Makalah BLOK 17

24
Ikterus Fisiologis pada Neonatus Chaifung Carolline 10 – 2013 – 202 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Email : [email protected] Pendahuluan Ikterus atau jaundice merupakan salah satu kondisi umum yang harus mendapat perhatian khusus dari petugas medik pada bayi yang baru saja lahir. Ikterus sendiri didefinisikan sebagai kondisi tubuh bayi yang berwarna kuning, dan umumnya tidak hanya tubuh, pewarnaan kuning juga dapat terjadi pada sklera bayi sebagai hasil dari akumulasi dari bilirubin yang tidak terkonjugasi. 1,2 Pada sebagian besar bayi, hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi merupakan fenomena transisi yang umum dijumpai namun pada beberapa bayi, bilirubin serum dapat meningkat sangat tinggi dan hal inilah yang perlu diwaspadai dan dibedakan dengan ikterus yang terjadi secara fisiologis, karena pada dasarnya bilirubin tidak terkonjugasi bersifat neurotoksik dan dapat menyebabkan kematian pada bayi yang baru lahir dan dapat pula meninggalkan sequelae neurologik yang menetap seumur hidup pada bayi yang dapat bertahan hidup (kern-icterus). 3 1

description

17

Transcript of Makalah BLOK 17

Page 1: Makalah BLOK 17

Ikterus Fisiologis pada Neonatus

Chaifung Carolline

10 – 2013 – 202

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

Email : [email protected]

Pendahuluan

Ikterus atau jaundice merupakan salah satu kondisi umum yang harus

mendapat perhatian khusus dari petugas medik pada bayi yang baru saja lahir. Ikterus

sendiri didefinisikan sebagai kondisi tubuh bayi yang berwarna kuning, dan umumnya

tidak hanya tubuh, pewarnaan kuning juga dapat terjadi pada sklera bayi sebagai hasil

dari akumulasi dari bilirubin yang tidak terkonjugasi.1,2 Pada sebagian besar bayi,

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi merupakan fenomena transisi yang umum

dijumpai namun pada beberapa bayi, bilirubin serum dapat meningkat sangat tinggi

dan hal inilah yang perlu diwaspadai dan dibedakan dengan ikterus yang terjadi secara

fisiologis, karena pada dasarnya bilirubin tidak terkonjugasi bersifat neurotoksik dan

dapat menyebabkan kematian pada bayi yang baru lahir dan dapat pula meninggalkan

sequelae neurologik yang menetap seumur hidup pada bayi yang dapat bertahan hidup

(kern-icterus).3

Pada skenario ini seorang bayi 5 hari datang ke dokter untuk kontrol rutin. Ibu

mengatakan bahwa bayinya mulai tampak kuning pada usia 2 hari. Bayi dilahirkan

normal per vaginam pada usia kelahiran 39 minggu. Bayi masih aktif, menangis kuat

dan menyusu dengan baik. Di makalah ini akan dibahas secara rinci mengenai ikterus

fisiologis pada bayi mlai dari anamnesis sampai prognosis serta cara membedakannya

dari ikterus patologis.

Anamnesis1

Anamnesis yang dapat dilakukan untuk bayi dengan ikterus, umumnya

ditanyakan langsung kepada ibu, sehingga anamnesis bersifat allo-anamnesis,

1

Page 2: Makalah BLOK 17

beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada ibu mengenai ikterus pada bayinya, antara

lain:

1. Kapan ikterus atau kuning pada tubuh bayi muncul pertama kali? Berapa lama

ikterus sudah terjadi? Apakah ikterus bertahan lebih dari 2 minggu? (ikterus

fisiologis umumnya muncul pada hari kedua atau hari ketiga sesudah lahir, apabila

ikterus muncul selama 24 jam pertama kehidupan, lebih mengarah kepada keadaan

non-fisiologis)

2. Apakah masa kehamilan/masa gestasi cukup 36 minggu?

3. Bagaimana berat badan bayi lahir? Apakah bayi mengalami BBLR?

4. Apakah ibu selama masa mengandung mengalami infeksi baik infeksi virus

maupun infeksi lainnya?

5. Apakah ibu selama masa mengandung ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu?

6. Apakah proses melahirkan berjalan dengan baik atau justru ada trauma selama

proses kelahiran? Apakah ada penundaan penjepitan tali plasenta?

7. Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami ikterus atau ada riwayat

keluarga akan sindroma Gilbert?

8. Apakah dalam keluarga ada riwayat kelainan hemolisis? Anemia? Splenektomi?

Batu kandung empedu? Penyakit hati?

9. Bagaimana keaktifan anak? Apakah anak cukup menyusu?1,5,6

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada neonatus, terutama terlebih dahulu dilakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi

dan frekuensi pernapasan bayi untuk mengetahui apakah ada kelainan pada bayi yang

baru saja dilahirkan, setelah itu pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan pengamatan

ikterus pada bayi. Pada kasus ini, bayi tersebut skleranya ikterik di kedua mata,

kuning pada wajah dan badannya. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

2

Page 3: Makalah BLOK 17

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kasus ikterus ini, antara lain :

1. Pemeriksaan laboratorium.

Transcutaneous bilirubinometry, dapat dilakukan dengan perangkat genggam

yang menggabungkan algoritma

optik canggih. Penggunaan

perangkat ini telah mengurangi

penggunaan sampel darah bayi

dengan ikterus namun perangkat

ini tidak bisa digunakan untuk

memonitor perkembangan

fototerapi. Penggunaan

perangkat ini juga ternyata jauh

lebih baik dibandingkan

pemeriksaan secara visual. Pada

bayi dengan ikterus ringan,

penggunaan teknik ini mungkin menjadi salah satu pemeriksaan yang

diperlukan untuk mengetahui total bilirubin pada batas yang aman. Pada bayi

dengan ikterus sedang, teknik ini mungkin berguna untuk memilih pasien yang

membutuhkan flebotomi atau pengambilan sampel darah kapiler untuk

pengukuran bilirubin serum. Pada bayi dengan ikterus berat, dapat berguna

sebagai alat untuk memantau secara cepat terapi yang bersifat cepat dan

agresif.

Pengukuran total bilirubin serum mungkin menjadi satu-satunya pemeriksaan

yang diperlukan pada bayi dengan ikterus sedang dengan ikterus yang muncul

pada hari ke-2 atau hari ke-3 tanpa adaya proses patologis.

Pemeriksaan golongan darah dan penentuan Rh pada ibu dan bayi

Direct antiglobulin test pada bayi (direct Coomb test)

Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit

Gambar 1. Pemeriksaan dengan transcutaneous bilirubinometry

3

Page 4: Makalah BLOK 17

Level albumin serum: berguna untuk mengevaluasi risiko dari toksisitas,

karena albumin mengikat bilirubin dalam rasio 1:1 di lokasi pengikatan

primernya dengan afinitas tinggi

Hitung retikulosit dan pemeriksaan pulasan darah tepi untuk melihat morfologi

eritrosit

Level bilirubin terkonjugasi dan pemeriksaan fraksi bilirubin (konjugasi vs

tidak terkonjugasi)

Liver function test: SGOT dan SGPT yang meningkat pada penyakit

hepatoselular. Alkali fosfatase dan GGT umumnya meningkat pada penyakit

kolestasis.

Analisa gas darah: risiko toksisitas bilirubin pada sistem saraf pusat meningkat

pada asidosis, biasanya asidosis respiratorik

Pengukuran end-tidal carbon monoxide (ETCO) pada napas untuk mengetahui

indeks produksi bilirubin.

2. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi mencakup pemeriksaan dengan USG, terutama USG dilakukan

pada hati dan saluran empedu untuk bayi dengan gejala klinis mengarah pada

penyakit kolestasis. Selain itu, dapat pula dilakukan scanning dengan radionuklida

pada hati untuk indikasi bayi yang diduga mengalami atresia saluran empedu

ekstrahepatik.1

Working Diagnose

Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang

disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Warna kuning biasanya akibat di dalam kulit

terjadi akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar

(bereaksi indirek) yang dibentuk dari hemoglobin oleh kerja heme oksigenasi,

4

Page 5: Makalah BLOK 17

biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sel retikuloendotelial;

dapat juga sebagian disebabkan oleh endapan pigmen sesudah pigmen ini di dalam

mikrosom sel hati diubah oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat ( uridin

phosphoglucuronic acid / UDPGA ) glukuronil transferase menjadi bilirubin ester

glukuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi-direk).

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga

serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi kern

ikterus. Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum talipusat yang beraksi-

indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam;

dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai hari ke-3, biasanya

berpuncak antara hari ke-2 dan hari ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun

sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai

dengan perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikan

produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasikan dengan

keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.

Differential Diagnosis

Ikterus Patologis

Ikterus patologis terutama dapat disebabkan oleh inkompatibilitas ABO, Rh

isoimunisasi, akibat sepsis, ataupun disebabkan oleh adanya defisiensi enzim G-

6-PD. Membedakan antara ikterus fisiologis dengan patologis ialah dengan

melihat waktu timbulnya ikterus, yaitu sebagai berikut:

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Ikterus yang segera timbul begitu bayi lahir atau muncul dalam 24 jam pertama

mungkin disebabkan oleh inkompatibilitas darah Rh, ABO, atau golongan darah

lain, infeksi intrauterin (virus, bakteri, toksoplasmosis kongenital, rubela, inklusi

sitomegali), eritroblastosis fetalis, perdarahan tersembunyi dan kadang oleh

karena defisiensi enzim G-6-PD.

b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir

Ikterus yang muncul pada hari ke-2 atau hari ke-3 dapat menunjukkan ikterus

yang fisiologis namun dapat pula menunjukkan adanya hiperbilirubinemia oleh

5

Page 6: Makalah BLOK 17

karena sindrom Crigler-Najjar yang merupakan ikterus non-hemolitik familial,

dapat pula ikterus muncul karena kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau

Rh, masih memungkinkan juga disebabkan oleh defisiensi enzim G-6-PD,

keadaan polisitemia, hemolisis perdarahan tertutup, hipoksia, sferositosis,

dehidrasi asidosis, dan defisiensi enzim eritrosit lainnya.

c. Ikterus yang muncul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

Ikterus yang muncul setelah 3 hari memberi gambaran septikemia karena infeksi

lain terutama sifilis, toksoplasmosis, dan penyakit inklusi sitomegalovirus. Selain

septikemia, dapat pual ikterus muncul karena dehidrasi asidosis, pengaruh obat,

sindrom Criggler Najjar, sindrom Gilbert.

d. Ikterus yang muncul di akhir minggu pertama

Ikterus yang muncul setelah usia satu minggu memberi kesan ikterus karena ASI

atau biasa disebut sebagai breastmilk jaundice, septikemia, atresia kongenital

saluran empedu, hepatitis, rubela, hepatitis herpes, galaktosemia, hipotiroidisme,

anemia hemolitik kongenital, atau kemungkinan kegawatan anemia hemolitik

lainnya misalnya karena defisiensi piruvat kinase atau karena obat-obatan.

e. Ikterus yang persisten selama umur 1 bulan

Ikterus yang terus bertahan selama umur satu bulan akan memberi kesan sindrom

empedu mengental (yang dapat menyertai penyakit hemolitik bayi baru lahir),

sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, kadang ikterus fisiologis

dapat memanjang selama beberapa minggu pada keadaan bayi hipotiroidisme

atau stenosis pilorus.4,5

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi yang baru lahir dapat menjadi penyebab tunggal,

namun pada beberapa kasus dapat pula bersifat multifaktorial. Metabolisme bilirubin

bayi yang baru lahir berada dalam masa transisi dari stadium janin yang mana selama

waktu janin tersebut plasenta merupakan satu-satunya jalur eliminasi utama bilirubin

yang larut-lemak, ke stadium dewasa, yang mana ketika bayi sudah dewasa maka

6

Page 7: Makalah BLOK 17

bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air akan diekskresikan dari sel hati ke dalam

sistem biliaris dan kemudian ke saluran pencernaan.

Secara garis besar penyebab ikterus neonatorum dapat dibagi menjadi:

1. Produksi yang berlebihan

Produksi bilirubin yang berlebihan yang tidak diimbangi dengan kemampuan

bayi untuk mengekskresikannya akan membuat akumulasi bilirubin di dalam

tubuh bayi, dan dapat terjadi misalnya pada hemolisis yang meningkat pada

inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,

piruvat kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis. Kasus-kasus di atas terutama

dapat menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini terutama disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat

untuk proses konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar neonatus, akibat

asidosis, hipoksia, dan infeksi atau bahkan di dalam tubuh bayi tidak terdapat

enzim glukuronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Keadaan hipoksia,

infeksi kemungkinan hipotermia dan defisiensi tiroid dapat mencederai hati atau

bahkan mengurangi aktivitas enzim transferase. Penyebab lainnya ialah defisiensi

protein Y dalam hepar yang berperan dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin yang ada dalam darah secara fisiologis akan diikat oleh albumin untuk

kemudian dibawa ke hepar. Ikatan albumin-bilirubin ini dapat dipengaruhi oleh

berbagai jenis obat, misalnya salisilat, sulfafurazole, sulfisoksazol dan

moksalaktam. Defisiensi dari albumin akan lebih banyak menyebabkan

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah dan sewaktu-waktu dapat

melekat pada sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini terutama didapati pada bayi dengan obstruksi di dalam hepar atau

bahkan di luar hepar. Kelainan di luar hepar umumnya disebabkan oleh kelainan

7

Page 8: Makalah BLOK 17

bawaan. Obstruksi dalam hepar dapat terjadi akibat infeksi atau kerusakan hepar

oleh sebab lain.

Patofisiologi

Metabolisme Bilirubin pada Janin dan Neonatus

Produksi

Bilirubin sebagian besar

dibentuk sebagai akibat dari

penghancuran hemoglobin pada sistem

retikuloendotelial. Tahap pertama ialah

dengan oksidasi heme yang akan

menghasilkan biliverdin oleh heme

oksigenase yang akan melepas besi

yang akan disimpan untuk dipakai

kembali. Kemudian biliverdin yang

larut air akan menjadi bilirubin oleh

enzim bilirubin reduktase. Tingkat

penghancuran heme lebih tinggi pada

bayi dibanding pada orang tua. Satu

gram hemoglobin dapat menghasilkan

sekitar 35 mg bilirubin indirek ketika

mengalami degradasi. Bilirubin indirek

ini ialah bilirubin yang tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Peningkatan

produksi bilirubin pada neonatus disebabkan oleh karena adanya peningkatan

penghancuran eritrosit fetus dan sebagai hasil dari umur eritrosit fetal yang

memendek serta dikarenakan massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus.

Transportasi

Bilirubin indirek yang tidak larut air ini kemudian akan diangkut oleh

albumin untuk ditransfer ke dalam hepatosit. Di dalam sel, bilirubin akan terikat

pada ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil lagi pada

protein Z. Bilirubin yang masuk hepatosit selanjutnya akan mengalami konjugasi

Gambar 2. Metabolisme bilirubin pada neonatus5

8

Page 9: Makalah BLOK 17

dan diekskresi ke dalam empedu. Pada neonatus, terdapat konsentrasi rendah

ligandin dan juga aktivitas enzim transferase yang rendah, sehingga hal ini

mendasari banyaknya bilirubin indirek bebas dalam darah. Uptake bilirubin yang

masuk ke dalam hepatosit berbanding lurus dengan konsentrasi ligandin.

Konjugasi

Selanjutnya dalam sel hepar, bilirubin akan dikonjugasikan dengan

asam glukuronat menjadi bilirubin diglukuronide walaupun sebagian kecil juga ada

dalam bentuk bilirubin monoglukuronide. Bilirubin monoglukuronide ini akan

diubah menjadi bilirubin diglukuronide oleh enzim glukuronil transferase. Ada 2

macam enzim yang terlibat dalam sinsesis bilirubin diglukuronide, yaitu enzim

UDPG:T.

Ekskresi

Sesudah proses konjugasi maka bilirubin ini akan menjadi bilirubin

direk yang larut dalam air dan dapat diekskresikan dengan cepat ke sistem empedu

kemudian ke usus, dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi dan akan dirubah

menjadi tetrapirol yang tidak berwarna/sterkobilin oleh mikroba kolon dan dilepas

bersama tinja. Sebagian kecil dari bilirubin direk ini akan dihidrolisis atau

didekonjugasi di usus kecil proksimal menjadi bilirubin indirek oleh B-

glukuronidase yang ada di brush border dan direabsorpsi sehingga akan

meningkatkan total bilirubin plasma. Siklus ini disebut siklus enterohepatik. Pada

neonatus dikarenakan aktivitas enzim B-glukuronidase yang meningkat, bilirubin

direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin justru didekonjugasi menjadi

bilirubin indirek sehingga jumlah bilirubin yanng terhidrolisa menjadi bilirubin

indirek akan meningkat dan direabsorpsi sehingga siklus enterohepatik meningkat.

Intake makanan oleh neonatus pada hari-hari pertama kehidupan yang terbatas

akan membuat waktu transit usus lebih panjang sehingga akan berdampak pada

siklus enterohepatik yang meningkat. Siklus ini juga meningkat pada bayi yang

kurang mendapat asupan cairan dan nutrisi.

Pada neonatus dan fetus, produksi bilirubin diduga sama besarnya

tetapi faktor kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas

demikian pula kesanggupan untuk mengkonjugasi, sehingga hampir semua

bilirubin janin dalam bentuk bilirubin indirek dengan mudah melalui plasenta

9

Page 10: Makalah BLOK 17

masuk ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibu. Dalam keadaan fisiologis,

dapat terjadi adanya akumulasi bilirubin indirek pada neonatus sampai 2 mg%. Hal

inilah yang membedakan antara metabolisme bilirubin oleh fetus dan neonatus,

pada fetus masalah metabolisme dapat terselesaikan dengan bantuan metabolisme

ibu sedangkan pada neonatus akan terjadi penumpukkan bilirubin dan timbul

ikterus. Pada neonatus, hal ini disebabkan oleh karena belum sempurnanya fungsi

hepar diikuti dengan keadaan hipoksia, asidosis, atau adanya kekurangan enzim

glukuronil transferase maka kadar bilirubin indirek darah akan meningkat. Pada

bayi kurang bulan, kadar albumin serum rendah dan ini menyebabkan adanya

bilirubin indirek bebas dan sangat berbahaya karena dapat melekat pada sel otak.

Oleh karena itu, perlu diberikan albumin atau plasma untuk mencegah bilirubin

indirek bebas ini meninggi kadarnya. Ikterus pada bayi juga disebabkan oleh

karena keadaan kolon bayi yang masih steril tanpa keberadaan flora normal

sehingga bilirubin terkonjugasi akan tetap diam di lumen usus dan dengan enzim

B-glukuronidase maka bilirubin terkonjugasi akan didekonjugasi menjadi bilirubin

tidak terkonjugasi kembali. Pada mukosa usus neonatus terdapat konsentrasi enzim

B-glukuronidase yang lebih tinggi dibanding pada orang dewasa.

Epidemiologi

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit

pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir tahun

2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin

≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak

85% bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8%

mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi

ikterus neonatorum sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun

2000 dan 13% pada tahun 2002.5 Dari survey awal yang peneliti lakukan di RSUD

Raden Mattaher, kejadian ikterus neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi

sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang

merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara

antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum,

dan prematuritas.4,6

10

Page 11: Makalah BLOK 17

Manifestasi Klinis

Fisiologis :

Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak

mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus

fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:

a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.

b. Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan

12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.

d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%

e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

Komplikasi7

Kern ikterus sudah masuk dalam komplikasi.Kern ikterus adalah suatu

sindrom neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak

terkonjugasi dalam sel-sel otak yang ditandai dengan kadar bilirubin darah yang

tinggi lebih dari 20mg% pada bayi cukup bulan atau kurang dari 18mg% pada bayi

berat lahir rendah.disertai dengan gejala kerusakan otak dan mataberputar ,tak mau

menghisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, sianosis serta dapat juga

dikuti dengan ketulian,gangguan dan retardasi mental di kemudian hari.

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)1 Kepala dan leher 52 Daerah 1 + badan bagian atas 93 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan

tungkai11

4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d bawah tungkai

12

5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16

11

Page 12: Makalah BLOK 17

Penatalaksanaan

Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi

sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan

terjadinya kernikterus sangat kecil. Pemberian obat umumnya tidak dilakukan pada

bayi dengan ikterus yang fisiologis, namun pada beberapa kondisi dapat diberikan

fenobarbital untuk menginduksi kerja metabolisme bilirubin oleh hati dan pada

beberapa studi, fenobarbital dikatakan efektif untuk menurunkan rata-rata kadar

bilirubin serum selama minggu pertama kehidupan. Fenobarbital dapat diberikan

sebelum melahirkan pada ibu ataupun setelah melahirkan pada bayi. Untuk mengatasi

ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:

1. Minum ASI dini dan sering

2. Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

Fototerapi saat ini masih menjadi modalitas terapeutik yang umum dilakukan pada

bayi dengan ikterus dan merupakan terapi primer pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi. Bilirubin yang bersifat fotolabil, akan

mengalami beberapa fotoreaksi apabila terpajan ke sinar dalam rentang cahaya

tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang 420 nm - 470 nm) dan hal ini

akan menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang dibentuk oleh

sinar bersifat polar oleh karena itu akan larut dalam air dan akan lebih mudah

diekskresikan melalui urine.

3. Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol

lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Gambar 3. Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbul dan kadar bilirubin5

12

Page 13: Makalah BLOK 17

4. Transfusi tukar terutama direkomendasikan ketika terapi sinar tidak berhasil dan

ketika bayi mengalami ikterus akibat Rh isoimunisasi dan inkompatibilitas ABO

sehingga jenis ikterusnya dapat dikatakan sebagai ikterus hemolitik dan memiliki

risiko neurotoksisitas yang lebih tinggi dibanding ikterus non-hemolitik. Prosedur

ini dilakukan dengan mengurangi kadar bilirubin hingga hampir 50% dan juga

menghilangkan sekitar 80% sel darah merah abnormal yang telah tersensitisasi

serta melawan antibodi agar proses hemolisis tidak terjadi. Prosedur ini bersifat

invasif dan bukan prosedur yang bebas risiko, karena prosedur ini memiliki risiko

mortalitas sebesar 1-5%, dapat pula berkomplikasi menjadi necrotizing

enterocolitis (NEC), infeksi, gangguan elektrolit, ataupun trombositopenia

sehingga prosedur ini harus dilakukan secara hati-hati.

Prognosis

Prognosis umumnya baik apabila pasien mendapatkan perawatan sesuai

dengan alur tatalaksana yang telah disetujui bersama. Ikterus fisiologi akan hilang

sepenuhnya dalam waktu kurang lebih 2 minggu.

Pencegahan9

Bentuk-bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kemungkinan

hiperbilirubinemia pada bayi, antara lain:

1. Pengawasan antenatal yang baik.

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa gestasi

dan kelahiran, seperti sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dan lain-lain.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. Fenobarbital berperan

sebagai enzyme-inducer yang dapat mempercepat konjugasi walaupun tidak

begitu efektif dan setelah 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.

Mungkin akan lebih efektif untuk ibu yang diperkirakan dalam 2 hari ke depan

akan melahirkan.

13

Page 14: Makalah BLOK 17

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir

6. Pemberian makanan dini

7. Pencegahan infeksi, bahkan jauh sebelum masa kehamilan.5

14

Page 15: Makalah BLOK 17

Kesimpulan

Hipotesis diterima. Bayi tersebut mengalami ikterus yang bersifat fisiologis.

15

Page 16: Makalah BLOK 17

Daftar Pustaka

1. Hansen TWR. Neonatal jaundice. Medscape 2012 Jun 21. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#a0101

2. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, et al. Current pediatric diagnosis &

treatment. 18th edition. United States of America: McGraw-Hill

Companies;2007.p.11-7.

3. Wahab AS, Sugiarto, alih bahasa. Buku ajar pediatri rudolph. Ed ke-20, volume 2.

Jakarta: EGC;2007.h.1249-52.

4. Wahab AS, editor edisi bahasa indonesia. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed ke-15,

vol 1. Jakarta: EGC;2004.h.610-6.

5. Hassan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:

Indomedika;2007.h.1101-14.

6. Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, Avery’s disease of the newborn.

Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p. 1226-30.

7. Springer SC. Kernicterus. 2012 Apr 26. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/975276-overview