Stemi Faiz
-
Upload
faiz-nazri -
Category
Documents
-
view
286 -
download
6
description
Transcript of Stemi Faiz
BAGIAN KARDIOVASKULAR LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
STEMI
ANTEROSEPTAL ONSET 12 JAM
KILLIP II
DISUSUN OLEH :
Muhammad Faiz Bin Mohd Nazri (C111 10 867)
SUPERVISOR :
dr. Abdul Hakim Alkatiri, SpJP .FIHA
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPENITERAAN KLINIK
BAGIAN KARDIOVASKULAR
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SR
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 67 tahun
Alamat : Jl. Banta-Bantaeng
Pekerjaan : URT
Status perkawinan : Menikah
MRS : 8 April 2015
MR : 707445
Perawatan : CVCU
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak ± 1 hari (onset > 12 jam sejak pukul 9 malam) sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada di sebelah kiri yang dirasakan seperti tertindih benda
berat, Durasi nyeri lebih dari 30 menit, menyebar ke lengan kiri dan tembus ke
belakang. Nyeri memberat saat beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat
maupun obat. Nyeri dada disertai sesak nafas saat beraktivitas. Ortopneu (-)
Paroksismal Nokturnal Dispneu (-) Pasien biasa tidur dengan 1-2 bantal. Batuk (-)
Demam (-) Mual (+) Muntah (+) Jantung berdebar-debar (-) Keringat dingin (+)
Riwayat sosial : merokok (-), minum alkohol (-)
Riwayat penyakit dahulu
Tekanan darah tinggi (+), sejak ±1 tahun yang lalu namun tidak berobat
secara teratur
Kencing manis disangkal
Penyakit jantung sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
GCS 15 (E4M6V5)
BB: 60 kg, Tb: 160 cm, IMT: 23,4 (overweight)
Sakit sedang / gizi berlebih / sadar
Tanda vital
Tekanan darah : 170/110 MmHg
Nadi : 68 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R+2cm H2O
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan
Auskultasi : BP: vesikular, bunyi tambahan: ronki +/+, wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apex jantung tidak tampak
Palpasi : Apex jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan satu jari
sebelah lateral dari garis midklavikular kiri
Auskultasi : BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+)
Pemeriksaan Ekstremitas
Hangat, edema tungkai -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes Hasil Nilai normal
WBC 4.20 x 103/ul 4.0 – 10.0 x 103 /µl
RBC 4.06 x 106/µl 4.0 – 6.0 x 106 /µl
HGB 11.2 gr/dl 12 – 16 gr/dl
HCT 34.4 % 37 – 48 %
PLT 209 x 103 /µl 150 – 400 x 103 /µl
Tes Hasil Nilai normal
GDS 124 mg/dl < 140
Ureum 33 mg/dl 10 – 50
Kreatinin 0,9 mgr/dl < 1.3
SGOT 184 u/l < 38
SGPT 27 u/l < 41
Total Chol
HDL Chol
278 mg/dl
48 mg/dl
< 200
> 55
TG 66 mg/dl < 200
Foto Thoraks
Kesan: Kardiomegaly dilatasi dan elongasi aorta
EKG
EKG
Interpretasi
• Rhythm : Sinus Rhythm
• HR / QRS rate : 83 times/min
• Axis : Normal
• Regularity : Regular
• P wave : 0,08 s
• PR interval : 0,2s
• QRS complex : 0,16 s
• ST segment : ST elevation at V1-V4
• T wave: T inverted on lead II,III, aVF
• Conclusion : Sinus rhythm, HR 83 times/min, normoaxis, anteroseptal
infarction and ishemic pada inferior
E. DIAGNOSA
STEMI Anteroseptal Onset on 12 jam KILLIP II
F. TERAPI
• O2 2 -4 Lpm
• IVFD NaCl 0,9% 500cc/hari
• Cedocard 1 mg/jam/SP → Nitrat
• Arixtra 2,5 mg/24 jam/sc → LMWH (Low Molecule Weight Heparin)
• Aspilet 80 mg 0-0-1 → Aspirin (Antiplatelet)
• Clopidogrel 75 mg 0-0-1 → Clopidogrel (Antiplatelet)
• Captopril 6.25 mg 1-1-1 → ACE-Inhibitor
• Simvastatin 40 mg 0-0-1 → Statin (Anticholesterol)
• Laxadyn syr 0-0-2c à Laxative
• Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 → Antianxietas
• Balans cairan
PEMBAHASAN
A. PENDAHULUAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga
aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi,oksigen dan mati.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari
spectrum sindrom coroner akut (ACS) yang teridri dari angina pectoris tak stabil,
MI tanpa elevasi ST dan MI dengan elevasi ST.
B. PATOFISOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri
coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.
Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami rupture
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi
dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP,
epinefrin,serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
coroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat
trombosit dan fibrin.
C. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation
Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2
sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.
Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,
maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam
tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is
muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi
trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.
Anamnesis
Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :
Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial
Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat,
ditusuk,diperas,dipelintir.
Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut
Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat
Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah
makan.
Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat
dingin,cemas,lemas.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal
dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini
merupakan keluhan dari:
Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)
dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna
hipoksia.
Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang
mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks,
udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang
hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat
asma.
Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan
digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat
gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
Dyspnea on Effort (DOE)
Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal
jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu
normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang
makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi
sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi
arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas
pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap
menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya
tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami
angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non
Q.
Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I
dan Avl
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
Biomarker kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan
Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak
tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan
ada nekrosis jantung (miokard infark).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan
CKMB
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
D. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/menghilangkan
nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
1. Tatalaksana Umum
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NTG intravena.NTG intravena juga diberikan untuk
mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus dihindari
pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, dan hipotensi).
2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis
yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
a. Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan
A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
b. Beta-Bloker
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-
bloker IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Limabelas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat terjadi pooling
vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah arteri.
Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%.
Morfin juga dapat memberikan efek samping bradikardia, blok jantung
derajat tiga, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal
ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.
3. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau
takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI
adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai
terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau
medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih
terapi reperfusi ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya
diberikan 2 jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko
mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS
a. Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat
membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi
angka kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya
Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen Activator (tPA), Reteplase
(Retavase), dan Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia umumnya
tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1
jam.
b. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting
tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa
jam pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko
perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2
atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur
dengan obat fibrinolisis. Namun demikin PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya
sarana. Hanya ada di beberapa RS
Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)
Onset < 3 jam Onset > 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif terapi
Kontak doctor-baloon atau
door-baloon> 90 menit
(door-baloon) minus (door-
needle) lebih dari 1 jam.
Tidak terdapat kontraindikasi
fibrinolisis
Tersedia ahli PCI
Kontak doctor-baloon atau door
balloon < 90 menit
Doorbaloon) minus (door-needle)
< 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis,
termasuk resiko perdarahan dan
perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip
≥ 3)
Diagnosis STEMI diragukan.
E. KOMPLIKASI
a. Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat
infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem
konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang
terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI.
Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama
kematian mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat
merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan “peringatan” akan terjadinya VT atau VF adalah :
Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan
VES
VES yang sering > 4/menit
Repetitif VES : couple, triple, quatriple
Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial :
atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada
menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat
kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
b. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena
pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel
disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi
mekanis yang paling seding terjadi setelah Infark Miokard.
c. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel
kiri. Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui
PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab
kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark
miokardium.Syok kardiogenik merupakan lingkaran maut dengan perubahan
hemodinamik progresif hebat yang ireversibel, dimana terjadi penurunan
perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru.
Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya akan
semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-
15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68% jika tidak segera diobati.
Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon intra-aorta (IAPB)
dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok pintas arteria
koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.
d. Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam
10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2
dimensi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki
trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior
dan posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang
berperan dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah
dirawat inap. Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan
dapat menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian
besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke
jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.
e. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran
darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior
dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum
menunjukkan adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang
mengenai lebih dari satu arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran
keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran
terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek septum ventrikel.Tekanan jantung
kiri jauh lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek
dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah
yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga darah
yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai
dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-paru
F. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik
b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks
jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai
pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Defenisi Mortalitas %
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Kelas Indeks kardiak
(L/min/m2)
PCWP (mmHg) Mortalitas %
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51