Stemi Faiz

27
BAGIAN KARDIOVASKULAR LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN STEMI ANTEROSEPTAL ONSET 12 JAM KILLIP II DISUSUN OLEH : Muhammad Faiz Bin Mohd Nazri (C111 10 867) SUPERVISOR : dr. Abdul Hakim Alkatiri, SpJP .FIHA DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPENITERAAN KLINIK BAGIAN KARDIOVASKULAR

description

case

Transcript of Stemi Faiz

Page 1: Stemi Faiz

BAGIAN KARDIOVASKULAR LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

STEMI

ANTEROSEPTAL ONSET 12 JAM

KILLIP II

DISUSUN OLEH :

Muhammad Faiz Bin Mohd Nazri (C111 10 867)

SUPERVISOR :

dr. Abdul Hakim Alkatiri, SpJP .FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPENITERAAN KLINIK

BAGIAN KARDIOVASKULAR

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: Stemi Faiz

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SR

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 67 tahun

Alamat : Jl. Banta-Bantaeng

Pekerjaan : URT

Status perkawinan : Menikah

MRS : 8 April 2015

MR : 707445

Perawatan : CVCU

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri dada

Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak ± 1 hari (onset > 12 jam sejak pukul 9 malam) sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dada di sebelah kiri yang dirasakan seperti tertindih benda

berat, Durasi nyeri lebih dari 30 menit, menyebar ke lengan kiri dan tembus ke

belakang. Nyeri memberat saat beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat

maupun obat. Nyeri dada disertai sesak nafas saat beraktivitas. Ortopneu (-)

Paroksismal Nokturnal Dispneu (-) Pasien biasa tidur dengan 1-2 bantal. Batuk (-)

Demam (-) Mual (+) Muntah (+) Jantung berdebar-debar (-) Keringat dingin (+)

Riwayat sosial : merokok (-), minum alkohol (-)

Riwayat penyakit dahulu

Tekanan darah tinggi (+), sejak ±1 tahun yang lalu namun tidak berobat

secara teratur

Kencing manis disangkal

Penyakit jantung sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal

Page 3: Stemi Faiz

C. PEMERIKSAAN FISIS

Status generalis

GCS 15 (E4M6V5)

BB: 60 kg, Tb: 160 cm, IMT: 23,4 (overweight)

Sakit sedang / gizi berlebih / sadar

Tanda vital

Tekanan darah : 170/110 MmHg

Nadi : 68 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,70C

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Mata : Anemis (-), ikterus (-)

Bibir : Sianosis (-)

Leher : JVP R+2cm H2O

Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 4 kanan

Auskultasi : BP: vesikular, bunyi tambahan: ronki +/+, wheezing -/-

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Apex jantung tidak tampak

Palpasi : Apex jantung tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kanan di garis parasternalis, dan satu jari

sebelah lateral dari garis midklavikular kiri

Auskultasi : BJ: S I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Page 4: Stemi Faiz

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak

teraba

Perkusi : Timpani (+)

Pemeriksaan Ekstremitas

Hangat, edema tungkai -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tes Hasil Nilai normal

WBC 4.20 x 103/ul 4.0 – 10.0 x 103 /µl

RBC 4.06 x 106/µl 4.0 – 6.0 x 106 /µl

HGB 11.2 gr/dl 12 – 16 gr/dl

HCT 34.4 % 37 – 48 %

PLT 209 x 103 /µl 150 – 400 x 103 /µl

Tes Hasil Nilai normal

GDS 124 mg/dl < 140

Ureum 33 mg/dl 10 – 50

Kreatinin 0,9 mgr/dl < 1.3

SGOT 184 u/l < 38

SGPT 27 u/l < 41

Total Chol

HDL Chol

278 mg/dl

48 mg/dl

< 200

> 55

TG 66 mg/dl < 200

Page 5: Stemi Faiz

Foto Thoraks

Kesan: Kardiomegaly dilatasi dan elongasi aorta

EKG

Page 6: Stemi Faiz

EKG

Interpretasi

• Rhythm : Sinus Rhythm

• HR / QRS rate : 83 times/min

• Axis : Normal

• Regularity : Regular

• P wave : 0,08 s

• PR interval : 0,2s

• QRS complex : 0,16 s

• ST segment : ST elevation at V1-V4

• T wave: T inverted on lead II,III, aVF

• Conclusion : Sinus rhythm, HR 83 times/min, normoaxis, anteroseptal

infarction and ishemic pada inferior

E. DIAGNOSA

STEMI Anteroseptal Onset on 12 jam KILLIP II

F. TERAPI

Page 7: Stemi Faiz

• O2 2 -4 Lpm

• IVFD NaCl 0,9% 500cc/hari

• Cedocard 1 mg/jam/SP → Nitrat

• Arixtra 2,5 mg/24 jam/sc → LMWH (Low Molecule Weight Heparin)

• Aspilet 80 mg 0-0-1 → Aspirin (Antiplatelet)

• Clopidogrel 75 mg 0-0-1 → Clopidogrel (Antiplatelet)

• Captopril 6.25 mg 1-1-1 → ACE-Inhibitor

• Simvastatin 40 mg 0-0-1 → Statin (Anticholesterol)

• Laxadyn syr 0-0-2c à Laxative

• Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 → Antianxietas

• Balans cairan

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung

secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif

maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,

peningkatan enzim jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI

adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga

aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat

nutrisi,oksigen dan mati.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari

spectrum sindrom coroner akut (ACS) yang teridri dari angina pectoris tak stabil,

MI tanpa elevasi ST dan MI dengan elevasi ST.

B. PATOFISOLOGI

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika

aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak

Page 8: Stemi Faiz

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika thrombus arteri

coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini

dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,hipertensi,dan akumulasi lipid.

Penelitian histologi menunjukan plak koronre cenderung mengalami rupture

jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran

patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi

dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Pada lokasi rupture plak berbagai agonis (kolagen , ADP,

epinefrin,serotonin) memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan

melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel

yang rusak. Factor VII dan X diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin

menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri

coroner kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat

trombosit dan fibrin.

C. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation

Myocardial Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan

gambaran EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2

sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas.

Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang meningkat,

maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi

revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam

tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is

muscle dengan mengejar waktu agar prognosa lebih baik jika diberi terapi

trombolitik pada jangka waktu yang sesuai selepas serangan jantung.

Anamnesis

Nyeri dada :

Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien MI :

Lokasi : substernal,retrosternal,dan perikordial

Page 9: Stemi Faiz

Sifat nyeri : rasa sakit ditekan,terbakar,ditindih benda berat,

ditusuk,diperas,dipelintir.

Penjalaran : lengan kiri,leher, punggung, interskapula,perut

Nyeri tidak membaik/menghilang sepenuhnya dengan istirahat/ nitrat

Factor pencetus: latihan fisik,stres emosi,udara dingin,dan sesudah

makan.

Gejala yang menyertai: mual,muntah,sulit bernafas, keringat

dingin,cemas,lemas.

Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal

dengan ciri napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini

merupakan keluhan dari:

Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial

Penyakit paru : limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)

dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna

hipoksia.

Penyakit deformitas dinding toraks

Sakit otot pernapasan

Obesitas

Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang

mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks,

udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang

hilang dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat

asma.

Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan

digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat

gagal jantung kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :

Dyspnea on Effort (DOE)

Orthopnea

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

Dyspnea at rest

Page 10: Stemi Faiz

Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal

jantung kiri adalah derajat aktivitas yang menyebabkan keluhan.Pada individu

normal beban latihan berat menyebabkan dispneu.Pada gagal jantung kiri yang

makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang tidak terjadi

sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi

arteri, hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.

Pemeriksaan Fisis

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bias istirahat,seringkali ekstremitas

pucat dan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan

banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.

EKG

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan

nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus

dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan ini

merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat

menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien

yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST

mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya

didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil tetap menetap

menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak

total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya

tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami

angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa

elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non

Q.

Page 11: Stemi Faiz

Gambar 1. Hasil pemeriksaan EKG pada pasien STEMI

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

No Lokasi Gambaran EKG

1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-

V4/V5

2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6

dan I dan aVL

4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6

dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I

dan Avl

5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

dan aVF

7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

Page 12: Stemi Faiz

aVF, V1-V3

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST

depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam

pertama infark.

Biomarker kerusakan jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan

Cardiac Spesific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn

harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

kerusakan otot miokard, karena pada keadaan ini juga akan diikuti

peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala AMI (Infark

Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak

tergantung pada pemeriksaan biomarker.

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan

ada nekrosis jantung (miokard infark).

CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi

jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan

CKMB

cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim

cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-

10 hari.

D. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/menghilangkan

nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi

Page 13: Stemi Faiz

segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

1. Tatalaksana Umum

a. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi

oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat

diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis

0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan

oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai

oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena

infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat

diberikan NTG intravena.NTG intravena juga diberikan untuk

mengendalikan hipertensi atau edema paru.Tapi nitrat harus dihindari

pada pasien dengan tekanan darah sistol <90mmHg atau pasien yang

dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,

JVP meningkat, dan hipotensi).

2. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada

Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis

yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

a. Aspirin

Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI

dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan

A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di

ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan oral dengan dosis

75-162 mg.

b. Beta-Bloker

Page 14: Stemi Faiz

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-

bloker IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan

adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan

syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,

interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.

Limabelas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan

metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan

dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

c. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Diberikan

dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit

sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah konstriksi vena dan

arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga dapat terjadi pooling

vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah arteri.

Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada

kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%.

Morfin juga dapat memberikan efek samping bradikardia, blok jantung

derajat tiga, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal

ini dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.

3. Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi

kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau

takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI

adlah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai

terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau

medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih

terapi reperfusi ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya

Page 15: Stemi Faiz

diberikan 2 jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko

mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS

a. Terapi Fibrinolitik

Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat

membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi

angka kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya

Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen Activator (tPA), Reteplase

(Retavase), dan Tenekteplase (TNKase). Di Indonesia umumnya

tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,

dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1

jam.

b. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting

tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam

mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa

jam pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari

fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan

dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang

yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika

terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko

perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2

atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur

dengan obat fibrinolisis. Namun demikin PCI lebih mahal dalam hal

personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya

sarana. Hanya ada di beberapa RS

Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)

Onset < 3 jam   Onset > 3 jam

Page 16: Stemi Faiz

Tidak tersedia pilihan invasif terapi

Kontak doctor-baloon atau

door-baloon> 90 menit

(door-baloon) minus (door-

needle) lebih dari 1 jam.

Tidak terdapat kontraindikasi

fibrinolisis

  Tersedia ahli PCI

Kontak doctor-baloon atau door

balloon < 90 menit

Doorbaloon) minus (door-needle)

< 1 jam

Kontraindikasi fibrinolisis,

termasuk resiko perdarahan dan

perdarahan intraserebral.

STEMI resiko tinggi (CHF, Killip

≥ 3)

Diagnosis STEMI diragukan.

E. KOMPLIKASI

a. Aritmia

Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada AMI. Hal ini disebabkan

perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat iskemia pada tempat

infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem

konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang

terganggu.

Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada AMI.

Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama

kematian mendadak sebelum mencapai coronary care unit.VES dapat

merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.

VES yang merupakan “peringatan” akan terjadinya VT atau VF adalah :

Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan

VES

VES yang sering > 4/menit

Repetitif VES : couple, triple, quatriple

Bentuk multiple dari VES pada 1 sadapan

VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial :

atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada

Page 17: Stemi Faiz

menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik. Bradiaritmia akibat

kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.

b. Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi

miokardium. Tempat kongesti bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi

ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena

pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel

disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi

mekanis yang paling seding terjadi setelah Infark Miokard.

c. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah

mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel

kiri. Selain pengobatan awal dan keberhasilan revaskularisasi primer melalui

PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab

kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark

miokardium.Syok kardiogenik merupakan lingkaran maut dengan perubahan

hemodinamik progresif hebat yang ireversibel, dimana terjadi penurunan

perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru.

Bila terjadi hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya akan

semakin menekan fungsi miokardium. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-

15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68% jika tidak segera diobati.

Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon intra-aorta (IAPB)

dan revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok pintas arteria

koronaria (CABG) dapat menurunkan mortalitas.

d. Emboli/Tromboemboli

Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam

10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2

dimensi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita infark anterior memiliki

trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior

dan posterior.Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang

Page 18: Stemi Faiz

berperan dalam kematian sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah

dirawat inap. Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan

dapat menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral. Sebagian

besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke

jaringan menyebabkan meningkatnya risiko.

e. Defek Septum Ventrikel (VSD)

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding

septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.Septum mendapatkan aliran

darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada permukaan anterior

dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum

menunjukkan adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang

mengenai lebih dari satu arteri.Pada hakekatnya, ruptur membentuk saluran

keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran

terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek septum ventrikel.Tekanan jantung

kiri jauh lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek

dari kiri ke kanan (dari tekanan lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah

yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga darah

yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai

dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-paru

F. PROGNOSIS

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :

a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3

gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik

b. Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks

jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

c. TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang

menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai

pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

Page 19: Stemi Faiz

Kelas Defenisi Mortalitas %

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut

Kelas Indeks kardiak

(L/min/m2)

PCWP (mmHg) Mortalitas %

I >2,2 <18 3

II >2,2 >18 9

III <2,2 <18 23

IV <2,2 >18 51