ASKEP LEUKIMIA

53
MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI (KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH) ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LEUKEMIA Disusun Oleh Kelompok 18 DESNI TRI UTAMI SYAFRIDA HANUM TRI JULIANSYAH UMMAMI VANESA INDRI Dosen Pembimbing: Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 1

description

asuhan keperawatan leukimia

Transcript of ASKEP LEUKIMIA

Page 1: ASKEP LEUKIMIA

MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LEUKEMIA

Disusun Oleh Kelompok 18

DESNI TRI UTAMISYAFRIDA HANUMTRI JULIANSYAH

UMMAMI VANESA INDRI

Dosen Pembimbing: Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU2012

1

Page 2: ASKEP LEUKIMIA

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk dapat memberikan sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Leukemia”. Tidak lupa pula shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam

yang penuh teknologi yang telah kita rasakan sampai pada saat ini.

Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada ibu Yesi Hasneli, N, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing pada mata kuliah

Keperawatan Klinik VI yang telah memberikan dukungan serta motivasi. Semoga motivasi

serta dukungan yang Ibu berikan dapat menjadi pahala di sisi Allah SWT.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan. Namun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan

kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi para pembaca.

Pekanbaru, 26 Oktober 2012

Tim Penulis

2

Page 3: ASKEP LEUKIMIA

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 2

1.3 Tujuan.......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi......................................................................................... 3

2.2 Etiologi......................................................................................... 7

2.3 Manifestasi Klinik........................................................................ 8

2.4 Evaluasi Diagnostik..................................................................... 10

2.5 Web Of Caution............................................................................ 11

2.6 Penatalaksanaan Medis................................................................ 12

2.7 Penatalaksanaan Keperawatan..................................................... 14

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1Uraian Kasus................................................................................. 23

3.2 Pengkajian ................................................................................... 23

3.3 Analisa Data................................................................................. 24

3.4 Asuhan Keperawatan................................................................... 27

3.5 Web Of Caution Kasus................................................................. 29

3.6. Penatalaksanaan Farmakologi Dan Non Farmakologi................ 30

3.7 Tujuan Pembelajaran................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: ASKEP LEUKIMIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Untuk mengetahui

tentang leukemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang normal serta apa yang

terjadi jika terkena leukemia. Darah manusia terdiri dari cairan yang disebut sebagai plasma

darah, dan tiga kelompok sel darah. Kelompok sel darah itu dibedakan menjadi sel darah

merah, sel darah putih, dan keping-keping darah. Sel-sel darah tersebut dibuat di sumsum

tulang, di ruang medula tulang. Proses pembentukan sel-sel darah disebut dengan

hematopoiesis.

Orang dewasa memiliki sumsum yang digunakan untuk pembentukan sel berupa

sumsum tulang merah yang terbatas pada tulang anggota tubuh dan tengkorak. Meskipun

disebut sumsum tulang merah, tempat tersebut membuat sel darah merah maupun sel darah

putih. Sumsum di tulang anggota badan, tulang-tulang panjang dari tubuh, adalah dalam

bentuk sumsum lemak kuning, yang merupakan cadangan dan tidak aktif berhubungan

dengan pembuatan sel-sel darah. Akan tetapi, dapat berubah menjadi sumsum tulang merah

bilamana terdapat kekurangan darah (Green, 2009).

Sumsum tulang mengandung sel stem primitif yang memiliki kemampuan untuk

bereplikasi, berproliferasi, dan berdiferensiasi. Pembelahan garis keturunan yang pertama

dari sel ini yaitu sel myeloid dan sel limfoid. Sel myeloid menghasilkan eritrosit, myeloblast,

dan platelet melalui prekursor. Myeloblast pada sel myeloid kembali menghasilkan neutrofil,

basofil, dan eosinofil yang bergranula, serta monosit yang tidak bergranula. Sedangkan sel

limfoid menghasilkan limfoblas yang memproduksi limfosit T, limfosit B, dan Natural Killer.

Sel darah putih, terdiri dari myeloblast dan limfoblas sebagai pertahanan tubuh terhadap

serangan benda asing (Goldsmith, 2012).

Sel darah putih atau leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi atau

serangan penyakit lainnya. Sel darah merah atau eritrosit berfungsi untuk mengangkut

oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbondioksida dari jaringan

tubuh kembali ke paru-paru. Keping-keping darah atau trombosit sangat berperan dalam

proses pembekuan darah. Ketika terjadi leukemia, tubuh akan memproduksi sel-sel darah

yang abnormal dan dalam jumlah yang besar. Pada leukemia, sel darah yang abnormal

tersebut adalah kelompok sel darah putih. Sel-sel darah yang terkena leukemia akan sangat

4

Page 5: ASKEP LEUKIMIA

berbeda dengan sel darah normal, dan tidak mampu berfungsi seperti layaknya sel darah

normal.

Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti

mengenai insiden leukemia di Indonesia. Leukemia terbagi menjadi dua tipe yaitu leukemia

akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terbagi lagi menjadi Leukemia Mieloblastik Akut

(LMA) dan Leukemia Limfositik Akut (LLA). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,

LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada

dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah

0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedangkan pada orang yang berusia di atas 65

tahun adalah sebesar 13,7%.

LLA lebih banyak menyerang pada anak-anak dengan puncak usia 3-5 tahun. Insiden

LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun.

Leukemia kronik terbagi menjadi dua yaitu Leukemia Myeloid Kronik (LMK) dan Leukemia

Limfositik Kronik (LLK). Kejadian LMK mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa.

Pada umumnya, LMK menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia

muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom

atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil

meledak. LLK di Negara Barat memiliki angka kejadian 3/100.000. Usia rerata pasien saat

diagnosis 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun (Sudoyo dkk, 2009)

Penyebab leukemia sejauh ini belum diketahui, namun banyak penelitian yang

dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

leukemia lebih sering menyerang kaum pria dibandingkan kaum wanita, dan juga pada

kelompok orang kulit putih dibandingkan dengan orang kulit hitam. Namun sampai saat ini

belum diketahui mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk

memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik

dalam menangani pasien dengan diagnosa leukemia sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan leukemia

berdasarkan patofisiologi terjadinya leukemia.

5

Page 6: ASKEP LEUKIMIA

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Jumlah sel darah putih/leukosit normal pada tubuh kita bekisar antara 4500 – 11.000/µL

(Cui, 2011). Menurut Mescher pada tahun (2011), jumlah leukosit yang terdapat di dalam

tubuh dewasa normal berada pada rentang 6000 – 11.000/µL. Jumlah leukosit bervariasi

sesuai umur (Bloom & Fawcett, 2002). Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai

dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih.

Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses

neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan si induk

hematopoietik (Handayani & Haribowo, 2008). Menurut Wong dkk pada tahun (2009),

leukemia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan sistem

limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih yang abnormal dan

imatur (Dona & Wong, 2009).

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa leukemia merupakan suatu penyakit

dimana produksi sel darah putih sangat berlebihan melebihi jumlah leukosit normal di dalam

tubuh yang bersifat abnormal dan imatur. Sel-sel ini menghambat semua sel lain di sumsum

tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.

Karena hal tersebut, leukemia disebut suatu gangguan akumulatif sekaligus gangguan klonal.

Akhirnya sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang dan ini menyebabkan kadar sel-sel

nonleukemik di dalam darah menurun. Adapun klasifikasi leukemia dapat dijelaskan sebagai

berikut:

A. Leukemia Akut

Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering

disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat

menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Handayani &

Haribowo, 2008). Menurut Mefta & Hoffbrand pada tahun (2008), leukemia akut adalah

suatu gangguan maligna dimana sel blast hemopoetik terdapat sebanyak lebih dari 20%

dari sel sumsum tulang. Sel primitif biasanya juga berakumulasi dalam darah,

menginfiltrasi jaringan lain, dan menyebabkan gagal sumsum tulang. Leukemia akut

menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu:

6

Page 7: ASKEP LEUKIMIA

1. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)

Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid

(Sudoyo dkk, 2009).

Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai sel stem

hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan

leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) LMA dibagi menjadi enam

jenis, yaitu:

M1 : Leukemia mieloblastik tanpa pematangan;

M2 : Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan;

M3 : Leukemia promielositik hipergranular;

M4 : Leukemia mielomonositik;

M5 : Leukemia monoblastik;

M6 : Eritroleukemia (Handayani & Haribowo, 2008).

2. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)

LLA adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80%

kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T.

Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak.

Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa (Sudoyo dkk, 2009).

Klasifikasi LLA adalah sebagai berikut:

a. Secara morfologis, menurut FAB (French, British, and American) LLA dibagi

menjadi tiga jenis, yaitu:

i. L1 : LLA dengan sel limfoblast kecil-kecil, neukleoli yang tidak jelas,

dan merupakan 84% dari LLA, biasanya ditemukan pada anak-anak;

ii. L2 : sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli jelas,

dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari LLA, biasanya

terjadi pada orang dewasa;

iii. L3 : tipe ini memiliki sitoplasma basofil dengan banyak vakuola, dan

hanya merupakan 1% dari LLA.

b. Secara imunofenotipe LLA dapat dibagi menjadi empat golongan besar yaitu

sebagai berikut:

i. Common ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 76% dan dewasa 51%.

7

Page 8: ASKEP LEUKIMIA

ii. Null ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.

iii. T-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.

iv. B-ALL, frekuensi relatif pada anak-anak 1% dan dewasa 2%

(Handayani & Haribowo, 2008)

Defenisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidaknya berbagai antigen

permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL.

Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-

ALL merupakan penyakit yang sangat jarang, dengan morfologi L3 yang sering

berperilaku sebagai limfoma agresif (Sudoyo dkk, 2009).

B. Leukemia Kronik

Leukemia kronik memiliki sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang

dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia

kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak

dan produksi sel normal berkurang. Pada stadium dini leukemia kronik, sel leukemia

dapat berfungsi hampir seperti sel normal.

1. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)

Leukemia myeloid kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta

diketahui patogenesisnya. Pada tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan

kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien LMK, yaitu 22q atau hilangnya

sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai

kromosom Philadelphia (Ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowle menemukan bahwa

kromosom Ph terbentuk akibat adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang

kromosom 9 dan 22. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980

diketahui bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata

didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9

yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (Break Cluster Region) yang terletak di

lengan panjang kromosom 22. Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-

ABL diduga kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi dari seri

granulosit tanpa gangguan diferensiasi sehingga pada apusan darah tepi kita dapat

dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit pada pasien LMK

(Sudoyo dkk, 2009).

8

Page 9: ASKEP LEUKIMIA

2. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai

oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum

tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lainnya. LLK ini masuk dalam

kelainan limfoproliferatif. Tanda-tandanya meliputi limfositosis, limfadenopati, dan

splenomegali. Kebanyakan LLK (95%) adalah neoplasma sel B, sisanya neoplasma

sel T (Sudoyo dkk, 2009).

Menurut RAI, LLK terbagi menjadi 5 stadium yaitu: O (Limfositosis darah tepi

dan sumsum tulang), I (Limfositosis + pembesaran limfonodi), II (Limfositosis +

splenomegali/hepatomegali), III (Limfositosis + anemia, Hb kurang dari 11 gram/dL),

IV (Limfositosis + trombositopenia, trombosit kurang dari 100.000/uL). Sedangkan

menurut Binet, LLK terbagi menjadi 3 stadium yaitu: A (Limfositosis darah tepi dan

sumsum tulang +), B (kurang dari 3 daerah limfoid yang membesar, Limfositosis

darah tepi, dan sumsum tulang +), C (≥3 daerah limfoid yang membesar, stadium B +

anemia, Hb kurang dari 11 g/dL pada pria dan kurang dari 10 gr/dL pada perempuan

atau trombositopenia (kurang dari 100.000/µL).

Pasien dengan LLK dapat menunjukkan berbagai komplikasi akibat progresivitas

penyakitnya.

a. Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi dan penyebab utama kematian. S. pneumoniae,

S. aureus, dan H. influenza merupakan organism yang sering dijumpai pada

pasien LLK yang tidak diberikan terapi imunosupresi.

b. Hipogamaglobulinemia

Hal ini dijumpai lebih dari 66% pasien akhir penyakit ini. Semua kelas

immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) biasanya menurun, meskipun juga dijumpai

hanya satu atau dua immunoglobulin saja yang turun.

c. Transformasi Menjadi Keganasan Limfoid yang Agresif

Transformasi ini terjadi sekitar 10 – 15%. Yang paling sering adalah sindroma

Ritcher (5%) dan leukemia prolimfositik. Pasien dengan sindroma Ritcher

(limfoma sel besar) sering didapatkan limfadenopati dan hepatosplenomegali

yang progresif, demam, nyeri abdomen, penurunan berat badan, anemia, dan

trombositopenia progresif.

9

Page 10: ASKEP LEUKIMIA

d. Komplikasi Akibat Penyakit Autoimun

Komplikasi terjadi jika terdapat tes anti globulin direct yang positif (Coomb’s

Test), anemia hemolitik, trombositopenia, neutropenia, dan aplasia sel darah merah

murni (Sudoyo dkk, 2009).

2.2 Etiologi

Sebagian besar penderita leukemia memiliki faktor-faktor penyebab yang tidak dapat

diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia sesuai

dengan klasifikasinya.

A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)

Etiologi dari LMA sebagian besar tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa

faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi

LMA pada populasi tertentu. Benzene suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada

industri penyamakan kulit di negara yang sedang berkembang, diketahui merupakan zat

leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan

LMA. Ini diketahui dari penelitian tingginya insidiensi kasus leukemia, termasuk LMA,

pada orang orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada

tahun 1945. Efek dari leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak

1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 sampai 7 tahun.

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)

Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan

sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-

anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA,

yaitu:

1. Radiasi ionik. Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan

Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan untuk berkembang menjadi LLA;

2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan kerusakan sumsum

tulang, kerusakan kromosom;

3. Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia diatas 60 tahun.

10

Page 11: ASKEP LEUKIMIA

C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)

Penyebab pasti LMK belum diketahui secara pasti. Tetapi LMK meningkat setelah

peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, dan juga di Rusia setelah reaktor atom

Chernobil meledak. Dengan kata lain, radiasi ionik menyebabkan terjadinya LMK.

D. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Penyebab LLK masih belum diketahui. Kemungkinan yang berperan adalah

abnormalitas kromosom, onkogen, dan retrovirus (RNA tumour virus).

2.3 Manifestasi KlinikA. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)

LMA berbeda dengan anggapan umum selama ini dimana pada pasien LMA tidak

selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang

15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal, dan sekitar 35% pasien mengalami

netropenia.

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang

disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas.

Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering di jumpai

pada ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi, dan retina. Infeksi sering

terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit, dan daerah peri rekta, sehingga organ-organ

tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam (Sudoyo dkk,

2009). Hal ini dapat disebabkan diferensiasi sel ke bagian myeloid khususnya monosit.

Monosit berperan dalam sistem retikuloendotelial (RES) yang meliputi makrofag alveolar

dalam paru, kulit, dan makrofag pada usus (Mehta & Hoffbrand, 2008).

Pasien dengan angka leukosit yang sengat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering

terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh

darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi

sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri

dada, dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan

gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit

yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar.

Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung

organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis

yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi di sel-

11

Page 12: ASKEP LEUKIMIA

sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi

sel-sel blast di dalam tulang akan menyebabkan nyeri tulang yang spontan atau dengan

stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel

blast ke dalam gusi.

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan

kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi

sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di

darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan

(Sudoyo dkk, 2009). Anemia pada pasien LLA menyebabkan kelemahan, dyspnea,

bahkan gagal jantung kongestif. Sedangkan perdarahan yang terjadi merupakan akibat

dari trombositopenia (Burke, 2012). Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada

separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru

didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.

C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)

LMK dibagi menjadi 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya, yakni fase kronik,

fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya saat pertama diagnosis ditegakkan,

pasien masih dalam fase kronis, bahkan sering kali diagnosis LMK ditemukan secara

kebetulan, misalnya pada persiapan pra operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat

tanpa gejala gejala infeksi. Pada fase kronis, pasien sering mengeluh merasa cepat

kenyang. Hal ini disebabkan karena pembesaran limpa dimana limpa mendesak lambung.

Keluhan lain sering tidak spesifik, misalnya: rasa cepat lelah, lemah, demam yang tidak

terlalu tinggi, keringat malam.

Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Semua keluhan

tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia.

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi lebih progresif atau mengalami

akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan, pasien berada pada fase kronis, maka

kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase akselerasi adalah

leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di perifer

mencapai 15-30%, promielosit lebih dari 30%, dan trombosit kurang dari 100.000/mm3.

Secara klinis, fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi,

kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila

12

Page 13: ASKEP LEUKIMIA

disertai demam, biasanya terdapat infeksi. Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi

secara mendadak tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blast.

D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)

Awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK tidak menunjukkan gejala (asimptomatik).

Pada pasien dengan gejala, paling sering ditemukan limfadenopati, penurunan berat

badan, dan kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan

kemampuan latihan/olahraga. Demam, keringat malam, dan infeksi jarang terjadi pada

awalnya, tetapi semakin menyolok sejalan dengan perjalanan penyakitnya. Akibat

penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada

akhirnya mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali.

2.4 Evaluasi Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagai

berikut:

1. Darah lengkap: menunjukkan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit, jumlah sel

darah merah, dan trombosit. Jumlah sel darah putih meningkat pada leukemia kronik,

tetapi juga dapat turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut;

2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data diagnostik definitif;

3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah keluar masuknya sel-

sel leukemia cepat dan penggunaaan obat sitotoksit;

4. Sinar x dada: untuk mengetahui luasnya penyakit;

5. Profil kimia, EKG, dan kultur spesimen untuk menyingkirkan masalah atau penyakit

lain yang timbul.

13

Page 14: ASKEP LEUKIMIA

2.5 Web Of Caution (WOC)

14

Kelainan kromosom, radiasi ionik, terpajan bahan-bahan kimia, penggunaan

obat-obat imunosupresif

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Akumulasi sel darah putih di sumsum

tulang

Infiltrasi Ekstramedular

Pembesaran limpa (splenomegali) dan

pembesaran hati (hepatomegali)

Eritrosit menurun

Trombosit menurun

Anemia Trombositopenia, ptekie, epistaksis

Perdarahan

Mk: Aktual/Risiko tinggi penurunan

volume cairan

Sel kekurangan oksigen dan nutrisi

BB menurun

Kelemahan

Mk: Intoleransi aktivitas

Mk: Gangguan kebutuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Mendesak lambung

Anoreksia, mual, dan muntah

Mk: Gangguan

rasa nyaman

nyeri

Page 15: ASKEP LEUKIMIA

2.6 Penatalaksanaan Medis

Berikut adalah penatalaksanaan secara medis yang dapat diberikan kepada pasien

leukemia berdasarkan klasifikasi atau tipe dari leukemia.

A. Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloid Leukemia (LMA/AML)

Terapi yang dapat diberikan kepada pasien LMA adalah sebagai berikut:

1. Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan pada beberapa kasus dapat

menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang

biasanya digunakan meliputi daunorubicin, hydrochloride (cerubidine), cytarabine

(Cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol);

2. Pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera;

3. Transplantasi sumsum tulang.

Sebaiknya pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam (sub Bagian Hematologi) untuk

penatalaksanaan lebih lanjut (Muttaqin dkk, 2009).

B. Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)

Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi. Kemoterapi

untuk LLA yang paling mendasar terdiri atas panduan obat.

I. Induksi remisi

Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik

sehingga hematopoiesis dapat kembali normal.

a. Obat yang digunakan terdiri atas:

1) Vincristine (VCR) = 1,5 mg/m2/minggu secara IV;

2) Prednison (Pred) = 6 mg/m2/hari secara oral;

3) L.Asparaginase (L.asp) = 10.000 U/m2;

4) Daunorubicin (DNR) = 25 mg/m2/minggu-4 minggu.

b. Regimen yang digunakan untuk LLA dengan risiko standar terdiri atas:

1) Prednison + VCR;

2) Prednison + VCR + L. Asparaginase.

c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang dewasa antara

lain :

1) Prednison + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase;

2) DNR + VCR + Prednison + L.Asparaginase dengan atau tanpa

siklofosfamid.

15

Page 16: ASKEP LEUKIMIA

II. Terapi post-remisi

a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang bersembunyi

dalam SSP dan testis);

b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant

terhadap regimen induksi remisi yang bertujuan untuk mencegah relaps dan

juga timbulnya sel yang resisten obat;

c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6

MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.

C. Leukemia Myeloid Kronik (LMK)

Medikasi ataupun terapi yang dapat diberikan kepada pasien dengan LMA yaitu:

a. Busulphan (myleran): dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari, terapi dimulai jika leukosit

naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa aplasia sumsum tulang

berkepanjangan, fibrosis paru, dan bahaya timbulnya leukemia akut;

b. Hidroksiurea: dosis dititrasi dari 500-2.000 mg, kemudian diberikan dosis

pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3, efek sampingnya

lebih sedikit;

c. Interferon alfa: biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh

hidroksiurea.

d. Tranplantasi sumsum tulang, memberikan harapan penyembuhan jangka

panjang, terutama untuk penderita yang berusia kurang dari 40 tahun.

Penanganan umum yang diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell

transplantation.

e. Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler

Obat baru inatinib mesilate (gleevec) yang dapat menekan aktivitas tyrosine

kinase, sehingga menekan proliferasi sel myeloid.

D. Leukemia Limfoid Kronik (LLK)

Pengobatan sebaiknya tidak diberikan pada klien tanpa gejala, karena hal ini tidak

memperpanjang hidup. Hal yang perlu dihadapi adalah klien yang menunjukkan

progresivitas limfadenopati atau splenomegali, anemia, trombositopenia, atau gejala

akibat desakan tumor. Obat-obatan yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:

a. Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB/hari per oral;

16

Page 17: ASKEP LEUKIMIA

b. Kortikosteroid sebaiknya baru diberikan bila terdapat AIHA atau trombositopenia

atau demam tanpa seinfeksi;

c. Radioterapi dengan menggunakan sinar x kadang-kadang menguntungkan bila

ada keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

2.7 Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Handayani & Haribowo pada tahun (2009), langkah-langkah keperawatan yang

dapat dilakukan terhadap klien dengan leukemia adalah sebagai berikut:

A. Pengkajian

1. Identifikasi batasan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dilaporkan oleh pasien

dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik;

2. Gambaran klinis akan beragam dengan tipe leukemia yang terjadi yaitu kelemahan

dan keletihan, kecenderungan perdarahan, petekia dan ekimosis, nyeri, sakit

kepala, muntah, demam, dan infeksi;

3. Pemeriksaan darah mungkin menunjukkan perubahan sel-sel darah putih dan

trombositopenia.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis keperawatan yang muncul adalah

sebagai berikut:

1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik;

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,

muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi;

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia;

4. Risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan;

5. Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik

kemoterapi;

6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam

fungsi dan peran;

7. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi karena

perubahan peran dan fungsi diri.

17

Page 18: ASKEP LEUKIMIA

C. Intervensi Keperawatan

Berikut adalah penjelasan mengenai intervensi dari masing-masing diagnosa

keperawatan yang telah diambil:

a. Diagnosa keperawatan 1

Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.

Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri;

2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi nyeri;

3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan resep yang diresepkan;

4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang nyeri;

5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik;

6. Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri;

7. Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.

Intervensi RasionalKaji karakteristik nyeri: lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.

Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.

Tenangkan klien bahwa anda mengetahui nyeri yang dirasakannya adalah nyata dan bahwa anda akan membantu klien dalam mengurangi nyeri tersebut.

Rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.

Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, dan marah klien.

Memberikan data tentang faktor-faktor yang menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan meningkatkan tingkat nyeri klien.

Berikan analgetik untuk meningkatkan peredaan nyeri optimal dalam batas resep dokter.

Analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus nyeri.

Kaji respon perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman nyeri.

Memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien.

Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain ketika mengubah penatalaksanaan nyeri diperlukan.

Metode baru pemberian analgetik harus dapat diterima klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain agar dapat efektif, partsipasi klien menurunkan rasa ketidakberdayaan klien.

Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri: distraksi, imajinasi, dan relaksasi.

Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi yang tersedia bagi klien.

Berikan dukungan penggunaan strategi pereda nyeri yang telah klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri

Memberikan dorongan strategi peredaan nyeri yang dapat diterima klien dan keluarga.

18

Page 19: ASKEP LEUKIMIA

sebelumnya.b. Diagnosa keperawatan 2

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,

muntah, anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi

Tujuan: mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi

Kriteria Hasil:

Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien dengan masalah nutrisi:

1. Melaporkan penurunan mual;

2. Melaporkan penurunan muntah;

3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;

4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan;

5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;

6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.

Intervensi RasionalSesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien.

Setiap klien berespon secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah klien.

Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan.

Sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi pusat mual dan muntah.

Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi.

Menurunkan ansietas yang dapat menunjang mual muntah.

Berikan antiemetic, sedative, dan kostikosteroid yang diresepkan.

Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi mual muntah melalui kontrol berbagai faktor pencetus.

Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan.

Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan kadar obat, mengurangi stimulasi reseptor muntah.

Berikan dukungan-dukungan kepada klien agar dapat menjaga personal hygene dengan baik.

Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.

Berikan tindakan pereda nyeri jika diperlukan.

Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.

c. Diagnosa keperawatan 3

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.

Kriteria Hasil

19

Page 20: ASKEP LEUKIMIA

Kriteria hasil pada klien dengan masalah nyeri adalah bila didapatkan adanya hal-hal

berikut ini:

1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;

2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;

3. Istirahat ketika mengalami keletihan;

4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;

5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;

6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;

Intervensi RasionalBerikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.

Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat energi diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.

Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.

Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.

Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.

Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi kehilangan energy dan mengurangi stressor.

Berikan masukan protein dan kalori yang adekuat.

Penipisan kalori dan protein menurunkan toleransi aktivitas.

Berikan dorongan untuk teknik relaksasi.

Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis dapat menurunkan keletihan fisik.

Kolaborasi pemberian produk darah sesuai yang diresepkan.

Penurunan hemoglobin akan mencetuskan klien pada keletihan akibat penurunan ketersediaan oksigen.

d. Diagnosa keperawatan 4

Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran

berlebihan seperti muntah dan perdarahan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasi

Kriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit

normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit

meningkat.

Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:

Intervensi RasionalPantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)

Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan

Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik

20

Page 21: ASKEP LEUKIMIA

Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah

Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi perifer

Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer

Kolaborasi:Pertahankan pemberian cairan secara intravena, jika memungkinkan berikan produk darah sesuai yang diresepkan

Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan

Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah

Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct berindikasi terhadap perdarahan

e. Diagnosa keperawatan 5

Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena

perubahan peran fungsi.

Tujuan: klien mampu melewati proses berduka dengan sesuai.

Kriteria Hasil:

1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase terbuka;

2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber sumber yang tersedia untuk

membantu strategi koping selama berduka;

3. Klien dan keluarga menggunakan sumber - sumber dan dukungan secara sesuai;

4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan secara terbuka satu

sama lain;

5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang kekhawatiran mereka

terhadap satu sama lain.

Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu menggunakan koping

yang efektif untuk mengatasi perasaan duka yang dihadapinya.

Intervensi RasionalBantu klien untuk mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran, dan pertanyaan tentang penyakit, pengobatan, serta implikasinya di masa yang akan datang.

Dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan mengurangi ansietas dan melurusskan miskonsepsinya.

Berikan dukungan partisipasi aktif dari klien dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan pengobatan.

Partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian dan control emosi klien.

Berikan dukungan agar klien dapat membuang perasaan negatif.

Hal ini memungkinkan untuk mengekspresikan emosional tanpa kehilangan harga diri.

21

Page 22: ASKEP LEUKIMIA

Berikan waktu untuk klien menangis dan mengekspresikan kesedihannya.

Perasaan ini di perlukan untuk terjadinya perpisahann dan kerenggangan .

Libatkan petugas sesuai dengan yang diinginkan oleh klien dan keluarga.

Guna memfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.

Sarankan konseling professional sesuai yang diindikasikan bagi klien dan keluarganya untuk menghilangkan proses berduka yang patologis.

Hal ini memfasilitasi proses berduka

Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk beralih melewati proses berduka.

Proses berduka beragam. Oleh karena itu untuk menyelesaikan proses berduka, keberagaman ini harus di biarkan terjadi.

f. Diagnosa keperawatan 6

Gangguan integritas kulit: alopesia yang berhubungan dengan efek toksik kemoterapi.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit tidak

terjadi.

Kriteria Hasil:Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi kriteria

berikut ini.

1.Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan pengobatan;

2.Mengidentifikasi perasaan negative dan positif serta ancaman terhadap citra diri;

3.Mengungkapkan mengenai adanya kemungkinan kerontokan rambut yang dimiliki;

4.Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut dan pengobatan;

5.Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan kerontokan rambut.

Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas kulit adalah agar

masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat teratasi.

Intervensi RasionalDiskusikan potensial kerontokan rambut dan pertumbuhan kembali rambut bersama klien dan keluarga.

Memberikan informasi, sehingga klien dan keluarganya dapat mulai untuk bersiap diri secara kognitif dan emosional terhadap kerontokan.

Cegah atau minimalkan dampak kerontokan rambut melalui langkah-langkah berikut ini.

a. Potong rambut yang panjang sebelum pengobatan.

b. Hindari pemakaian shampoo yang berlebihan.

c. Menggunakan shampoo ringan dan conditioner.

Meminimalkan kerontokan rambut akibat beban berat dan tarikan pada rambut.

22

Page 23: ASKEP LEUKIMIA

d. Hindari penggunaan pengeriting listrik, pemanas, pengering rambut, dan penjepit.

e. Hindari menyisir berlebihan, gunakan sisir yang bergerigi lebar.

Cegah trauma pada kulit kepala. Membantu dalam mempertahankan pertumbuhan rambut.

Sarankan cara untuk membantu dalam mengatasi kerontokan rambut seperti mengenakan wik atau memakai topi.

Menyamarkan kerontokan rambut.

Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut biasanya mulai kembali ketika pengobatan telah selesai.

Menenangkan klien bahwa kerontokan rambut biasanya bersifat sementara.

g. Diagnosa keperawatan 7

Gangguan gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, fungsi,

dan peran.

Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan,maka citra tubuh dan harga

diri klien dapat diperbaiki.

Kriteria Hasil:

Kriteria hasil pada klien ini adalah:

1. Mengidentifikasi hal hal yang penting;

2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas;

3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan;

4. Mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan;

5. Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.

Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan gambaran diri

bertujuan agar tercapai peningkatan harga diri.

Intervensi RasionalKaji perasaan klien tentang gambaran dan tingkat harga diri.

Setiap klien berespons secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi,makanan kesukaan dapat meredakan mual muntah klien.

Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dan pembuatan keputusan.

Memberikan motivasi memungkinkan control kontinu terhadap kejadian dan diri klien.

Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.

Mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu tahapan penting dalam mengatasinya.

Bantu klien dalam perawatan diri ketika keletihan.

Kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.

23

Page 24: ASKEP LEUKIMIA

Berikan motivasi kepada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran mengenai perubahan fungsi seksual.

Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kekhawatirannya.

Kata-Kata Sulit:

1. Alopesia: Kebotakan, kerontokan rambut.

2. Aplasia: Perkembangan jaringan yang tidak lengkap atau keadaan tidak adanya

pertumbuhan.

3. Asimptomatik: Suatu penyakit dimana pasien tidak menyadari gejala apapun.

4. Diferensiasi sel: Suatu sel menjadi khusus dalam struktur dan fungsinya.

5. Ekimosis: Memar spontan.

6. Ekstramedular: Terletak atau terjadi di sebelah luar medulla.

7. Epistaksis: Perdarahan hidung. Perdarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya

pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal kartilaginosa.

8. Eritroleukemia: Diskrasia maligna pada darah, salah satu kelainan mieloproliferatif

dengan eritroblas atipik dalam darah tepi.

9. Hematopoietik: Kegagalan dari pembentukan darah.

10. Hepatomegali: Pembesaran hati.

11. Herpeszozter: Merupakan manifestasi lokal reaktivasi infeksi virus variselazoster

yang menjadi penyebab penyakit cacar air, infeksi ini ditandai oleh ruam vesikuler di

daerah distribusi saraf sensorik.

12. Hipertrofi gusi: Pembesaran atau pertumbuhan berlebihan dari gusi akibat

peningkatan ukuran sel sel pembentuknya.

13. Hiperurisemia: Kelebihan asam urat dalam darah.

14. Imunofenotipe: Fenotip sel neoplasma hematopoietik yang didefenisikan berdasarkan

kemiripannya dengan sel T dan sel B.

15. Infiltrasi: Difusi atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada

sel atau jaringan atau dalam jumlah yang melebihi normal dalam sel atau jaringan

tersebut.

16. Leukositosis: Peningkatan sel darah putih (leukosit) dalam sirkulasi.

17. Limfadenopati: Pembesaran normal dari limpa sebagai respon terhadap proliferasi

limfosit T atau limfosit B.

24

Page 25: ASKEP LEUKIMIA

18. Mieloplorifelatif: Berkaitan dengan atau ditandai dengan proliferasi medularis dan

ekstramedularis unsur-unsur sumsum tulang.

19. Neoplastik: Berhubungan dengan pembentukan neoplasma atau berhu bungan dengan

neoplasia.

20. Nodul: Tonjolan atau nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui sentuhan.

21. Priapismus: Ereksi penis yang persisten dan abnormal, disertai rasa nyeri dan nyeri

tekan.

22. Prodromal: Gejala yang muncul sebelum tanda-tanda sebenarnya yang merupakan

petunjuk diagnostik sebuah penyakit.

23. Proliferasi: Perbanyakan sel yang terjadi dengan cepat, seperti pada pertumbuhan

malignan (tumor ganas) dan selama kesembuhan luka.

24. Prominen: Pada anatom, istilah ini berarti tonjolan yang biasanya terjadi pada tulang.

25. Pruritus: Iritasi hebat pada kulit. Keadaan ini dapat mengenai seluruh permukaan

tubuh seperti pada penyakit kulit dan saraf tertentu, atau dapat pula terbatas pada

suatu daerah, khususnya daerah anus dan vulva.

26. Purpura: Suatu keadaan yang ditandai oleh ekstravasasi darah ke dalam kulit dan

membran mukosa yang menyebabkan bintik-bintik serta bercak-bercak berwarna

ungu.

27. Sel Blast: Sel granulosit yang immature (belum matang).

28. Splenomegali: Pembesaran limpa.

29. Trombositopenia: Berkurangnya kadar trombosit secara drastis di dalam darah.

Pertanyaan:

1. Apakah yang menyebabkan leukemia?

2. Bagaimana proses penghasilan sel-sel darah di dalam tubuh?

3. Apakah leukemia merupakan penyakit yang menular?

4. Bagaimana intervensi pada pasien dengan leukemia?

25

Page 26: ASKEP LEUKIMIA

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Uraian KasusTn. Z berusia 27 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam, lemah, tidak

bertenaga dan nafsu makan menurun disertai mual dan muntah. Keluhan tersebut dirasakan

sejak 5 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit, akhir-akhir ini sering disertai dengan suka

pingsan. Saat pemeriksaan, didapatkan kondisi klien pucat, konjungtiva anemis, lemah,

pusing, berkunang saat berdiri, nafsu makan menurun, pada palpasi abdomen terdapat

hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk. Hasil pemeriksaan TTV dan laboratorium

didapatkan, TD: 110/70 mmHg, N: 108x/i, S: 38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N: 13,5-17,5

g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (6000-11000/mm3), Trombosit: 100.000

(150.000-400.000/mm3).

3.2 PengkajianA. Data Subjektif:

1. Klien mengatakan badannya terasa lemah

2. Klien mengatakan tidak nafsu makan

3. Klien mengatakan mual dan muntah

4. Kilen mengatakan pusing

5. Klien mengatakan berkunang saat berdiri

B. Data Objektif:1. Klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, lemah, pusing, berkunang saat berdiri, dan

nafsu makan menurun

2. Pada palpasi abdomen terdapat hepatomegali dan splenomegali, turgor kulit buruk

3. Tanda-tanda vital dan laboratorium didapatkan , TD: 110/70 mmHg, N: 108x/I, S:

38,50 C, RR: 18x/i, Hb: 9,3 g/dL (N : 13,5-17,5 g/dL), Leukosit: 24000/mm3 (6000-

11000/mm3), Trombosit: 100.000 (150.000-400.000/mm3).

26

Page 27: ASKEP LEUKIMIA

3.3 Analisa Data

No.

Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS: - Klien mengatakan badannya terasa lemah.

- Klien mengatakan tidak nafsu makan.

- Klien mengatakan mual dan muntah.

DO: - Klien tampak gelisah.- Klien tampak pucat dan

lemah.- Turgor kulit jelek. - Mukosa bibir kering.- BB awal 55 kg.- BB sekarang 49 kg.- TB 160 cm. -Hepatomegali-Splenomegali- S: 38,50 C- Hb: 9,3 g/dL- Leukosit: 24000/mm3

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

27

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal

untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Infiltrasi Ekstramedular (Limpa

& Hati)

Splenomegali & Hepatomegali

Mendesak Lambung

Anoreksia, mual dan muntah

Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Page 28: ASKEP LEUKIMIA

2. DS: - Klien mengatakan pusing.- Klien mengatakan

badannya lemah.- Klien mengatakan

berkunang saat berdiri.- Klien mengatakan

mengalami tanda-tanda ini sejak 5 bulan terakhir.

DO: - Klien tampak lemah.- Klien tampak pucat.- Klien tampak anemis.- Aktivitas klien tampak

dibantu.- HB 9,3 g/dL- S: 38,50 C- Leukosit 24000/mm3.

Intoleransi aktivitas

28

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal

untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Akumulasi sel darah putih

sumsum tulang

Eritrosit ↓

Anemia

Sel kekurangan oksigen dan nutrisi

Intoleransi Aktivitas

Page 29: ASKEP LEUKIMIA

3. DS: - Klien mengatakan mual dan muntah

DO: - Turgor kulit buruk- Hb: 9,3 g/dL- Trombosit: 100.000/mm3

- Leukosit: 24000/mm3

Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan

29

Proliferasi sel kanker

Sel kanker bersaing dengan sel normal

untuk mendapatkan nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Akumulasi sel darah

putih sumsum tulang

Trombosit menurun

Trombositopenia

Akumulasi sel darah

putih sumsum tulang

Infiltrasi sel

medular

Hepatosplenomegali

Mendesak lambung

Risiko perdarahan

Mual, muntah

Aktual/risiko tinggi

penurunan volume cairan

Page 30: ASKEP LEUKIMIA

3.4 Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan malaise, anoreksia, mual, dan muntah.

Tujuan: Mengurangi mual dan muntahKriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan mual;

2. Melaporkan penurunan muntah;3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat;4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika

diindikasikan;5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab;6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.

Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi klien.

Setiap klien berespon secara berbeda terhadap makanan setelah kemoterapi, makanan kesukaan dapat meredakan mual dan muntah klien.

Cegah pandangan, bau, dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan.

Sensasi tidak menyenangkan dapat menstimulasi pusat mual dan muntah.

Gunakan distraksi, relaksasi, dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi.

Menurunkan ansietas yang dapat menunjang mual muntah.

Berikan antiemetik, sedatif, dan kostikosteroid yang diresepkan.

Kombinasi terapi obat berupaya untuk mengurangi mual muntah melalui kontrol berbagai faktor pencetus.

Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan.

Volume cairan yang adekuat akan mengencerkan kadar obat, mengurangi stimulasi reseptor muntah.

Berikan dukungan-dukungan kepada klien agar dapat menjaga personal hygene dengan baik.

Mengurangi rasa kecap yang tidak menyenangkan.

Berikan tindakan pereda nyeri jika diperlukan.

Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.Kriteria Hasil: 1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan;

2. Meningkatnya keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap;3. Istirahat ketika mengalami keletihan;4. Melaporkan dapat tidur lebih baik;5. Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas;6.Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang dianjurkan;

Berikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik.

Selama istirahat, energi dihemat dan tingkat energi diperbarui. Beberapa kali periode istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat dibandingkan satu kali periode istirahat yang panjang.

30

Page 31: ASKEP LEUKIMIA

Tingkatkan jam tidur total pada malam hari.

Tidur membantu untuk memulihkan tingkat energi.

Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi.

Pengaturan kembali aktivitas dapat mengurangi kehilangan energy dan mengurangi stressor.

Berikan masukan protein dan kalori yang adekuat.

Penipisan kalori dan protein menurunkan toleransi aktivitas.

Berikan dorongan untuk teknik relaksasi imajinasi.

Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis dapat menurunkan keletihan fisik.

Kolaborasi pemberian produk darah sesuai yang diresepkan.

Meningkatkan rasa nyaman akan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala yang dirasakan.

Diagnosa 3: Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah dan risiko perdarahan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam gangguan volume cairan dapat teratasiKriteria Hasil: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit

normal, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Laboratorium: nilai hematokrit meningkat.

Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)

Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan

Kaji sumber-sumber kehilangan Perdarahan harus dikendalikan, muntah dapat diatasi dengan obat-obat antiemetik

Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah

Kaji warna kulit, suhu, sianosis, dan nadi perifer

Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer

Kolaborasi:Pertahankan pemberian cairan secara intravena, jika memungkinkan berikan produk darah sesuai yang diresepkan

Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan

Monitor hasil pemeriksaan diagnostik: platelet, Hb/Hct, dan bekuan darah

Bila platelet <20.000/mm3 klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb/Hct berindikasi terhadap perdarahan

Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa)

Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan

31

Page 32: ASKEP LEUKIMIA

3.5 WOC Kasus

32

Kelainan kromosom, radiasi ionik, terpajan bahan-bahan kimia,

penggunaan obat imunosupresif

Proliferasi Sel Kanker

sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapat nutrisi

Infiltrasi

Sel normal diganti dengan sel kanker

Infiltrasi Extramedular

Akumulasi sel darah putih

sumsum tulang

Pembesaran limpa dan hati

Mendesak lambung

Anoreksia, mual, dan muntah

Gangguan pemenuhan

kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Anemia

Sel kekurangan oksigen dan

nutrisi

Intoleransi Aktivitas

Trombositopenia

Risiko perdarahan

Aktual/risiko tinggi penurunan

volume cairan

Page 33: ASKEP LEUKIMIA

3.6 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non FarmakologiA. Penatalaksanaan Farmakologi

Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan

setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien

leukemia adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia.

Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah

sakit. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin

memerlukan transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk

mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat

kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa

minggu.

B. Penatalaksanaan Non FarmakologiPenelitian lebih lanjut mengenai cara untuk mengatasi kanker salah satunya adalah

dengan menggunakan kulit manggis. Sebagai obat herbal kanker, kulit manggis memiliki

kemampuan istimewa mampu mendorong sel kanker melakukan bunuh diri.

Alfamangostin dan garsinon-E yang merupakan turunan dari senyawa xanthone mampu

menghambat proliferasi sel kanker dengan mengaktivasi enzim kaspase 3 & 9 yang

memicu apoptosis atau program bunuh diri sel kanker. Berdasarkan hasil dari beberapa

penelitian, mangostin dan metanol pada ekstrak kulit manggis mempunyai potensi

sebagai kemopreventif (mencegah inisiasi, menghambat perkembangan) terhadap kanker.

Cara untuk mengolah kulit manggis yaitu gunakan sendok untuk mengeruk bagian

dalam kulit yang sudah dibersihkan, dan pisahkan dari kulit keras di bagian luarnya.

Setelah itu, dinginkan di dalam lemari pendingin jika hendak disimpan hingga jumlahnya

mencukupi. Lalu, campur dengan ethanol dan air dengan perbandingan 1:2 dan hancurkan

dengan blender. Endapkan selama 24 jam, setelah itu saring untuk memisahkan ampas

dengan ekstrak xanthone kulit manggis. Lalu campurkan xanthone dengan rosela dan

madu dipanaskan dengan suhu 90-95 derajat celsius selama 10 menit untuk menguapkan

ethanol. Setelah itu, dinginkan dengan suhu kamar lalu campurkan dengan flavor anggur

atau apel. Lalu xanthone siap untuk dinikmati dengan dicampur air.

Penderita leukemia sering mengalami nyeri akibat proliferasi dan infiltrasi sel-sel

kanker. Untuk mengatasi nyeri, dapat dilakukan teknik meditasi seperti yoga.

33

Page 34: ASKEP LEUKIMIA

3.7 Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan Leukemia dengan benar dan tepat.

34

Page 35: ASKEP LEUKIMIA

DAFTAR PUSTAKA

Bloom & Fawcett, D.W. 2002. Buku ajar histology. Jakarta: EGC

Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning

Cui, D. 2011. Atlas of histology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Goldsmith, C. 2012. Leukemia. Minneapolis: USA Today

Green, J.H. 2009. Fisiologi kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara

Handayani,W. & Haribowo, A.S. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Mehta, A. & Hoffbrand, V. 2008. At a glance hematologi. Jakarta: Erlangga

Mescher, A.L. 2011. Histologi dasar Junqueira. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. 2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

Sudoyo, A.W dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing

Wong, D.L dkk. 2009.Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC

35