LP Tetanus
-
Upload
lisa-royani-mita-umboh -
Category
Documents
-
view
160 -
download
11
description
Transcript of LP Tetanus
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
TETANUS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Emergency
Di RSUD Dr.Iskak Tulungagung
Oleh:
Silfiah Nofi Permata
NIM. 105070200111023
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1
LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS
A. TINJAUAN TEORITIS TETANUS
1. PENGERTIAN
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit
infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw),
spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang
dan spasme dan paralisis pernapasan.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang disebakan
oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani
yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku
(rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari
korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat
dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester
dan otot rangka.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Jadi, dapat disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang berbahaya
disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf dan otot.
2. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah
tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
2
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat
bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C.
tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun
telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen
kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran
manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba,
anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh,
ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun
yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin,
yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan
pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin
yang cukup kuat.
3. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau
sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
3
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada
tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang
ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari
neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari
tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw
karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian
biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah
tinggi.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1) Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan
menghilang tanpa sekuele.
2) Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan
kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul
kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi
ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsung beberapa detik
sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3) Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a) Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b) Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c) Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
4
Pathway
Tonus otot Menempel pada Cerebral Gangliosides Mengenai Saraf Simpatis
Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan
pada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi
Hipoksia berat
O2 di otak
Kesadaran
-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
Verbal -Kurangnya pengetahuan
5
Terpapar kuman Clostridium
Eksotoksin
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik
Ganglion Sumsum Tulang Belakang
Otak Saraf Otonom
Hilangnya keseimbangan tonus otot
Kekakuan otot
Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan
4. MANIFESTASI KLINIS
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme
dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama.
Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu.
Pemeriksaan fisik:
1. Trimus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut.
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang missal nya dicubit, digerakkan secara kasar, atau
terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kejang yang
terus menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia
dan kematian.
Klasifikasi berat ringannnya tetanus menurut Albert:
No. Klasifikasi Tanda dan gejala
1. Derajat 1
(ringan)
Trimus ringan sampai sedang, spastisitas general, tanpa
gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat 2
(sedang)
Trimus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme
singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan
sedang RR ≥ 30x/menit, disfagia ringan.
3. Derajat 3
(berat)
Trimus berat, spatisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/menit, seranga apnea,
disfagia berat, takikardi ≥120.
4. Derajat 4 Otomik berat melibatkan siste kardiovaskular, hipotensi
6
(sangat berat) berat, takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan
bradikardi (salah satunya menetap
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuanotot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman suli
c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
d. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang.
e. Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tata laksana pasien tetanus
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian
untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5
mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum
0.7 mg/kg BB).
Khusus
a. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.
b. Sera anti. Dapat diberikan ATS (Anti Tetanus Serum) 5000 IU i.m. atau TIGH
(Tetanus Immune Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus
disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
c. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka
(debridement).
7
d. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik
tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut,
supaya raccun yang ada mati.
Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan
kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan
ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat,
mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.
Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang
kotoran, dipasang kateter.[9] Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri
atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.
Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk
mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan
vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap
infeksi berikutnya.
7. KOMPLIKASI
a. Patah tulang (fraktur)
Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus
dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya.
Patah tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis
circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak,
sering di sekitar sendi.
b. Aspirasi pneumonia
Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan
sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi
pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.
c. Laryngospasm
Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat
sementara yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah
8
oksigen dari mencapai paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan
laryngospasm, pita suara Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun,
dalam kasus yang sangat parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati
lemas). Tidak ada obat untuk efektif mengobati laryngospasm, tetapi duduk dan
mencoba untuk rileks seluruh tubuh Anda dapat mempercepat pemulihan.
d. Pulmonary embolism
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal ini
disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat
mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa
pengobatan segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika
diperlukan, terapi oksigen.
e. Gagal ginjal akut
Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan
kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot
rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin.
Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
8. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan
menjadi buruk.
9. PENCEGAHAN
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,
pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan
vaksinasi
9
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama
karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri
Clostridium tetani.
B. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
1. PENGKAJIAN
Data fokus meliputi :
a) Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.
b) Apaka pernah digigit hewan
c) Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.
d) Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.
e) Keadaan umum klien
f) Tanda-tanda vital
g) Pemeriksaan fisik
Pengkajian Umum
a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu
atau beberapa saraf otak.
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)
f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
10
g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan
(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia)
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah
e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
f. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang dan oliguria
g. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
h. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi
lemah dan sering kejang
i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
3. INTERVENSI
11
Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab,
Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH=
7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No Intervensi Rasional
1 Bebaskan jalan nafas dengan
mengatur posisi kepala ekstensi
Secara anatomi posisi kepala ekstensi
merupakan cara untuk meluruskan rongga
pernafasan sehingga proses respiransi tetap
berjalan lancar dengan menyingkirkan
pembuntuan jalan nafas.
2 Pemeriksaan fisik dengan cara
auskultasi mendengarkan suara nafas
(adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
Ronchi menunjukkan adanya gangguan
pernafasan akibat atas cairan atau sekret
yang menutupi sebagian dari saluran
pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
12
3 Bersihkan mulut dan saluran nafas
dari sekret dan lendir dengan
melakukan suction
Suction merupakan tindakan bantuan untuk
mengeluarkan sekret, sehingga
mempermudah proses respirasi
4 Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia.
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia
dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation)
7 Kolaborasi dalam pemberian obat
pengencer sekresi(mukolitik)
Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret
yang kental sehingga mempermudah
pengeluaran dan memcegah kekentalan
Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi
otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
13
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit dan tidak sianosis.
No Intervensi Rasional
1 Monitor irama pernafasan dan respirati
rate
Indikasi adanya penyimpangan atau
kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari
frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan
irama nafas.
2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer
4 . Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat
mensuplai dan memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai dengan
kerja jantung yang menurun timbul takikardia
dan capilary refill time yang
memanjang/lama.
6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang kritis
dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa
gas darah.
Kompensasi tubuh terhadap gangguan
proses difusi dan perfusi jaringan dapat
14
Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah
putih lebih dari 10.000 /mm3
Tujuan Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO Intervensi Rasional
1 . Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu sebagai
suatu proses adaptasi melalui proses
evaporasi dan konveksi.
2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke
arah syok exhaution
3 Berikan hidrasi atau minum ysng cukup
adequat
Cairan-cairan membantu menyegarkan
badan dan merupakan kompresi badan dari
dalam
4 Lakukan tindakan teknik aseptik dan
antiseptik pada perawatan luka.
.
Perawatan lukan mengeleminasi
kemungkinan toksin yang masih berada
disekitar luka.
5 Berikan kompres dingin bila tidak
terjadi ekternal rangsangan kejang.
Kompres dingin merupakan salah satu cara
untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi.
6 Laksanakan program pengobatan
antibiotik dan antipieretik
Obat-obat antibakterial dapat mempunyai
spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria
gram positif atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
15
7 Kolaboratif dalam pemeriksaan lab
leukosit.
Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat
lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan
adanya infeksi dan atau untuk mengikuti
perkembangan pengobatan yang
diprogramkan
Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk
lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta
hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No. Intervensi Rasional
1 Jelaskan faktor yang mempengaruhi
kesulitan dalam makan dan
pentingnya makanabagi tubuh
Dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesulitan menelan dan kadang
timbul refflek balik atau kesedak. Dengan
tingkat pengetahuan yang adequat
diharapkan klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.
2 Kolaboratif :
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau
Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan
klien dari tingkat membuka mulut dan proses
16
bubur kasar.
Pemberian carian per IV line
Pemasangan NGT bila perlu
mengunyah.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada
klien dengan ketidakmampuan mengunyak
atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya
makanan juga untuk memberikan obat
Dx.5 .Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
kriteria
- Klien tidak ada cedera
- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi Rasional
1 Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya cedera
akibat dari stimulus kejang
2 Tempatkan pasien pada tempat tidur
pada pasien yang memakai pengaman
Menurunkan kemungkinan adanya trauma
jika terjadi kejang
3 Sediakan disamping tempat tidur tongue
spatel
Antisipasi dini pertolongan kejang akan
mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang
memungkinkan terjadinya cedera fisik
17
5 Catat penyebab mulai terjadinya kejang Pendokumentasian yang akurat, memudah-
kan pengontrolan dan identifikasi kejang
Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
No. Intervensi Rasional
1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status
cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian
2 Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran
mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan
hidrasi seluler
3 Berikan dan pertahankan intake oral
dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12
tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan
disesuaikan dengan perkembangan
kondisi pasien
Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
4 Monitor berat jenis urine dan
pengeluarannya
Mempertahankan intake nutrisi untuk
kebutuhan tubuh
5 Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan
peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
18
19