Makalah Pai 6doc

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia yang amalannya demikian tidak terpisah dengan Allah, sehingga sulit untuk melupakan Allah, apalagi berpikir berbuat dosa dan melanggar perintah Allah, karena tidak akan dapat berkumpul bersama-sama pada waktu bersamaan pada seseorang dalam qalbu-nya, nafasnya ber-dzikir kepada Allah, sementara jasadnya berbuat dosa. Tetapi yang pasti adalah ber-dzikir qalbu-nya dan diamalkan oleh jasadnya dan masuk sampai dalam sumsum tulang, atau dimensi dalam dan amalan cara itu pula yang disebut Tasawuf. Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas adalah ilmu Tasawuf. Bahwa ilmu bathin yang keluar dari qalbu itu adalah tasawuf, yang dikerjakan dan diamalkan oleh qalbu atau hati, dan ilmu dhahir yang keluar dari lidah adalah ilmu yang diucapkan oleh lidah dan diamalkan oleh jasad yang disebut juga ilmu syari’ah. Ilmu tersebut tidak dapat terpisah keduanya karena ilmu dhahir diucapkan dan digerakkan oleh tubuh/jasad dan ilmu bathin diamalkan oleh qalbu dan serentak pengamalannya bersamaan keduanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan 1

description

makna tasawuf

Transcript of Makalah Pai 6doc

BAB IPENDAHULUAN1.1Latar Belakang

Manusia yang amalannya demikian tidak terpisah dengan Allah, sehingga sulit untuk melupakan Allah, apalagi berpikir berbuat dosa dan melanggar perintah Allah, karena tidak akan dapat berkumpul bersama-sama pada waktu bersamaan pada seseorang dalam qalbu-nya, nafasnya ber-dzikir kepada Allah, sementara jasadnya berbuat dosa. Tetapi yang pasti adalah ber-dzikir qalbu-nya dan diamalkan oleh jasadnya dan masuk sampai dalam sumsum tulang, atau dimensi dalam dan amalan cara itu pula yang disebut Tasawuf.Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas adalah ilmu Tasawuf. Bahwa ilmu bathin yang keluar dari qalbu itu adalah tasawuf, yang dikerjakan dan diamalkan oleh qalbu atau hati, dan ilmu dhahir yang keluar dari lidah adalah ilmu yang diucapkan oleh lidah dan diamalkan oleh jasad yang disebut juga ilmu syariah. Ilmu tersebut tidak dapat terpisah keduanya karena ilmu dhahir diucapkan dan digerakkan oleh tubuh/jasad dan ilmu bathin diamalkan oleh qalbu dan serentak pengamalannya bersamaan keduanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan keduanya bahkan makin dalam ilmu Tasawuf seseorang itu semakin mendalam pula pengamalan syariat-nya dan kewarasannya. Seorang Sufi sangat menjaga syariat-nya dan bathin-nya, bahkan keluar masuk nafasnya dan khatar (kata hatinya) itu, juga dipeliharanya. 1.2Maksud dan Tujuan

1.2.1Maksud

Membahas cara-cara seseorang mendekatkan diri kepada Allah, seperti berakhlak yang tinggi ( mulia ), tekun dalam beribadah tanpa keluh kesah, memutuskan hubungan selain Allah karena kita merasai tidak memiliki suatu apapun didunia ini dan kita tidak dimiliki oleh siapapun di kalangan makhluk.,menolak hiasan-hiasan duniawi seperti kelezatan dari harta benda yang biasa memperdaya manusia, dan menyendiri menuju jalan Allah dalam Kholwat ( mengasingkan diri dari keramaian dunia ) untuk beribadah.1.2.2 Tujuan

1.Untuk mengetahui asal usul tasawuf2.Agar mengetahui pengertian tasawuf3.Mengetahui kemunculan dan perkembangan tasawuf

BAB II LANDASAN TEORI

2.1Pengertian Tasawuf

Arti tasawuf dan asal katanya menurut logat sebagaimana tersebut dalam buku Mempertajam Mata Hati (dalam melihat Allah). Menurut Syekh Ahmad ibn Athaillah yang diterjemahkan oleh Abu Jihaduddin Rafqi al-Hnif :1. Berasal dari kata suffah ()= segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di serambi masjid Nabawi, karena di serambi itu para sahabat selalu duduk bersama-sama Rasulullah untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan kepada orang lain yang belum menerima fatwa itu.2. Berasal dari kata sfatun ()= bulu binatang, sebab orang yang memasuki tasawuf itu memakai baju dari bulu binatang dan tidak senang memakai pakaian yang indah-indah sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan orang.3. Berasal dari kata suf al sufa ( )= bulu yang terlembut, dengan dimaksud bahwa orang sufi itu bersifat lembut-lembut.4. Berasal dari kata safa ()= suci bersih, lawan kotor. Karena orang-orang yang mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.

Pendapat tersebut di atas menjadi khilaf (perbedaan pendapat) para ulama, bahkan ada pendapat tidak menerima arti tasawuf dari makna logat atau asal kata. Menurut al-Syekh Abd. Wahid Yahya berkata: Banyak perbedaan pendapat mengenai katasufi dan telah ditetapkan ketentuan yang bermacam-macam, tanpa ada satu pendapat yang lebih utama dari pendapat lainnya kerena semua itu bisa diterima.2.2Asal Usul TasawufSesungguhnya pengenalan tasawuf sudah ada dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabiin. Sebutan yang populer bagi tokoh agama sebelumnya adalah zhid, bid, dan nsik, namun term tasawuf baru dikenal secara luas di kawasan Islam sejak penghujung abad kedua Hijriah. Sebagai perkembangan lanjut dari ke-shaleh-an asketis (kesederhanaan) atau para zhid yang mengelompok di serambi masjid Madinah. Dalam perjalanan kehidupan, kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Pola hidup ke-shaleh-an yang demikian merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang kemudian berkembang dengan pesatnya. Fase ini dapat disebut sebagai fase asketisme dan merupakan fase pertama perkembangan tasawuf yang ditandai dengan munculnya individu-individu yang lebih mengejar kehidupan akhirat sehingga perhatiannya terpusat untuk beribadah dan mengabaikan keasyikan duniawi. Fase asketisme ini setidaknya sampai pada dua Hijriah dan memasuki abad tiga Hijriah sudah terlihat adanya peralihan konkrit dari asketisme Islam ke sufisme. Fase ini dapat disebut sebagai fase kedua, yang ditandai oleh antara lain peralihan sebutan zhid menjadi sufi. Di sisi lain, pada kurun waktu ini, percakapan para zhid sudah sampai pada persoalan apa itu jiwa yang bersih, apa itu moral dan bagaimana metode pembinaannya dan perbincangan tentang masalah teoritis lainnya. Tindak lanjut dari perbincangan ini, maka bermunculanlah berbagai teori tentang jenjang-jenjang yang harus ditempun oleh seorang Sufi (al-maqmat) serta ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang sufi pada tingkat tertentu (al-hl). Demikian juga pada periode ini sudah mulai berkembang pembahasan tentang al-marifat serta perangkat metodenya sampai pada tingkat fana dan ijtihad. Bersamaan dengan itu, tampil pula para penulis tasawuf, seperti al-Muhsibi (w. 243 H), al-Kharraj (w. 277 H.), dan al-Junaid (w. 297 H.), dan penulis lainya. Fase ini ditandai dengan munculnya dan berkembangnya ilmu baru dalam khazanah budaya Islam, yakni ilmu tasawuf yang tadinya hanya berupa pengetahuan praktis atau semacam langgam keberagamaan. Selama kurun waktu itu tasawuf berkembang terus ke arah yang lebih spesifik, seperti konsep intuisi, al-kasyf, dan dzawq Kepesatan perkembangan tasawuf sebagai salah satu kultur ke-Islaman, nampaknya memperoleh infus atau motivasi dari tiga faktor. Infus ini kemudian memberikan gambaran tentang tipe gerakan yang muncul.Pertama: adalah karena corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan oleh ummat Islam terutama para pembesar dan para hartawan. Dari aspek ini, dorongan yang paling besar adalah sebagai reaksi dari sikap hidup yang sekuler dan gelamour dari kelompok elit dinasti penguasa di istana. Profes tersamar ini mereka lakukan dengan gaya murni etis, pendalaman kehidupan spiritual dengan motivasi etikal. Tokoh populer yang dapat mewakili aliran ini dapat ditunjuk Hasan al-Bahsri (w. 110 H) yang mempunyai pengaruh kuat dalam kesejarahan spiritual Islam, melalui doktrin al-zuhd dan khawf al-raja, rabiah al-Adawiyah (w. 185 H) dengan ajaran al-hubb atau mahabbah serta Maruf al-Kharki (w. 200 H) dengan konsepsi al-syawq sebagai ajarannya. Setidaknya pada awal munculnya, gerakan ini semacam gerakan sektarian yang interoversionis, pemisahan dari trend kehidupan, eksklusif dan tegas pendirian dalam upaya penyucian diri tanpa memperdulikan alam sekitar.2.3Kemunculan dan Berkembangnya TasawufKenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat karena saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme. Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi\'in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani. Budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup. Konon, menurut pengarang Kasf adh-Dhunun, orang yang pertama kali dijuluki as-shufi adalah Abu Hasyim as-Shufi (w. 150 H) 2.4Perkembangan TasawufPertumbuhan dan perkembangan tasawuf di dunia Islam dapat dikelompokan ke dalam beberapa tahap :

2.4.1 Tahap Zuhud (Asketisme)Tahap awal perkembangan tasawuf dimulai pada akhir abad ke-1H sampai kurang lebih abad ke-2H. Gerakan zuhud pertama kali muncul di Madinah, Kufah dan Basrah kemudian menyebar ke Khurasan dan Mesir. Awalnya merupakan respon terhadap gaya hidup mewah para pembesar negara akibat dari perolehan kekayaan melimpah setelah Islam mengalami perluasan wilayah ke Suriah, Mesir, Mesopotamia dan Persia. Tokoh-tokohnya menurut tempat perkembangannya :1. MadinahDari kalangan sahabat Nabi Muhammad Saw, Abu Ubaidah Al Jarrah (w. 18 H); Abu Dzar Al Ghiffari (W. 22 H); Salman Al Farisi (W.32 H); Abdullah ibn Masud (w. 33 H); sedangkan dari kalangan satu genarasi setelah masa Nabi (Tabin) diantaranya, Said ibn Musayyab (w. 91 H); dan Salim ibn Abdullah (w. 106 H).2. BasrahHasan Al Bashri (w. 110 H); Malik ibn Dinar (w. 131 H); Fadhl Al Raqqasyi, Kahmas ibn Al Hadan Al Qais (w. 149 H); Shalih Al Murri dan Abul Wahid ibn Zaid (w. 171 H)3. KufahAl Rabi ibn Khasim (w. 96 H); Said ibn Jubair (w. 96 H); Thawus ibn Kisan (w. 106 H); Sufyan Al Tsauri (w.161 H); Al Laits ibn Said (w. 175 H); Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H).4. MesirSalim ibn Attar Al Tajibi (W. 75H); Abdurrahman Al Hujairah ( w. 83 H); Nafi, hamba sahaya Abdullah ibn Umar (w. 171 H). Pada masa-masa terakhir tahap ini, muncul tokoh-tokoh yang dikenal sebagai sufi sejati, diantaranya, Ibrahim ibn Adham (w. 161 H); Fudhail ibn Iyadh (w. 187 H); Dawud Al Thai (w. 165 H) dan Rabiah Al Adawiyyah.2.4.2Tahap Tasawuf (abad ke 3 dan 4 H )Paruh pertama pada abad ke-3 H, wacana tentang Zuhud digantikan dengan tasawuf. Ajaran para sufi tidak lagi terbatas pada amaliyah (aspek praktis), berupa penanaman akhlak, tetapi sudah masuk ke aspek teoritis (nazhari) dengan memperkenalkan konsep-konsep dan terminology baru yang sebelumnya tidak dikenal seperti, maqam, hl, marifah, tauhid (dalam makna tasawuf yang khas); fana, hulul dan lain- lain. Tokoh-tokohnya, Maruf Al Kharkhi (w. 200 H), Abu Sulaiman Al Darani (w. 254 H), Dzul Nun Al Mishri (w. 254 H) dan Junaid Al Baghdadi. Muncul pula karya-karya tulis yang membahas tasawuf secara teoritis, termasuk karya Al Harits ibn Asad Al Muhasibi (w. 243 H); Abu Said Al Kharraz (w. 279 H); Al Hakim Al Tirmidzi (w. 285 H) dan Junaid Al Baghdadi (w. 294 H). Pada masa tahap tasawuf, muncul para sufi yang mempromosikan tasawuf yang berorientasi pada kemabukan (sukr), antara lain Al Hallaj dan Ba Yazid Al Busthami, yang bercirikan pada ungkapan ungkapam ganjil yang sering kali sulit untuk dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum muslim, seperti Akulah kebenaran (Ana Al Haqq) atau Tak ada apapun dalam jubah-yang dipakai oleh Busthami selain Allah (m fill jubbah ill Allh), kalau di Indonesia dikenal dengan Syekh Siti Jenar dengan ungkapannya Tiada Tuhan selain Aku.

2.4.3 Tahap Tasawuf Falsafi (Abad ke 6 H)Pada tahap ini, tasawuf falsafi merupakan perpaduan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional-filosofis. Ibn Arabi merupakan tokoh utama aliran ini, disamping juga Al Qunawi, muridnya. Sebagian ahli juga memasukan Al Hallaj dan Abu (Ba) Yazid Al Busthami dalam aliran ini.. Aliran ini kadang disebut juga dengan Irfn (Gnostisisme) karena orientasinya pada pengetahuan (marifah atau gnosis) tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu.

2.4.4Tahap Tarekat ( Abad ke-7 H dan seterusnya )Meskipun tarekat telah dikenal sejak jauh sebelumnya, seperti tarekat Junaidiyyah yang didirikan oleh Abu Al Qasim Al Juanid Al Baghdadi (w. 297 H) atau Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ibn Muhammad Nuri (w. 295 H), baru pada masa-masa ini tarekat berkembang dengan pesat. Seperti tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al Jilani (w. 561 H) dari Jilan (Wilayah Iran sekarang); Tarekat Rifaiyyah didirikan oleh Ahmad Rifai (w. 578 H) dan tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Najib Al Suhrawardi (w. 563 H). Tarekat Naqsabandiyah yang memiliki pengikut paling luas, tarekat ini sekarang telah memiliki banyak variasi , pada mulanya didirikan di Bukhara oleh Muhammad Bahauddin Al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi

BAB IIIKESIMPULANSecara sederhana, bahwa Tasawuf adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya. Ilmu tasawwuf adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia untuk mengenal Allah swt., dan dengan tasawwuf ini pula seseorang dapat melangkah sesuai dengan tuntutan yang paling baik dan benar dengan akhlak yang indah serta akidah yang kuat. Oleh sebab itu, seorang mutasawwif tidak mempunyai tujuan lain dari mencapai marifat billah (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya dan tersingkapnya dinding hijab yang membatasinya dengan Allah.kesempurnaan hidup adalah tercapainya martabat dan derajat kesempurnaan atau insan kamil. Insan kamil dalam pandangan ahli sufi berbeda-beda. Di antaranya adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu Arabi bahwa insan kamil adalah manusia yang sempurna karena adanya realisasi wahdah asasi dengan Allah yang mengakibatkan adanya sifat dan keutamaan tuhan pada dirinya.DAFTAR PUSTAKA

al-Jaeliy, Al-Syekh Abd al-Karim ibn Ibrahim. Insan al-Kmil fi Marifat Awliri wa al-Awil. Jilid II. Mesir: Syarikah Matbaah Mustafa- Babil Halabi wa Aldih, 1375 H.al-Manawi, Mustafa Muhammad al-Allmah. Faedul Qadr. Jilid IV. Mesir: Sanabun Maktabah, 1357 H.Nicholson. The Mystic of Islam. London: Keqan Paul Ltd., 1966.Permadi, K. Pengantar Ilmu Tasawuf. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997.Sahabuddin. Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi Cet. II; Surabaya: Media Varia Ilmu, 1996.Siregar, H.A. Rivay. Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.8