Portofolio Stemi

42
PORTOFOLIO ST ELEVASI MIOKARD INFARK Oleh: dr. Rocherman Gema Aditama Pembimbing: dr. Miftahul Affandi, Sp. JP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH A.M PARIKESIT KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TENGGARONG

description

PORTOFOLIO STEMI, IMA

Transcript of Portofolio Stemi

Page 1: Portofolio Stemi

PORTOFOLIO

ST ELEVASI MIOKARD INFARK

Oleh:

dr. Rocherman Gema Aditama

Pembimbing:

dr. Miftahul Affandi, Sp. JP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH A.M PARIKESIT

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

TENGGARONG

2014

Page 2: Portofolio Stemi

LEMBAR PENGESAHAN PORTOFOLIO

ST ELEVASI MIOKARD INFARK

Diajukan Oleh :

Nama : dr. Rocherman Gema Aditama

Dipresentasikan

Tanggal : 21 November 2014

Pembimbing I Pembimbing

(dr.Ibnoe Soedjarto, M.Si.Med., Sp.S) (dr. Miftahul Affandi, Sp. JP)

Pembimbing II,

(dr. Nurindah Isty R, M.Si.Med., Sp. KFR)

1

Page 3: Portofolio Stemi

No ID dan Nama Peserta : Rocherman Gema Aditama

No. ID dan Nama Wahana : RSUD AM Parikesit

Topik : STEMI

Tanggal (kasus) : 12 November 2014

Tanggal Presentasi : 20 November 2014

Pendamping : dr. Miftahul Affandi, Sp.JP

Obyektif Presentasi

√ Keilmuan ○ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen ○ Masalah ○ Istimewa

○ Neonatus ○ Bayi ○ Remaja √ Dewasa ○ Lansia ○ Bumil

Deskripsi

Dewasa laki-laki, 40 tahun, dibawa ke rumah sakit karena mendadak pingsan.

Tujuan

Mampu mendiagnosis kasus sindrom koroner akut (ST elevasi miokard infark), serta mampu

melaksanakan penatalaksanaan awal kasus SKA

Bahan Masalah

√ Tinjauan pustaka ○ Riset √ Kasus ○ Audit

Cara Membahas

○ Diskusi √ Presentasi dan Diskusi ○ Email ○ Pos

2

Page 4: Portofolio Stemi

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum

penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina).

Didefinisikan pada sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia

miokard akut. SKA merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit

jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina pektoris tak stabil,

infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi dan atau

kematian jantung mendadak.

Pada tahun 2009, sekitar 689.000 pasien masuk rawat inap di RS Amerika

Serikat dengan terdiagnosis sebagai SKA. Insidensi STEMI telah menurun dalam

dekade terakhir, sedangkan kelompok SKA dengan tanpa ST elevasi justru mengalami

peningkatan. Saat ini, STEMI merupakan penyebab dari 25 hingga 40% dari kejadian

infark miokard.

Sekitar 23% dari pasien dengan STEMI di Amerika Serikat menderita diabetes

mellitus, dan sedikitnya dua per tiga dari penyebab kematian pasien dengan DM adalah

berhungan dengan penyakit jantung koroner. DM dengan STEMI dihubungkan dengan

peningkatan angka mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Perfusi jaringan

miokardial setelah restorasi aliran darah koroner lebih terganggu pada pasien dengan

DM.

3

Page 5: Portofolio Stemi

BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

- Nama : Tn. D

- Usia : 64 tahun

- Pekerjaan : Pensiunan

- Jaminan : BPJS

- MRS : Melalui IGD tanggal 12 November 2014

2. Anamnesis

- Keluhan utama :

Mendadak pingsan saat di rumah

- Riwayat penyakit sekarang :

Keluhan dialami sekitar 3 jam sebelum MRS. Pasien mendadak

merasa hanyut dan kemudian pingsan saat sedang beraktivitas ringan di

halaman belakang rumahnya (memberi makan ternak). Segera setelah

pingsan, pasien bisa bangkit sendiri dan berjalan terhuyung-huyung

menuju ke rumah nya yang berjarak sekitar 40 meter dari halaman

belakang. Pasien tidak merasakan adanya nyeri dada, sesak nafas,

berdebar-debar, keringat dingin, mual, ataupun muntah. Pasien setelah itu

segera dibawa oleh keluarganya ke IGD RS AM Parikesit.

- Riwayat penyakit dahulu :

Menderita diabetes melitus, sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Meminum

3 macam obat anti diabetes (OAD)

Menderita hipertensi sejak 3-4 tahun yang lalu. Meminum satu macam

obat anti hipertensi.

- Riwayat penyakit keluarga :

Ibu dan saudara kandung pasien menderita diabetes mellitus

3. Pemeriksaan Fisik

Di IGD pukul 13.30 wita

- Keadaan umum : Sakit sedang

4

Page 6: Portofolio Stemi

- Kesadaran : GCS E4V5M6

- Tanda vital :

Nadi : 96 kali per menit, isi cukup, reguler

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nafas : 26 kali per menit

- Kepala-Leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas

cuping hidung (-), sianosis bibir (-)

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Retraksi dinding dada (-), vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheeze (-/-)

Abdomen : flat, palpasi soefl, perkusi timpani, shifting dullness (-),

hepatosplenomegali (-), BU (+) kesan normal

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

4. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Darah lengkap KDL Serum elektrolit

Hb 13,1 GDS 259 Na 145

Leukosit 9.600 Ureum 69 Ka 5,0

Hematokrit 38% Kreatinin 2,2 Cl 109

Plt 242.000

5

Page 7: Portofolio Stemi

Foto Rontgen

Interpretasi : CTR ± 65%, kesan kardiomegali

EKG

6

Page 8: Portofolio Stemi

Interpretasi :

Elevasi segmen ST di lead II, III, AVF

Elevasi segmen ST di V3, V4, V5, V6

5. Diagnosis

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) Inferior-Antero-Lateral + DM tipe II +

Nephropati Diabetik

6. Penatalaksanaan

Di IGD pukul 14.00

- IVFD RL 10 tpm

- O2 nasal kanul 3-4 Lpm

- Aspirin 3 tablet

- CPG 4 tablet

- Artovastatin 1 x 20 mg

- Injeksi Ondansetron 1 ampul

- Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg

- Pasang kateter

- Cari kontraindikasi absolut terapi trombolitik

- Terapi trombolitik

IVFD Streptokinase 1,5 juta IU encerkan dalam NaCl 100 cc (30 tpm),

40-60 menit

- 2 jam pasca terapi trombolitik, lakukan EKG ulang

- EKG jantung kanan

7

Page 9: Portofolio Stemi

- Masuk ICCU

Pasien masuk ICU pukul 18.00 wita

Follow up dokter jaga IRNA pukul 18.30 wita

- S : Sesak nafas (-), nyeri dada (-)

- O :

Kesadaran GCS 15

Tekanan darah 70/40 mmHg, HR : 85 kali per menit

K/L : An (-/-), nafas cuping hidung (-), sianosis (-)

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Retraksi dinding dada (-), vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheeze (-/-)

Abdomen : flat, palpasi soefl, perkusi timpani, shifting dullness (-),

hepatosplenomegali (-), BU (+) kesan normal

Ekstremitas : Akral dingin, edema (-/-)

- A : STEMI Inferior-Anterior-Lateral + Syok Kardiogenik

- P :

Pukul 18.30 TD 70/40 mmHg Dopamin 5 mcg/kg/menit

observasi 30 menit jika TD tidak naik, dopamin 8-10 mcg/kg/menit

Loading cairan RL 200 cc dalam 30 menit

Pukul 19.30 TD 89/58 mmHg Dopamin 10 mcg/kg/menit dan

dobutamin 5 mcg/kg/menit

Pukul 20.10 TD 100/64 mmHg Dopamin 5 mcg/kg/menit dan

dobutamin 5 mcg/kg/menit

IVFD RL 10 tpm

O2 nasal kanul 3-4 Lpm

Aspirin 3 tablet

CPG 4 tablet

Artovastatin 1 x 20 mg

Injeksi Ondansetron 1 ampul

Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg

Injeksi Arixtra 1 x 2,5 mg

Ekstra Furosemid 1 ampul

8

Page 10: Portofolio Stemi

Captopril 3 x 6,25 mg jika TD > 100

7. Resume

Pasien laki-laki, usia 64 tahun, datang dengan keluhan pingsan di rumah 3 jam

sebelum MRS. Tidak ada keluhan nyeri dada, sesak nafas, berdebar-debar,

keringat dingin, mual atau muntah. Riwayat penyakit dahulu menderita DM

selama 5 tahun terakhir dan hipertensi sejak 3-4 tahun terakhir. Pemeriksaan

fisik dalam batas normal. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan GDS

(259 mg/dl), serta nilai ureum (69 mg/dl) dan kreatinin (2,2 mg/dl). Foto

rontgen kesan kardiomegali, dan EKG Elevasi segmen ST di lead II, III, AVF

dan elevasi segmen ST di V3, V4, V5, V6. Saat rawat di ICU pasien

mengalami penurunan tekanan darah.

9

Page 11: Portofolio Stemi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Koroner Akut (ST Elevasi Miokard Infark)

1. Definisi

Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi

spektrum penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil

(unstable angina). Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri

koroner yang berakibat pada iskemi dan infark miokard. Derajat iskemik dan

ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis.

Dalam kaitannya dengan penyakit jantung koroner, dikenal sejumlah

istilah sebagai berikut :

- Angina Pektoris Stabil. Sindrom klinis yang ditandai dengan rasa tidak

enak di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan, yang biasanya

dicetuskan oileh kerja fisik atau stress emosional dan keluhan ini akan

berkurang dengan istirahat dan pemberian nitrogliserin.

- Angina Prinzmetal. Nyeri dada yang disebabkan spasme fokal dari arteri

koronaria. Nyeri dada seperti serangan angina dengan derajat yang lebih

berat, dan sering terjadi pada saat istirahat, tidak berkaitan dengan aktivitas

fisik dan terkadang gejala muncul secara siklik (timbul pada waktu yang

sama setiap harinya).

- Sindrom Koroner Akut (SKA). Didefinisikan pada sekumpulan keluhan

dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut. SKA

merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit jantung

koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina pektoris tak

stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST

elevasi dan atau kematian jantung mendadak.

2. Epidemiologi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini

merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju

10

Page 12: Portofolio Stemi

dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit

ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang,

menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia,

PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36%

dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian

akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi

penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh

kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka

kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).

Pada tahun 2009, sekitar 689.000 pasien masuk rawat inap di RS

Amerika Serikat dengan terdiagnosis sebagai SKA. Insidensi STEMI telah

menurun dalam dekade terakhir, sedangkan kelompok SKA dengan tanpa ST

elevasi justru mengalami peningkatan. Saat ini, STEMI merupakan penyebab

dari 25 hingga 40% dari kejadian infark miokard.

Sekitar 23% dari pasien dengan STEMI di Amerika Serikat menderita

diabetes mellitus, dan sedikitnya dua per tiga dari penyebab kematian pasien

dengan DM adalah berhungan dengan penyakit jantung koroner. DM dengan

STEMI dihubungkan dengan peningkatan angka mortalitas jangka pendek dan

jangka panjang. Perfusi jaringan miokardial setelah restorasi aliran darah

koroner lebih terganngu pada pasien dengan DM.

3. Etiologi

Aterosklerosis pembuluh darah kornoner merupakan penyebab tersering

dari PJK. Aterosklerosis disebabkan adanya timbunan lipid di lumen arteri

koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan

bila keadaan ini terus belanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembuluh

darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan

kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium

yang terletak disebelah distal dari daerah lesi. Lesi diklasifikasikan sebagai

berikut :

- Endapan lemak. Merupakan tanda awal terbentuknya aterosklerosis,

ditandai dengan penimbunan makrofag dan sel otot polos berisikan

11

Page 13: Portofolio Stemi

lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima

pembuluh darah. Secara mikroskopik endapan lemak terlihat mendatar

dan bersifat non obstruktif, sedangkan secara kasat mata endapan lemak

tampak kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah.

- Plak fibrosa (plak ateromatosa), merupakan daerah penebalan tunika

intima yang meninggi dan dapat diraba dengan permukaan opak yang

keluar ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa

terdiri dari inti pusat lipid, debris sel nekrotik, dan kolagen. Seiring

berkembangnya lesi, terjadilah pembatasan aliran darah koroner,

remodelling vaskular, dan stenosis luminal sehingga rentan terjadi

ruptur plak yang memicu trombosis vena.

- Lesi lanjutan. Terjadi bila suatu plak fibrosa rentan terhadap terjadinya

kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi sehingga

dapat menyebabkan infark miokard.

4. Faktor Risiko

4.1 Tidak dapat diubah

- Umur. Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit

jantung akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya.

Hal ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis

yang makin besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas

pembuluh darah yang makin menurun seiring dengan

bertambahnya umur. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada

laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya

umur.

- Jenis kelamin. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah

wanita menopause, insidensi terjadinya hampir sama

- Genetik. Terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas

arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan

tunika media.

12

Page 14: Portofolio Stemi

- Ras. Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat

menyolok, walaupun bercampur baur dengan faktor geografis,

sosial dan ekonomi .

4.2 Dapat diubah

- Merokok. Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis,

melingkupi meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL

dan menurunkan HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel

pembuluh darah disebabkan karena jaringan tersebut mengalami

hipoksia dan peningkatan adhesi dari trombosit.

- Hipertensi. Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik)

memperbesar kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit

jantung koroner dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan

penyakit kardiovaskular tidak memperlihatkan hasil akhir yang

baik. Lebih dari itu resiko akan terus naik dengan nilai progresif

yang tinggi.

- Diabetes mellitus. Diabetes meningkatkan resiko terjadinya

aterosklerosis dan orang dengan diabetes melitus memiliki 2-3

kali peningkatan kemungkinan terjadi gangguan pada

kardiovaskular. Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki

fungsi endotel yang lemah ini dapat diukur dari menurunnya

bioavailabilitas dari NO dan meningkatnya perlekatan leukosit.

Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom

metabolik dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar

lemak yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah, partikel

LDL padat) dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada

diabetes terjadi resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan

mendorong terjadinya aterosklerosis.

- Dislipidemia. Jumlah lipid yang abnormal dalam sirkulasi

menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai faktor risiko utama

terhadap perkembangan arterosklerosis. Menurut studi

Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung iskemik

meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi.

13

Page 15: Portofolio Stemi

Risiko penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat

pada individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL.

Tabel. Nilai Kolesterol

5. Penegakan Diagnosis SKA

Diagnosis SKA berdasarkan keluhan khas angina pada umumnya. Terkadang

pasien tidak ada keluhan angina namun sesak nafas atau tidak khas seperti

nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina equivalen. Hal ini diikuti

perubahan EKG dan atau perubahan enzim jantung. Pada beberapa kasus,

keluhan pasien, gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim

jantung awal tidak bisa menyingkirkan adanya SKA, oleh karena perubahan

EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah beberapa jam kemudian. Pada

kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum menyingkirkan

diagnosis SKA.

5.1 Gejala

Gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri dada

retrosternal. Pasien sering kali merasa dada seperti ditekan atau

dihimpit, rasa tersebut lebih dominan dibanding rasa nyeri. Yang juga

14

Page 16: Portofolio Stemi

perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA,

antara lain :

- Lokasi nyeri. Di daerah retrosternal dan sulit melokalisir nyeri.

- Deskripsi nyeri. Pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit,

ditekan, atau diremas. Perlu juga diwaspadai tidak khas seperti

nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina equivalen.

- Penjalaran nyeri. Nyeri menjalar ke bahu kiri, lengan kiri, leher

rasa tercekik atau rahang bawah. Kadang menjalar ke lengan kanan

atau kedua lengan.

- Lama nyeri. Nyeri pada SKA lebih dari 20 menit.

- Gejala sistemik. Disertai dengan keluhan mual, muntah, dan

keringat dingin.

5.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis,

menyingkirkan kemungkinan penyebab nyeri dada yang lain dan

mengevaluasi adanya komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada SKA

umumnya normal. Terkadang pasien nampak cemas, keringat dingin,

atau didapat tanda komplikasi berupa takipneu, takikardi-bradikardi,

adanya S3 gallop, ronki basah halus di paru, dan terdengar murmur

jantung.

5.3 EKG

Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam

diagnosis SKA untuk menentukan tatalaksana berikutnya. Berdasarkan

gambaran EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok :

- Elevasi segmen ST atau LBBB (left bundle branch block) yang

dianggap baru. Didapatkan gambaran elevasi segmen ST

minimal di dua lead yang berhubungan

- Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis

pada saat pasien mengeluh nyeri dada

- EKG non diagnostik baik normal ataupun hanya ada perubahan

minimal.

15

Page 17: Portofolio Stemi

Gambar. Depresi segmen ST

Kriteria :

Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)

Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil)

inversi gelombang yang simetris di sandapan prekordial

Depresi segmen ST dan inversi gelombang T merupakan

penanda terjadinya iskemia miokard. Perubahan gelombang T

umumnya terjadi lebih dulu dan lebih sering ditemukan.

Pada serangan angina, segmen ST biasanya kembali ke garis

dasar segera setelah serangan mereda. Pada infark gelombang non-Q,

segmen ST menetap sedikitnya selama 48 jam

Gambar. Elevasi segmen ST

Signifikan bila ditemukan lebih dari 1 mm di 2 atau lebih lead

yang secara anatomis berhubungan. Elevasi segmen ST menandakan

hipoksemia berat miokard (jaringan nekrotik) yang akan terus

memberat jika tidak mendapat intervensi, membran sel menjadi tidak

16

Page 18: Portofolio Stemi

stabil, menyebar dari endokardium ke epikardium sehingga

memerlukan tatalaksana agresif.

Gelombang Q patologis

Dikatakan Q patologis bila : 1) lebar > 40 ms (1 mm), 2) dalamnya >

2mm, 3) dalam nya lebih dari 25% gelombang QRS, 4) terlihat di lead

V1, V2, V3. Gelombang Q Patologis umumnya menandakan infark

miokard lama atau akut.

Gambar. Gelombang Q patologis inferior (II, III, AVF)

Tabel. Perbedaan manifestasi SKA

17

Page 19: Portofolio Stemi

5.4 Laboratoris

Nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein

dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut

antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase,

creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic

anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin

I dan T (cTnI dan cTnT).

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard

yang lebih baik, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional

seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut,

peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat

menetap sampai 2 minggu.

CKMB merupakan isoenzim dari creatin kinase, yang merupakan

konsentrasi terbesar dari miokardium. Dalam jumlah kecil CKMB juga

dapat dijumpai di otot rangka, usus halus, dan diafragma. Mulai meningkat

3 jam setelah infark dan mencapai puncak nya pada 12-24 jam. CKMB

akan menghilang dalam darah 48-72 jam pasca serangan infark.

6. Penatalaksanaan

Secara umum tatalaksana STEMI atau NSTEMI hampir sama baik pre maupun

di RS hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih

ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa

(trombolisis) atau intervensi (per cutaneous coronary intervension – PCI).

Tatalaksana SKA dibagi atas : 1) Pra Rumah Sakit (prehospital), 2) Rumah

Sakit

- Pre hospital

Monitoring, dan amankan ABC. Persiapkan RJP dan defibrilasi

Berikan aspirin, dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin, dan

morfin jika dibutuhkan

Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi

18

Page 20: Portofolio Stemi

Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan

penerimaan pasien dengan STEMI

Bila akan diberikan fibrinolitik pre hospital, lakukan check list

terapi fibrinolitik.

- Hospital

Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

Pasang intravena

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fifik singkat dan terarah

Lengkapi check list fibrinolisis, cek kontra indikasi

Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan

darah

Segera berikan O2 4L/menit nasal kanul, terutama jika saturasi

< 94%

Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah

Nitrogliserin sublingual atau spray

Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin.

6.1. Terapi inisial pada SKA

- Oksigen

Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas, tanda

gagal jantung, syok, atau saturasi oksigen < 94%. Monitoring non

invasif tentang kadar oksigen dalam darah akan sangat bermanfaat.

Berdasarkan konsensus 2010 tentang resusitasi jantung paru oleh

AHA/ACC, tidak ada bukti manfaat pemberian oksigen aliran tinggi

pada pasien SKA bila tidak ada komplikasi kardiovaskuler atau bila

saturasi O2 masih dalam batas normal. Penelitian menunjukkan

pemberian oksigen mampu mengurangi ST elevasi pada infark anterior.

Berdasarkan konsensus, dianjurkan pemberian oksigen dalam 6 jam

pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak

bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut : 1) pasien dengan nyeri dada

menetap atau berulang dengan hemodinamik tidak stabil, 2) pasien

19

Page 21: Portofolio Stemi

dengan tanda bendungan paru, 3) pasien dengan saturasi oksigen <

90%.

- Aspirin

Aspirin direkomendasikan pada semua pasien SKA kecuali terdapat

kontraindiskasi dan diberikan 160-325 mg dikunyah untuk pasien yang

belum mendapat terapi aspirin dantidak ada riwayat alergi dan tidak ada

bukti perdarahan lambung. Aspirin berfungsi sebagai penghambat

aktivitas cyclooxygenase (COX) pada platelets. Akibatnya platelet tidak

dapat menghasilkan thromboxane A2 sehingga menghambat agregasi

platelet, sehingga menurunkan angka reoklusi koroner dan

berkurangnya kejadian iskemia pasca terapi fibrinolitik. Dosis

pemeliharaan 75-100 mg per hari.

- Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual 5 mg dapat diberikan dengan aman dengan

dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5

menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan

kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload. Terapi nitrat

harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90mm Hg,

bradikardia < 50 x/menit atau takikardi 100 x/menit tanpa adanya gagal

jantung.

- Analgetik

Analgetik terpilih pada SKA adalah morfin. Pemberian dilakukan jika

dengan nitogliserin sublingual atau semprot tidak respon. Morfin

memberikan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi aktivitas

neurohormonal, menghasilkan vasodilatasi yang akan mengurangi

beban ventrikel kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen, menurunkan

tahanan vaskuler sistemik, dan membantu redistribusi volume darah

pada edema paru akut.

- Clopidrogel atau ani platelet lain

Clopidrogel terutama bermanfaat pada pasien SKA risiko sedang

sampai tinggi, dengan loading dose 300 mg yang dilanjutkan dengan

20

Page 22: Portofolio Stemi

dosis pemeliharaan 75 mg. Pada pasien yang dipersiapkan untuk terapi

invasif diberikan 600 mg.

6.2. Terapi reperfusi pada STEMI

Reperfusi pada pasien SKA akan mengembalikan aliran darah

koroner pada arteri yang berhubungan dengan infark, mengurangi

ukuran infark, dan menurunkan mortalitas jangka panjang. Fibrinolitik

berhasil mengembalikan aliran darah koroner pada 50-60% kasus.

Sedangkan PCI (percutaneous coronary intervension) dapat

mengembalikan aliran normal hingga 90% kasus, dan manfaat ini lebih

besar didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik. PCI juga

menurunkan risiko perdarahan intrakranial dan stroke.

6.2.1. Terapi fibrinolitik

Pengobatan fibrinolitik lebih awal (door-drug < 30 menit)

dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan

mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat fibrinolitik

misalnya Alteplase rekombinan (Activase), Reteplase,

Tenecplase, dan Streptokinase (Streptase). Di Indonesia

umumnya tersdia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar

1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau Dextrose

5% diberikan secara infus 30-60 menit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada fibrinolitik

adalah :

- Fibronolisis bermanfaat diberikan pada pasien : 1) ST

Elevasi atau perkiraan LBBB baru, 2) Infark miokard yang

luas, 3) pada usia muda dengan risiko perdarhan

intraserebral yang lebih rendah.

- Fibrinolisis kurang bermanfaat pada : 1) onset serangan

setelah 12-24 jam atau infark kecil, 2) pasien usia > 75

tahun.

21

Page 23: Portofolio Stemi

- Fibrinolisis mungkin berbahaya pada : 1) depresi segmen

ST, 2) onset lebih dari 24 jam, 3) pada TD tinggi (TD

sistolik > 175 mmHg)

6.2.2. Tindakan PCI primer

Angioplasti koroner dengan atau tanpa pemasangan stent adalah

terapi terpilih pada tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan

kontak doctor-baloon atau doctor-baloon < 90 menit pada pusat

kesehatan yang mempunyai fasilitas PCI. Pilihan PCI primer

efektif dilaksanakan pada pasien :

- Syok kardiogenik

22

Page 24: Portofolio Stemi

- STEMI usia > 75 tahun dan syok kardiogenik

- Pasien dengan kontra indikasi fibrinolisis

7. Komplikasi

SKA dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi tersering

adalah gangguan irama dan gangguan pompa jantung. Gangguan irama dapat

bersifat fatal bila dapat menyebabkan henti jantung, misal pada VF atau VT

tanpa nadi. Komplikasi gangguan pompa jantung dapat menyebabkan gagal

jantung akut, komplikasi gagal jantung pada ACS STEMI diklasifikasikan

dalam klasifikasi Killip. Berikut klasifikasi Killip dan dalam kaitan dengan

mortalitas di RS :

Kelas Killip Mortalitas RS (%)

I Tidak ada komplikasi 6 %

II HF ringa, ronkhi, S3, tanda edema paru 17 %

III Edema paru 38 %

IV Syok Kardiogenik 81 %

Syok Kardiogenik

1. Pendahuluan

Syok kardiogenik adalah salah satu komplikasi paling utama dari infark

miokard akut dan gagal ventrikel kiri (acute left ventricular failure, LVH). Hal

ini mengancam nyawa 5-10% pasien dengan STEMI, khusunya pada kelompok

dengan resistensi vaskuler perifer yang rendah. Syok kardiogenik akan

menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, kerusakan organ target dan

meningkatkan risiko mortalitas. Tujuan terapi adalah mencegah disfungsi

organ target dan gangguan metabolik berat dengan meningkatkan mean

arterial blood pressure (MAP) yang dicapai dengan penggunaan inotropik dan

vasopresor. Pendekatan terapetik terakhir termasuk dengan melibatkan

revaskularisasi arteri koroner, resusitasi cairan, bantuan obat-obatan inotropik

dan bantuan sirkulasi mekanik dengan menggunakan pompa balon intra aorta

atau alat bantuan ventrikular.

23

Page 25: Portofolio Stemi

2. Diagnosis

Diagnosis klinis syok kardiogenik ditegakkan jika semua kriteria berikut

terpenuhi :

- Tekanan darah sistolik (TDS) menetap ≤ 90 mmHg atau dibutuhkan

vasopresor untuk mempertahnkan TDS ≥ 90 mmHg

- Terdapat tanda hipoperfusi organ target (urine output < 30 ml/jam atau

ekstremitas teraba dingin atau diaphoresis, atau terjadi perubahan status

mental), dan

- Terdapat bukti peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, seperti

kongesti paru pada pemeriksaan fisik atau bukti radiografi.

Batasan TDS umumnya adalah kurang dari 90 mmHg, namun sejumlah

penulis juga menggunakan cut-off di bawah 80 mmHg. Tanda sistemik dari

tekanan darah yang rendah seperti perubahan status mental, kulit dingin dan

pucat, serta oliguria. Pasien juga mungkin masuk ke kondisi klinis tertentu

(dengan takikardia, dispneu, atau peunurunan ringan dari urine output) sebelum

mengalami syok kardiogenik.

24

Page 26: Portofolio Stemi

Tabel. Etiologi syok kardiogenik

3. Patofisiologi

Level nitrit oksida (NO) yang tinggi, akibat pelepasan mediator-

mediator inflamasi selama terjadinya miokard infark, yang juga konsisten

dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan nilai sel darah putih, dan

peningkatan level C-reactive protein (CRP), diduga berperan terhadap

terjadinya syok kardiogenik. Mediator infamasi yang lain, yakni inteleukin-6

(IL-6) yang jika jumlahnya di atas 200 pg/ml dihubungkan dengan peningkatan

mortalitas pasien, memiliki efek inotropik negatif dan merupakan predisposisi

terjadinya kegagalan multi organ. Pasien dengan kebutuhan vasopressor yang

tinggi memiliki angka mortalitas hingga 86%. Sitokin yang ada dalam tubuh

yang juga menginduksi pelepasan NO di dalam sel vaskuler menyebabkan

penurunan respons katekolamin. Revaskularisasi koroner yang sukses dan level

IL-6 di bawah 200 pg/ml dihubungkan dengan angka kematian di bawah 24%.

25

Page 27: Portofolio Stemi

Level NO yang tinggi menyebabkan vasodilatasi dan melemahkan efek

vasokonstriksi pembuluh darah yang normalnya terjadi pada keadaan hipotensi.

4. Penatalaksanaan

PCI (percutaneous coronary intervension) primer adalah golden

standard penanganan pasien dengan infark miokard akut dengan komplikasi

syok kardiogenik, karena dengan terapi ini dengan cepat memperbaiki cardiac

output dan mencegah disfungsi organ target. Pada tulisan ini akan dibahas

mengenai manajemen syok kardiogenik menggunakan obat-oabatan.

Tujuan penggunaan obat-obatan adalah secara cepat mengembalikan

cardiac output dan mencegah disfungsi organ target. Hal ini dapat dicapai

dengan penggunaan inodilator.

Agen inodilator yang paling umum digunakan bekerja dengan

meningkatkan intracelullar cyclic adenosine monophosphate (CAMP) dan

konsentrasi kalsium. Inotropik adrenergik meningkatkan kerja daya pompa

jantung dan meningkatkan tegangan dinding miokard, meningkatkan konsumsi

oksigen miokard.

- Dobutamine, agonis β-adrenergik

Pada kegagalan ventrikel kiri, dobutamine merupakan terapi

awal yang digunakan. Dobutamine berfungsi dengan menstimulasi

reseptor β-1 dan β-2. Melalui kerjanya pada reseptor β-1, dobutamine

meningkatkan konversi ATP ke CAMP, yang selanjutnya melepaskan

kalsium dari retikulum sarkoplasma. Kalsium ini kemudian digunakan

oleh protein miofibrillar untuk meningkatkan kontraktilitas, dan

menghasilkan peningkatan stroke volume.

Untuk meningkatkan cardiac output, digunakan dosis 2,5 hingga

15 mcg/kg/menit. Onset kerja obat sekitar satu hingga dua menit dan

dibutuhkan sekitar 10 menit untuk mencapai puncak efek obat.

- Dopamine, katekolamine endogen

Pada pasien dengan resistensi vaskuler perifer yang rendah,

kombinasi dopamine dan noradrenalin biasanya efektif. Dopamin

merupakan substansi endogen dalam tubuh dan bekerja di kedua

26

Page 28: Portofolio Stemi

resptor β-adrenergik dan resptor dopamine-1 pada dosis 1-4

mcg/kgbb/menit. Dopamine meningkatkan tekanan darah bersama

dengan cardiac output bersamaan dengan aliran darah renal dan

splanchnic. Namun demikian dopamine juga meningkatkan demand

oksigen dan memiliki efek aritmogenik.

27

Page 29: Portofolio Stemi

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) (2013).

Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Sindrom Koroner Akut, 60-77

2. The Joint European Society of Cardiology/American College of Cardiology

Committee. Myocardial infarction redefined — A consensus document of the

Joint European Society of Cardiology/American College of Cardiology

Committee for the redefinition of myocardial infarction. Eur Heart J 2000;21:

1502–1513;

3. The Medicines Company. Angiomax [bivalirudin] Package Insert. 2000

4. Hasdai D, Topol EJ, Califf RM et al. Cardiogenic shock complicating

acute coronary syndromes. Lancet 2000;356:749-56.

5. Hochman JS, Boland J, Sleeper LA et al. Current spectrum of cardiogenic

shock and effect of early revascularization on mortality. Results of an

International Registry. SHOCK Registry Investigators. Circulation

1995;91:873-81.

28