LP STEMI NISA.doc

41
Definisi ST Elevation Myocardial Infraction (STEMI) Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum gejala meliputi : unstable angina, Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) dan ST elevation myocardial infraction (STEMI). STEMI ditunjukkan dengan : 1, 2, 3 a. Oklusi trombus 90% pada arteri koroner yang dibuktikan dengan angiografik. b. Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T dan ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis. c. Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infark miokard. Faktor Resiko Faktor resiko Sindrom koroner akut adalah : a. Dapat dimodifikasi : Merokok : Merokok dapat meningkatkan aktifitas saraf simpatik sehingga menstimulasi katekolamin yang dapat meningkatkan potensiasi akititas platelet dan fibrinogen. 4 Diabetes melitus : Pasien dengan riwayat diabetes tidak terkontrol, memiliki aktifitas peningkatan trombus. Pada pasien 1

Transcript of LP STEMI NISA.doc

Definisi ST-Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)

Definisi ST Elevation Myocardial Infraction (STEMI)

Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum gejala meliputi : unstable angina, Non ST elevation myocardial infraction (NSTEMI) dan ST elevation myocardial infraction (STEMI). STEMI ditunjukkan dengan : 1, 2, 3a. Oklusi trombus 90% pada arteri koroner yang dibuktikan dengan angiografik.

b. Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T dan ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis.

c. Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infark miokard.Faktor Resiko

Faktor resiko Sindrom koroner akut adalah : a. Dapat dimodifikasi :

Merokok : Merokok dapat meningkatkan aktifitas saraf simpatik sehingga menstimulasi katekolamin yang dapat meningkatkan potensiasi akititas platelet dan fibrinogen. 4 Diabetes melitus : Pasien dengan riwayat diabetes tidak terkontrol, memiliki aktifitas peningkatan trombus. Pada pasien diabetes terjadi peningkatkan reaktivitas dan hiperagregasi serta aktivasi adhesi platelet. 4 Hipertensi : Pada keadaan hipertensi terjadi disfungsi endotel, sehingga menstimulasi faktor inflamasi yang memperburuk perkembangan plak dengan stimulasi agregasi platelet dan produksi fibrin. 4 Stres : memodulasi atau memicu interaksi atau agregasi platelet pada dinding arteri. 4 Infeksi : memicu disfungsi endotel, sehingga menstimulasi faktor inflamasi yang akan memperburuk perkembangan plak dengan stimulasi agregasi platelet dan produksi fibrin. 4b. Tidak dapat dimodifikasi : Jenis kelamin, umur, riwayat keluarga. 4Etiologi

Penyebab utama terjadinya Sindrom Koroner Akut lebih dari 90% pasien adalah rupture, fisur atau erosi plak aterosklerotik karena terdapat kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap tipis, dan plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 1,2,3

Gambar 1 Karakteristik Plak yang Tidak Stabil

Patofisiologi

Proses terjadinya aterosklerosis (initiation, progression dan complication plak aterosklerotik) berjalan dalam waktu yang lama, secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak pada pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan seperti cells foam (sel makrofag yang mengandung lipid), massive extracellular lipid, dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.1, 2

Patofisiologi Sindrom Koroner Akut disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan adanya plak aterosklerosis yang mengalami rupture atau erosi. Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh rupture, fisur atau erosi plak aterosklerotik adalah karena kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap tipis, dan plak penuh dengan aktivitas sel-sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain. 1, 2

Gambar 2 Proses Aterosklerosis pada plak Aterosklerosis

Rupture, fisur atau erosi plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor-faktor lain dalam jaringan) ke dalam aliran darah, sehingga menginduksi adhesi, aktivasi dan agregasi thrombosit serta pembentukan fibrin membentuk thrombus. Trombus pada arteri jantung inilah yang mengakibatkan terjadinya oklusi koroner total atau subtotal. Hal ini menyebabkan suplai oksigen menjadi semakin berkurang yang berakibat terjadinya nekrosis jaringan dan dapat mengakibatkan kematian otot jantung.1, 2

Gambar 3 Proses adhesi, aktivasi dan agregasi platelet kemudian terbentuk thrombus

Diagnosis

a. Gejala

Gejala ST elevation myocardial infraction (STEMI) adalah chest discomfort > 30 menit. Chest discomfort digambarkan seperti rasa tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar di dada yang bisa menjalar ke bahu, lengan, punggung, leher, rahang. Gejala yang mungkin menyertai termasuk sesak napas, kelemahan, diaforesis, mual, muntah, sakit kepala. 1, 2, 3

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendukung diagnosis dan penilaian tempat sakit, dan komplikasi pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI).5c. Elektrokardiografi

Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat ditemui adanya ST elevasi. Perubahan EKG pada STEMI meliputi : 1) Gelombang hiperakut T : pada periode awal STEMI bisa didapatkan gelombang T hiperakut yaitu gelombang T yang tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan ekstremitas dan lebih dari 10 mm pada sadapan prekordial. Namun, gelombang T hiperakut ini tidak selalu spesifik untuk STEMI. 6, 72) ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis : jika oklusi trombus 90% pada arteri koroner dapat ditemui adanya ST elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan jika didapatkan elevasi segmen ST minimal 0,1 mv (1 mm) pada sadapan ekstremitas dan lebih dari 0,2 mv (2 mm) pada sadapan prekordial. Pada STEMI perubahan ini ditemukan 2 sadapan berdekatan. Pada saat bersamaan, mulai terbentuk gelombang Q patologis. 6, 73) Intervensi gelombang T : kembalinya segmen ST pada garis isoelektrik. Bersamaan itu, mulai intervensi gelombang T. 6, 7

Gambar 4 Gambaran EKG pada STEMI

d. Pemeriksaan Biomaker Laboratorium untuk kerusakan jantungTroponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infrak miokard. Marker yang dilihat adalah CTnT atau CTnl (Cardiac Spesific Troponin) karena lebih spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac enzim lainnya, seperti Creatin Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Troponin merupakan kompleks protein yang mengatur interaksi aktin-myosin sel jantung. Saat terjadi kerusakan atau kematian sel, maka troponin akan menyebar ke sirkulasi darah perifer. Protein-protein tersebut tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil miokard dapat memberikan hasil yang positif. Gambaran enzim jantung pada pasien infark miokard dapat dilihat pada gambar 5: 8, 9

Gambar 5 Peningkatan enzim jantung

e. ImagingCardiac imaging dapat menentukan penyebab chest discomfort pada pasien infark miokard akut atau unstable angina yang pemeriksaan ECGnya normal atau tidak terdiagnosis. High quality portable chest X-ray, transthoracic atau transesophageal echocardiography dan CT-scan yang memakai kontras berguna untuk membedakan STEMI pada pasien yang menunjukkan perbedaan yang tidak jelas dari diseksi aorta (pecahnya pembuluh darah aorta yang dapat menutupi arteri koroner, sehingga menyebabkan infark miokard). 5Penatalaksanaan STEMI

Tujuan terapi pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI) :

1. untuk meminimumkan total ischemic time sehingga mengurangi morbidity dan mortality yang disebabkan oleh ST elevation myocardial infraction (STEMI). 12. untuk pencegahan reocclusion arteri koroner, pencegahan komplikasi, dan kematian. 1

Skema penatalaksanaan ST elevation myocardial infraction (STEMI) secara umum dapat dilihat pada gambar 6 : 1

Gambar 6 Skema Penatalaksanan STEMI1. Prehospital Apabila pasien merasakan rasa nyeri pada dada (chest discomfort), maka kita melihat dulu apakah pasien memang memiliki riwayat sakit jantung dan apakah pasien telah menerima peresepan nitrogliserin (NTG). Apabila pasien telah menerima peresepan nitrogligerin sebelumnya dan pada saat kejadian pasien masih memiliki nitrogliserin, maka tindakan pertama yang dapat dilakukan pasien untuk mengatasi nyerinya adalah dengan memberikan nitrogliserin tersebut satu kali dosis dengan rute sublingual (sisi kanan gambar 7). Jika 5 menit setelah pemberian nitrogliserin, pasien masih mengeluhkan rasa nyeri (chest discomfort), maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut. Jika 5 menit setelah pemberian nitrogliserin, pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri (chest discomfort) maka dilakukan managemen angina pektoris stabil. 1Jika sejak awal pasien tidak pernah diresepkan nitrogliserin (sisi kiri gambar 7), dilihat dulu apakah rasa nyeri (chest discomfort) dalam waktu 5 menit membaik atau memburuk. Jika 5 menit nyeri hilang, maka pasien direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter. Jika 5 menit nyeri dada atau rasa tidak enak pada dada (chest discomfort) tidak membaik, maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan penangan medis. Pada saat di EMS (Emergency system), pasien dapat diberikan terapi nitrogliserin sublingual (maksimal 3X dosis sejak awal terjadinya nyeri) dan aspirin dosis 162 mg-325mg. Skema penatalaksanaan prehospital STEMI dapat dilihat pada gambar 7. 1

Gambar 7 Skema Penatalaksanan Prehospital STEMI 12. Hospital a. Oksigen

Tambahan oksigen harus diberikan pada penderita STEMI selama 6 jam pertama bila penderita dengan desaturasi oksigen arteri (SaO2 < 90%) 2-4 liter/menit. 1

Evidence studi RCT kejadian hipoksemia (SpO2