keratokonjungtivitis New Castle

Konjungtivitis new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan

pada peternak unggas, yang disebabkan oileh virus new castle. Gejala awal

timbul perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata, kelopak mata

membengkak

Konjungtivitis hemoragik akut

Konjungtivitis jamur

Infeksi jamur jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak

memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis

jamur adalah candida albicans dan actinomyces.

Konjungtivitis alergik

Konjungtivitis alergi merupakan konjungtivitis noninfeksi, dapat berupa reaksi

cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak

seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Umumnya disebabkan oleh

bahan kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor.

Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjungtivitis

flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,

konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson,

pemfigoid okuli, dan sindrom Sjogren.1

Konjungtivitis vernal

Termasuk reaksi hipersensitif musiman, ada hubungan dengan sensitivitas

terhadap tepung sari rumput – rumput pada iklim panas. Keluhannya berupa

8

Page 9: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

gatal, kadang -kadang panas, lakrimasi, menjadi buruk pada cuaca panas dan

berkurang pada cuaca dingin.9

Konjungtivitis flikten

Bakteri patogen yang paling umum pada konjungtivitis infeksi meliputi

Pneumococcus, Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus

influenzae. Sedangkan yang jarang adalah Neisseria gonorrhoeae menyebabkan

konjungtivitis hiperakut purulenta, organismenya ditularkan dari genitalia ke

tangan lalu ke mata. Chlamydia adalah penyebab tersering dari konjungtivitis

persisten.

2.5. Diagnosis Banding1

Tabel 1. Diagnosis Banding Konjungtivitis, Sumber Buku Ilmu Penyakit Mata Edisi

Keempat, Prof. Dr. Sidarta Ilyas, SpM.

Konjungtivitis Keratitis Uveitis AnteriorGlaukoma Kongestif

Akut

Visus NormalTergantung letak

infiltrate

Menurun perlahan, tergantung letak

radangMenurun mendadak

Hiperemi Konjungtiva Perikornea siliar Mix injeksi

Epifora, fotofobia

- + + -

Sekret Banyak - - -

Palpebra Normal Normal normal Edema

Kornea Jernih Bercak infiltrate Gumpalan sel radangEdema, suram (tidak

bening), halo (+)

COA Cukup Cukup Sel radang (+) dangkal

H. Aquous Normal NormalSel radang (+), flare (+), tyndal efek (+)

Kental

9

Page 10: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Iris Normal NormalKadang edema

(bombans)Kripta menghilang

karena edema

Pupil Normal Normal miosis Mid midriasis (d:5mm)

Lensa Normal Normal Sel radang menempel Keruh

 

Tabel. 2., Diagnosa Banding Tipe Konjungtivitis yang lazim, sumber Buku Ilmu Penyakit

Mata Prof.dr. H Sidarta Ilyas Sp.M.

Klinik&sitologi Viral Bakteri Alergi

Gatal Minim Minim Hebat

Hiperemia Profuse Sedang Sedang

Eksudasi Minim Menguncur Minim

Adenopati preurikular Lazim Jarang Tidak ada

Pewarnaan kerokan & eksudat

Monosit Bakteri, PMN Eosinofil

Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tak pernah

Lakrimasi ++ + +

2.6. Etiologi1,11,12

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :

a. infeksi oleh virus atau bakteri.

b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet, dari

las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.

d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa

menyebabkan konjungtivitis.

10

Page 11: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-

tahun. Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh:

a. entropion atau ektropion.

b. kelainan saluran air mata.

c. kepekaan terhadap bahan kimia.

d. pemaparan oleh iritan.

e. infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia).

Frekuensi kemunculannya pada anak meningkat bila si kecil mengalami gejala

alergi lainnya seperti demam. Pencetus alergi konjungtivitis meliputi rumput, serbuk

bunga, hewan dan debu.

Substansi lain yang dapat mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya konjungtivitis

yaitu bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara (seperti asap dan cairan

fumigasi)

2.7. Epidemiologi9,11,12

Konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di kalangan kaum muda dan orang

dewasa di seluruh Amerika Serikat. Menurut Ferri's Clinical Advisor, beberapa bentuk

konjungtivitis, bakteri dan virus, dapat ditemukan pada 1,6 persen menjadi 12 persen dari

semua bayi yang baru lahir di Amerika Serikat. Mata bayi kadang-kadang mungkin bisa

terkena beberapa bakteri selama proses kelahiran. Konjungtivitis bakteri juga dapat

mempengaruhi bayi yang hanya beberapa minggu. Konjungtivitis bakteri dapat terjadi

pada semua ras dan jenis kelamin.

Ada kemungkinan morbiditas okular yang signifikan dalam hal kemerahan di mata,

okular pelepasan dan ketidaknyamanan bagi anak-anak yang menderita konjungtivitis

bakteri. Kebanyakan orang Amerika gagal untuk mengenali dan mengobati penyakit ini.

Ini serius dapat menyebabkan meningitis dan sepsis dan dapat mengancam nyawa.

Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah

penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk

per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10

penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan

refraksi (25,35%).

2.8. Patofisiologi8-12

11

Page 12: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan substansia

propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki kelenjar lakrimal

aksesori dan sel goblet.

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.

Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan

degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini

menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase,

kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin

dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal,

peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.

Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang

berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva.

Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau

limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah

putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah

secara mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi

konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan

sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang

merangsang lakrimasi.

2.9. Manifestasi klinik

1 Tanda

Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:

a. konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.

b. produksi air mata berlebihan (epifora).

c. kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan

menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel

konjungtiva bagian atas.

d. pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi

nonspesifik peradangan.

12

Page 13: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

e. pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.

f. terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).

g. dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).

2 Gejala

Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan

kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna

putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. Kelopak

mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.

Gejala lainnya adalah:

a. mata berair

b. mata terasa nyeri

c. mata terasa gatal

d. pandangan kabur

e. peka terhadap cahaya

f. terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.

2.10. Penatalaksanaan9-12

2.10.1 Non Farmakologi10,12

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari

bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain.

Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata

yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah

setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan

sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan

khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari

penyebaran konjungtivitis antar pasien.

2.10.2 Farmakologi9-12

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen

mikrobiologinya.

Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

2.10.2.1  Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri12

13

Page 14: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik

dengan antibiotic tunggal seperti:

ü  Kloramfenikol

ü  Gentamisin

ü  Tobramisin

ü  Eritromisin

ü  Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan

dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis

bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung  (pewarnaan Gram

atau Giemsa) untuk mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka

pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan

langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap

jam atau salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum

tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1

minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi

air mata atau kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.

2.10.2.2  Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus9-12

Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk

mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan

sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat

dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.

Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh

sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen,

dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi

sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat

antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 %

diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya

14

Page 15: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan  analgesik

untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep

tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan  cara

mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan

ditutup selama 24jam.

2.10.2.3  Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi12

Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti

ringan sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang.

Penyakit ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan

reaksi konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih

berat mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai

(steril) ulkus kornea.

1. Alergi ringan

Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah

yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk

air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata artifisial membantu

melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan yang mungkin ada

pada permukaan okuler.

2. Alergi sedang

Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata

merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal

dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek

mungkin juga dibutuhkan.

Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling

sering dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin

topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan

kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk

kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai

masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,

15

Page 16: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan

topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek

terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi

dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga digunakan pada

konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-

peradangan.

3. Alergi berat

Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan

dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang.

Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif

yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus

dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten,

dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang

dapat digunakan bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast

cell stabilizer. Topikal NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek

anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko

jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang

terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan

pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol

mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin

topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat

dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama

sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau

konjungtivitis vernal.

2.11. Komplikasi11,12,13

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan

kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa

komplikasi dari konjungtivitis yang  tidak tertangani diantaranya:

1. glaukoma

16

Page 17: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

2. katarak

3. ablasi retina

4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari

blefaritis seperti ekstropin, trikiasis

5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea

6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah

bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang

dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan  orang bisa menjadi buta

7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat

mengganggu penglihatan

2.12. Pencegahan12,13

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau

mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang

sakit. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah

lainnya.

Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

2.13. Prognosis10

Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang

yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan

kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga

penglihatan dapat dipertahankan.

Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila

penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada

mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi

retina.

17

Page 18: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

 

Diagnosis konjungtivitis adalah berdasarkan kondisi pasien. Diagnosis dapat dibuat pada

pasien dengan keluhan mata merah dan terdapat discharge hanya pada visus normal dan

tidak mempunyai  gejala dari keratitis, iritis,  atau glaucoma.  Konjungtivitis dibedakan

menjadi konjungtivitis infeksius (bakteri atau virus) atau non infeksius (alergi, toxic,

dryness dan lainya).

Konjungtivitis virus dan bakteri mempunyai resiko menular sangat tinggi. Diagnosis

konjungtivitis bakterial dapat dibuat dari pasien dengan tanda secret atau discharge

purulen dan berlangsung dalam beberapa hari. Discharge dapat menyeluruh pada mata

atau hanya pada sudut mata saja. Konjungtivitis bakterial biasanya unilateral tetapi dapat

juga bilateral. Jenis konjungtivitis virus memperlihatkan adanya injeksi, secret serous

atau mukoid, dan perasaan panas, seperti berpasir, dan berawal hanya pada satu mata.

Infeksi virus melibatkan pada kedua mata dalam 24-48 jam, meskipun hanya unilateral

dan tidak memperlihatkan suatu proses infeksi virus. Dan mempunyai secret mukoid,

mata susah dibuka, merah pada sudut mata. Biasanya memperlihatkan air mata yang

mengandung secret. Pada konjungtiva tarsal mempunyai tampilan folikel-folikel yang

besar. Dan biasanya disertai dengan penyakit common cold. Gejala tampak setelah 3

sampai 5 hari, dan penyakit berangsur-angsur mengalami perbaikan dalam dua minggu

dan total pada tiga minggu.

Konjungtivitis alergi mempunyai tipikal merah pada kedua mata, berair, dan gatal. Gatal

adalah tanda alergi, panas, atau iritasi. Pasien konjungtivitis alergi mempunyai riwayat

atopi, alergi bersifat musiman, atau alergi spesifek (seperti makanan dll). Konjungtivitis

non infeksi lainya memperlihatkan mata merah dan discharge mukoid. Biasanya akibat

proses kimia, atau kurang produksi air mata.

 

18

Page 19: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Prof.dr.Sp M, Sri Rahayu Y. SpM, Ilmu Penyakit Mata.Edisi 4, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.h. 109-48.

2. Alpers, Ann, et. Al, Konjungtiva, Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 3,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007. h. 2280 -2288

3. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnostik. Anamesa. Jakarta: bidang penerbitan

yayasan diabetes indonesia; 2004.h.2-3.

4. Gleadle, J., Mata Merah, in At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik,

Penerbit Erlangga, Jakarta,2005.h. 94

5. Burnside JW, McGlynn TJ. Tubuh sebagai keseluruhan. Dalam: Lukmanto H,

editor. Adams diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.4-

7, 49-62.

6. Bickey LS. Kepala dan leher. Dalam: Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S,

penyunting. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke 8.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.147-58.

7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi .7 nd ed, Vol. 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 924-31.

8. Corwin JE. Indra. Dalam: Yudha EK, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE,

penyunting. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2009.h.384-6.

9. Liz Segre . The Eye Chart and 20/20 Vision. Edisi 2010. Diunduh dari

http://i1.allaboutvision.com/i/eye-charts-358x338.gif. 20 Maret 2011.Khaw PT,

Shah P. Elkongton AR. ABC of eyes. 4th ed. British: BMJ Pubishing Group Ltd;

2007.p.1-6, 52-9.

10. Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman; Simarmata,Monang;

Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa

kedokteran. Edisi kedua. Sagung Seto.Jakarta. 2002.h. 30-68

11. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Konjungtivitis. Dalam: Diana Susanto,

penyunting. Oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2010.h.99-123.

19

Page 20: pbl 23 KONJUNGTIVITIS

12. http://www.scribd.com/doc/29896570/Definisi-Etiologi-Klasifikasi-Dan-

Patofisiologi-Konjungtivitis

13.  https://online.epocrates.com/u/291168/Acute+conjunctivitis/Summary/Highlights

20