LP Tetanus

27
LAPORAN INDIVIDU LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TETANUS Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical di Ruang 13 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang 1

description

LP Tetanus. Laporan pendahuluan tetanus. Tetanus adalah penyakit mematikan yang dapat menyerang siapa saja, baik di dunia maupun di akhirat

Transcript of LP Tetanus

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN INDIVIDULAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TETANUS Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Surgical di Ruang 13 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:

AMELIA IRADANY

0810723018

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS

DEFINISI

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran, disebabkan oleh toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman clostridium tetani (FKUI, 2000).

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman Clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka (Vanessa, 2007).

Tetanus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya kontaminasi luka dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama Clostridium tetani, yaitu bakteri yang hidup bertahun-tahun di tanah dalam bentuk spora (Davis, 2009).

Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tetanus merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri Clostridium tetani dengan gejala utama adalah kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan tanpa disertai adanya gangguan kesadaran.

INSIDEN

Prevalensi tetanus sangat tinggi di negara berkembang dan termasuk dalam 10 penyebab kematian terbesar. Usia pasien tetanus paling banyak adalah 40-53 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat aktifitas fisik pada laki-laki lebih sering daripada perempuan. Angka kejadian tetanus tinggi terutama disebabkan oleh kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana (Esthi, 2004).

KLASIFIKASI

Tetanus General

Tetanus jenis ini dapat mengenai semua otot skeletal. Tetanus jenis merupakan tetanus yang paling membahayakan.

Tetanus Lokal

Gejalanya adalah spasme otot hanya pada atau dekat dengan luka yang terinfeksi.

Tetanus Cephalic

Mengenai satu atau beberapa otot secara cepat (dalam 1-2 hari) setelah terjadinya cedera kepala atau infeksi telinga. Trismus (Lockjaw) bisa saja terjadi. Tetanus jenis ini bisa secara mudah berkembang manjadi tetanus general.

Tetanus Nenonatus

Tetanus ini mirip dengan tetanus general, hanya saja tetanus ini terjadi pada seorang bayi yang umurnya < 1 bulan (Joseph, 2009).

ETIOLOGI

Agen penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yaitu bakteri gram positif yang bersifat anaerob, berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro. Di luar tubuh bakteri ini berbentuk spora. Spora ini mampu bertahan dalam lingkungan panas antiseptic, dan jaringan tubuh hingga berbulan-bulan. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui toksin tunggal yang dihasilkannya, yaitu tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah bahan kedua yang paling beracun yang diketahui setelah toksin botulinum. Jika dalam kondisi yang baik, kuman ini akan mengeluarkan toksin (eksotoksin) yaitu tetanuspasmin yang bersifat neurotoksik. Mula-mula toksin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat (Vanessa, 2007).

FAKTOR RESIKOPenggunaan alat-alat invasif yang tidak steril.

Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin DPT.

Penduduk yang bertempat tinggal di daerah peternakan.Luka terbuka yang tidak dirawat dengan adekuat (Ngastiy, 2009).MANIFESTASI KLINIS

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.

Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).

Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut).

Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.

Rikus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas), sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.

Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.

Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.

Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.

Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Ada beberapa macam manifestasi secara umum dari tetanus sesuai dengan derajatnya:Derajat I (tetanus ringan)

Trismus ringan sampai sedang

Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan

Tidak dijumpai disfagia atau ringan

Tidak dijumpai kejang

Tidak dijumpai gangguan respirasi

Derajat II (tetanus sedang)

Trismus sedang

Kekakuan jelas

Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan

Takipneu

Disfagia ringan

Derajat III (tetanus berat)

Trismus berat

Otot spastis, kejang spontan

Takipne, takikardia

Serangan apne (apneic spell)

Disfagia berat

Aktivitas sistem autonom meningkat

Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan

Gangguan autonom berat

Hipertensi berat dan takikardi, atau

Hipotensi dan bradikardi

Hipertensi berat atau hipotensi berat (Harnawatiaji, 2008).

PATOFISIOLOGI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000/mm3Pada penyakit tetanus, hasil pemeriksaan laboratorik tidak khas, likuor serebrospinal normal, jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik, tidak selalu dapat dilihat pada warna gram bahan luka dan organisme ini diisolasi pada sepertiga kasus. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti (Subhan, 2002).PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum

Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi.

Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus memberikan obat-obatan, bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah kejang mereda dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada kemungkinan aspirasi.

Menjaga saluran nafas tetap bebas.

Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker). Pada kasus yang berat perlu dilakukan trakeostomi.

Mengurangi spasme dan mengatasi kejang.

Kejang harus segera dihentikan dengan diazepam dengan dosis yang bervariasi berdasarkan usia :

bayi > 30 hari : 1 to 2 mg IV berikan secara perlahan, repeated q 3 to 4 jam jika perlu

balita : 0.1 to 0.8 mg/kg/hari up to 0.1 to 0.3 mg/kg IV q 4 to 8 jam

anak > 5 tahun : 5 to 10 mg IV q 3 to 4 jam

dewasa : 5 to 10 mg po q 4 to 6 h or up to 40 mg/jam IV drip

Setelah kejang berhenti, pemberian dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai klinis pasien. Bila dosis diazepam maksimal telah tercapai namun pasien masih kejang atau mengalami spasme laring, dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan intensif sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan memberi respon klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar antara 20 % dari dosis setiap dua hari). Bila pipa nasogastrik telah dapat dipasang, obat anti kejang dibarikan secara oral. Pada tetanus sedang, dosis anti konvulsan dimulai dengan 1/2-2/3 dari dosis maksimal dan 2/5 dosis maksimal untuk tetanus ringan. Mengingat tetanus sedang/ringan dapat berubah menjadi tetanus berat secara cepat, maka setiap saat dosis harus disesuaikan dengan perubahan gejala klinis dengan pemberian dosis antikonvulsan yang maksimal. Pada tetanus berat, setelah pemberian diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dilanjutkan dengan dosis 100-200 mg/24 jam dengan pompa semprit atau tiap 2 jam atau 12 kali perhari.

Perawatan Luka.

Yaitu dilakukan eksisi jaringan yang cukup luas guna membersihkan jaringan anaerob, terutama bila ada benda asing (debridement). Perawatan luka dilakukan setiap hari.

Ruang Khusus

Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita). Ruangan harus tenang. Pasien dianjurkan untuk dirawat di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan kejang-kejang yang sukar diatasi obat-obatan antikonvulsan biasa. Spasme laring merupakan komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan pernafasan, hipertermi dan sebagainya. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port de enty maka konsultasi ke dokter gigi/THT (Ngastiy, 2009; Subhan, 2002).

Penatalaksanaan Khusus

AntibiotikUntuk membunuh kuman C. Tetani (vegetatif) diberikan penisilin prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Metronidazol tampak sama efektifnya. Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dan eritromisin (untuk anak berumur = 9 tahun) untuk penderita alergi penisilin. Untuk penyulit sepsis atau bronkopneumonia diberikan antibiotik yang sesuai.

Anti serum.

Ada berbagai pendapat : Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, maka pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi cara Besredka. Dosis ATT biasanya 50.000-100.000 U, setengahnya diberikan secara intravena dan setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin diperlukan sedikit yaitu 10.000 U saja sudah cukup. Dapat digunakan ATS 5000 unit intramuskular, tetapi pusat rujukan lain mempergunakan dosis 40.000 unit diberikan separuh intravena dan separuhnya intramuskular atau bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG (Human Tetanus Immune Globulin) 500-3000 IU (Ngastiy, 2009; Subhan, 2002).

Pencegahan

Perawatan luka.

Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.

ATS profilaksis.

Hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan. Umumnya 1500 U im dengan didahului uji kulit dan mata. Harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.

Imunisasi aktif

Vaksin gabungan toksoid difteri, tetanus dan pertusis (DTP) pada usia 2,4 dan 6 bulan, dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa dengan toksoid tetanus-difteri (Td). Toksoid Tetanus (TT) diberikan pada setiap wanita usia subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil. Untuk orang-orang umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi primer terdiri dari 3 dosis Td yang diberikan intramuskular, yang kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan sesudah yang kedua. Booster toksoid tetanus (lebih baik Td) diberikan pada orang yang terjejas yang telah menyelesaikan seri imunisasi primernya jika:

luka bersih dan kecil tetapi telah mencapai 10 tahun sejak booster yang terakhir, atau luka lebih serius dan telah mencapai 5 tahun sejak booster terakhir atau pada pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000 U/kgBB/hari) (Davis, 2010; Joseph, 2009).

KOMPLIKASI

Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

Asfiksia terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal.

Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan mengalami trismus (mulut terkunci) sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.

Fraktur kompresi dapat terjadi bila saat kejang pasien difiksasi kuat sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.

Kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.

Rhabdomyolisis dan renal failure

Bronkopneumoni (Vanessa, 2007).

PROGNOSIS

Tetanus memiliki mortality rate sebesar 50 %, terjadi 15-60 % pada dewasa yang tidak terobati dan 80-90 % pada neonatus walaupun telah mendapat pengobatan. Angka kematian paling tinggi terjadi pada usia tua dan pemakai narkotika. Prognosis akan semakin buruk apabila masa inkubasi lebih pendek dan gejala timbul lebih cepat atau karena pengobatan yang terlambat (Joseph, 2009).

Dipengaruhi oleh berbagai faktor yg dapat memperburuk keadaan yaitu :

Masa inkubasi yg pendek ( 7 hari ).

Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 th )

Frekuensi kejang yg sering

Kenaikan suhu badan yg tinggi

Pengobatan yg terlambat

Periode trismus dan kejang yg semakin sering

Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas (Harnawatiaji, 2008).

DIAGNOSA KEPERAWATAN & DATA SUBYEKTIF-OBYEKTIF

Resiko injury berhubungan dengan aktivitas kejangDS: pasien mengeluh kaku

DO: kejang (+)

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus.DS: pasien mengeluh sesak

DO: ronchi, sianosis, dyspnea, batuk dengan sputum, RR > 20 x/menit

Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan

DS: pasien mengeluh sesak

DO: RR > 20 x/menit, retraksi dinding dada, gerakan naik-turun dinding dada asimetris, pernafasan cuping hidung.

Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.DS: -

DO: mukosa bibir kering, turgor kulit buruk, intake cairan 100 x/menit, RR > 20x/menit, berkali-kali pasien menanyakan tentang efek dari penyakit tetanus.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx. 1 Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

Kriteria Hasil:

Pasien tidak merasa kaku

Kejang (-)

IntervensiRasional

Pre Konvulsif

Identifikasi faktor resiko pre konvulsif untuk penyakit kejang

Singkirkan benda benda yang melukai.

Monitor cardiopulmonal secara terus menerus

Sediakan dan dekatkan peralatan suction

Sediakan O2 sesuai dengan indikasi

Konvulsif

Baringkan pasien ditempat yang rata.

Catat waktu, durasi, bagian tubuh yang terlibat dan frekuensi kejang.

Pertahankan jalan nafas ( Airway )

Pastikan pasien dalam keadaan aman.

Kolaborasi: pemberian pengobatan (contoh Diazepam )

Pasca Konvulsif

Monitor TTV dan kesadaran pasien

Pertahankan jalan nafas efektif.

Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat, cairan untuk rehidrasi.

Sediakan oral hygiene.Faktor resiko dapat dihindari sehingga kejadian kejang bisa diminimalkan.

Menghindari terjadinya cedera lebih lanjut akibat kejang

Perubahan status cardiopulmonal dapat menunjukkan terjadinya kejang

Keberadaan alat-alat yang dekat akan mempersingkat waktu delay dalam penanganan pasien

Membantu memenuhi kebutuhan O2

Memudahkan penanganan pasien kejang

Dapat menunjukkan seberapa parah kejang yang terjadi sehingga tindakan yang diambil bisa lebih tepat

Menghindari terjadinya henti nafas

Pasien kejang dapat mengalami perubahan kondisi secara tiba-tiba

Diazepam dapat mengontrol kejang dan memberikan efek sedasi

TTV merupakan indikator yang paling mudah dilihat jika terjadi perubahan pada kondisi tubuh pasien

Menghindari henti nafas

Mengembalikan keseimbangan cairan tubuh

Dengan keadaan oral yang bersih menghindari terjadinya aspirasi

Dx. 2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus akibat adanya spasme otot laring

Tujuan : pasien memperlihatkan kepatenan jalan nafas

Kriteria Hasil:

Sesak (-), ronchi (-), sianosis (-), dyspnea (-), batuk dengan sputum (-), RR 16-20 x/menitIntervensiRasional

Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 4 jam.

Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret.

Gunakan sudip lidah saat kejang.

Miringkan ke samping untuk drainage.

Observasi oksigen sesuai program.

Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut

Kolaborasi: Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret.

Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi.

Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan.

Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.

Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia

Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia

Mengurangi rangsangan kejang.

Dx.3 Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan

Tujuan :Pola nafas teratur dan normal

Kriteria Hasil:

RR 16- 20 x/menit, retraksi dinding dada (-), gerakan naik-turun dinding dada simetris, pernafasan cuping hidung (-)

IntervensiRasional

Monitor irama pernafasan dan respirasi rate

Atur posisi luruskan jalan nafas

Observasi tanda dan gejala sianosis, dyspnea, takikardi, CRT > 2 dtk

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

Kolaborasi: Pemberian oksigenasi

Indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.

Jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

Dyspnea dan sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama dan untuk menghindari terjadinya henti nafas.

TTV merupakan respon tubuh yang mudah untuk diamati.

Pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.

Dx.4 Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

Tujuan : pasien tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan

Kriteria Hasil:

mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, intake cairan 1500-2000 cc/hari, diaphoresis (-).

IntervensiRasional

Kaji intake dan out put setiap 24 jam.

Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam.

Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien.

Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya.

Pertahankan kepatenan NGTMemberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.

Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan.

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh

Dx. 5 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut.

Tujuan: Status nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil:

Intake cukup, makan dan minuman yang masuk lewat mulut tidak kembali lagi melalui hidung, BB meningkat, protein atau albumin 3,5 mg%IntervensiRasional

Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan.

Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.

Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein.

Timbang berat badan sesuai protokol

Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh

Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air

Suplai kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh.

Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.

Dx.6 Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan spasme otot faring.

Tujuan :

Tidak terjadi aspirasi

Kriteria Hasil:

makanan dan minuman tidak lagi kembali keluar melalui hidung, jalan nafas paten dari aspirasi makanan dan minuman

IntervensiRasional

Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam.

Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati.

Miringkan ke samping untuk drainage.

Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut.Kolaborasi: Pemberian oksigen

Kolaborasi: Pemberian sedativa sesuai programTakipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret.Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi.Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia.Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia.Mengurangi rangsangan kejang

Dx.7 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang.

Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi

Kriteria Hasil:

Kejang (-), bed rest (-), bau badan (-), gigi bersih, rambut bersih, tempat tidur bersih, iritasi kulit (-).IntervensiRasional

Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri juga oral hygiene.

Libatkan keluarga dalam perawatan diri sehari-hari.Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan.

mempertahankan status kesehatan dan kebersihan diri pasien.

Keluarga dapat meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan aktivitas kebersihan diri

Dx. 8 Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan pasien tentang penanganan penyakitnya dikarenakan kurangnya informasi.Tujuan : pasien menunjukan rasa cemas berkurang atau hilang

Kriteria Hasil:

Takut