Kasus STEMI Anterior
-
Upload
fadhila1987 -
Category
Documents
-
view
87 -
download
6
description
Transcript of Kasus STEMI Anterior
Identitas
Nama : Tn. J
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan : TNI AD
Alamat : JL. Warakas Gg.16
Tanggal masuk : 28 Oktober 2015 jam 13.45
No CM : RS.07922
SUBJEKTIF
Anamnesis
Dilakukan secara : Autoanamnesis
Tanggal : 30 Oktober 2015
Pukul : 13.30 WIB di ruang Wijaya Kusuma
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
Keluhan tambahan : sesak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS. Mohammad Ridwan Maureksa pada hari rabu tanggal 28
Oktober 2015 dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar sampai ke punggung kiri dan
lengan kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada di sebelah kiri yang dirasakan seperti terasa panas
dan bertambah nyeri saat menarik nafas. Durasi nyeri lebih dari 30 menit, menyebar ke
lengan kiri dan tembus sampai ke belakang. Nyeri muncul tiba-tiba tidak dipengaruhi oleh
aktivitas dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien juga merasa sesak terutama saat
beraktivitas. Pasien tidak merasa sesak ketika tidur terlentang. Sesak tidak disertai mengi,
demam, mual dan muntah. Keluhan nyeri dada tidak didahului keluhan nyeri pada daerah
perut atau nyeri pada ulu hati. Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal. Pasien
tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasaan
merokok 2 bungkus/hari.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM diakui sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat dislipidemia diakui sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Asma disangkal
Riwayat merokok diakui sejak 15 tahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Faktor Risiko
Dapat dimodifikasi :
a. Riwayat Diabetes sejak 3 tahun yang lalu, mendapat pengobatan metformin
3x500mg dan pasien berobat tidak teratur.
b. Riwayat Dislipidemia sejak 3 tahun yang lalu, kolesterol pasien pernah
mencapai nilai 1000 mg/dL, mendapat pengobatan simvastatin 1x20 mg dan
pasien berobat tidak teratur.
c. Riwayat merokok 2 bungkus perhari.
Tidak dapat dimodifikasi:
a. Laki-laki
b. Umur 46 tahun
OBJEKTIF
a) Keadaan Umum : Tampak sakit berat/ gizi cukup
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) Status nutrisi : Normal
2
BB : 68 Kg
TB : 170 cm
BMI : 23,5 kg/m2
d) Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,70 C
SpO2 : 98%
e) Pemeriksaan Fisik
Kulit
- Warna : Kecoklatan
- Jaringan parut : Tidak ada
- Pertumbuhan rambut : Normal
- Suhu raba : Hangat
- Keringat : Umum
- Kelembapan : Lembab
- Turgor : Cukup
- Ikterus : Tidak ada
- Edema : Tidak ada
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Simetris : Simetris
- Penonjolan : Tidak ada
Mata
- Anemis : (-/-)
- Sclera ikterik : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)
- Enopthalmus : (-/-)
- Edema kelopak : (-/-)
3
Telinga
- Pendengaran : Baik
- Membran timpani : Tidak dilakukan
- Darah : Tidak ada
- Cairan : Tidak ada
Bibir
- Sianosis : (-)
Leher
- Trakea : Tidak deviasi
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar Limfe : Tidak membesar
- JVP : normal, tidak terlihat
Dada
- Inspeksi : normochest Simetris kiri = kanan,
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), vocal fremitus kiri = kanan
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : pulmo : VBS+/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas atas : sela iga III garis parasternal sinistra
Batas kanan : sela iga V garis sternal dextra
Batas kiri : sela iga V garis midclavicula sinistra
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
- Auskultasi : bising usus (+) normal
4
- Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar, acites (-)
- Perkusi : Timpani (+)
Ekstermitas
- Perabaan : Acral hangat
- Edema tungkai: -/-
f) Pemeriksaan Elektrokardiografi
Interpretasi EKG :
Irama dasar : Rythm
P wave : 0,04 detik
Heart Rate : 95x/menit
PR Interval :0,08 detik
Axis : normoaxis
QRS Kompleks : 0,08 detik
ST Segmen : Elevasi segmen ST pada sadapan V2-V6
Kesimpulan : sinus rhythm, normoaksis, ST elevasi V2-V6 anterior
g) Pemeriksaan Laboratorium (28/10/2015)
5
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI REFERENSI SATUAN
HEMATOLOGI
LENGKAP
Hemoglobin 15.9 13.2 – 17.3 g/dL
Jumlah Leukosit 8.1 3.8 – 10.6 ribu/L
Jumlah Hematokrit 48 40 – 52 %
Jumlah Trombosit 208 150 – 440 ribu/L
KIMIA DARAH
FUNGSI JANTUNG
Troponin-I 3,2 < 0,02 ng/mL
FUNGSI GINJAL
Ureum 21 10 – 50 mg/dL
Creatinie 1,07 0,6 – 1,1 mg/dL
DIABETES
Glukosa Sewaktu 335 < 140 mg/dL
h) Resume
Pasien datang ke IGD RS. Mohammad Ridwan Maureksa pada hari rabu
tanggal 28 Oktober 2015 dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar sampai
ke punggung kiri dan lengan kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada di sebelah kiri
yang dirasakan seperti terasa panas dan bertambah nyeri saat menarik nafas.
Durasi nyeri lebih dari 30 menit, menyebar ke lengan kiri dan tembus sampai ke
belakang. Nyeri muncul tiba-tiba tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak
membaik dengan istirahat. Pasien juga merasa sesak terutama saat beraktivitas.
Pasien tidak merasa sesak ketika tidur terlentang. Sesak tidak disertai mengi,
demam, mual dan muntah. Keluhan nyeri dada tidak didahului keluhan nyeri
pada daerah perut atau nyeri pada ulu hati. Buang air kecil dan buang air besar
dalam batas normal. Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya. Pasien mempunyai kebiasaan merokok 2 bungkus/hari.
Hasil pemeriksaan fisik sebagian besar dalam batas normal. Pada EKG
didapatkan ST elevasi. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
signifikan enzim Troponin-I.
6
i) Diagnosis Kerja
Acute Anterior ST Elevasi Myocardial Infraction
Diabetes Mellitus Tipe II
j) Tata Laksana
O2 3lt/menit
IVFD RL 20 Tetes/menit
Plavix 1x4 tab, selanjutnya 1x1 tab
Aspilet 1x2tab, selanjutnya 1x1 tab
ISDN 3x5 mg
Simvastatin 1x20 mg malam
Laxadin 1xC1
Arixta 1x3,5mg
Novorapid 3x4 Unit
Rawat ruang ICU
k) Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad malam
2. Ad functionam : dubia ad bonam
3. Ad sanactionam : dubia ad malam
l) FOLLOW UP
Tanggal Keluhan dan hasil pemeriksaan Instruksi dan
pengobatan
28/10/2015
jam 07.00
Keluhan : nyeri dada berkurang VS : TD : 111/81 mmHg : RR : 22x/menit : HR : 76x/menit : T : 36,00CKeadaan umum : Tampak sakit
Tx dr.Librantoro, Sp.JP
IUFD RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
Plavix 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
7
sedang, Compos mentis.Kepala : normocephalMata : CA-/-, SI -/-Mulut : sianosis (-)Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)Pumo : VBS +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen : BU (+) normal, supel, datar, nyeri tekan (-)Ekstermitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-)Diagnosis : Acute anterior MCI DM tipe 2
ISDN 3 x 5 mg
Simastatin 1 x 20 mg
Laxadin Syr 1 x C1
Tx dr.Eny.A, Sp.PD
Novorapid 3 x 4 IU
Cek Profil Lipid,
elekrolit, Asam urat.
Acc pindah ruangan
29/10/2015
07.00
Keluhan : sesak pada dadaVS : TD : 110/74mmHg : HR : 74x/menit : RR : 15x/menit : T : 36,00CKeadaan Umum : Tampak Sakit Sedang, Compos MentisKepala : normocephalMata : CA-/-, SI -/-Mulut : sianosis (-)Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)Pumo : VBS +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen : BU (+) normal, supel, datar, nyeri tekan (-)Ekstermitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-)Diagnosis : acute anterior MCI DM tipe 2
Tx dr.Librantoro, Sp.JP
IUFD RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
Plavix 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Simastatin 1 x 20 mg
Laxadiin Syr 1 x C1
Tx dr.Eny.A, Sp.PD
Novorapid 3 x 4 IU
30/10/2015
06.00
Keluhan : nyeri dada terutama ketika batuk, bersendawa, dan menarik napas panjang. VS : TD : 120/90 mmHg : HR : 80x/menit : RR : 24x/menit : T : 36,00CKeadaan Umum : Tampak Sakit
Tx dr.Librantoro,Sp.JP
IUFD RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
Plavix 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
8
Sedang, Compos mentis.Kepala : normocephalMata : CA-/-, SI -/-Mulut : sianosis (-)Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur(-), gallop (-)Pumo : VBS +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen : BU (+) normal, supel, datar, nyeri tekan (-).Ekstermitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-)Diagnosis : acute anterior MCI DM tipe 2
Simastatin 1 x 20 mg
Laxadin Syr 1 x C1
Catopril 2 x 12,5 mg
mobilisasi duduk
Tx dr.Eny.A, Sp.PD
Novorapid 3 x 4 IU
Metformin 1 x 500 mg
PC
cek GDS besok pagi
31/10/2015
06.00 WIB
Keluhan : nyeri dada seperti di tusuk-tusuk berkurang.VS : TD : 120/80 mmHg : HR : 76x/menit : RR : 20 x/menit : T : 37,4 CKeadaan Umum: Baik, Compos mentis.Kepala : normocephalMata : CA-/-, SI -/-Mulut : sianosis (-)Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).Pumo : VBS +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen : BU (+) normal, supel, datar, nyeri tekan (-).Ekstermitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-)GDS : 205 gr/dLDiagnosis : Acute anterior MCI DM tipe 2
Tx dr.Librantoro,Sp.JP
IUFD RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
Plavix 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Simastatin 1 x 20 mg
Laxadin Syr 1 x C1
Catopril 2 x 12,5 mg
mobilisasi duduk
bila keadaan umum baik
besok rawat jalan.
Trolip 1 x 300 mg
Tx dr.Eny.A, Sp.PD
Novorapid 3 x 4 IU
Metformin 500 mg 1-0-1
PC
01/11/2015
07.00 WIB
Keluhan : kepala terasa berat, tenggorokan nyeri.VS : TD : 120/80 mmHg : HR : 76x/menit
Tx dr.Librantoro,Sp.JP
IUFD RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
9
12.50
: RR : 20x/menit : T : 37,4 CKeadaan Umum : Baik, Compos mentis.Kepala : normocephalMata : CA-/-, SI -/-Mulut : sianosis (-)Thoraks : Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)Pumo : VBS +/+, rh -/-, wh -/-Abdomen : BU (+) normal, supel, datar, nyeri tekan (-)Ekstermitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-)Diagnosis : Acute anterior MCI DM tipe 2
Co/ dr.Eny. A,Sp.PDadvice : novorapid stop, ganti diamicron MR 1x60 mg AC. Metformin dan trolip lanjutkan, Acc Rawat jalan.
Plavix 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Simastatin 1 x 20 mg
Laxadin Syr 1 x C1
Catopril 2 x 12,5 mg
mobilisasi duduk
Trolip 1 x 300 mg
Acc Rawat Jalan
Tx dr.Eny.A, Sp.PD
Novorapid 3 x 4 IU
Metformin 500 mg 1-0-1
PC
TINJAUAN PUSTAKA
INFARK MIOKARD AKUT
DEFINISI
Istilah sindrom koroner akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu syndrome yang
terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tak stabil (unstable angina), infark
10
miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pectoris pasca
infark atau tindakan intervensi koroner perkutan.
Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena
mekanisme patofiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang
merangsang terjadinya agregasi trombosit dan thrombosis, sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark non-elevasi ST dengan elevasi
ST adalah dari jenis thrombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan thrombus mural,
non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonoklusif pembuluh darah koroner, sedangkan
pada elevasi ST adalah thrombus komplet/oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba
(Fuster, 2007). Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbatan
aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi
pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009).
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan
secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan
kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
(Sudiarto,2011).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi.
Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis.
Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vasokonstriksi pembuluh darah dapat
disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Gejala klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
FAKTOR RISIKO
Ada empat faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi infark miokard, yaitu :
Usia
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit
yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
jenis kelamin
11
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali
9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama
ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada
wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap
penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti
pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
ras
insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah pada
RAS Afro-Karibia.
riwayat keluarga
riwayat anggota sekeluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun
merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya presdiposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat
bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga terdekat.
Kelas Sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter,
pengacara, dll). Sedangkan frekuensi istri pekerja ternyata dua kali lebih besar
untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
profesi/non manual.
Penelitian secara epidemiologi telah mengidentifikasi faktor yang dapat dimodifikasi
utama untuk CHD termasuk :
Merokok
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler
berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004),
penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut
prematur di daerah Asia Selatan.
Peningkatan total dan LDL kolesterol
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
12
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas
akibat infark miokard (Brown, 2006).
Peninggian tekanan darah
Rendahnya kolesterol HDL
DM
Penambahan umur
Kekuatan prediktif dari masing-masing faktor risiko dalam menentukan risiko global
perindividu untuk CHD. Seorang individu dengan faktor risiko yang lebih tinggi untuk
penyakit atheroskleosis. Dengan tambahan, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan peningkatan risiko CHD yaitu :
Obesity (BMI>30kg/m2)
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT
> 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m
Abdominal obesity (waist circumfence, men>102cm dan women>88cm)
Wasit-hip ratio, men>0,9 and women>0,8
Aktivitas fisik
Riwayat keluarga dari premature CHD (saudara laki-laki dengan CHD <55
tahun dan /atau keluarga wanita atau keluarga utama dengan CHDA<65 tahun
Etnik tertentu
Faktor psikososial
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Faktor risiko kondisional yang berhubungan dengan peningkatan risiko untuk CHD
walaupun kontribusi independen untuk CHD tidak terdokumentasi dengan baik :
Peningkatan serum trigliserida
Peningkatan serum homocysteine
13
Peningkatan serum lipoprotein (a)
Prothrombotic factor (e.g fibrinogen)
Inflammatory markers (e.g C-reactive protein)
ETIOLOGI
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang
inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari
anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan
sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda
biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih
besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang
memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard
jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
PATOFISIOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
14
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah
kedistal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha,2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti
nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi.
Sebaliknya,disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan
angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa
menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke
tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur
mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri (Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab
itu,obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya
(Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner
berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan
air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
15
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas
membransel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan
Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau
ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn,
2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner
tersumbat cepat (Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi
segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada
Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen
arteri koroner (Kalim, 2001)
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn,
2005).
Miokardiak infark mengganggu fungsi ventrikuler yang merupakan presdisposisi terhadap
perubahan hemodinamik yang meliputi ; kemunduran kontraksi, penurunan volume stroke,
gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi peningkatan ventrikuler kiri pada akhir
systole dan volume akhir diastole dan peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikuler.
Mekanisme kompensasi output kardiak dan perfungsi yang mungkin meliputi stimulasi reflex
simpatik untuk meningkatkan kecepatan jantung, vasokontriksi, hipertropi ventrikuler, serta
retensi air tuntutan dengan miokardial.
Proses penyembuhan miocardiak infark memerlukan waktu beberapa minggu. Dalam
waktu 24 jam terjadi edema seluler dan infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dibebaskan
menuju sel. Degradasi jaringan dan nekrosis terjadi pada hari kedua atau ketiga.
Pembentukan jaringan parut dimulai pada minggu ketiga sebagai jaringan konektif fibrosis
yang menggantikan jaringan nekrotik yang menetap terbentuk dalam 6 minggu sampai 3
bulan.
16
Focal fibropatty plaque (ateroma lapisan koroner)
Penebalan lapisan intima
Pengumpulan lipid pada dinding koroner
Hialinisasi
Kalsifikasi dan fragmentasi elastisitas lumen menurun
Penyempitan lumen
Peningkatan resistensi (tahanan) dan menurunkan tekanan perfusi koroner
Penyumbatan arteri koroner
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan
metabolism CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga
merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim
proteolitik seluler yang merangsang ujung-ujung saraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls
nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus,
korteks serebri, serat saraf eferen, dan dipersepsikan nyeri.
Perangsangan saraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :
- Meningkatkan kerja jantung dengan menstimulasi SA node sehingga
menghasilkan frekuensi denyut jantung lebih dari normal (takikardi).
- Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
- Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltic menurun, akumulasi
cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsang rasa
mual/ muntah.
TANDA DAN GEJALA
17
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat stress dan dapat berkeringat dingin.
Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering kali
penderita dalam beberapa jam terlihat membaik. Volume dan laju denyut nadi bisa normal,
tapi pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Aritmia dan bradikardi juga sering dijumpai.
Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke
keadaan normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi juga dapat menurun sampai terjadi
hipotensi berat atau renjatan kardiogenik. Kadang-kadang bisa terjadi hipertensi transien
karena sakit dada yang hebat.
Pada fase awal infark miokard tekanan vena jugularis biasanya normal atau sedikit
meningkat, dan dapat meningkat sekali pada infark ventrikel kanan. Pulsasi apeks sulit diraba
dan bunyi jantung pertama dan kedua lemah. Bunyi jantung keempat dapat terdengar pada
kebanyakan kasus sedangkan bunyi jantung ke tiga dapat ditemui bila terjadi gagal jantung.
Sering terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi melalui katup
mitral, akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder akibat dilatasi ventrikel kiri.
Bising sistolik yang kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikuler terdengar
di linea sternalis kiri, dan bila di apeks disebabkan oleh rupture muskulus papilaris. Kripitasi
juga bisa terdengar dan bila kripitasi luas ditemui pada edema paru.
Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan menghilang dalam waktu
beberapa hari setelah serangan infark akut, kecuali pada penderita yang kerusakannya luas.
Demam jarang melebihi 380C, biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan menghilang dalam
waktu beberapa hari.
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan
terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
18
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat
atau nitrogliserin (NTG).
Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan
pengalaman nyeri).
Tanda-tanda lain serangan jantung : takikardia, berkeringat dingin, lemas, sesak nafas,
dan pingsan. Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflex
vaosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke traktus gastro intestinal.
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 6-10 jam setelah
kerusakan sel miokardium, memuncak dalam 14-36 jam, kembali normal dalam 48-
72 jam.
Troponin T/I
Ditemukan di otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein meningkat segera
setelah 3-4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai 1-2 minggu.
LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dan mencapai puncaknya 4-7 hari dan kembali normal8-
14 hari setelah infark.
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam,
kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Lokasi Perubahan gambaran EKG
19
• Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
• Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
• Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
• Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
• dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
• Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-
kadang I dan aVL).
• Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
• Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
• True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3.
Gelombang T tegak di V1-V2
• RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
• Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam
beberapa jam pertama infark.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
EnzimJantung.
CPKMB, Troponin T/I LDH, AST
Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
20
Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
Digital subtraksion angiografi (PSA)
Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
DIAGNOSIS
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3
kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
21
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.
Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel,
1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein
dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme
MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain
(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam,
2007).
PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar penatalaksanaan penderita infark miokard akut adalah dengan
mengusahakan adanya perbaikan aliran arah koroner serta mengurangi kebutuhan oksigen.
Penderita infark miokard akut adalah dalam keadaan gawat karena dapat menyebabkan
kematian yang mendadak. Penderita harus mendapatkan penanganan segera (cepat) dan tepat.
Segera dilakukan pemasangan infuse dan diberikan oksigen 2lt/menit dan penderita harus
istirahat total serta dilakukan monitoring EKG 24 jam (di ICCU), jika di dapatkan komplikasi
hendaknya dilakukan penanganan komplikasinya untuk menurunkan kematian.
Prinsip umum penatalaksanaan AMI :
1. Diagnosa
a. Bedasarkan riwayat penyakit dan keluhan/tanda-tanda
b. EKG awal tidak menentukan, hanya 24-60% dari AMI ditemukan dengan EKG
awal yang menunjukkan luka akut (acute injury).
2. Terapi oksigen
a. Hipoksia menimbulkan metabolism anaerob dan metabolic asidosis, yang akan
menurunkan efektifitas obat-obatan dan terapi elektrik (DC shok).
22
b. Pemberian oksigen menurunkan perluasan daerah iskemik.
3. Monitoring EKG
a. Harus segera dilaksanakan
b. Kejadian VF sangat tinggi pada beberapa jam pertama AMI. Penyebab utama
kematian beberapa jam pertama AMI adalah aritmia jantung. Elevasi segmen ST>
atau = 0,1 mV pada 2 atau lebih hantaran dari area yang terserang (anterior,
lateral, inferior), merupakan indikasi adanya seranngan miokard karena iskemia
akut.
4. Akses Intravena
a. Larutan fisiologis atau RL dengan jarum infuse besar.
b. Bila pada kejadian henti jantung, nafas tidak ada, saluran infuse terpasang, maka
vena cubiti anterior dan vena jugularis eksterna merupakan pilihan pertama untuk
dipasang aliran infuse.
5. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukkan untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh darah
koroner, sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-
obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner.
Waktu paling efektif pemberiannya adalah 1 jam setelah gejala pertama timbul dan
tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada
pasien diatas 75 tahun. Contohnya streptokinase.
6. Beta blocker
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketiaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung
tambahan. Beta blocker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua
jenis yaitu cardioselektif (metoprolol, atenolol, dan acetobutol) dan noncardioselektif
(propanolol, pindolol, dan nadolol).
7. Angiotensin- Converting Enzyme (ACE) inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung
obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.
Misalnya catopril.
8. Obat-obatan antikoagulan
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Misalnya heparin dan enoksaparin.
9. Obat-obatan antiplatelet
23
Obat-obatan ini (misalnya aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan ini tidak mampu menangani/ menghentikan serangan jantung, maka
dapat dilakukan tindakan medis yaitu antara lain
a. Angiplasti anginoplasti koroner transluminal perkutan/ percutaneus
transluminal coronary angioplasty (PTCA).
Menurut Suzanne dan Brenda (2002) angioplasty koroner transluminal perkutan
adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memcah plak
ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter
dengan ujung rectomiberbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon
kemudian dikembangkan dan kempiskan dengan cepat untuk memecah plak.
Tindakan “peniupan” atau balonisasi atau angioplasty bertujuan untuk
melemparkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter
khusus yang ujungnyamempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan
tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian
penyempitan tersebut menjadi terbuka. Untuk menyempurnakan hasil penipuan
ini, kadang-kadang diperlukan tindakan lain yang dilakukan dalam waktu yang
sama, seperti pemasangan ring atau cincin penyanggah (stent), pengeboran kerak
di dalam pembuluh darah (rabalation) atau pengerokan kerak pembuluh darah
(directional atherectomy)
Indikasi angiolasti koroner koroner transmural perkutan
Menurut Suzzane dan Brenda (2002) paasien yang mempunyai lesi yg menyumbat
paling tidak 70% lumen internal arteri koronerbesar, sehingga banyak daerah jantung berisiko
mengalami iskemia. Pasien tersebutjuga yang tidak berespon terhadap terapi media dan
memenuhi iskemia. Pasien tersebut juga tidak beresponterhadap terapi medisdan memenuhi
criteria untuk dilakukan bedah pintas arteri koroner. PTCA boleh dilakukan apabila
kardiologisnya yakin bahwa prosedur akan memperbaiki aliran darah ke jantung. Angioplasty
koroner perkutan merupakan usaha revaskularisasi lain disamping thrombolisis karena
trombolisis mempunyai kekurangan. Kekurangan itu dapat berupa :
24
- Dengan dosis atau kombinasi obat thrombolitik apapun, pada kebanyakan
penyelidikan.
- Terdapat kelambatan antara waktu obat thrombolitik diberikan dan reperfusi (rata-rata
45 menit)
- Tidak ada tanda klinik yang tepat untuk menyatakan adanya reperfusi
- Penderita mengalami serangan iskemik berulang 15%-30% dan perdarahan otak 0,5-
1,5%
b. CABG ( Coronary Artery Bypass grafting)
Coronary Artery Bypass Grafting atau operasi CABG adalah teknik yang
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas
(melakukan bypasss) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena
kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass.
Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang
tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat
yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat
pembedahhan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok
ini memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga
“mem-baypass” arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.
DIAGNOSIS BANDING
1. Angina pectoris tidak stabil/ insufisiensi koroner akut.
Pada kondisi ini angina dapat berlangsung lama tetapi EKG hanya memperlihatkan
depresi segmen ST tanpa disertai gelombang Q yang patologis dan tanpa disertai
peningkatan enzim.
2. Diseksi aorta
Nyeri dada disini umumnya amat hebat dan dapat menjalar ke perut dan punggung
nadi perifer dapat asimetris dan dapat ditemukan bising diastolic dini di para sterna
kiri. Pada rongten dada tampak pelebaran mediastinum.
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (Hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
Nyeri berkaitan dengan makan dan cendrung timbul pada waktu tidur. Kadang-
kadang ditemukan EKG non spesifik.
4. Kelainan lokal dinding dada
Nyeri umumnya setempat, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh.
25
5. Kompresi saraf (terutama C-8)
Nyeri terdapat pada distribusi saraf tersebut.
6. Kelainan intra abdominal
7. Kelainan akut atau pancreatitis tanpa menyerupai IMA.
KOMPLIKASI
1. Gagal jantung akut/ Edema paru akut.
2. Aritmia: ekstra sistol, bradikardia, AV blok, takikardia, dan fibrilasi ventrikel.
3. Rupture dinding ventrikel, rupture septum intervene trikolaris.
4. Regurgitasi mitral akut.
PROGNOSIS
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortilitas keseluruhan 15-
30% risiko kematian tergantung pada faktor : usia penderita, riwayat penyakit jantung
koroner, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark. Kematian kira-kira 10-20% pada usia
dibawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.
Klasifikasi kilip bedasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana : S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik.
Klas Definisi Mortilitas
I tidak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan/ronki basah 17
II Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
26