LP STEMI

27
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST (NSTEMI) A. KONSEP PENYAKIT 1. Pengertian ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007) Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 2. Etiologi STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak

description

irma

Transcript of LP STEMI

Page 1: LP STEMI

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KRITIS

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST (NSTEMI)

A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian dari spektrum

sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa

elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium

akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan

penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat

inap tersering di negara maju (Kumar, 2007)

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka

terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis

koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk

pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat

cepat.

2. Etiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis

arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI

karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler,

di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi

lipid. Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya

akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi bergantung

pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral dan luas

wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.

Page 2: LP STEMI

3. Manifestasi klinis

Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum terjadi STEMI,

seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun

STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi

hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali

ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit

dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi

ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split

paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik

apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006).

a. Nyeri dada

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada

atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan

SKA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu

membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal

dalam pengelolaan pasien SKA.

Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :

1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti

ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan

dapat juga ke lengan kanan.

4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

b. Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi

karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien

yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik

untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,

Page 3: LP STEMI

EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara

kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.

Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi

kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi

awal STEMI mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya

didiagnosis sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi

infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi

bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi

segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.

c. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan

dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien

STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan

diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi

reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis

jantung (infark miokard) :

1) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

3) Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase

(LDH), reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang

dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.

Page 4: LP STEMI

4. Patofisiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau

peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.

NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut

pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak

stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,

fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang

cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak

tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan

limposit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan

sel sitokin proinflamasi seperti IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran

hsCRP di hati. (Harun & Idrus 2006, dalam Sudoyo).

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis

arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI

karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus

arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di

cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada

sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau

ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi

trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai

fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran

patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar

sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi

ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi

trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2

(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan

konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi

terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von

Page 5: LP STEMI

Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang

dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang

platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel

endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin

menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner

yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat

trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh

emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

5. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang

lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih

1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang

meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

6. Penatalaksanaan

Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan

segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus

dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu :

a) Terapi antiiskemia

- Nitrat ( ISDN )

- Penyekat Beta Obat Selektivitas Aktivitas Agonis Parsial

b) Terapi Antitrombolitik

- Antitrombolitik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)

c) Terapi anti platelet

- Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa)

d) Terapi antikoagulan

- LMWH (low Molekuler weight Heparin)

Page 6: LP STEMI

e) Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi

invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi

sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif

dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang

mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan)

f) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

1) Tes stres noninvasive

2) Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi

koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan

3) Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan

risiko tinggi.

g) Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder

Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :

1) Mencapai berat badan optimal

2) Nasehat diet

3) Penghentian merokok

4) Olah raga

5) Pengontrolan Hipertensi

6) Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali

sebelumnya

Page 7: LP STEMI

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

1. Pengkajian Emergency

a. Primery Survey

1) Circulation

a) Nadi lemah/tidak teratur.

b) Takikardi.

c) TD meningkat/menurun.

d) Edema.

e) Gelisah.

f) Akral dingin.

g) Kulit pucat atau sianosis.

h) Output urine menurun.

2) Airway

a) Sumbatan atau penumpukan secret.

b) Gurgling, snoring, crowing.

3) Breathing

a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.

b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.

c) Ronki,krekels.

d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.

e) Penggunaan obat bantu nafas.

4) Disability

a) Penurunan kesadaran.

b) Penurunan refleks.

5) Eksposure

Nyeri dada spontan dan menjalar.

b. Secondary Survey.

1) TTV

a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun

(perubahan postural di catat dari tidur sampai duduk/berdiri.

Page 8: LP STEMI

b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan

pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).

c) RR lebih dari 20 x/menit.

d) Suhu hipotermi/normal.

2) Pemeriksaan fisik

a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.

b) Nyeri dada.

c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,

mengi), sputum.

d) Pelebaran batas jantung.

e) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal

jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.

f) Odem ekstremitas.

3) Pemeriksaan selanjutnya

a) Keluhan nyeri dada.

b) Obat-obat anti hipertensi.

c) Makan-makanan tinggi natrium.

d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi

e) Riwayat alergi.

c. Tersier

1) Pemeriksaan Laboratorium

a) CPKMB, LDH, AST

b) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).

c) Sel darah putih (10.000-20.000).

d) GDA (hipoksia).

2) Pemeriksaan Rotgen

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung di duga GJK atau

aneurisma ventrikuler.

3) Pemeriksaan EKG

T inverted, ST elevasi, Q patologis.

4) Pemeriksaan lainnya

Page 9: LP STEMI

a) Angiografi koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.

b) Pencitraan darah jantung (MVGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding

regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri

b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik,

penurunan karakteristik miokard.

c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,

penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan

perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik,

penurunan protein plasma.

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke

alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler (atelektasis,

kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif).

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen

miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis jaringan miokard ditandai dengan

gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,

kelemahan umum.

Page 10: LP STEMI

3. Rencanaan Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

No Intervensi Rasional

1 Beri O2 sesuai terapi Pemberian O2 dapat menambah supplay O2 miokard dengan tujuan

mengurangi nyeri karena hipoksia yang disebabkan oleh kuranngnya O2.

2 Beri posisi semifowler Posisi semifowler dapat meningkatkan ekspansi dada sehingga

mengirangi sesak napas dan sirkulasi darah meningkat. dengan lancarnya

sirkulasi akan membantu pengantaran oksigen ke seluruh tubuh serta

mengurangi kerja jantung dan paru.

3 Berikan terapi tirah baring (bedrest) selama

24 jam pertama post serangan.

Tirah baring dapat mengurangi konsumsi O2 miokard sehingga membantu

jantung tidak bekerja lebih keras.

4 Berikan obat sesuai indikasi, contoh :

a. Antiangina, contoh nitrogliserin

b. Penyekat β, contoh atenolol

(Tenormin), pindolol (visken),

propanolol (inderal)

a. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner

yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia.

b. Agen penting kedua untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan

rangsang simpatis dengan begitu menurunkan FJ, TD sistolik dan

kebutuhan oksigen miokard.

5 Anjurkan dan bimbing pasien untuk tarik

nafas dalam (teknik relaksasi), telnik

distraksi, dan bimbingan imajinasi.

Teknik relaksasi dibutuhkan untuk meminimalkan konsumsi O2 miokard

dan meningkatkan supply O2 jaringan , teknik distribusi dan imajinasi

membantu mengalihkan fokus perhatian dari rasa nyeri.

Page 11: LP STEMI

No Intervensi Rasional

6 Lakukan pemeriksaan ECG tiap hari dan saat

nyeri dada timbul.

Pemeriksaan ECG tiap hari dan saat nyeri dada timbul berguna untuk

mendiagnosa luasnya infark.

b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.

Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan

No Intervensi Rasional

1 Kaji adanya bunyi tambahan pada Auskultasi. Bunyi S3 biasanya dihubungkan dengan kelebihan kerja ventrikel

kiri dan S4 berhubungan dengan ischemik miokard.

Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal pada jantung.

2 Auskultasi bunyi nafas Krekles menunjukkan kongesti paru akibat penurunan fungsi

miokard.

3 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard,

menurunkan iskemia dan disritmia lanjut.

4 Pertahankan cara masuk IV /heparin-lok sesuai

indikasi.

Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya

disritmia atau nyeri dada.

5 Ukur dan catat tanda vital tiap jam. Penurunan curah jantung dapat dimanifestasikan dengan

peningkatan nadi, TD, HR.

6 Pantau frekuensi dan irama jantung dan catat

adanya irama disritmia melalui monitor (bedside

monitor ECG).

Adanya nekrose/ kematian otot jantung dapat menyebabkan

gangguan sistim konduksi dan penurunan curah jantung.

Page 12: LP STEMI

No Intervensi Rasional

7 Observasi perfusi jaringan :Acral, kelembaban

kulit dan perubahan warna kulit dan ujung-ujung

jari dan nilai Capilary RefillTime (SPO2).

Penurunan cardiac output dapat mempengaruhi sirkulasi darah

(perifer).

8 Pantau data laboratorium contoh enzim jantung,

GDA, elektrolit.

Enzim memantau perbaikan/perluasan infark.

c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah

arteri koronaria.

Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawataN

No Intervensi Rasional

1 Pantau perubahan tiba-tiba tau gangguan mental

kontinu contoh cemas, bingung, letargi, pingsan

Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan

juga dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia, atau emboli

sistemik.

2 Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan.

3 Pantau data laboratorium contoh GDA, BUN,

Kreatinin, elektrolit

Indikator perfusi/fungsi organ.

4 Berikan obat sesuai indikasi :

a. Heparin/natrium warfarin (Coumadin)

b. Simetidin , ranitidin, antasida

a. Dosis rendah heparin mungkin diberikan secara profilaksis pada pasien

risiko tinggi dapat menurunkan risiko tromboflebitis atau pembekuan

trombus mural.

b. Menurunkan atau menetralkan asam lambung, mencegah

Page 13: LP STEMI

ketidaknyamanan dan iritasi gaster, khususnya adanya penurunan

sirkulasi mukosa.

5 Lihat pucat, sianosis, belang, kulit

dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin

dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.

d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air ,

peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan di RS

No Intervensi Rasional

1 Auskultasi bunyi napas untuk adanya krekels Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi

jantung.

2 Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam

dalam toleransi kardiovaskuler

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan

pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.

3 Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan

diuretik.

Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.

4 Ukur masukan / haluaran, catat penurunan ,

pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan

cairan

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,

retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urine.

5 Timbang BB tiap hari Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan

keseimbangan cairan.

Page 14: LP STEMI

e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran

alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ).

Tujuan : Pertukaran gas adekuat

No Intervensi

1 Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien

2 Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

3 Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki

dll.

4 Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan

5 Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/

nekrosis jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia,

kelemahan umum.

Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan

No Intervensi Rasional

1 Beri penjelasan pentingnya tirah baring

(bedrest).

Menambah pengetahuan pasien,bahwa tirah baring dapat mengurangi

konsumsi oksigen miocard sehingga pasien dapat kooperatif selama

perawatan.

2 Hentikan aktivitas saat pasien mengeluh nyeri

dada, sesak,sakit kepala, pusing, keringat dingin.

Istirahat dibutuhkan untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokard.

3 Bantu pasien dalam memenuhi ADL. Kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi dengan bantuan perawat untuk

Page 15: LP STEMI

No Intervensi Rasional

mengurangi beban jantung pasien.

4 Evaluasi respon pasien saat setelah aktivitas

terhadap nyeridada, sesak, sakit kepala,pusing,

keringat dingin.

Adanya tanda-tanda tersebut merupakan tanda adanya ketidakseimbangan

supply dan kebutuhan oksigen miokard.

5 Jelaskan akibat jika pasien banyak beraktivitas

selama 24 jam pertama post serangan.

Pada fase akut supply oksigen menurun oleh karena adanya sumbatan pada

miokard, aktivitasdapat memperburuk hemodinamik.

Page 16: LP STEMI

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC.

Hazinski Mary Fran (2004), Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for Healthcare Providers, AHA, USA.

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.

Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press, Surabaya

Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik dengan Implikasi. Keperawatan, EGC, Jakarta

Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi, PERKI

Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.

Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk, (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke Empat-Jilid III. Universitas Indonesia.Jakarta

Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep. Jakarta: EGC.

Page 17: LP STEMI

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KRITIS

ST ELEVASI MIOKAR INFARK (STEMI)

DI RUANG ICVCU RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

OLEH

RIDA NURHAYANTI

(070112b026)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2013