LEUKIMIA RADIOLOGI

58
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat. 1 Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; jantung, kanker, diabetes, hipertensi, gagal ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola penyakit 1

description

vhvh

Transcript of LEUKIMIA RADIOLOGI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia pembangunan nasional.

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat.1

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan

industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup

masyarakat serta situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi

makan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran atau

polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi

kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin

meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; jantung, kanker,

diabetes, hipertensi, gagal ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola

penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi,

yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit

non-infeksi (degeneratif).2

Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker

merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruH dunia. World

Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang

meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015.3

1

Salah satu jenis kanker yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih

abnormal dalam sumsum tulang adalah leukemia.4 Menurut WHO (2002)

leukemia terjadi hampir di seluruh dunia. Registrasi kanker telah mencatat

sekitar 250.000 kasus baru per tahun dengan CFR 76%. Dari 100.000 kasus

baru kanker, Leukemia Mielositik Akut (LMA) sekitar 2,5%, sementara

Leukemia Limfositik Akut (LMA) adalah sekitar 1,3%.5

Hasil penelitian Simamora (2009), melaporkan bahwa di RSUP H.

Adam Malik Medan tahun 2004-2007 tercatat 162 penderita leukemia,

Leukemia Limfositik Akut (LLA) 87%; Leukemia Granulositik/Mielositik

Akut (LGA/LMA) 6,2%; Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

(LGK/LMK) 2,5%, dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) 4,3%.6

Data yang diperoleh dari rekam medik di RSU Dr. Pirngadi Medan

tahun 2005-2009 ditemukan penderita leukemia rawat inap sebanyak 116

orang. Rincian tiap tahun yaitu pada tahun 2005 jumlah penderita 27 orang,

tahun 2006 jumlah penderita 25 orang, tahun 2007 jumlah penderita 20 orang,

tahun 2008 jumlah penderita 26 orang, dan tahun 2009 jumlah penderita 18

orang.

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Leukemia

Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah

putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan

diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.7

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik

pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang

normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga

akan menimbulkan gejala klinis.8 Keganasan hematologik ini adalah akibat

dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai

tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif

kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia

beredar secara sistemik.9

Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering

disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang

berlebihan,10 dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah

putih sirkulasinya meninggi.11

3

2.2. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23,

yaitu berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah

sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.7

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel

darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit

polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).12

2.2.1. Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula

sitoplasma. Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan

pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan

basofil.13

a. Neutrofil

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap

invasi oleh bakteri,14 sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini

sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan

bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.13

Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-

kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik

halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit

terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda

pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah

4

muda.26 (gambar 2.3. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran

1000x).15

Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak,

mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.13 Neutrofil merupakan

sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan

jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu

neutrofil mati.12

b. Eosinofil

Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan

meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil

memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar.13 Sel granulanya

berwarna merah sampai merah jingga.7 (gambar 2.4. hapusan

sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).15

Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar

hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat

eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya.14

Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil,

hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.12

c. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya

yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki

sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan

5

berwarna keunguan sampai hitam.13 (gambar 2.5. hapusan sumsum

tulang dengan perbesaran 1000x).15

Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung

histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera

dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah

intravaskular.13

2.2.2. Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.

Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.13

a. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah

neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi

dalam reaksi imunitas.13 Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval

yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna

biru.7 (gambar 2.6. hapusan sumsum tulang dengan perbesaran

1000x).15

Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B.

Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam

timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-

folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas

respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif

antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,

berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan

6

imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons

kekebalan hormonal.7

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-

8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam

darah.12 Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,

protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai

bintik-bintik sedikit kemerahan.16 (gambar 2.7. hapusan sumsum

tulang dengan perbesaran 1000x).15

Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif,

membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan

mikroorganisme.13

Gambar 2.1 . Sel Darah Putih Gambar 2.2. Leukimia

7

Granulosit

Gambar 2.3 Netrofil Gambar 2.4 Eosinofil

Gambar 2.5 Basofil

Agranulosit

Gambar 2.6 Limfosit Gambar 2.7 Monosit

8

2.3. Patofisiologi

Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan

tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,

dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan

produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka

terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.

Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh

terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada

sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk

menyuplai oksigen pada jaringan.17

Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi

kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan

kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau

menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk

translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi

ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan

perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi

sel abnormal.7

Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel

darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah

keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali

bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi

9

kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga

sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.

Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan

tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini

juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar

getah bening, ginjal, dan otak.18

2.4. Klasifikasi Leukemia

Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel

dan tipe sel asal yaitu :19

2.4.1. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang

berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah

abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ

lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa

pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.20

a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya

proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik

yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)

dan kegagalan organ.8

LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada

umur dewasa (18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya

10

pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan

hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh

kegagalan dari sumsum tulang.8 (gambar 2.8. hapusan sumsum

tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15

Gambar 2.8. Leukemia Limfositik Akut

b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem

hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid.

LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering

terjadi.19

LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih

sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-

anak (15%).20 Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa

1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak

diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.7 (gambar 2.8. hapusan

sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15

11

Gambar 2.9. Leukemia Mielositik Akut

2.4.2. Leukemia Kronik

Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai

proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi

karena keganasan hematologi.11

a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada

limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan

akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang

berumur panjang.21 (gambar 2.8. a dan b. hapusan sumsum tulang

dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).15

LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang

menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan

perbandingan 2:1 untuk laki-laki.22

12

a b

Gambar 2.10. Leukemia Limfositik Kronik

b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)

LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai

dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang

relatif matang.21 LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling

sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).

Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom

philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.22

(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a.

perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).15

Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah

memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi

berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa

mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel

darah merah yang amat kurang.10

13

Gambar 2.11. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

2.5. Epidemiologi

2.5.1. Distribusi Frekuensi Leukemia

a. Berdasarkan Orang

1. Umur

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di

Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008,

penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak.

Biasanya jenis leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan

LLK sedangkan LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.5

Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun2004-

2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-

anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun

7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.6

14

2. Jenis Kelamin

Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-

laki dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari

57% kasus baru leukemia pada laki-laki.5 Berdasarkan laporan dari

Surveillance Epidemiology And End Result (SEER) di Amerika tahun

2009, kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki daripada perempuan

dengan perbandingan 57,22%:42,77%.23

Menurut penelitian Simamora (2009) di RSUP H. Adam Malik

Medan, proporsi penderita leukemia berdasarkan jenis kelamin lebih

tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (58%:42%).6

3. Ras

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009),

leukemia merupakan salah satu dari 15 penyakit kanker yang sering

terjadi dalam semua ras atau etnis. Insiden leukemia paling tinggi

terjadi pada ras kulit putih (12,8 per 100.000) dan paling rendah pada

suku Indian Amerika/penduduk asli Alaska (7,0 per 100.000).5

b. Berdasarkan Tempat dan Waktu

Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus

leukemia di Amerika Serikat, 18.059 kasus diantaranya pada laki-laki

(55,37%) dan 14.557 kasus lainnya pada perempuan (44,63%). Pada tahun

yang sama 21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR 66,58%).24

15

LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di

Indonesia yaitu 25-20% dari leukemia. IR LMK di negara barat adalah 1-

1,4 per 100.000 per tahun.19

2.5.2. Determinan Penyakit Leukemia

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga

kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu

lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.

a. Host

1. Umur, Jenis Kelamin, dan Ras

Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut

umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada

anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA

terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak

ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan

pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).22 Insiden leukemia

lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat

insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)

dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.5

Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis

kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika

Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan

terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling

16

sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak,

hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.25

2. Faktor Genetik

Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down

adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada

kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden

leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan

kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis

Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,

sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom

trisomi D.19

Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden

leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk

mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4

kali.8 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar

identik.4

b. Agent

1. Virus

Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan

leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang

mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia

yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah

penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di

17

dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA

yang menyebabkan leukemia pada binatang.19

Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan

etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia)

dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop

elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus

leukemia/limfoma sel T.

2. Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling

jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan

LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.

Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli

radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih

besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut.

Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah

ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan

LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5

sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga

dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan

sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih

banyak.10

18

3. Zat Kimia

Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida,

kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko

terkena leukemia.7 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi

penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa

menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.8

4. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk

berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen

yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.8

Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang

merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya

merokok.5

2.6. Gejala Klinis

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,

trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi,

hipermetabolisme.26

2.6.1. Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan

kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia

(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan

perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan

19

sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada

sternum, tibia dan femur.21

2.6.2. Leukemia Mielositik Akut

Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi

yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan

biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.

Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari

100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas,

nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan

metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.19

2.6.3. Leukemia Limfositik Kronik

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita

LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati

generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu

hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau

olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan

dengan perjalanan penyakitnya.19

2.6.4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase

krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa

cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat

badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi

20

ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis

dan demam yang disertai infeksi.10

2.7. Pencegahan

2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat

menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu

terjadi.27

a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif

Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan

pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi.

Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan menggunakan

baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan

pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan

memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin

sesuai kebutuhan klinis.27

b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar

dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat

dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi

mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja

dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat kimia

tersebut.27

21

c. Mengurangi Frekuensi Merokok

Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat

agar dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat

kasus LMA disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan

memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa

menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA).28

d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan

menikah. Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-

masing calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau

salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga

yang menderita sindrom Down atau kelainan gen lainnya,

dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadi pasangan

tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau tidak.28

2.7.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan

perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke

arah kerusakan atau ketidakmampuan.27 Dapat dilakukan dengan cara

mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat.29

a. Diagnosis Dini

22

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan

splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan

tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita

LMA ditemukan hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-

kadang ada gangguan penglihatan yang disebabkan adanya

perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK

ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia,

gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan,

berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada

LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada

90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan pada tulang

dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat purpura,

perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan

kadang-kadang priapismus.25

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan

pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang.

a) Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan

leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).48

Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan

trombosit.19 Pada penderita LLK ditemukan limfositosis

23

lebih dari 50.000/mm3,30 sedangkan pada penderita

LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.7

b) Pemeriksaan Sumsum Tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita

leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir

semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),

terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel

yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast

minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.9

penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh

limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.

Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan

limfosit B.29 Sedangkan pada penderita LGK/LMK

ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah

megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah

granulosit lebih dari 30.000/mm3.6

c) Pemeriksaan Radiologi

Perubahan radiologis dari leukemia paling sering

ditemukan pada anak dari pada orang dewasa (50% : 10%).

Hal ini mungkin akibat sum-sum merah pada anak lebih

banyak daripada orang dewasa walaupun gambaran

kelainan radiologis dari leukemia sering muncul menyusul

gambaran klinis.

24

Gambaran kelainan Radiologi Leukemia adalah khas

dan dapat dibagi menjadi beberapa pola :

1) Metaphyseal Translucency

- Terdapat pada 90% kasus dan mengenai area yang

paling cepat pertumbuhannya dan sangat kaya akan

vaskuler (lutut, ankle, pergelangan tangan, bahu,

panggul dan vertebra).

- Terlihat sebagai bahan radiolusen yang mulainya tipis

dan tdk lengkap namun dgn cepat berkembang

sampai melintasi seluruh bagian metafisis.

2) Metafisial Eroion

- pada awalnya terjadi pada sisi medial ujung proksimal

humerus dan tibia

- lesi-lesi osteolitik dapat terlihat pada 50% kasus

- terutama mengenai tulang panjang namun dapat

mengenai semua tulang kerangka badan. Reaksi

periosteal dpt terjadi biasanya tdpt diatas lesi yang ada

dan terlihat sbg elevasi periostium oleh jaringan

leukemia

- Lesi osteosklerotik didaerah metafisis (hal ini jarang

ditemukan)

Gambaran radiologi kelainan ginjal pd leukemia :

- Pembesaran ginjal bilateral

25

- Elongasi calyceal system

Gambaran radiologi kelainan toraks pd leukemia :

- Pembesaran kelenjar getah bening, hilus dan

mediastinum

- Terdapat infiltrat nonspesifik yang disebabkan

deposit

leukemik/infeksi sekunder.

Tulang sedikit osteoporotik dan terlihat adanya band

radiolusen di daerah ujung distal femur dan ujung

proksimal tibia

26

Terlihat adanya band radiolusen pada ujung metafisial dari

tulang panjang

Terlihat adanya band radiolusen dengan densitas tulang yg

berkurang serta bgn yg radioopak di daerah metafisis

Terlihat adanya destruksi dari korteks dan medulla tulang

distal femur dan proksimal tibia

27

Tampak adanya lesi korteks tulang femur kanan sepertiga

distal dengan sum-sum tulang yang mengalami proliferasi

sel-sel leukemia

Terlihat adanya trabekulasi tulang yang kasar pada tulang

tulang Pergelangan tangan dan tangan disertai band yang

radiolusen melintas di ujung distal radius dan ulna

28

Lesi lesi radiolusen di daerah metafisial yang lanjut

disertai adanya pembentukan periosteal yang baru

Infiltrasi meduler yang luas di humerus dan scapuladengan

erosi korteks

b. Penatalaksanaan Medis

1. Kemoterapi

a) Kemoterapi Pada Penderita LLA

29

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap,

meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua

orang.

1) Tahap 1 (Terapi Induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah

untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam

darah dan sumsum tulang.17 Terapi induksi kemoterapi

biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang

panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah

normal dalam proses membunuh sel leukemia.4 Pada tahap

ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu

daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.8

2) Tahap 2 (Terapi Konsolidasi/ Intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan

terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi

sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga

timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini

dilakukan setelah 6 bulan kemudian.10

3) Tahap 3 (Profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah

kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam

tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.17

Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang

30

berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi

radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan

sistem saraf pusat.4

4) Tahap 4 (Pemeliharaan Jangka Panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan

masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3

tahun.17

Angka harapan hidup yang membaik dengan

pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat

mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar

80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya

mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai

dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum

tulang dan SSP.7

b) Kemoterapi Pada Penderita LMA10

1) Fase Induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang

intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia

secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.

Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-

sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat

dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi

menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

31

2) Fase Konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari

fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari

beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan

jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang

digunakan pada fase induksi.

Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%,

tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat

hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.7

c) Kemoterapi Pada Penderita LLK

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena

menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu sistem

penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:9

- Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

- Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.

- Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.

- Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).

- Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia

<100.000/mm3 dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa,

kelenjar.10

Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena

tujuan terapi bersifat konvensional, terutama untuk

32

mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada

penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup.

Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah

pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan

kemoterapi intensif.4

Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun

dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien

dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10

tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV

rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.20

d) Kemoterapi Pada Penderita LGK/LMK

- Fase Kronik

Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan

yag mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka

waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang

intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang

tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum

tulang.22

- Fase Akselerasi,

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons

sangat rendah.

2. Radioterapi

33

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk

membunuh sel-sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan

terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat

menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang

atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.

Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat

keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah

bening setempat.10

3. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti

sumsum tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat.

Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi

kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum

tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak

karena kanker.30 Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80%

angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam

waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human

Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai.20

Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada

penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan

dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan

respon terhadap pengobatan.18

4. Terapi Suportif

34

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat

yag ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping

obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan

keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan

dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.22

2.7.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi

perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak

berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif.27

Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh

tenaga medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang

diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan

kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit.

Selain itu perbaikan di bidang psikologi, sosial dan spiritual.

Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.25

35

BAB III

SIMPULAN

Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada

satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan

tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan

gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang

disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik

sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum

tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.

Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah

putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan

agranulosit (leukosit mononuklear).

Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel

dan tipe sel asal yaitu : Leukemia Akut (Leukemia Limfositik Akut (LLA),

Leukemia Mielositik Akut (LMA)), dan Leukemia Kronik (Leukemia Limfositik

Kronis (LLK), Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)).

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 1992. Undang-Undang Kesehatan (UU RI No. 23 Tahun 1992

Tentang Kesehatan). Indonesian Legal Center Publishing. Jakarta

2. Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara

3. Depkes RI., 2009. Peringatan Hari Kanker Se-dunia. http://www.depkes.go.id

4. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., 1996. Kapita Selekta Haematologi. Edisi 2.

EGC. Jakarta

5. Hadi N., Moezzi M., Aminlari A., 2008. A Case Control Study Acute

Leukemia Risk Factors in Adults, Shiraz, Iran. Shiraz E-Medical Journal.

Volume 9, No.1, January 2008

6. Simamora, I., 2009. Karakteristik Penderita Leukemia Rawat Inap di RSUP

H. Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Skripsi FKM USU

7. Price S. A.,Wilson L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. EGC. Jakarta

8. Soegijanto, S., 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di

Indonesia. Airlangga. Surabaya

9. Bakti, M.I., 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Jakarta

10. Sudoyo, A.W., et al., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI.

Jakarta

37

11. Murwani, A., 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia Press.

Jogjakarta

12. Junqueira, L. C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 1998. Histologi Dasar. Edisi 8.

EGC. Jakarta

13. Sloane, E., 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC. JakartA

14. Fawcett, D. W., 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. EGC. Jakarta

15. Kyoto University, 1996. Atlas Hematology. http://aids.med.nagoya-u.ac.jp

16. Syaifuddin, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi II.

EGC. Jakarta

17. Mayo clinic Staff, 2008. Treatments and drugs. http://www.mayoclinic.com

18. Media Informasi Obat Penyakit, 2005. Info Penyakit Leukemia

http://www.medicastore.com

19. Handayani, W., Haribowa, A. S., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta

20. Bakta, I.M., Suastika, K., 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.

EGC. Jakarta

21. Tierney, L.M., Phee S.J., Papadakis, M.A., 2003. Diagnosis dan Terapi

Kedokteran Penyakit Dalam. Salemba Medika. Jakarta

22. Thomson, A.D., Cotton, R.E., 1997. Catatan Kuliah Patologi. EGC. Jakarta

38

23. Surveillance Epidemiology and End Result, 2009. Incidence and Mortality.

http://seer.cancer.gov

24. CDC, 2009. Leukemia Statistics. http://www.cdc.gov/uscs

25. Supandiman, Iman. 1997. Hematologi Klinik. Penerbit Alumni. Bandung

26. Lee, et al., 2009. Gender and ethnic differences in chronic myelogenous

leukemia prognosis and treatment response. Journal of Hematology &

Oncology 2009. 2:30

27. Timmreck, Thomas C., 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. EGC.

Jakarta

28. Fayed L., 2006. Leukemia Prevention. http://cancer.about.com

29. Budiarto E., Anggraini D., 2002. Pengantar Epidemiologi. EGC. Jakarta

30. Mansjoer, Arief., et al., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta

39