79662637 Kasus i Kv Stemi

29
BAB I PENDAHULUAN Infark miokard akut (IMA) merupaan salah satu diagnosis tersering di ne maju. Lanju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari s kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien ya hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark mioka Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika alir darah coronermenurun secaramendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri coroner beratyang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkemba banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh f seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Prinsiputama pada penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang dilakukan, pemberian antitrombotikm dan terapi antiplatelet, pemberian obat p dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam penatalaksanaan IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan E tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilit tempat masing – masing dan kemampuan ahli yang ada. 1 Pada hari Selasa, 8 November 2011 dan Rabu, 9 November 2011, melaksanakan diskusi kelompok yang diketuai oleh teman kami, Runy Oktavianty Ryan Fernandi dengan didampingi oleh sekretaris Rosalina H. Dalam diskusi ini dibimbing oleh Prof. dr. Widyasari. Diskusi berjalan cukup baik karena partis seluruh anggota kelompok, walaupun masih ada beberapa hal yang perlu didiskus lebih lanjut. Dalam diskusi kali ini, didapati kasus seorang pria dengan nyer kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih terasa sakit hingga sekarang. Dalam di kami mencoba untuk membahas faktor-faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan pada pria tersebut. BAB II 1

Transcript of 79662637 Kasus i Kv Stemi

BAB I PENDAHULUAN Infark miokard akut (IMA) merupaan salah satu diagnosis tersering di negara maju. Lanju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark miokar akut. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri coroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh factor factor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Prinsip utama pada penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotikm dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam penatalaksanaan IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing masing dan kemampuan ahli yang ada. 1 Pada hari Selasa, 8 November 2011 dan Rabu, 9 November 2011, kami melaksanakan diskusi kelompok yang diketuai oleh teman kami, Runy Oktavianty dan Ryan Fernandi dengan didampingi oleh sekretaris Rosalina H. Dalam diskusi ini kami dibimbing oleh Prof. dr. Widyasari. Diskusi berjalan cukup baik karena partisipasi dari seluruh anggota kelompok, walaupun masih ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Dalam diskusi kali ini, didapati kasus seorang pria dengan nyeri dada sejak kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih terasa sakit hingga sekarang. Dalam diskusi ini kami mencoba untuk membahas faktor-faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan pada pria tersebut. BAB II1

LAPORAN KASUS Saudara sedang bertugas di UGD RS Trisakti. Dini hari datang seorang laki-laki 65 tahun yang dirujuk dari rumah sakit setempat dengan keluhan nyeri dada sejak kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih terasa sakit hingga sekarang. Nyeri timbul pertama kali saat pasien bekerja memindahkan lemari. Rasa sakit seperti ditindih benda berat, menjalar ke leher, rahang, lengan kiri, epigastrium disertai banyak keringat. Nyeri dada baru seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien adalah perokok, merokok 1 bungkus per hari. Ayah penderita hipertensi meninggal usia 78 tahun karena stroke. Ibu meninggal pada usia 50 tahun karena serangan jantung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Tampak kesakitan, berkeringat, pucat. TD: 180/100 mmHg Suhu : 36,5 C HR: 105x/menit, regular Berat badan: 83 kg RR: 24x/menit Tinggi badan: 165

JVP tidak tinggi, thoraks simetris, ictus cordis normal, S1-S2 normal, S3 (+), S4 (-), Murmur (-), Ronki basah halus (+) di basal kedua paru. Hepatomegali (-), spelnomegali (-), edema tungkai (-) Elektrokardiogram yang segera direkam di UGD menunjukkan:

Hasil laboratorium yang dilakukan di UGD:

2

Hb Leukosit Hematokrit Ureum Creatinin GD sewaktu CK CKMB Troponin T Na K Chol total LDL Trigliserid Asam urat

: 15,6 g/dl : 12.000/L : 1,2 mg/dl : 40 mg/dl : 1,2 mg/dl : 154 mg/dl : 150 U/L : 50 U/L : 0,1 ng/ml : 137 mmol/L : 4,1 mmol/L : 275 mg/dl : 191 mg/dl : 186 mg/dl : 10,9 mg/dl

(13 16 g/dl) (5000 10.000/L) (40 48%) (10 40 mg/dl) (0,5 1,5 mg/dl) (40% biasanya mengarah ke syok kardiogenik. Klasifikasi prognostik dari Killip dan Kimbal (1967)

Klasifikasi ini berdasar penilaian klinis (non invasif): Killip klas I : tidak ada tanda gagal jantung

Killip klas II : gagal jantung ringan sedang dengan ronki basah > 50% pada paru, S3 +, tampak kongesti pada foto toraks. Killip klas III : Udema paru, ronki basah >50% pada kedua paru Killip klas IV : Syok kardiogenik, hipotensi dengan tekanan darah >90 mmHg, vasokonstriksi perifer, oliguria, kongesti pembuluh darah paru. Risiko kematian yang tinggi pada Killip klas III- IV. 4. Emboli/ tromboemboli Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik (DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel kiri. 5. Ruptura Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan kemunduran hemidinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke dalam kavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya. Ruptura IVS: timbul VSD akut dengan L to R shunt. Disfungsi M.papillaris akibat iskemia atau ruptura partial atau ruptura

24

komplit. Secara cepat terjadi perburukan hemodinamik. Aneurisma ventrikel: pada pendrita selamat. Tekanan di dalam ventrikel (biasanya di kiri) mengakibatkan peregangan pada tempat infark dan terjadilah aneurisma yang terdiri dari jaringan non kontraktil yaitu jaringan ikat (jaringan parut). Terjadi 15 % dari yang selamat dan biasanya pada tempat apicoanterior, dapat merupakan sumber dari trombus emboli, aritmia dan gagal jantung. 3 Penatalaksanaan pada STEMI, yaitu: 1. EKG 12 sandapan segera dilakukan dan dinilai langsung. IVFD segera dipasang untuk pemberian obat-obatan dan pengambilan sampel darah. 2. Diberikan oksigen sebanyak 2-4 l/menit. Meskipun IMA tanpa komplikasi, beberapa penderita mengalami hipoksemia akibat tidak serasi antara ventilasi perfusi, bila ada gagal jantung hipoksemia akan lebih berat. Penderita dengan gagal jantung berat dengan komplikasi mekanisme, udema paru dan hipoksemia tidak teratasi hanya dengan pemberian O2. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis sering diperlukan. 3. Nitrat : nitrogliserin 1-2tablet sublingual. Tidak dianjurkan pada penderita bradikardia atau takikardia berat apalagi disertai hipotensi. 4. Aspirin (acetyl salicylic acid) sebagai antiplatele agregasi. Dosis 160-320 mg. 5. Penyekat beta dapat diberikan metroprolol 2x25mg 2x50mg bila tidak terdapat kontraindikasi. 6. ACE inhibitor bila terdapat hipertensi, disfungsi ventrikel sinistra dan cardiac heart failure. 7. Analgetika digunakan morfin sebagai obat pilihan, morfin sulfas dosis 5mg deep subcutan dapat diulang setelah interval 15-30 menit.8. Sulfas atropine digunakan untuk mengurangi tonus vagus, meningkatkan

tekanan impuls pada nodus SA dan AV, sehingga mempermudah hantaran. Dosisnya 0,5 i.v dapat diulang setiap 5menit, tidak boleh melebihi dosis total 2mg i.v.25

9. Amidaron (cordaron) indikasinya untuk VES yang sering (lebih dari 4/menit), fenomena R on T, VES multiform dan multifocal, VES yang repetitive, serta VT dan VF. Dosis dimulai dengan 150 mg/menit dan dalam waktu 24jam tidak melebihi 1000mg. 10. Lidocain (xylocard) indikasinya untuk aritmia ventrikel. Kemasan : 1ampul mengandung 100mg untuk bolus dan 500mg untuk diberikan secara infuse. 11. Kardioversi elektrik apabila terdapat tanda-tanda hemodinamik memburuk akibat VT/VF (hipotensi disertai perfusi perifer menurun).12. Terapi

reperfusi

dini

akan

memperpendek

lama

oklusi

koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. 13. Terapi thrombosis membuktikan bahwa dengan lisisnya thrombus pada fase dini IMA maka IMA dapat dicegah atau luas IMA dapat dibatasi sehingga fungsi ventrikel dapat dipertahankan dan angka kematian IMA menurun. Kontraindikasi Trombolisis: - Hipertensi >180/110 dalam hal ini harus dinilai apakah hipertensi tersebut memang sudah merupakan penyakit primer atau hanya karena efek simpatetik dan kecemasan yang dapat diturunkan dengan penenang dan penyekat beta. - Riwayat perdarahan dan gangguan pembekuan darah atau sedang dalam pemberian obat-obat antikoagulan. - Riwayat stroke