LP Menejemen Nyeri

14
LAPORAN PENDAHULUAN Menejemen Nyeri 1. Definisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan individual. Rasa nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007). 2. Jenis-jenis Nyeri a. Nyeri Akut Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik. Nyeri akut

description

lp

Transcript of LP Menejemen Nyeri

Page 1: LP Menejemen Nyeri

LAPORAN PENDAHULUAN

Menejemen Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare,

2002). Menurut Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih

dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat

bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Berdasarkan beberapa pengertian

di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan kondisi yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai akibat dari kerusakan

jaringan aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan individual. Rasa

nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan

jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara

memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007).

2. Jenis-jenis Nyeri

a. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan

cidera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera

telah terjadi. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan

biasanya kurang dari satu bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan

nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan

(Smeltzer & Bare, 2002).

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan

penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang

Page 2: LP Menejemen Nyeri

dapat ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang

berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri

kronis yang terjadi setelah suatu cidera atau proses penyakit diduga terjadi

karena ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus

yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri

sebagai stimulus yang sangat nyeri.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri

a. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri

Seseorang yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan

dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri

dibanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.

b. Ansietas dan Nyeri

Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.

c. Budaya dan Nyeri

Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang

berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi

persepsi nyeri. Sebagai contoh anak –anak yang sejak kecil diajarkan bahwa

cidera akibat olahraga tidak terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cidera

akibat kecelakaan bermotor. Maka mereka memiliki persepsi bahwa cidera

bermotor akan lebih menyakitkan daripada cidera olahraga.

d. Usia dan Nyeri

Lansia memiliki cara berespon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan

dengan orang yang berusia lebih muda. Nyeri pada lansia mungkin dialihkan

jauh dari tempat cidera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin

berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa

Page 3: LP Menejemen Nyeri

penyakit (misalnya diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat, persepsi

nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme

yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar

disbanding individu berusia lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil

mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri.

e. Efek Plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau

tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut

akan memberikan hasil bukan karena tindakan tersebut benar-benar bekerja,

namun karena menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan

efek positif bagi mereka.

4. Fisiologi Nyeri

a. Masuknya aktivitas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan /

penutupan gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda spinalis

dan batang otak. Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitator bagi

aktivitas sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas lebih jauh sepanjang jalur

saraf.

b. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas serabut beta A dengan

diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C. Serabut beta A

diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan pada aktifitas

serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan aktifitas serabut

kecil cenderung membukanya.

c. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari tingkatan yang lebih tinggi di

susunan saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitif, motivasional dan afektif

Derajat mekanisme yang lebih tinggi ini juga memodulasi gerbang. Aktivitas di

dalam serabut aferen besar tidak hanya cenderung menutup gerbang secara

Page 4: LP Menejemen Nyeri

langsung tetapi juga mengaktifkan mekanisme kontrol pusat yang menutup

gerbang.

d. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup

untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan.

Yang pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung dengan

korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior. Jalur ini

memungkinkan penentuan tempat nyeri. Kedua, jalur asendens yang

melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus medial.

Jalur ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan aspek

emosional dari nyeri. Jalur desendens, selain berpengaruh pada gerbang

tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini.

5. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi

nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan

pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini

mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri

yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang:

a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai

dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada

pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien

yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal

setempat.

Page 5: LP Menejemen Nyeri

b. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala

lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

c. Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana

pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan

angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan

angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

d. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang

merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda

tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta

Page 6: LP Menejemen Nyeri

untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang

dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah

dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan

VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan

secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga

penggunaannya realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata

sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga

melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan

bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan

data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat

nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia.

Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa

tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik penyelamat (rescue

analgetic).

6. Penatalaksanaan Nyeri

a. Terapi non-Farmakologis

Page 7: LP Menejemen Nyeri

Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk

membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi

fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk

nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis

(musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik

pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation)

b. Terapi Farmakologis

Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik

oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan

opioid intraspinal. Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga

hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari

obat-obatan analgetik yang digunakan untuk penanganan nyeri paska

pembedahan.

Obat farmakologis untuk penanganan nyeri

Page 8: LP Menejemen Nyeri

7. Asuhan Keperawatan

No Data Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan

1. DO

1. Ekspresi wajah

tampak menahan

nyeri

DS

1. Klien mengatakan

nyeri diarea

punggung

2. Klien mengeluh

sakit perut sebelah

kiridan menjalar

kebelakang

Nyeri Agen cidera

biologi

Nyeri berhubungan dengan

agen cidera biologi ditandai

dengan ekspresi wajah

tampak menahan nyeri, klien

mengatakan nyeri diarea

punggungdan klien mengeluh

sakit perut sebelah kiridan

menjalar kebelakang

NOC: Pain Control

Setelah diberikan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pasien

dapat:

(1) Mengenal gejala nyeri (4)

(2) Melaporkan nyeri yang dirasakan (5)

(3) Mengenali faktor penyebab nyeri (4)

(4) Menggunakan terapi non-analgesik untuk mengurangi nyeri (4)

Page 9: LP Menejemen Nyeri

NIC: Pain Management

(1) Observasi ketidaknyamanan pasien secara nonverbal, khususnya komunikasi

yang tidak efektif

(2) Eksplorasi pasien faktor-faktor yang dapat memperberat dan meringankan

nyeri

(3) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri

(4) Sediakan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri

akan berakhir dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

ketidaknyamanan

(5) Kolaborasi pemberian analgesik dengan dokter

Page 10: LP Menejemen Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, J.M.C., & Bulechek, G.M. (2004). Nursing intervention classification (4th ed.). Missouri: Mosby.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran (11th ed.). Jakarta: EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24986/3/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter%20II.pdf

Johnson, M., Maas, M., & Moorhead, S. (2004). Nursing outcomes classification (2nd ed.). Missouri: Mosby.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., & Setiowulan, W. (Eds.). (2009). Kapita selekta kedokteran (3rd ed. 1st vol). Jakarta: Media Aesculapius.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. (4th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC

Santosa, B. (2005). Panduan diagnosa keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.

Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth (8th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC.