leukimia

19
1. Pendahuluan Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah [1]. Selain itu ada juga yang mendefinisikan leukimia sebagai keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukimia beredar secara sistemik [2]. . Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena . : a. Kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, netropenia,trombositopenia) b. Infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak kulit, atau testis.). [1,2] Di bawah ini ada suatu gambaran sistematik brtbagai jenis leukimia yang timbul dari sel induk hemopoetik beserta turunannya [2]. . Page 1 Prekurs or sel- T Prekurs or sel- B Sel Induk Limfoid Sel Induk Myeloid CML Sel Induk Pluripoten Prekursor Granulosi t monosit Prekuso r Eritroi d Prekursor Megakario sit AML (M1-5) Limfosi t-T Common ALL Erythro leukimi a (M6) Acute Megakario sit (M7) Limfosi t B CLL/B- ALL Thy ALL Pre-B ALL

Transcript of leukimia

Page 1: leukimia

1. Pendahuluan

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi

leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah[1]. Selain itu ada juga yang

mendefinisikan leukimia sebagai keganasan hematologik akibat proses neoplastik

yang disertai gangguan differensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel

induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas

tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukimia beredar secara sistemik [2].. Sel-

sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena.:

a. Kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, netropenia,trombositopenia)

b. Infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak kulit,

atau testis.). [1,2]

Di bawah ini ada suatu gambaran sistematik brtbagai jenis leukimia yang timbul dari

sel induk hemopoetik beserta turunannya[2]..

Gambar 1. Bagan jenis leukimia yang dapat timbul dari berbagai tingkatan sel induk

hemopoetik[2].

Page 1

Pre-B ALL Thy ALL

CLL/B-ALL

Limfosit B

Acute Megakariosit (M7)

Erythroleukimia (M6)

Common ALL

Limfosit-T

AML (M1-5)

Prekursor Megakariosit

Prekusor Eritroid

Prekursor Granulosit monosit

Sel Induk Pluripoten CML

Sel Induk Myeloid

Sel Induk Limfoid

Prekursor sel-B

Prekursor sel-T

Page 2: leukimia

Penggolongan utama dibagi menjadi empat tipe-leukemia akut dan kronik, yang lebih

lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. [1,2]

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan

transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoetik

sumsum tulang dini, disebut sel blas. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini

biasanya adalah kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas

walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya

cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih mudah diobati dibandingkan

leukimia kronik. Dalam referat ini akan dibahas tentang leukimia myeloid kronik atau

leukimia myelositik kronis [1]

2. Definisi

Leukimia mieloid kronik (LMK) atau chronic myeloid leukimia (CML)

merupakan leukimia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel

leukimi a berasal dari transformasi sel induk mieloid[1].. CML termasuk kelainan

klonal (clonal disorder) dari pluripotent stem cell dan tergolong sebagai salah satu

kelainan mieloproliferatif (myeloproliferative disorders). Nama lain untuk leukimia

mieloid kronik adalah.:

a. Chronic Myelogenous Leukimia

b. Chronic Myelocytic Leukimia [2].

3. Etiologi

Penyebab leukimia masih belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat genetik (Trisomi 21, sindrom “Bloom’s, anemia “Fanconi’s dan ataksia telangiektasia) mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk menderita leukimia dan kembar monozigot. Leukemogenic dan radiasi.

4. Epidemiologi

- Penyakit ini terjadi pada dua jenis kelamin (rasio pria: wanita sebesar 1,4:1 ),

paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian, penyakit ini

dapat terjadi pada anak, neonatus dan orang yang sangat tua. Pada sebagian besar

kasus, tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi insidensinya meningkat pada

orang-orang yang selamat pada pajanan bom atom di jepang [1]..

Page 2

Page 3: leukimia

- CML merupakan 15-20% dari kasus leukimia dan merupakan leukimia kronik

yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara Barat leukimi

kronik lebih banyak dijumpai dalam bentuk CLL [2].

- Insiden CML di negara Barat mencapai 1-1,4/100.000/tahun [2].

- Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada umur 40-50

tahun. Pada anak-anal dapat dijumpai dalam bentuk Juvenile CML [2].

5. Klasifikasi Leukemia

Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda. Keenam

jenis leukimia tersebut adalah

1. Leukimia Mieloid Kronik, Ph positif (CML, Ph+) (Chronic granulocytic

Leukmia, CGL) [1,2].

2. Leukimia Mieloid Kronik, Ph negatif (CML, Ph-)[1,2].

Kurang dari 5% pasien yang memiliki gambaran mengesankan CML, tidak

mempunyai kromosom Ph dan translokasi BCR-ABL. Pasien-pasien ini biasanya

mempunyai gambaran hematologik yang khas untuk mielodisplasia dan prognosis

tampaknya lebih buruk dibandingkan CML Ph positif. [1]

3. Juvenile Chronic Myeloid Leukimia[1,2].

Penyakit yang jarang terjadi ini mengenai anak kecil dan menpunyai gambaran

klinis yang khas antara lain ruam kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali, dan

infeksi rekuren. Sediaan hapus darah memperlihatkan adanya monositosis. Kadar

HbF yang tinggi merupakan ciri diagnostik yang berguna, kadar fosfatase alkali

netrofil normal dan hasil uji kromosom Philadelpia negatif. Prognosisnya buruk

dan SCT adalah pengobatan yang terpilih[1].

4. Chronic Neutrophilic Leukimia[1,2].

Ini adalah penyakit yang sangat jarang dijumpai dengan terdapatnya proliferasi sel

matur yang relatif murni. Mungkin didapatkan splenomegali, dan secara umum

prognosisnya baik. [1]

5. Eosinophilic Leukimia[2].

6. Chronic Myelomonocytic Leukimia (CMML) [1,2]..

Leukemia mielomonositik kronik (CMML) menggambarkan daerah yang

bertumpang tindih antara penyakit mieloproliferatif dan mielodisplasia, tetapi

digolongkan ke dalam kelompok mielodisplasia[1].

Page 3

Page 4: leukimia

Namun sejauh ini tipe yang paling umum adalah leukemia mieloid kronik yang

disertai dengan kromosom philadelpia (Ph), dengan kasus lebih dari 95%. Diagnosis

CML kadangkala sulit ditegakkan dan dibantu oleh adanya kromosom philadelpia

yang khas. [2].

6. Patogenesis

Pada CML dijumpai Philadelpia Chromosome, suatu reciprocal translocation

9,22 (t 9;22). Kromosom ini dihasilkan dari translokasi t(9;22) (q23;q11) antara

kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson ABL dipindahkan

pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9.

Kromosom 22 yang abnormal itu adalah kromosom Ph. [1,2].

Gambar 2. Translokasi Kromosom Philadelphia

Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi dengan ekson 3’ ABL. Gen khimerik

BCR-ABL yang dihasilkannya mengode suatu protein fusi berukuran 210 kDa (p210).

Protein ini mempunyai aktivitas tirosin kinase yang lebih dari produk ABL 145 kDA

yang normal. Translokasi Ph juga ditemukan pada sejumlah kecil kasus leukemia

limfoblastik akut (ALL), dan pada beberapa di antaranya, pemutusan pada BCR

terjadi jauh di atas , pada intron antara ekson pertama dan kedua, meninggalkan hanya

ekson BCR pertama yang utuh. Gen khimerik BCR-ABL ini diekspresikan sebagai

Page 4

Page 5: leukimia

protein p190 seperti p210 yang mempunyai aktivitas tirosin kinase yang lebih

tinggi[1,2]..

Gambar 3. Patogenesis gangguan fungsi BCR/ABL

Pada sebagian kecil pasien , kelainan Ph tidak terlihat dengan menggunakan

analisis kariotipe mikroskopik tetapi susunan molekular yang sama dapat terdeteksi

menggunakan teknik yang lebih sensitif. CML Ph negatif BCR-ABL positif ini secara

klinis sama dengan CML Ph positif. Kelainan ini ditemukan pada sel-sel dari jalur

mieloid ( granulositik, eritroid, dan megakariositik) serta limfoid (sel B dan T) karena

kromosom Ph ini adalah suatu kelainan sel induk hemopoetik yang didapat. [1,2]

Peningkatan massa sel mieloid tubuh total dalam jumlah besar bertanggung jawab

terhadap sebagian besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya 70%, terjadi

suatu metamorfosis terminal menjadi leukemia akut yang seringkali didahului oleh

suatu fase akselerasi. [1]

7. Patofisiologi

Proses patofsiologi dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologgik atau

turunannya. Proliferasi sel ganas induk ini menghasilkan sel leukimia dan akan

mengakibatkan[2]

1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure

Penekanan hemopoesis normal disebabkan karena adanya proliferasi sel ganas dan

menyebabkan adanya sel leukimia. Hal ini dapat menyebabkan penekanan sel-sel

Page 5

Page 6: leukimia

darah lainnya seperti eritrosit dan trombosit. Hal inilah yang menyebabkan

terjadinya anemia dan trombositopenia pada kasus leukimia[2].

2. Infiltrasi sel leukimia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali

Infiltrasi sel leukimia ke RES (Retikulo Endothelial System) menyebabkan

gangguan pada beberapa organ dan menyebabkan limfadenopati, hepatomegali,

dan splenomegali. Selain itu akibat adanya infliltrasi sel leukimia dalam darah

dapat terjadi sindrom hiperviskositas. Bila yang terkena adalah tulang maka dapat

menyebabkan nyeri pada tulang, sementara bila tempat ekstrameduler maka dapat

terjadi meningitis, pembesaran testis, dan lesi kulit.[2]

3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik

Terjadinya hiperkatabolik menyebabkan kaheksia, keringat malam (untuk

menurunkan suhu tubuh), dan juga peningkatan asam urat. Akibat peningkatan

asam urat yang terlalu tinggi, pasien leukimia biasanya juga mengalami gagal

ginjal dan penyakit gout. [2]

Gambar 4. Bagan patofisiologi leukimia[2]

Page 6

DarahSindrom Hiperviskositas

Gagal ginjal, Gout

HiperkatabolikKaheksia, Peningkatan

asam urat, Keringat malam

Faktor Predisposisi, Faktor Etiologi, Faktor Peencetus

Mutasi Somatik sel induk

Proliferasi neoplastik dan differentiation arrest

Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang

GAGAL SUMSUM TULANG

AnemiaPendarahan dan infeksi

Inhibisi Hemopoeis NormalSel Leukimia

Infiltrasi ke organ

RESLimfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali

Tempat Ekstrameduler lainnya

Meningitis, Lesi Kulit, Pmbesaran Testis

TulangNyeri Tulang

Page 7: leukimia

8. Fase Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi dua fase yaitu

1. Fase Kronik, fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi

2. Fase akselerasi atau transformasi akut

a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukimia akut

b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk ke dalam “blast crisis”atau

krisis blastik

c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast myeloid, sedangkan 1/3 menunjukkan seri

limfoid.[2]

Transformasi akut (30% blas dalam sumsum tulang) dapat terjadi dengan cepat

dalam beberapa hari atau minggu. Yang lebih sering terjadi, pasien mengalami fase

akselerasi dengan anemia, trombositopenia, dan peningkatan basofil, eosinofil, atau

sel blas dalam darah dan sumsum tulang. Ukuran limpa mungkin membesar walaupun

jumlah sel darah terkendali dan sumsum tulang dapat menjadi fibrotik. Pasien dapat

berada dalam fase ini selama beberapa bulan; pada fase ini penyakit lebih sulit

dikendalikan daripada fase kronik. Pada fase akut atau fase akselerasi, seringkali

ditemukan kelainan kromosom baru (misalnya kromosom Ph ganda).

Pada sekitar seperlima kasus, transformasi akut bersifat limfoblastik dan pasien

dapat diobati dengan cara yang sama seperti pengobatan leukemia limfoblastik akut,

dan sejumlah pasien kembali ke fase kronik selama beberapa bulan atau bahkan satu

atau dua tahun. Pada sebagian besar pasien, terjadi transformasi menjadi leukemia

mieloid akut atau tipe campuran. Jenis ini lebih sulit diobati. Sel induk sumsum tulang

atau darah tepi yang disimpan selama fase kronik dapat digunakan untuk memulihkan

hemopoiesis setelah kemoterapi intensif dengan atau tanpa radioterapi seluruh tubuh.[1].

9. Gambaran Klinis

Page 7

Page 8: leukimia

Gambaran klinis CML tergantung dari fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut,

antara lain: [1,2]

1. Fase Kronik terdiri atas

a. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya

penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam . [1]

b. Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat masif. Pada beberapa

pasien, pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau

gangguan pencernaan. [1]

c. Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi. [2]

d. Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain

akibat fungsi trombosit yang abnormal. [2]

e. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat

pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. [1,2].

f. Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priaspismus.[1]

2. Fase Transfortmasi Akut, terdiri atas .[2]

a. Perubahan secara perlahan dengan prodormal selama 6 bulan disebut sebagai

fase akselerasi. Timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri tulang (sternum)

yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun dan akhirnya

menjadi gambaran leukimia akut. [2]

b. Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa

didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis).

Tanpa pengobatan adekuat penderita akan meninggal dalam 1-2 bulan. [2]

10. Temuan Laboratorium

1. Darah tepi [1,2].

a. Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 / l dan kadang-kadang >500 x

109 / Spektrum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi.

Jumlah netrofil dan mielosit melebihi jumlah sel blas dan promielosit.

b. Apusan darah tepi menunjukkan sprektum lengkap seri granulosit mulai

dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah

segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit, dan mielosit

blast juga dijumpai. Sel blast <95%

Page 8

Page 9: leukimia

c. Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat

normokromik normositer

d. Trombosit bisa meningkat, normal, menurun. Pada fase awal lebih sering

meningkat

e. Fosfatase alali netrofil (neutrophil alkaline phospatase [NAP] score selalu

rendah.

2. Sumsum tulang [1,2]

Hiperseluler dengan granulosit dominan, gambarannya mirip dengan apisan darah

tepi. Menunjukkan sprektum lengkap seri mieloid, dengan komponen paling

banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada

fase kronik normal atau meningkat

3. Sitogenik; dijumpai adanya kromosom Philadelphia (Ph1) pada 95% kasus. [2]

4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat. [2]

5. Pemeriksaan PCR (Polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric

protein bcr-abl pada 95% kasus [2]

6. Kadar asam urat serum meningkat [1,2]

11. Pengobatan

Kemoterapi hidroksiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan

mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu

diberikan seumur hidup. Regimen biasanya dimulai dengan 1,0-2,0 g / hari dan

kemudian menurunkannya tiap minggu sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-

1,5 g/hari. Zat pengalkil busulfan juga efektif dalam mengendalikan penyakit tetapi

mempunyai efek samping yang cukup berat dan sekarang disisihkan untuk pasien

yang tidak toleran terhadap pemberian hidroksiurea. Alopurinol seringkali dipakai di

fase awal pengobatan untuk mencegah terjadinya serangan gout. [1]

Inhibitor tirosin kinase, obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis

dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik

terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons

hematologik yang lengkap pada hampir semuapasien yang berada dalam fase kronik

dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph positif menjadi Ph

negatif. Obat ini mungkin menjadi pengobatan lini pertama pada CML, baik

digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat lain. [1,2]

Page 9

Page 10: leukimia

Imatinib mesylate (Gleevec , Novartis) merupakan inhibitor dari multiple tyrosine

kinase, termasuk ABL, BCR-ABL, sebuah platelet derived factor receptor (PDGFR),

dan c-kit. Dengan mencegah fosforilasi dari BCR-ABL, Imatinib secara selektif

menghambat sinyal downstream dan pertumbuhan BCR-ABL positif cell yang

menyebabkan apoptosis sel. Nucleotid tunggal dari gen BCR-ABL menyebabkan

perubahan formasi dari Protein BCR-ABL yang dapat menyebabkan pengikatan dari

imatinib aktifasi spesific atau sisi kinasenya, dapat dideteksi pada setengah pasien

yang resisten terhadap imatinib. Pada pasien dengan fase kronis CML, Imatinib

diberikan 400 mg oral perhari dan segera diberikan setelah didiagnosa. Pasien yang

mengalami fase akselerasi atau krisis blast diberikan 600 mg perhari. Dosis tidak

dianjurkan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal atau gangguan hepar.

Imatinib harus diberikan setelah makan dan minum banyak untuk mencegah

terjadinya nausea. Imatinib merupakan substansi dari CYP3A4 metabolic pathway

dan menghambat cytochromes P-450 pathway. [4]

CYP3A4 dapat meningkatkan tingkat imatinib termasuk diltiazem, verapamil,

itraconazole, ketonazole, clarithromycin, erythromycin, dan jus anggur, dimana

rifampin, phenobarbital, phenytoin dapat menurunkan tingkat imatinib dalam darah.

Imatinib merupakan obat dengan efek teratogenic baik pada wanita maupun pria,

khususnya pada wanita hamil, pengobatan ini menjadi dilemma. Tujuan dari terapi

imatinib adalah untuk menurunkan jumlah sel yang mengandung Ph chromosom,

menurunkan kemungkinan dari pengembangan mutasi yang baru yang menyebabkan

krisis blast. Pengobatan dengan dasatinib yang merupakan BCR-ABL kinase inhibitor

menunjukkan tingkat respon cytogenik yang lengkap dan peningkatan free survival

pada pasien dengan CML (Chronic Myeloid Leukimia) pada fase kronis setelah

kegagalan terapi dengan imatinib. Pengobatan dengan dasatinib dan imatinib menjadi

first line gold standar (pilihan pertama pada baku emas) pada pengobatan fase kronik

CML. Imatinib (Gleevec) merupakan inhibitor BCR-ABL kinase merupakan first line

teraphy untuk CML, sementara dasatinib yang merupakan generasi kedua inhibitor

BCR-ABL kinase merupakan second line teraphy bila pengobatan dengan imatinib

gagal. Terapi dasatinib menyebabkan respon cytogenic sempurna hingga 50% pada

pasien yang tidak ada efek terhadap imatinib atau tidak mampu mentolerir imatinib. [4]

Interferon alfa. Biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh

hidroksiurea dan saat ini merupakan obat terpilh untuk fase kronik walaupun mungkin

Page 10

Page 11: leukimia

akan digantikan oleh inhibitor tirosin kinase. Regimen yang lazim digunakan adalah 3

sampai 9 megaunit yang diberikan antara tiga sampai tujuh kali setiap minggu sebagai

injeksi subkutan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap

rendah (sekitar 4 x 109 / l). Hampir semua pasien menderita gejala penyakit mirip flu

pada beberapa hari pertama pengobatan yang berespons tehadap parasetamol dan

perlahan-lahan hilang. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan

sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka

panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenetik walaupun gen fusi

BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. [1]

Transplantasi sel induk (SCT). Transplantasi ini dapat bersifat alogenik atau

autolog. Transplantasi sumsum tulang (BMT) alogen adlah satu-satunya pengobatan

kuratif CML yang tersedia. Hasilnya lebih baik biladilakukan pada fase kronik

dibandingkan fase akut atau akselerasi. Hanya pasien yang berusia kira-kira di bawah

60 tahun yang dapat mentoleransi prosedur ini dan hanya 30% di antaranya yang

mempunyai saudara kandung yang sesuai. Ketahanan hidup 5 tahun adalah sekitar 50-

70%. SCT alogenik hanya dapat ditawarkan ke sebagian kecil pasien meskipun panel

donor sumsum tulang internasional makin berperan penting dalam penyediaan donor

tidak berkerabat yang sesuai dengan antigen leukosit manusianya (HLA). Relaps

leukemia pascatransplantasi adalah masalah yang signifikan, tetapi infus leukosit

donor sangat efektif pada CML terutama bila relaps terdiagnosis dini melalui deteksi

molekular transkrip BCR-ABL. BMT autolog adalah suatu pendekatan eksperimental

dan sedang diteliti untuk menilai peranannya. [1,2]

12. Perjalanan penyakit dan prognosisnya

CML biasanya memperlihatkan suatu respons yang sangat baik terhadap

kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun. Kematian

biasanya terjadi akibat transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang

menyelingi. Dua puluh persen pasien dapat hidup hingga 10 tahun atau lebih. Pasien

dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok prognostik berdasarkan usia, ukuran

Page 11

Page 12: leukimia

limpa, jumlah trombosit, sel blas pada saat presentasi penyakit, dan mudahnya

respons terhadap terapi; hal-hal tersebut hanya merupakan petunjuk dasar mengenai

prognosis. [1]

DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H, Kapita Selekta Hematologi, Bab 13 Leukimia

Mieloid Kronik dan Mielodisplasia, Hal 167-176. Jakarta, 2002, Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

2. Bekta I. Made, Hematologi Klinik Ringkas, Bab 9, Leukimia dan Penyakit

Mieloproliferatif, Hal 120-146. Jakarta,2002, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 12

Page 13: leukimia

3. Kumar, Cotran, Robbins, Buku Ajar Patologi Volume 2, Bab 12 Sistem

Hematopeoitik dan Limfoid, Gangguan Sel Darah Putih, Leukimia Mielogenous

Kronis, Hal 492-493, Jakarta 2004, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Charles A. Schiffer, M.D, BCR-ABL Tyrosine Kinase Inhibitors for Chronic

Myelogenous Leukemia, Downloaded from www.nejm.org on December 5, 2010.

Copyright © 2007 Massachusetts Medical Society.

Page 13