Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

20
Bayi Baru Lahir dengan Suspek Hepatitis B Yono Suhendro, Fitriani, Nevy Olianovi, Carla Octavia Heryanti, Marsha Islia El Japa, Rachmad Kurniawan, Maria Angelika Irene T., Muhammad Muzzamil Bin Zolkanain Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Abstrak: Infeksi hepatitis B virus (HBV) adalah infeksi tersering dari hepatitis kronik yang ada di seluruh dunia, merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang menginfeksi sekitar 360 juta orang di seluruh dunia. Transmisi dari ibu ke anak bertanggung jawab lebih dari sepertiga dari infeksi HBV kronis di seluruh dunia. Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B tersebut atau transmisi vertikal, maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi- bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif. Diperkirakan 15%-40% dari orang yang terinfeksi secara kronis mengalami komplikasi terkait HBV, seperti sirosis dan karsinoma hati, dan 25% meninggal karena komplikasi tersebut. Kata kunci: Hepatitis B, HBV, transmisi vertikal Abstract: Hepatitis B virus (HBV) infection, the most common form of chronic hepatitis worldwide, is a major public health problem affecting an estimated 360 milion people globally. Mother to child transmission is responsible for more than one third of chronic HBV infections worldwide. In order to cut the transmission of hepatitis B infection or vertical transmission , then the primary key is the Hepatitis B immunization as soon after birth , especially in infants with mothers who had positive HBsAg status. An estimated 15%-40% of persons chronically infected develop HBV-related complications, such as cirrhosis and hepatic carcinoma, and 25% die from these complications. Keywords: Hepatitis B, HBV, vertical transmission Pendahuluan 1

description

Bayi Baru Lahir dengan Suspek Hepatitis B

Transcript of Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Page 1: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Bayi Baru Lahir dengan Suspek Hepatitis B

Yono Suhendro, Fitriani, Nevy Olianovi, Carla Octavia Heryanti, Marsha Islia El Japa, Rachmad Kurniawan, Maria Angelika Irene T., Muhammad

Muzzamil Bin Zolkanain

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak: Infeksi hepatitis B virus (HBV) adalah infeksi tersering dari hepatitis kronik yang ada di seluruh dunia, merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang menginfeksi sekitar 360 juta orang di seluruh dunia. Transmisi dari ibu ke anak bertanggung jawab lebih dari sepertiga dari infeksi HBV kronis di seluruh dunia. Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B tersebut atau transmisi vertikal, maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif. Diperkirakan 15%-40% dari orang yang terinfeksi secara kronis mengalami komplikasi terkait HBV, seperti sirosis dan karsinoma hati, dan 25% meninggal karena komplikasi tersebut.Kata kunci: Hepatitis B, HBV, transmisi vertikal

Abstract: Hepatitis B virus (HBV) infection, the most common form of chronic hepatitis worldwide, is a major public health problem affecting an estimated 360 milion people globally. Mother to child transmission is responsible for more than one third of chronic HBV infections worldwide. In order to cut the transmission of hepatitis B infection or vertical transmission , then the primary key is the Hepatitis B immunization as soon after birth , especially in infants with mothers who had positive HBsAg status. An estimated 15%-40% of persons chronically infected develop HBV-related complications, such as cirrhosis and hepatic carcinoma, and 25% die from these complications.Keywords: Hepatitis B, HBV, vertical transmission

Pendahuluan

Indonesia adalah negara endemis tinggi Hepatitis B dengan prevalensi HbsAg positif di populasi antara 7-10%. Pada kondisi seperti ini, transmisi vertikal dari ibu yang berstatus HbsAg positif ke bayinya memegang peranan penting. Di lain pihak, terdapat perbedaan patofisiologi antara infeksi Hepatitis B yang terjadi pada awal kehidupan dengan infeksi Hepatitis B yang terjadi pada masa dewasa. Infeksi yang terjadi pada awal kehidupan, atau bahkan sejak dalam kandungan (transmisi dari ibu dengan HBsAg positif), membawa resiko kronisitas sebesar 80-90%.1

Resiko kematian yang terjadi pada infeksi HBV biasanya berhubungan dengan kanker hati kronis atau sirosis hepatis yang terdapat pada 25% penderita yang secara kronis terinfeksi sejak kecil. Jika tidak terinfeksi pada masa perinatal, maka bayi dari ibu HBsAg positif tetap memiliki resiko tinggi untuk mengidap infeksi virus Hepatitis B kronis melalui kontak orang ke orang

1

Page 2: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

(transmisi horizontal) pada 5 tahun pertama kehidupannya Sedangkan infeksi pada masa dewasa yang disebabkan oleh transmisi horizontal memiliki resiko kronisitas hanya sebesar 5%.1

Berdasarkan imunopatogenesis Hepatitis B, infeksi kronis pada anak umumnya bersifat asimtomatik. Di satu pihak, anak tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Di pihak lain, anak tersebut merupakan sumber penularan yang potensial.1

Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B, maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif.1

Pemeriksaan Antenatal Care

Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku.2

Tujuannya ialah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin sehingga kesehatan yang optimal dapat dicapai dalam menghadapi persalinan, puerperium, dan laktasi, serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang persalinan bayinya. Jadwal antenatal care adalah sebagai berikut:2

1. Trisemester I dan IIa. Sebulan sekali.b. Pengambilan data hasil pemeriksaan laboratorium.c. Pemeriksaan USG.d. Nasihat diet

1) Empat sehat lima sempurna. 2) Protein 0,5/kgBB ditambah satu telur/hari.

e. Observasi1) Penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan.2) Komplikasi kehamilan.

f. Rencana1) Mengobati penyakit2) Menghindari terjadinya komplikasi kehamilan I/II.3) Imunisasi tetanus I.

2. Trisemester IIIa. Setiap dua minggu, kemudian seminggu sampai tanda kelahiran tiba.b. Evaluasi data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan.c. Diet empat sehat lima sempurna.d. Pemeriksaan USG.e. Imunisasi tetanus II.f. Rencana pengobatan.g. Nasihat dan petunjuk tentang tanda inpartu, kemana harus datang melahirkan. h. Observasi.

2

Page 3: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

1) Penyakit yang menyertai kehamilan. 2) Komplikasi hamil trisemster III. 3) Berbagai kelainan kehamilan trisemester III.

Di negara maju, ANC dilakukan sebanyak 12-13 kali selama kehamilan, tetapi di negara berkembang cukup dilakukan 4 kali sebagai kasus tercatat.2

Keuntungan ANC sangat besar karena dengan segera dapat diketahui berbagai penyakit, risiko, dan komplikasi kehamilan sehingga dapat diarahkan untuk melakukan referal ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup. Dengan jalan demikian, diharapakan angka kematian ibu dan perinatal yang justru sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama, dapat diturunkan secara bermakna.2

Anamnesis

Dalam proses anamnesis, tanyakan keluhan apa yang mendorong pasien datang berobat, apakah mual, nyeri perut, kembung, mata kuning, perut bengkak, dan sebagainya. Infeksi virus hepatitis B memiliki keluhan yang mirip dengan penyakit lambung. Untuk membedakannya dokter perlu mempertanyakan bagaimana warna air kencingnya. Pada hepatitis B biasanya air kencing berwarna seperti air teh. Saat anamnesis perlu juga melihat sekilas warna mata pasien apakah menguning atau tidak.3

Pada penyakit hepatitis B, mata kuning dijumpai pada sepertiga kasus. Untuk lebih mengarah pada diagnosis hepatitis B perlu digali mengenai riwayat transfusi darah, hemodialIsis, apakah ibu dari anak pernah menderita hepatitis B, dan juga menanyakan kebiasaan-kebiasaan seperti hubungan seks bebas dan pemakaian narkoba suntik sebelumnya.3

Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah:4

1. Kulit dan membran mukosa ikterik, terutama di skelera dan mukosa di bawah lidah.2. Hepar biasanya membesar dan nyeri saat dipalpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah

tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati dengan tinju menggenggam.

3. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.4. Tanda prodroma seperti atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular

atau makulopapular. 5. Letargi, anoreksia, malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan yang didahului dengan

adanya peningkatan kadar ALT.

3

Page 4: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Pemeriksaan penunjang

1. Tes fungsi hatiTes fungsi hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim

yang dihasilkan jaringan hati. Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai. Pemeriksaan ini terdiri dari:5

a. Serum bilirubin direk dan indirekBilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin

(Hb) di dalam hati. Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek.5

Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Nilai serum total bilirubin naik kepuncak 2,5 mg/dL dan berlangsung ketat dengan tanda-tanda klinik penyakit kuning, bila diatas 200 mg/ml prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler. Tingkatan nilai bilirubin juga terdapat pada urin.5

b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator

terhadap adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT  lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST. Awalnya meningkat, dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.5

ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST.5

Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Tingkatan alanine aminotransferase atau ALT bernilai lebih dari 1000 mU/mL dan mungkin lebih tinggi sampai 4000 mU/mL dalam beberapa kasus virus Hepatitis nilai aspartat aminotransferase atau AST antara 1000 – 2000 mU/mL.5

4

Page 5: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

c. Albumin, globulinAda beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati. Serum-serum tersebut

antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati.Adanya gangguan fungsi sintesis hati ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati.5

Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.5

2. Tes serologiTes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus

penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.5

a. Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah

antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2 minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada selam 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah.5

b. Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena itu,

HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini mengindikasikan pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-HBs akan menentukan apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa penderita telah pulih dari infeksi HBV.5

c. Antigen e hepatitis B (HBeAg)Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya

muncul 1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul anti-HBs. Jika HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu, penderita dinyatakan sebagai carrier kronis.5

d. Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan

dan imunitas terhadap infeksi HBV.5

5

Page 6: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

e. Antibodi antigen inti (anti-HBc)Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10

minggu pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc mengindikasikan proses infeksi akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita yang telah terinfeksi HBV. Penanda serum ini dapat tetap ada selama bertahun-tahun dan penderita yang memiliki anti-HBc positif tidak boleh mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM anti-HBc sangat bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama “window period” antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.5

Tabel 1. Hasil pemeriksaan infeksi virus hepatitis B5

Diagnosis kerja

Hapatitis B adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B yang dapat meneyebabkan perdangan bahkan kerusakan sel-sel hati. Bentuk hepatitis ini meliputi 95% kasus dengan gejala ikterus yang jelas. Sebanyak 15-25% pasien dengan infeksi kronik hepatitis B meninggal akibat penyakit kronik yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Pasien yang terinfeksi virus hepatitis B pada awal kehidupan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami infeksi kronik virus hepatitis B, dibandingkan dengan pasien yang terinfeksi pada anak-anak atau dewasa.4

Epidemiologi

Di seluruh dunia, prevalensi infeksi HBV tertinggi adalah Afrika subsahara, Cina, bagian Timur Tengah, lembah Amazon, dan kepulauan Pasifik. Di Amerika Serikat, populasi Eskimo di

6

Page 7: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Alaska mempunyai prevalensi angka tertinggi. Diperkirakan 300.000 kasus infeksi HBV baru terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan kelompok umur 20-39 tahun pada risiko terbesar. Dan telah menurun sekitar 80% sejak diperkenalkan vaksinasi pada tahun 1980-an (CDC, 2006; Hoffnagle, 2006).2 WHO menganggap HBV sebagai karsinogen manusia nomor dua, hanya satu peringkat di bawah tembakau.6

Jumlah kasus baru pada anak adalah rendah tapi sukar diperkirakan karena sebagian besar infeksi pada anak tidak bergejala. Risiko infeksi kronis berbanding terbalik dengan umur, walaupun kurang dari 10% infeksi yang terjadi pada anak, sedangkan sekitar 70-90% pada bayi, infeksi ini mencangkup 20-30% dari semua kasus kronik.4

Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, dan 50% bayi yang akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten.1

Di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Tahun 2013 prevalensi hepatitis adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%). Bila dibandingkan dengan Riskesda 2007, Nusa Tenggara Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, kelompok terbawah menempati prevalensi hepatitis tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia 15 tahun. Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah hepatitis B (21,8%) dan hepatitis A (19,3%).7

Etiologi

Virus hepatitis B (HBV) adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42 nm, kelompok DNA hepatotropik nonsitopatogenik, HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat genom telah dikenali, genom S, C, X, dan P. Permukaan virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis B permukaan (hepatitis B surface antigen [HBsAg]) = partikel sferis diameter 22 nm dan partikel tubuler lebar 22 nm dengan berbagai panjang sampai mencapai 200 nm. Bagian dalam virion berisi antigen core hepatitis B (HBcAg) dan antigen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen larut nonpartikel berasal dari HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV terjadi terutama dalam hati tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal, dan pankreas.4

HBV ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual, penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.3

Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis, berhubungan seksual dengan penderita dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus, 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia persisten.3

7

Page 8: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Faktor risiko8,9

1. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2006) penularan ibu ke janin adalah cara utama transmisi di seluruh dunia.

2. HBV ditularkan dari ibu ke bayi saat lahir akibat menelan darah ibu atau dari ASI. Juga penyebaran horizontal dalam keluarga selama masa kanak-kanak dapat terjadi.

3. Infeksi transplasenta jarang terjadi. Towers dkk (2001) melaporkan bahwa DNA virus jarang ditemukan di cairan amnion atau darah tali pusat. Karena itu, sebagian besar infeksi neonatus ditularkan secara vertikal melalui pajanan peripartum.

4. Bayi memiliki risiko tinggi bila ibu mereka memiliki hepatitis B e antigen positif (HBeAg positif), risiko sangat berkurang bila antibodi e muncul.

5. Bayi yang menjadi pembawa (carrier) biasanya asimtomatik selama masa kanak-kanak, tetapi 30-50% muncul penyakit hati kronis HBV, yang pada 10% berlanjut menjadi sirosis. Dan juga risiko jangka panjang terkena karsinoma hepatoselular.

6. Kelompok lain yang berisiko tinggi untuk infeksi HBV adalah pemakaian obat terlarang intravena.

7. Pasangan dari orang yang terinfeksi akut.8. Orang dengan banyak mitra seksual khususnya pria homoseks. Virus ini juga ditularkan

melalui air liur, sekresi vagina, dan semen.9. Petugas kesehatan dan pasien yang sering mendapatkan produk darah.

Patofisiologi

Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita hepatitis akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis pada trimester pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal.4

Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi bila ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine bila bayi sudah menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana diketahui masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari.4

Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah lahir adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi memperlihatkan antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan melalui “maternal-fetal microtransfusion” pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret yang infeksius pada jalan lahir.4

Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih besar terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. Antigen ini berhubungan dengan adanya defek respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi virus dalam sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin lebih besar.4

8

Page 9: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Gejala klinis

Banyak kasus infeksi HBV tidak bergejala, sebagai dibuktikan dengan angka pengidap petanda serum yang tinggi pada orang yang tidak mempunyai riwayat hepatitis akut. Episode bergejala akut yang biasa, serupa dengan infeksi HAV dari virus hepatitis C (HCV) tetapi mungkin lebih berat dan lebih mungkin mencangkup keterlibatan kulit dan sendi. Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan ALT, yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksi dan malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodom seperti penyakit serum termasuk atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, sindrom Gianotti-Crosti juga dapat terjadi.

Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioarteritis, glomerulonefritis dna anemia aplastik. Ikterus yang ada pada sekitar 25% individu terinfeksi, biasanya mulai sekitar 8 minggu sesudah pemajanan dan berakhir selama sekitar 4 minggu. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. Presentase orang-orang yang pada perkembangan bukti klinis lebih tinggi pada HBV daripada HAV, dan angka hepatitis fulminan juga lebih besar. Hepatitis kronis juga terjadi dan bentuk kronis aktif dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoselular.4

Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa adalah ikterik, terutama sklera dan mukosa bawah lidah. Hati biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.4

Penatalaksanaan

Vaksinasia. Semua bayi yang lahir pada ibu dengan HBsAg positif harus mendapatkan vaksinasi HBV

secepat mungkin setelah kelahiran dengan booster selama masa kanak-kanak. Di Amerika ini merupakan bagian dari program imunisasi standar, di Inggris ini terbatas pada bayi dengan risiko tinggi. Di Amerika, HBIG untuk perlindungan jangka pendek dari antibodi pasif diberikan dalam 12 jam masa kelahiran bagi bayi dengan ibu HBsAg positif. Di Inggris ini terbatas pada ibu yang HBsAg positif.6

b. Rekomendasi Imunisasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2014, pemberian vaksin hepatitis B paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberi vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Dosis setengah mili liter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug diberikan dalam 12 jam pada posisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi. Vaksin kombinasi (Twinrix-GlaxoSmithKline) mengandung 20 ug protein HBsAg (Engerik B) dan >720 unit elisa hepatitis A virus yang dilemahkan (Havrix) memberikan proteksi ganda dengan pemberian suntikan 3 kali berjarak 0,1 dan 6 bulan.1

9

Page 10: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

c. Imunoprofilaksis pada infeksi yang ditularkan melalui darah HBV.1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan. Imunisasi ini universal untuk

bayi baru lahir, grup resiko tinggi, dan vaksin catch up untuk anak sampai umur 19 (bila belum divaksinasi). Vaksin rekombinan ragi yang mengandung HBsAg sebagai imunogen. Sangat imunogenik, menginduksi kadar proteksi anti HBsAg pada >95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis. Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah HBV. Booster hanyak untuk individu dengan imunokompromais jika titer di bawah 10 mU/mL. Peran imunoterapi untuk pasien HBV kronik sedang dalam penelitian. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa) diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian.1

2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG). Diindikasikan untuk kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut. Dosis 0,04-0,07 mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan, vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoit sisi lain, vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemuadian.1

Komplikasi

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila infeksi bersama atau superinfeksi dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif, perawatan pendukung yang ditunjukkan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain.4

Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronik, yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoselular primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis B kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg pada kapiler glomerulonefritis merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.4

Prognosis

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik. Prognosis pengidap kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang didapatkan pada jaringan hati. Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka semakin besar kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang mencapai usia dewasa akan meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis.10

Perjalanan HBV pada bayi yang tertulari berbeda dengan orang dewasa, yang umumnya mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertulari, akan mengidap HBsAg tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal. Timbulnya HBsAg positif pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada infeksi perinatal, beberapa minggu pertama

10

Page 11: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan pertama.HBsAg biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam darah dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang bahkan sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan menetap sampai uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka akan merupakan pengidap yang infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan menyebabkan terjadinya penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga menyebabkan penularan horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual dengan suaminya, melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan demikian jumlah pengidap HBV akan terus bertambah.11

Selain daripada itu bayi yang tertulari HBV akibat penularan vertikal hampir sepertiganya akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis hepatis atau karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya perjalanan penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP menurut laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar 20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang tertulari secara vertikal umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa. Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan.11

Pencegahan

1. Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan oleh American Academy of Pediatrics (AAP). Semua bayi yang lahir pada ibu dengan HBsAg positif harus mendapatkan vaksinasi HBV secepat mungkin setelah kelahiran dengan booster selama masa kanak-kanak. Di Amerika ini merupakan bagian dari program imunisasi standar, di Inggris ini terbatas pada bayi dengan risiko tinggi. Di Amerika, HBIG untuk perlindungan jangka pendek dari antibodi pasif diberikan dalam 12 jam masa kelahiran bagi bayi dengan ibu HBsAg positif. Di Inggris ini terbatas pada ibu yang HBsAg positif. Bayi yang dilahirkan dari wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin pada saat lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan. Dosis pertama harus disertai dengan pemberian 0,5 ml IGBH sesegera mungkin sesudah lahir karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu sesudah lahir. AAP merekomendasikan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negatif mendapat dosis vaksin pertama saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan ketiga antara umur 6 dan 18 bulan.6,8

2. Penapisan pranatal dengan imunisasi aktif dan pasif untuk neonatus dari ibu seropositif dan dengan vaksinasi aktif selama kehamilan pada wanita seronegatif. Hasil dari sebuah penelitian di Cina (Xu dkk, 2009) menunjukkan bahwa lamivudin yang ditambahkan ke imunoprofilaksis neonatus akan menurunkan angka infeksi lebih jauh, menurunkan angka

11

Page 12: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

infeksi perinatal dari 40% menjadi 20% pada wanita yang sangat viremik dengan memberikan lamivudin dari usia gestasi 32 minggu sampai 4 minggu pascapartum.9

3. Untuk ibu berisiko tinggi yang seronegatif, vaksin aktif dapat diberikan selama kehamilan. Ingardia (2004) melaporkan bahwa wanita yang diimunisasi selama satu kehamilan memperlihatkan angka seropositif 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah dosis pertama, vaksinasi diulang pada 1 dan 6 bulan, pada 1 dan 4 bulan, atau pada 2 dan 4 bulan. Sheffield ddk (2006) melaporkan bahwa regimen 3 dosis yang diberikan prenatal pada awalnya dan pada 1 dan 4 bulan menghasilkan angka serokonversi masing-masing 56, 77, dan 90%. Hal ini dibandingkan dengan angka 96% untuk wanita pascapartum yang diberi 3 dosis lengkap (Jurenia dkk, 2001).9

4. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2007) melahirkan secara cesar belum ada laporan dapat menurunkan angka risiko.9

Kesimpulan

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada bayi dan anak-anak adalah melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal. Imunisasi sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif adalah cara utama untuk mencegah transmisi.

12

Page 13: Makalah Pleno Blok 17 Skenario 3

Daftar Pustaka

1. Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.427-42.

2. Manuaba, IBG. Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.h. 33-4.

3. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius; 2010.h.38-51.4. Behrman RE & Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol. 2. Wahab AS,

penerjemah. Jakarta: EGC; 2000.h.1100-22.5. Murray, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, Mafi AR. Acute Hepatitis, Oxford

Handbook Of Clinical Medicine. Oxford University Press; 2011.p.406-8.6. Marcdante KJ, Behrman RE, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics. Edisi 6.

IDAI, penerjemah. Siangapore: Saunders Elsevier; 2014.h.109-114. 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar,

Riskesda 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.h.71-5.8. Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. Vidhia U, penerjemah. Jakarta: PT

Gelora Aksara Pratama; 2009.h.148.9. Cunningham FG et.al. Williams obstetrics. Edisi 23. Brahm U dkk, penerjemah. Jakarta:

EGC; 2013.h.1128-30.10. Saputra L. Hepatitis virus akut, dalam The Merck Manual Jilid 2, ed 16. Jakarta: Bina

Rupa Aksan; 1999.h.252-3.11. Hadi S. Hepatologi. Bandung: Penerbit Mandar Maju; 2000.h.33-34.

13