Lp Stemi Amel

download Lp Stemi Amel

of 34

Transcript of Lp Stemi Amel

LAPORAN PENDAHULUANST ELEVATION INFARK MIOCARD (STEMI)DIRUANG 5 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

A. Definisi ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian arteri jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).

IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.B. Etiologi dan Faktor Risiko

Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.1. Faktor yang tidak dapat dirubah :a) Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).b) Jenis kelamin

Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari Hormon estrogen (Kumar, et al., 2007).

c) Ras

Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.d) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah : a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007).

c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al., 2007).

d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus

e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.g) Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)

Faktor Risiko (Bobot)Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)0 (0,8)

Usia > 75 tahun (3 poin)1 (1,6)

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)2 (2,2)

Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)3 (4,4)

Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)4 (7,3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)5 (12,4)

Berat < 67 kg (1 poin)6 (16,1)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)7 (23,4)

Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)8 (26,8)

Skor risiko = total poin ( 0-14 )>8 (35,9)

C. Manifestasi Klinis1. Nyeri

Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).2. Temuan fisik Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi). Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI.D. PATOFISIOLOGI

Meningkatnya permeabilitas terhadap lipidMerokok, alcohol, hipertensi, lipid, congenital

LDL teroksidasi

Timbul bercak lemak

Plak halus

Aktivasi faktor VII dan X

Protrombin ( thrombin

Fibrinogen ( fibrin

Rupture plak

Thrombus

Oklusi arteri koroner

Aliran darah koroner menurun

Deficit perawatan diri

Motivasi personal hygiene

Intoleransi aktivitas

Kelemahan

Hipoksia

Penurunan aliran darah

Supply O2 ke jaringan berkurang

Kebutuhan O2 tidak tercukupi

Takipneu

Penurunan CO2

Hipotensi

Syok

Penurunan kesadaran

Resiko injury

Informasi tidak adekuat

Salah terapi, salah persepsi

Kurang pengetahuan

Gagal pompa ventrikel kiriKematian jaringan

Nekrosis

Stimulasi saraf

Melepas mediator nyeri:

Metabolism anaerob

Asam laktat meningkat

Nyeri terus menerus

Ansietas Gagal pompa ventrikel kiri

Penurunan cardiac output

Reflux ke paru-paru

Alveoli edemaTerjadi malam hari

Gangguan pola tidurGagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole meningkat

Bendungan atrium kanan

Bendungan vena sistemik

Hepar

Hepatomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Ketidakefektifan pola nafas

Forward failure

Suplai darah jaringan

Metabolism anaerob

Asidosis metabolic

Penimbunan asam laktat dan ATP

Fatigue

Intoleransi aktivitasBed rest

Tidak dapat beribadah seperti biasa

Suplai O2 otak

Sinkop

Gangguan perfusi jaringanRenal flow

RAA

Aldosteron

ADH

Retensi Na + H2O

Kelebihan volume c

Edema

Perubahan bentuk tubuh

Gangguan Citra TubuhBackward failure

LVED naik

Tek.vena pulmonalis

Tek.kapiler paru

Edema paru

Ronchi basah

Iritasi mukosa paru

Reflek batuk

Penumpukan secret

Menghambat pertukaran O2 dan CO2

Gangguan pertukaran gas

Beban ventrikel kanan

Hipertrovi ventrikel kanan

Penyempitan lumen ventrikel kanan

Ketidakefektifan bersihan jalan naSuplai O2 di sirkulasi berkurangMendesak organ GIT

Mual muntah

Fungsi Hepar terganggu

Fungsi detoksikasi berkurang

Kesepian

Mobilisasi berkurang

Sirkulasi O2 terganggu

Dekubitus

Kerusakan intergitas kulit

Informasi dan dukungan tidak adekuat

Nafsu makan

Intake kurang

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Albumin

Kerusakan integritas jaringanKurang pengetahuan

Imunitas tubuh

Leukosit kurang

Resiko

Invasi mikroorganisme (mudah masuk)

Infeksi

Tidak mau menerima keadaan tubuh

Tidak patuh dalam pengobatan

STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung pada

a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi

b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak

c) durasi oklusi koronerd) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena

e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-tiba

f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan

g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

E. Pemeriksaan PenunjangNilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.1. Electrocardiograf (ECG)Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentua. Lead II, III, aVF : Infark inferior

b. Lead V1-V3 : Infark anteroseptal

c. Lead V2-V4 : Infark anterior

d. Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral

e. Lead I, aVL : Infark high lateral

f. Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas

g. Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral

h. Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

2. Serum Cardiac BiomarkerBeberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.a. cTnT dan cTnICardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.

b. CKMBCreatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.

3. Cardiac Imaging

a. EchocardiographyAbnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.b. High resolution MRIInfark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI.

c. AngiografiTes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.d. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan InflamasiReaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.

F. Penatalaksanaan

1. Pre Hospital

Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih

Terapi REPERFUSI

Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

2. Hospital

a) Aktivitas

Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.b) Diet

Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.

c) BowelBedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi3. Farmakoterapi

a) Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik