Makalah BLOK 17
-
Upload
margaretha-meytha -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
description
Transcript of Makalah BLOK 17
Ikterus Fisiologis pada Neonatus
Chaifung Carolline
10 – 2013 – 202
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta
Email : [email protected]
Pendahuluan
Ikterus atau jaundice merupakan salah satu kondisi umum yang harus
mendapat perhatian khusus dari petugas medik pada bayi yang baru saja lahir. Ikterus
sendiri didefinisikan sebagai kondisi tubuh bayi yang berwarna kuning, dan umumnya
tidak hanya tubuh, pewarnaan kuning juga dapat terjadi pada sklera bayi sebagai hasil
dari akumulasi dari bilirubin yang tidak terkonjugasi.1,2 Pada sebagian besar bayi,
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi merupakan fenomena transisi yang umum
dijumpai namun pada beberapa bayi, bilirubin serum dapat meningkat sangat tinggi
dan hal inilah yang perlu diwaspadai dan dibedakan dengan ikterus yang terjadi secara
fisiologis, karena pada dasarnya bilirubin tidak terkonjugasi bersifat neurotoksik dan
dapat menyebabkan kematian pada bayi yang baru lahir dan dapat pula meninggalkan
sequelae neurologik yang menetap seumur hidup pada bayi yang dapat bertahan hidup
(kern-icterus).3
Pada skenario ini seorang bayi 5 hari datang ke dokter untuk kontrol rutin. Ibu
mengatakan bahwa bayinya mulai tampak kuning pada usia 2 hari. Bayi dilahirkan
normal per vaginam pada usia kelahiran 39 minggu. Bayi masih aktif, menangis kuat
dan menyusu dengan baik. Di makalah ini akan dibahas secara rinci mengenai ikterus
fisiologis pada bayi mlai dari anamnesis sampai prognosis serta cara membedakannya
dari ikterus patologis.
Anamnesis1
Anamnesis yang dapat dilakukan untuk bayi dengan ikterus, umumnya
ditanyakan langsung kepada ibu, sehingga anamnesis bersifat allo-anamnesis,
1
beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada ibu mengenai ikterus pada bayinya, antara
lain:
1. Kapan ikterus atau kuning pada tubuh bayi muncul pertama kali? Berapa lama
ikterus sudah terjadi? Apakah ikterus bertahan lebih dari 2 minggu? (ikterus
fisiologis umumnya muncul pada hari kedua atau hari ketiga sesudah lahir, apabila
ikterus muncul selama 24 jam pertama kehidupan, lebih mengarah kepada keadaan
non-fisiologis)
2. Apakah masa kehamilan/masa gestasi cukup 36 minggu?
3. Bagaimana berat badan bayi lahir? Apakah bayi mengalami BBLR?
4. Apakah ibu selama masa mengandung mengalami infeksi baik infeksi virus
maupun infeksi lainnya?
5. Apakah ibu selama masa mengandung ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu?
6. Apakah proses melahirkan berjalan dengan baik atau justru ada trauma selama
proses kelahiran? Apakah ada penundaan penjepitan tali plasenta?
7. Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami ikterus atau ada riwayat
keluarga akan sindroma Gilbert?
8. Apakah dalam keluarga ada riwayat kelainan hemolisis? Anemia? Splenektomi?
Batu kandung empedu? Penyakit hati?
9. Bagaimana keaktifan anak? Apakah anak cukup menyusu?1,5,6
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada neonatus, terutama terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi
dan frekuensi pernapasan bayi untuk mengetahui apakah ada kelainan pada bayi yang
baru saja dilahirkan, setelah itu pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan pengamatan
ikterus pada bayi. Pada kasus ini, bayi tersebut skleranya ikterik di kedua mata,
kuning pada wajah dan badannya. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kasus ikterus ini, antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium.
Transcutaneous bilirubinometry, dapat dilakukan dengan perangkat genggam
yang menggabungkan algoritma
optik canggih. Penggunaan
perangkat ini telah mengurangi
penggunaan sampel darah bayi
dengan ikterus namun perangkat
ini tidak bisa digunakan untuk
memonitor perkembangan
fototerapi. Penggunaan
perangkat ini juga ternyata jauh
lebih baik dibandingkan
pemeriksaan secara visual. Pada
bayi dengan ikterus ringan,
penggunaan teknik ini mungkin menjadi salah satu pemeriksaan yang
diperlukan untuk mengetahui total bilirubin pada batas yang aman. Pada bayi
dengan ikterus sedang, teknik ini mungkin berguna untuk memilih pasien yang
membutuhkan flebotomi atau pengambilan sampel darah kapiler untuk
pengukuran bilirubin serum. Pada bayi dengan ikterus berat, dapat berguna
sebagai alat untuk memantau secara cepat terapi yang bersifat cepat dan
agresif.
Pengukuran total bilirubin serum mungkin menjadi satu-satunya pemeriksaan
yang diperlukan pada bayi dengan ikterus sedang dengan ikterus yang muncul
pada hari ke-2 atau hari ke-3 tanpa adaya proses patologis.
Pemeriksaan golongan darah dan penentuan Rh pada ibu dan bayi
Direct antiglobulin test pada bayi (direct Coomb test)
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
Gambar 1. Pemeriksaan dengan transcutaneous bilirubinometry
3
Level albumin serum: berguna untuk mengevaluasi risiko dari toksisitas,
karena albumin mengikat bilirubin dalam rasio 1:1 di lokasi pengikatan
primernya dengan afinitas tinggi
Hitung retikulosit dan pemeriksaan pulasan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit
Level bilirubin terkonjugasi dan pemeriksaan fraksi bilirubin (konjugasi vs
tidak terkonjugasi)
Liver function test: SGOT dan SGPT yang meningkat pada penyakit
hepatoselular. Alkali fosfatase dan GGT umumnya meningkat pada penyakit
kolestasis.
Analisa gas darah: risiko toksisitas bilirubin pada sistem saraf pusat meningkat
pada asidosis, biasanya asidosis respiratorik
Pengukuran end-tidal carbon monoxide (ETCO) pada napas untuk mengetahui
indeks produksi bilirubin.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi mencakup pemeriksaan dengan USG, terutama USG dilakukan
pada hati dan saluran empedu untuk bayi dengan gejala klinis mengarah pada
penyakit kolestasis. Selain itu, dapat pula dilakukan scanning dengan radionuklida
pada hati untuk indikasi bayi yang diduga mengalami atresia saluran empedu
ekstrahepatik.1
Working Diagnose
Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Warna kuning biasanya akibat di dalam kulit
terjadi akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar
(bereaksi indirek) yang dibentuk dari hemoglobin oleh kerja heme oksigenasi,
4
biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sel retikuloendotelial;
dapat juga sebagian disebabkan oleh endapan pigmen sesudah pigmen ini di dalam
mikrosom sel hati diubah oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat ( uridin
phosphoglucuronic acid / UDPGA ) glukuronil transferase menjadi bilirubin ester
glukuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi-direk).
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi kern
ikterus. Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang beraksi-
indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam;
dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai hari ke-3, biasanya
berpuncak antara hari ke-2 dan hari ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun
sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai
dengan perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasikan dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Differential Diagnosis
Ikterus Patologis
Ikterus patologis terutama dapat disebabkan oleh inkompatibilitas ABO, Rh
isoimunisasi, akibat sepsis, ataupun disebabkan oleh adanya defisiensi enzim G-
6-PD. Membedakan antara ikterus fisiologis dengan patologis ialah dengan
melihat waktu timbulnya ikterus, yaitu sebagai berikut:
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Ikterus yang segera timbul begitu bayi lahir atau muncul dalam 24 jam pertama
mungkin disebabkan oleh inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan darah
lain, infeksi intrauterin (virus, bakteri, toksoplasmosis kongenital, rubela, inklusi
sitomegali), eritroblastosis fetalis, perdarahan tersembunyi dan kadang oleh
karena defisiensi enzim G-6-PD.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir
Ikterus yang muncul pada hari ke-2 atau hari ke-3 dapat menunjukkan ikterus
yang fisiologis namun dapat pula menunjukkan adanya hiperbilirubinemia oleh
5
karena sindrom Crigler-Najjar yang merupakan ikterus non-hemolitik familial,
dapat pula ikterus muncul karena kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau
Rh, masih memungkinkan juga disebabkan oleh defisiensi enzim G-6-PD,
keadaan polisitemia, hemolisis perdarahan tertutup, hipoksia, sferositosis,
dehidrasi asidosis, dan defisiensi enzim eritrosit lainnya.
c. Ikterus yang muncul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
Ikterus yang muncul setelah 3 hari memberi gambaran septikemia karena infeksi
lain terutama sifilis, toksoplasmosis, dan penyakit inklusi sitomegalovirus. Selain
septikemia, dapat pual ikterus muncul karena dehidrasi asidosis, pengaruh obat,
sindrom Criggler Najjar, sindrom Gilbert.
d. Ikterus yang muncul di akhir minggu pertama
Ikterus yang muncul setelah usia satu minggu memberi kesan ikterus karena ASI
atau biasa disebut sebagai breastmilk jaundice, septikemia, atresia kongenital
saluran empedu, hepatitis, rubela, hepatitis herpes, galaktosemia, hipotiroidisme,
anemia hemolitik kongenital, atau kemungkinan kegawatan anemia hemolitik
lainnya misalnya karena defisiensi piruvat kinase atau karena obat-obatan.
e. Ikterus yang persisten selama umur 1 bulan
Ikterus yang terus bertahan selama umur satu bulan akan memberi kesan sindrom
empedu mengental (yang dapat menyertai penyakit hemolitik bayi baru lahir),
sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, kadang ikterus fisiologis
dapat memanjang selama beberapa minggu pada keadaan bayi hipotiroidisme
atau stenosis pilorus.4,5
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi yang baru lahir dapat menjadi penyebab tunggal,
namun pada beberapa kasus dapat pula bersifat multifaktorial. Metabolisme bilirubin
bayi yang baru lahir berada dalam masa transisi dari stadium janin yang mana selama
waktu janin tersebut plasenta merupakan satu-satunya jalur eliminasi utama bilirubin
yang larut-lemak, ke stadium dewasa, yang mana ketika bayi sudah dewasa maka
6
bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air akan diekskresikan dari sel hati ke dalam
sistem biliaris dan kemudian ke saluran pencernaan.
Secara garis besar penyebab ikterus neonatorum dapat dibagi menjadi:
1. Produksi yang berlebihan
Produksi bilirubin yang berlebihan yang tidak diimbangi dengan kemampuan
bayi untuk mengekskresikannya akan membuat akumulasi bilirubin di dalam
tubuh bayi, dan dapat terjadi misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis. Kasus-kasus di atas terutama
dapat menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini terutama disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk proses konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar neonatus, akibat
asidosis, hipoksia, dan infeksi atau bahkan di dalam tubuh bayi tidak terdapat
enzim glukuronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Keadaan hipoksia,
infeksi kemungkinan hipotermia dan defisiensi tiroid dapat mencederai hati atau
bahkan mengurangi aktivitas enzim transferase. Penyebab lainnya ialah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin yang ada dalam darah secara fisiologis akan diikat oleh albumin untuk
kemudian dibawa ke hepar. Ikatan albumin-bilirubin ini dapat dipengaruhi oleh
berbagai jenis obat, misalnya salisilat, sulfafurazole, sulfisoksazol dan
moksalaktam. Defisiensi dari albumin akan lebih banyak menyebabkan
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah dan sewaktu-waktu dapat
melekat pada sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini terutama didapati pada bayi dengan obstruksi di dalam hepar atau
bahkan di luar hepar. Kelainan di luar hepar umumnya disebabkan oleh kelainan
7
bawaan. Obstruksi dalam hepar dapat terjadi akibat infeksi atau kerusakan hepar
oleh sebab lain.
Patofisiologi
Metabolisme Bilirubin pada Janin dan Neonatus
Produksi
Bilirubin sebagian besar
dibentuk sebagai akibat dari
penghancuran hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial. Tahap pertama ialah
dengan oksidasi heme yang akan
menghasilkan biliverdin oleh heme
oksigenase yang akan melepas besi
yang akan disimpan untuk dipakai
kembali. Kemudian biliverdin yang
larut air akan menjadi bilirubin oleh
enzim bilirubin reduktase. Tingkat
penghancuran heme lebih tinggi pada
bayi dibanding pada orang tua. Satu
gram hemoglobin dapat menghasilkan
sekitar 35 mg bilirubin indirek ketika
mengalami degradasi. Bilirubin indirek
ini ialah bilirubin yang tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Peningkatan
produksi bilirubin pada neonatus disebabkan oleh karena adanya peningkatan
penghancuran eritrosit fetus dan sebagai hasil dari umur eritrosit fetal yang
memendek serta dikarenakan massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus.
Transportasi
Bilirubin indirek yang tidak larut air ini kemudian akan diangkut oleh
albumin untuk ditransfer ke dalam hepatosit. Di dalam sel, bilirubin akan terikat
pada ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil lagi pada
protein Z. Bilirubin yang masuk hepatosit selanjutnya akan mengalami konjugasi
Gambar 2. Metabolisme bilirubin pada neonatus5
8
dan diekskresi ke dalam empedu. Pada neonatus, terdapat konsentrasi rendah
ligandin dan juga aktivitas enzim transferase yang rendah, sehingga hal ini
mendasari banyaknya bilirubin indirek bebas dalam darah. Uptake bilirubin yang
masuk ke dalam hepatosit berbanding lurus dengan konsentrasi ligandin.
Konjugasi
Selanjutnya dalam sel hepar, bilirubin akan dikonjugasikan dengan
asam glukuronat menjadi bilirubin diglukuronide walaupun sebagian kecil juga ada
dalam bentuk bilirubin monoglukuronide. Bilirubin monoglukuronide ini akan
diubah menjadi bilirubin diglukuronide oleh enzim glukuronil transferase. Ada 2
macam enzim yang terlibat dalam sinsesis bilirubin diglukuronide, yaitu enzim
UDPG:T.
Ekskresi
Sesudah proses konjugasi maka bilirubin ini akan menjadi bilirubin
direk yang larut dalam air dan dapat diekskresikan dengan cepat ke sistem empedu
kemudian ke usus, dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi dan akan dirubah
menjadi tetrapirol yang tidak berwarna/sterkobilin oleh mikroba kolon dan dilepas
bersama tinja. Sebagian kecil dari bilirubin direk ini akan dihidrolisis atau
didekonjugasi di usus kecil proksimal menjadi bilirubin indirek oleh B-
glukuronidase yang ada di brush border dan direabsorpsi sehingga akan
meningkatkan total bilirubin plasma. Siklus ini disebut siklus enterohepatik. Pada
neonatus dikarenakan aktivitas enzim B-glukuronidase yang meningkat, bilirubin
direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin justru didekonjugasi menjadi
bilirubin indirek sehingga jumlah bilirubin yanng terhidrolisa menjadi bilirubin
indirek akan meningkat dan direabsorpsi sehingga siklus enterohepatik meningkat.
Intake makanan oleh neonatus pada hari-hari pertama kehidupan yang terbatas
akan membuat waktu transit usus lebih panjang sehingga akan berdampak pada
siklus enterohepatik yang meningkat. Siklus ini juga meningkat pada bayi yang
kurang mendapat asupan cairan dan nutrisi.
Pada neonatus dan fetus, produksi bilirubin diduga sama besarnya
tetapi faktor kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas
demikian pula kesanggupan untuk mengkonjugasi, sehingga hampir semua
bilirubin janin dalam bentuk bilirubin indirek dengan mudah melalui plasenta
9
masuk ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibu. Dalam keadaan fisiologis,
dapat terjadi adanya akumulasi bilirubin indirek pada neonatus sampai 2 mg%. Hal
inilah yang membedakan antara metabolisme bilirubin oleh fetus dan neonatus,
pada fetus masalah metabolisme dapat terselesaikan dengan bantuan metabolisme
ibu sedangkan pada neonatus akan terjadi penumpukkan bilirubin dan timbul
ikterus. Pada neonatus, hal ini disebabkan oleh karena belum sempurnanya fungsi
hepar diikuti dengan keadaan hipoksia, asidosis, atau adanya kekurangan enzim
glukuronil transferase maka kadar bilirubin indirek darah akan meningkat. Pada
bayi kurang bulan, kadar albumin serum rendah dan ini menyebabkan adanya
bilirubin indirek bebas dan sangat berbahaya karena dapat melekat pada sel otak.
Oleh karena itu, perlu diberikan albumin atau plasma untuk mencegah bilirubin
indirek bebas ini meninggi kadarnya. Ikterus pada bayi juga disebabkan oleh
karena keadaan kolon bayi yang masih steril tanpa keberadaan flora normal
sehingga bilirubin terkonjugasi akan tetap diam di lumen usus dan dengan enzim
B-glukuronidase maka bilirubin terkonjugasi akan didekonjugasi menjadi bilirubin
tidak terkonjugasi kembali. Pada mukosa usus neonatus terdapat konsentrasi enzim
B-glukuronidase yang lebih tinggi dibanding pada orang dewasa.
Epidemiologi
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir tahun
2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin
≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak
85% bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8%
mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi
ikterus neonatorum sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun
2000 dan 13% pada tahun 2002.5 Dari survey awal yang peneliti lakukan di RSUD
Raden Mattaher, kejadian ikterus neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi
sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang
merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara
antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum,
dan prematuritas.4,6
10
Manifestasi Klinis
Fisiologis :
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak
mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus
fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b. Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
Komplikasi7
Kern ikterus sudah masuk dalam komplikasi.Kern ikterus adalah suatu
sindrom neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak yang ditandai dengan kadar bilirubin darah yang
tinggi lebih dari 20mg% pada bayi cukup bulan atau kurang dari 18mg% pada bayi
berat lahir rendah.disertai dengan gejala kerusakan otak dan mataberputar ,tak mau
menghisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, sianosis serta dapat juga
dikuti dengan ketulian,gangguan dan retardasi mental di kemudian hari.
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)1 Kepala dan leher 52 Daerah 1 + badan bagian atas 93 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan
tungkai11
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d bawah tungkai
12
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16
11
Penatalaksanaan
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi
sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kernikterus sangat kecil. Pemberian obat umumnya tidak dilakukan pada
bayi dengan ikterus yang fisiologis, namun pada beberapa kondisi dapat diberikan
fenobarbital untuk menginduksi kerja metabolisme bilirubin oleh hati dan pada
beberapa studi, fenobarbital dikatakan efektif untuk menurunkan rata-rata kadar
bilirubin serum selama minggu pertama kehidupan. Fenobarbital dapat diberikan
sebelum melahirkan pada ibu ataupun setelah melahirkan pada bayi. Untuk mengatasi
ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
1. Minum ASI dini dan sering
2. Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
Fototerapi saat ini masih menjadi modalitas terapeutik yang umum dilakukan pada
bayi dengan ikterus dan merupakan terapi primer pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi. Bilirubin yang bersifat fotolabil, akan
mengalami beberapa fotoreaksi apabila terpajan ke sinar dalam rentang cahaya
tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang 420 nm - 470 nm) dan hal ini
akan menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang dibentuk oleh
sinar bersifat polar oleh karena itu akan larut dalam air dan akan lebih mudah
diekskresikan melalui urine.
3. Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol
lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Gambar 3. Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbul dan kadar bilirubin5
12
4. Transfusi tukar terutama direkomendasikan ketika terapi sinar tidak berhasil dan
ketika bayi mengalami ikterus akibat Rh isoimunisasi dan inkompatibilitas ABO
sehingga jenis ikterusnya dapat dikatakan sebagai ikterus hemolitik dan memiliki
risiko neurotoksisitas yang lebih tinggi dibanding ikterus non-hemolitik. Prosedur
ini dilakukan dengan mengurangi kadar bilirubin hingga hampir 50% dan juga
menghilangkan sekitar 80% sel darah merah abnormal yang telah tersensitisasi
serta melawan antibodi agar proses hemolisis tidak terjadi. Prosedur ini bersifat
invasif dan bukan prosedur yang bebas risiko, karena prosedur ini memiliki risiko
mortalitas sebesar 1-5%, dapat pula berkomplikasi menjadi necrotizing
enterocolitis (NEC), infeksi, gangguan elektrolit, ataupun trombositopenia
sehingga prosedur ini harus dilakukan secara hati-hati.
Prognosis
Prognosis umumnya baik apabila pasien mendapatkan perawatan sesuai
dengan alur tatalaksana yang telah disetujui bersama. Ikterus fisiologi akan hilang
sepenuhnya dalam waktu kurang lebih 2 minggu.
Pencegahan9
Bentuk-bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kemungkinan
hiperbilirubinemia pada bayi, antara lain:
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa gestasi
dan kelahiran, seperti sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Fenobarbital berperan
sebagai enzyme-inducer yang dapat mempercepat konjugasi walaupun tidak
begitu efektif dan setelah 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.
Mungkin akan lebih efektif untuk ibu yang diperkirakan dalam 2 hari ke depan
akan melahirkan.
13
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian makanan dini
7. Pencegahan infeksi, bahkan jauh sebelum masa kehamilan.5
14
Kesimpulan
Hipotesis diterima. Bayi tersebut mengalami ikterus yang bersifat fisiologis.
15
Daftar Pustaka
1. Hansen TWR. Neonatal jaundice. Medscape 2012 Jun 21. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#a0101
2. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, et al. Current pediatric diagnosis &
treatment. 18th edition. United States of America: McGraw-Hill
Companies;2007.p.11-7.
3. Wahab AS, Sugiarto, alih bahasa. Buku ajar pediatri rudolph. Ed ke-20, volume 2.
Jakarta: EGC;2007.h.1249-52.
4. Wahab AS, editor edisi bahasa indonesia. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed ke-15,
vol 1. Jakarta: EGC;2004.h.610-6.
5. Hassan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Indomedika;2007.h.1101-14.
6. Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, Avery’s disease of the newborn.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p. 1226-30.
7. Springer SC. Kernicterus. 2012 Apr 26. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/975276-overview