Makalah 19 Stemi

31
Sindrom Koroner Akut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila adanya gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis. Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui, dengan gejala nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan. B. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan dari gejala angina pectoris stabil. II. PEMBAHASAN A. Anamnesis Pasien datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat miokard infark sebelumnya, serta faktor risiko lain seperti hipertensi, DM, merokok, stress, dll. 1

Transcript of Makalah 19 Stemi

Page 1: Makalah 19 Stemi

Sindrom Koroner Akut

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia.

Apabila adanya gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu

kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga

sulit untuk mendiagnosis. Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui,

dengan gejala nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan dari

gejala angina pectoris stabil.

II. PEMBAHASAN

A. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat

apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang

berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu

dianamnesis pula apakah ada riwayat miokard infark sebelumnya, serta faktor risiko lain

seperti hipertensi, DM, merokok, stress, dll.

Pada hampir setengah kasus, terdapat beberapa faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,

seperti aktivitas fisik berat, stres, emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI

dapat terjadi pada sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari

dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Nyeri dada. Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut, perlu dipastikan secara cepat

dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah

dapat memperburuk penyakit. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien

IMA, dengan sifat nyeri sbb:1

1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

1

Page 2: Makalah 19 Stemi

2. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti

ditusuk.

3. Penjalaaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut,

dan dapat juga hingga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau mengjhilang setelah istirahat, atau obat nitrat.

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress, udara dingin.

6. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan

lemas.

7. mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.

B. Pemeriksaan

1. Gejala Klinis

a. Gejala umum (Sistemik)

Tekanan atau nyeri substernum atau dada sesak dengan atau tanpa penyebaran ke

leher, rahang, bahu kiri, atau lengan; dispneu; mual atau muntah; kepala pening;

stress; nyeri berkurang dengan istirahat/berkepanjangan/menetap.2

b. Gejala khusus (khas)

- Angina pectoris stabil: nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau

mengalami bentuk stress lainnya. Nyeri mereda dengan istirahat atau pemberian

nitrogliserin.

- Angina Prinzmetal: angina yang terjadi saat pasien beristirahat bahkan saat tidur.

- Angina pectoris tidak stabil: nyeri angina yang frekuensinya meningkat dipicu

oleh olahraga dan serangan menjadi lebih intens, dan lebih lama dari angina

pectoris stabil.

2. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada hal yang spesifik dalam pemeriksaan fisik. Sering pemeriksaan fisik

normal didapatkan pada pasien tersebut. Mungkin, pemeriksaan fisis yang dilakukan

waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmur, split S2

paradoksal, rongki basah bagian basal paru, yang menghilang saat nyeri berhenti. Hal-

hal lain yang bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya faktor

risiko, misalnya tekanan darah tinggi.

2

Page 3: Makalah 19 Stemi

Denyut nadi, sering normal pada pasien dengan angina stabil. Selama serangan akut,

takikardia atau aritmia transien (misalnya fibrilasi atrium (AF), takikardia ventrikel)

dapat terjadi. Takikardia saat istirahat atau pulsus alternans dapat mengindikasikan

disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.

Selama episode iskemia akut, pasien akan mengalami cemas, takikardi, takipneu,

kemungkinan ada rongki paru, S3, S4 atau murmur. Bila terjadi syok kardiogenik akan

terjadi hipotensi dengan perfusi jaringan yang buruk .3

Sebagian besar, pasien cemas dan tidak dapat beristirahat. Seringkali ekstremitas

pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak

keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior

mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis dan hampir setengahnya adalah

sebaliknya. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3 Gallop,

penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke dua.

Dapat ditemukan murmur midsistolik yang bersifat sementara karena disfungsi apartus

katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38o C dapat dijumpai

dalam minggu pertama pasca STEMI.1

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific

troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai

petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada

keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan

gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada

pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan ada nekrosis

jantung (infark miokard); 1

- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis,

dan kardioversielektrik dapat meningkatkan CKMB.

- cTn ada 2 jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain, yaitu:

3

Page 4: Makalah 19 Stemi

- mioglobin: dapat deteksi 12 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

- Kreatinin kinase atau CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

- LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard mencapai puncak 3-6

hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

1. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri

dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam

10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan

dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi

segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi

reperfusi. Jika pemeriksaan awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap

simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10

menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk

mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI

inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada

ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis miokard infark gelombang

Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi

thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,

4

Page 5: Makalah 19 Stemi

biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami

angina pectoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST

berkembang tanpa menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Istilah infark

miokard transmural digunakan jika EKG hanya menunjukan gelombang Q atau

hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya

menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T.

2. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolik untuk

memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau kardiomiopati hipertropik. Selain itu

dapat pula menentukan luasnya iskemi bila dilakukan waktu nyeri dada sedang

berlangsung. 4

C. Diagnosis

1. Working diagnosis

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.

IMA dengan elevasi ST merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut yang

terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard dengan elevasi ST merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner

akut yang gejalanya dapat ditandai dengan adanya serangan angina pectoris. Angina

pectoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat dari iskemi miokardium. Diagnosis infark

5

Page 6: Makalah 19 Stemi

miokard dengan elevasi ST dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang

khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial

yang berdampingan atau ≥ 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim

jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnostic. Namun,

keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan

enzim, mengingat dalam tatalaksana infark miokard.

2. Differential diagnosis

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (Non ST Elevation Myokardia l Infarction =

NSTEMI)

Angina Pektoris Tak Stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST ( non ST Elevation Myokardial Infarction = NSTEMI ) diketahui merupakan

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis, namun berbeda derajat

berat ringannya ,sehingga pada prinsip penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Yang

terutama berbeda apakah iskemi yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan

miokard dan petanda kerusakan otot yang dapat diperiksa secara kuantitatif; yang tersering

troponin I (Tn I), troponin T (Tn T), atau creatine kinase-MB (CK-MB). Jika sudah terbukti

tidak ada petanda biokmia nekrosis miokard yang dikeluarkan, maka pasien dikatakan

mengalami UA. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA

menunjukkan adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Pada

keadaan tersebut dapat terjadi perubahan pada segmen T atau gelombang T. Pada pasien UA,

hal ini bisa saja terjadi, namun biasanya tidak menetap. Petanda dari kerusakan miokard

dapat terdeteksi di dalam darah beberapa jam setelah kejadian nyeri iskemik, yang

memberikan petunjuk untuk membedakan UA dan NSTEMI.

Tabel 2. Perbedaan antara Angina tidak stabil,NSTEMI dan STEMI.

6

Page 7: Makalah 19 Stemi

GERD

- Pemeriksaan

a. Fisik

Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala

atipikal, dan gejala alarm.

1.  Gejala tipikal (typical symptom)

Adalah gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: heart burn,

belching (sendawa), dan regurgitasi (muntah)

2. Gejala atipikal (atypical symptom)

Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan

gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada

dengan elektrokardiogram normal ternyata mengidap GERD, dan  separuh dari

penderita asma ternyata mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang

muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala

atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan erosi gigi.

3.  Gejala alarm (alarm symptom)

Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan

kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani

7

Page 8: Makalah 19 Stemi

dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks

berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan,

disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan, tersedak.

Penting untuk diperhatikan bahwa keparahan gejala tidak selalu berkaitan

dengan keparahan esofagitis, tetapi berkaitan dengan durasi reflux. Pasien

dengan penyakit yang nonerosif dapat menunjukkan gejala yang sama dengan

pasien yang secara endoskopi menunjukkan adanya erosi esophagus.

b. Penunjang

Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi, pasien yang

mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus

menerus

o Endoskopi saluran cerna bagian atas, untuk menemukan kerusakan

esophagus. Pemeriksaan ini dapat didukung dengan pemeriksaan

histopatologi.

o Esofagografi dengan barium, akan tetapi pemeriksaan ini kurang sensitive.

- Etiologi1

Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan

duedonum termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu

mengalami regurgitasi dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus

bagian bawah dan gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan dan

terjadinya relaksasi transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor

yang meningkatkan waktu pengosongan esophagus termasuk didalamnya

interaksi antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi makanan yang dimakan,

pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis esophagus.

8

Page 9: Makalah 19 Stemi

- Epidemiologi

Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun.

Di UK pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD.

Insiden ini menurun pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga

berumur 16-17 tahun. GERD terdapat hampir lebih dari 75% pada anak dengan

kelainan neurologi. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara

peristaltik esophagus dan peningkatan tekanan intra abdominal yang berasal

dari hipertonus otot yang dihubungkan dengan spastisitas. Di Indonesia sendiri

insidens GERD sampai saat ini belum diketahui, tetapi menurut beberapa ahli,

GERD terjadi pada 50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan yang

normal.

- Patofisiologi

Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang

mucul beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada

umumnya berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan

menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh

relaksasi sementara pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi

tonus sfingter terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter

esofagus bawah, sebagai barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan

anak dengan gastroesophageal reflux. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

terjadi jika isi lambung refluks ke esofafus atau orofaring dan menimbulkan

gejala. Patogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks, melibatkan

frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens

9

Page 10: Makalah 19 Stemi

esofagus, barier mukosa esofagus, hipersensitivitas visceral, dan respon jalan

napas. Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari

sfingter esofagus bawah tidak bersamaan dengan menelan, yang

memungkinkan isi lambung mengalir ke esofagus.

Terjadi ketidakseimbangan antara factor defensive dan factor ofensif. Dimana

factor defensive adalah :

o LES (Lower Esophageal Sphincter)

Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde

pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Factor yang dapat

menurunkan tonus LES: hiatus hernia, makin pendek LES makin rendah

tonusnya, obat-obatan seperti antikolinergik, theofilin, beta adrenergic dan

factor hormonal kaena selama kehamilan peningkatan kadar progesterone

dapat menurunkan tonus LES.

o Bersihan asam dari lumen esophagus; Factor yang berperan adalah

gravitasi, peristaltic, eksresi air liur dan bikoarbonat. Sering terjadi refluks

pada malam hari karena selama tidur bersihan esophagus tidak aktif

sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus

o Ketahanan epitel esophagus

Esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa

esophagus. Mekanisme ketahanan tersebut terdiri dari : membrane basal,

batas intraseluler yang membatasi difuse H+ ke jaringan esophagus, aliran

darah esophagus yang mensuplai nutrient, oksigen dan bikarbonat, serta

mengeluarkan H+ dan CO2, dan sel-sel esophagus mempunyai

kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+

dan bikarbonat ekstraseluler.

- Faktor ofensifnya adalah asam lambung, dilatasi lambung, obstruksi gastric

outlet , delayed gastric emptying.

- Penatalaksanaan

o Modifikasi gaya hidup dengan memposisikan kepala lebih tinggi saat

tidur, tidak makan sebelum tidur, berhenti merokok karena rokok

menurunkan tonus LES, mengurangi konsumsi lemak, serta menghindari

konsumsi alkohol dan minuman bersoda.

10

Page 11: Makalah 19 Stemi

o PPI, seperti Omeprazol, Lansoprazol, pantoprazol yang berperan dalam

menghilangkan keluhan dan penyembuhan lesi esophagus.

o Antasida, dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.

Dosisnya 4x1 sendok makan.

o Antagonis reseptor H2

Simetidin, Ranitidin, Famotidin, Nizatidin.

o Obat prokinetik, seperti domperidon (meningkatkan tonus LES dan

mempercepat pengosongan lambung), cisapride (menghilangkan gejala

dan menyembuhkan lesi esophagus).

- Komplikasi

o Penyempitan kerongkongan (striktur esofagus). Kerusakan sel-sel di

kerongkongan yang lebih rendah dari paparan asam menyebabkan

pembentukan jaringan parut. Jaringan parut mempersempit jalur makanan,

menyebabkan kesulitan menelan.

o Luka terbuka di dalam kerongkongan (esofagus ulkus) Asam lambung

sangat dapat mengikis jaringan di kerongkongan, menyebabkan luka

terbuka untuk membentuk.. Ulkus esofagus mungkin berdarah,

menyebabkan nyeri dan membuat menelan sulit.

o Perubahan prakanker kerongkongan (esofagus Barrett). Dalam

esofagus Barrett, warna dan komposisi jaringan lapisan perubahan

esofagus bagian bawah. Perubahan ini dikaitkan dengan peningkatan

risiko kanker esophagus. Risiko kanker rendah, tetapi dokter anda

mungkin akan merekomendasikan ujian reguler endoskopi untuk mencari

tanda-tanda peringatan awal kanker esophagus.

- Pencegahan

Untuk mencegah penyakit, yang mulai dikenal luas sejak 2002 ini, masyarakat

harus mengubah pola hidup dengan perbaikan konsumsi asupan yang

seimbang. Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan merupakan langkah

awal pencegahan GERD. Selain itu, banyak berolahraga. Manajemen stres

juga sangat membantu.

11

Page 12: Makalah 19 Stemi

- Prognosis

Baik. Kebanyakan orang menanggapi tindakan nonsurgical, dengan perubahan

gaya hidup dan obat-obatan. Namun, banyak pasien perlu terus menggunakan

obat untuk mengontrol gejala mereka.

D. Etiologi

Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang

disebabkan olehn ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran

darah. Penyakit jantung iskemik juga merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang

timbul dengan keluhan dada seperti diikat atau nyeri seperti ditekan di bagian tengah dada

yaitu angina atau infark miokard. Penyebab tersering PJI adalah menyempitnya lumen arteria

koronaria oleh aterosklerosis, sehingga sering disebut penyakit jantung koroner.

C. Epidemiologi

Merupakan pembunuh nomor satu pada pria maupun wanita di Amerika Serikat. Lebih

dari satu juta infark miokard terjadi pertahun di AS. Kematian akibat kardiovaskuler telah

menurun 50% pada 3 dekade terakhir (angka penurunan ini tertinggi terjadi pada pria kulit

putih dan terendah pada wanita kulit hitam). Diperkirakan bahwa lebih dari 2 juta warga AS

menderita iskemia miokard silent dengan peningkatan risiko menderiota MI dan kematian

mendadak. Bahkan dari tahun 2000-an dapat dipastikan kecenderungan penyebab kematian

di Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskuler. Penyakit ini dapat

timbul pada semua usia, tetapi paling sering pada usia lanjut, dengan insiden lebih dari 60

tahun pada laki-laki dan 70 tahun pada perempuan.

D. Faktor risiko

1. Dapat Diubah (dimodifikasi)

Hiperkolesterolemia Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan

penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut

menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan

menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah

pada pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi 02 ke jantung menjadi berkurang.

Kurangnya 02 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan

jantung bahkan kematian.

12

Page 13: Makalah 19 Stemi

Rokok Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan

oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga

dapat menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri,

sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.

Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya

belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin

menurun.

Hipertensi Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,

sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor

miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah

yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh

darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor

koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark

lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.

Stress

Obesitas

Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.

Kurang aktifitas

Diabetes Mellitus

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh

darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemi dan

hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi.

2 Tidak dapat diubah

Usia Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK

pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir

sampai mati. Tiap arteri menghambat bentuk ketuanya sendiri. Arteri yang berubah

paling dini mulai pada usia 20 tahun adalah pembuluhcoroner. Arteri lain mulai

bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun. terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun

dan meningkat dengan bertambahnya umur. Juga diadapatkan hubungan antara umur

dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan

bertambahnya umur.

Jenis KelaminMerupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan

jantung di bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita

13

Page 14: Makalah 19 Stemi

terjadi 10 ma dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan

kelainan jantung PJK .namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini

diduga faktor hormonal seperti estrigen melindungi wanita.

Ras

Herediter

E. Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi thrombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat, yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena

berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri

koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh

faktor seperti merokok, huioertensi, dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,

rupture, atau ulserasi, dan jika kondisi lokal atau iskemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.

Penelitianm histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika

mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya akan lipid. Pada STEMI gambaran patologis

klasik terdiri Dario fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kiolagen, ADP, epinefrin)memicu

aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2.

Selain itu, aktivitas trombosit akan memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein

IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi terhadap

sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut dan fibrinogen, di mana keduanya adalah

molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,

menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Koagulasi diaktivasi oleh pada pajanan

faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi

protombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.

Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri

agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh

oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme

koroner, dll.

14

Page 15: Makalah 19 Stemi

Sindrome iskemia koroner transien7

- Angina stabil

o Lesi aterosklerotik mengobstruksi aliran secara parsial. Stenosis pembuluh darah

“saluran proksimal” menyebabkan autoregulasi pembuluh balik distal untuk

mempertahankan aliran; bila stenosis melebihi resistensi jaringan distal,

autoregfulasi tidak mampu lagi mengkompensasi.

o Obstruksi aterosklerosis koroner yang berkembang secara perlahan

memungkinkan perfusi kolateral sehingga risiko mengalami infark lebih kecil

dan prognosis cukup baik, tetapi risiko MI dan kematian meningkat sesuai

jumlah pembuluh darah yang terkena dan beratnya obstruksi.

- Iskemia transien terjadi bila terdapat peningkatan kebutuhan miokard terhadap aliran

koroner.

o Metabolisme anaerob menyebabkan stimulasi laktat pada reseptor nyeri dan

penghambatan kontraktilitas miokard mengakibatkan penurunan transien dalam

fraksi ejeksi dengan kongesti paru dan perfusi jaringan perifer yang buruk.

o Meskipun tidak ada infark akut dalam jaringan miokard pada angina stabil,

iskemia yang berulang menyebabkan remodeling miokard iskemik dan

mengakibatkan risiko gagal jantung.

o Semakin banyak bukti mengenai prakondisi iskenmik yang menunjukkan bahwa

iskemia episode singkat yang terjadi berulang kali dapat menginduksi

mekanisme adaptif pada jaringan miokard yang bersifat melindungi selama

kejadian iskemik berkepanjangan.

- Hasil metabolisme anaerob oleh miosit akan menghasilkan asam laktat yang

menyebabkan stimulasi saraf simpatis aferen lainnya menyerbabkan nyeri di daerah

substernum; stimulasi silang pada saraf simpatis aferen lainnya menyenankan nyeri

menyebar ke leher, rahang, bahu kiri, atau lengan kiri.

Sindrom koroner akut

Terjadi apabila ada obstruksi koroner mendadak akibat pembentukan thrombus pada

plak aterosklerosis. Komite Jantung Amerika menetapkan landasan bahwa beberapa lesi

aterosklerotik stabil dan berkembang secara bertahap sehingga menyumbat lumen

15

Page 16: Makalah 19 Stemi

pembuluh darah, sementara lesi lain yang tidak stabil rentan terhadap rupture plak

mendadak dan pembentukan thrombus mengakibatkan sindrom koroner akut pada

angina tidak stabil, mengakibatkan miokard infark dan kematian.

Plak yang tidak stabil dan rentan terhadap rupture adalah plak yang intinya kjaya

akan LDL. Pecahnya plak terjadi akibat aliran tekanan darah, infalamasi dengan

pelepasan berbagai mediator inflamasi , dan apoptosis sel pada tepi lesi. 8Dengan adanya

plak, maka akan mengaktifkan rangkaian peristiwa pembekuan dan aktivitas trombosit

yang menyebabkan pelepasan koagulan sehingga terjadi agregasi dan perlengketan

trombosit. Trombus yang terbentuk akan menyumbat dengan cepat. Trombus ini akan

menyumbat pembuluh darah tidak lebih dari 10-20 menit dengan kembalinya perfusi

sebelum terjadinya nekrosis miokard yang bermakna. Angina tidak stabil terjadi sebagai

angina awitan baru, angina yang terjadi saat istirahat. Pasien mungkin mengalami

dispneu dan kecemasan yang semakin berat saat angina memburuk

F. Penatalaksanaan

- Medika

STEMI

1. Antitrombotik1

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan

patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan

ntendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin merupakan anti platelet standar pada

STEMI.

Klopidogrel harus diberikan sesegera mungkin pada semua pasien STEMI yang

mengalami PCI. Pada pasien yang mengalami PCI, dianjurkan dosing loading 600

mg. Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg dilanjutkan dosis

pemulihan 75 mg per hari. Inhibitor glikoprotein menunjukan manfaat untuk

mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI.

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung

kongestif, riwayat emboli, trombusmural pada echocardiografi 2 dimensi atau

fibrtilasi atriakl merupakan risiko tinggi tromboemboli paru siostemik. Pada keadaan

ini harus mendapat terapi anti thrombin kadar terapeutik penuh atau (UFH atau

LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi Warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan.

Pada pasca STEMI, dengan onset <12 jam yang tidak diberikan terapi reperfusi, atau

16

Page 17: Makalah 19 Stemi

pasien STEMI dengan onset >12 jam aspirin, klopidogren dan obat anti thrombin

(heparin, enoksapirin atau fondaparinux) harus diberikan segera mungkin.

2. Penyekat beta

Manfaat penyekat beta terhadap pasien STEMI, dapat dibagi menjadi: yang

terjadi segera jika diberikan obat secara kuat dan diberikan dalam jangka panjang

jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat

beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard,

mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian

aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk :

sebagian besar pasien yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien

dengan kontraindikasi atau (pasien dengan gagal jantung atu fungis sistolik ventrikel

kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

3. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap

mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Mekanisme

yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan

risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang

mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan

dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE ahrus diberikan

tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung. Pada pasien dengan

pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global

atau terdapat abnormalitas dinding global. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien

gagal jantung trermasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan

bahwa angiotensin receptor bloker (ARB) bermanfaat pada pasien dengan fungsi

ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor

ACE.

4. Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif

pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibise cepat siklooksigenase trombosit yang

dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal

dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral

dengan dosis 75-162 mg.

17

Page 18: Makalah 19 Stemi

ANGINA STABIL:

1. Nitrat sublingual atau spray : untuk episode nyeri atau profilaksis terhadap aktivitas

yang diketahui mencetuskan angina; nitrat topical atau oral bila angina terjadi lebih

dari 3-4 kali perminggu.

2. Penyekat beta terutama pada pasien takikardi atau hipertensi, hindari pada lansia dan

gangguan PPOK.

3. Calcium channel blokers harus ditambahkan pada penyekat beta bila nyeri tidak

hilang.

- Non medika

STEMI

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat

disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI

berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang aritmia. Sasaran

terapi reperfusi pada psien STEMI adalah door-to-needle ( atau medical contact-to-

needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-

to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90

menit. Percutaneus Coronary Intervention (PCI), biasanya angiplasti dan/atau stenting

tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan

perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard. PCI

primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan

dikaitkan dengan outcome klinis jangka panjang dan jangka pendek yang lebih baik.

18

Page 19: Makalah 19 Stemi

ANGINA STABIL:

1. Perubahan gaya hidup

2. Bila dari hasil pemeriksaan non invasive mennunjukkan adanya gangguan pada 3

pembuluh darah atau penyakit utama koroner kiri, maka indikasikan PTCA atau

CABG.

3. Bila nyeri menetap atau memberat, dilaksanakan katerisasi dan kemungkinan PTCA

dengan atau tanpa stenting atau CABG. Bila angina tidak teratasi, pertimbangkan

revaskularisasi miokardium perkutan (PMR).

G. Pencegahan

- Olahraga dapat mengurangi risiko sebanyak 45%, penurunan berat badan sebanyak 55%.

- Pengontrolan tekanan darah dengan gaya hidup, diet, dan obat-obatan dapat menurunkan

risiko secara bermakna.

- Diet: mengurangi lemak dan kolesterol diet menurunkan risiko jantung

- Berhenti merokok

H. Komplikasi

Disfungsi ventricular1

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan sereal dalam bentuk, ukuran, dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling

ventricular dan umumnya mendahului perkembangannya gagal jantung secara kilnis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi

secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel

miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnmya, terjadi pula

pemanjangan segmen non infark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan

elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan

ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apex ventrikel kiri yang

mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lenih sering terjadi gagal jantung dan

prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat

dengan terapi inhibor ACE dan vasodilator. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40% tanpa

melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

19

Page 20: Makalah 19 Stemi

Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan atau pump failure merupakan penyebab utama kematian di RS pada

STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 Gallop. Pada

pemeriksaan rontgen sering ditemukan kongesti paru.

Gagal Jantung

Gagal jantung (Heart Failure) umumnya didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung

untuk memasok aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ini memiliki

berbagai kriteria diagnostik, dan istilah gagal jantung sering salah digunakan untuk

menjelaskan penyakit jantung terkait lainnya, seperti infark miokard (serangan jantung) atau

serangan jantung. Penyebab gagal jantung (Heart Failure) termasuk infark miokard (serangan

jantung) dan bentuk lain dari penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit jantung katup,

dan cardiomyopathy. Gagal jantung dapat menyebabkan sejumlah gejala termasuk sesak

nafas (biasanya lebih buruk ketika berbaring datar, yang disebut ortopnea), batuk, kongesti

vena kronis, pergelangan kaki bengkak, dan intoleransi latihan. Gagal jantung sering tidak

terdiagnosa karena kurangnya definisi universal yang disepakati dan tantangan dalam

diagnosis definitif. Pengobatan umumnya terdiri dari langkah-langkah gaya hidup (seperti

berhenti merokok, cahaya latihan termasuk protokol pernapasan, penurunan asupan garam

dan perubahan pola makan lainnya) dan obat-obatan, dan kadang-kadang peralatan atau

bahkan operasi.8 Gagal jantung adalah kondisi umum, mahal, menonaktifkan, dan

berpotensi mematikan. Gagal jantung berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental secara

signifikan berkurang, sehingga kualitas hidup menurun tajam. Dengan pengecualian gagal

jantung disebabkan oleh kondisi reversibel, kondisi biasanya memburuk dengan waktu.

Meskipun beberapa orang yang bertahan hidup bertahun-tahun, penyakit progresif dikaitkan

dengan tingkat kematian secara keseluruhan tahunan sebesar 10%.

I. Prognosis

Indikator prognosis penting pada pasien dengan angina pektoris meliputi fungsi LV,

respon gejala pada perawatan medis, umur, luasnya penyakit arteri koroner,beratnya gejala

dan yang terpenting adalah jumlah otot jantung yang masih berfungsi normal.

20

Page 21: Makalah 19 Stemi

Makin luas arteri koroner yang terkena atau makin buruk penyumbatannya, maka

prognosisnya makin jelek.

J. Pencegahan

Pencegahan terbaik untuk menurunkan resiko penyakit jantung koroner seperti: 9

a. Mengkonsumsi nitroglycerin sebelum melakukan aktivitas yang memicu terjadinya

angina.

b. Berusaha untuk mencegah stress berlebih, mengkontrol tekanan darah, diabetes, dan

kolesterol, berhenti merokok

c. Memakan makanan sehat rendah lemak dan kolesterol, serta buah-buahan dan sayuran,

olahraga teratur, menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan.

d. Vitamin E atau C, antioksidan, asam folat dapat menjadi terapi pencegahan untuk resiko

penyakit jantung.

e. Konsumsi alcohol dapat menurunkan resiko masalah penyakit jantung (1 gelas/hari

untuk wanita, 2 gelas/hari untuk pria). Tetapi, mengkonsumsi alcohol berlebih dapat

membangkitkan penyakit jantung.

III. PENUTUP

Adanya gejala seperti nyeri dada sebelah kiri yang timbul saat beraktivitas dan membaik saat

beristirahat merupakan salah satu gejala dari angina pectoris yang stabil juga disertai elevasi ST

yang merupakan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark). Untuk itu, pasien harus diperiksa secara

menyeluruh untuk mendapatkan diagnosis yang pasti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idrus Alwi. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi V. Jakarta: interna publishing;

2010, hal 1741-1756.

2. Davey P. At a glance medicine. Dalam Nyeri dada. Editor: Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga;

2007, hal 10.

21

Page 22: Makalah 19 Stemi

3. H Huon, Dawkins KD, Simpson LA, Morgan JM. Lecture notes: kardiologi. Dalam sindrom

koroner akut. Editor Azwar Agus, Asri Dwi R, Hamed Oemar. Edisi 4. Jakarta: Erlangga,

2005, hal 108-116.

4. Harijanto PN, Setiawan B, Zulkarnain I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Dalam Infark

miokard akut dengan elevasi ST oleh Idrus Alwi. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,

penyunting. Edisi 5 (II). Jakarta: Interna Publishing; 2009, hal 718-20.

5. Robbins, Cortan, Mitchell RN. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC,

2008, hal 331.

6. Valentina L. Brashers. Aplikasi klinis patofisiologi. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2008, hal 35-42.

7. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

ECG; 2007, hal 409.

22