Askep Leukimia Limfosit Kronis 3
-
Upload
erny-puzz-meong -
Category
Documents
-
view
248 -
download
3
Transcript of Askep Leukimia Limfosit Kronis 3
ASKEP LEUKIMIA LIMFOSIT KRONIS
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Leukimia limfosit kronik merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70
tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit. . Leukemia tergolong kronis bila ditemukan
ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah
bening.
Leukemia limfositik kronis (LLK) adalah jenis kanker darah dan sumsum tulang –
jaringan kenyal di dalam tulang tempat sel darah dibuat. Pengertian Kronis dalam leukemia
limfositik kronis berasal dari kenyataan bahwa biasanya berkembang lebih lambat dibandingkan
dengan jenis leukemia lainnya . Istilah “limfositik” pada leukemia limfositik kronis berasal dari
sel-sel yang terkena penyakit – sekelompok sel darah putih yang disebut limfosit, yang
membantu memerangi infeksi tubuh Anda.
B. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat),
infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus
leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-
lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti
neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia.
Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit
dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen
jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini
diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab
leukemia tidak dapat diabaikan.
C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya
kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut
kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah
tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel
darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia
akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah
sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan
vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi
kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia
limfositik. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar
getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.Masuknya
limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi
anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas
antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya
melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan
jaringan tubuh yang normal.
PATHWAY
Virus, bahan kimia, obat
Mempengaruhi sumsum tulang belakang
Kerusakan sumsum tulang belakang
Leukemia mempengaruhi sel limfosit
Anemia
Kadar Hb menurun
Tubuh kekurangan O2
Tidak mampu memasukan dan mencerna makanan
Penurunan leukosit
Daya tahan tubuh menurun
Trombosit menurun
Terjadi perdarahan
RESIKO INFEKSI
KTIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
Epistaxis, petekia
KURANG PENGETAHUAN
HIPERTERMI
Kelemahan fisik
INTOLERANSI AKTIVITAS
Limfosit matang yang ganas di kelenjar getah bening
Penyebaran limfosit ke hati dan limpa
Pembesaran hati dan limpa
Distensi abdomen
Kurang terpajannya informasi
NYERIAKUT
Limfosit masuk BM
Pergeseran sel-sel normal
Leukemia limfosit
Leukemia
Ploriferasi sel pembuat darah bersifat sistemik
D. Gejala klinis
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya
hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan
tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat
bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi,
hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan
dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
.
E. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang
kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan
gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom
yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
1. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
2. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a)
3. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
4. Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom
normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan
pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya
didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga
diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan
terlihat adanya sel patologis
F. Penatalaksanaan
1. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
a. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
1) Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi
perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
2) Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada
kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
1) Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut
sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-
sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi
gejala-gajala yang tampak.
2) Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak
diri lagi.
3) Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
4) Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
2. fase Pelaksanaan Kemoterapi:
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid
(prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda
kuurang dari 5%.
b. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal
untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi
jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum
tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
G. Prognosis
Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan. Prognosisnya ditentukan oleh stadium
penyakit.
Penentuan stadium berdasarkan kepada beberapa faktor, seperti:
1. jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang
2. ukuran hati dan limpa
3. ada atau tidak adanya anemia
4. jumlah trombosit.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
d. Riwayat kesehatan yang lalu.
e. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan
leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan pengihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran
nodus limfe, limpa atau hati.
B. DIAGNOSA
1. Hipertermi berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh ditandai dengan suhu tubuh
meningkat
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien meringis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu
memasukan dan mencerna makanan ditandai dengan pasien tidak mampu mengunyah dan
menelan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen ditandai dengan pasien tidur dan semua ADL(activity daily live) dibantu.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan leukosit yang menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh
6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya,
menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam mengikuti instruksi/pencegahan komplikasi.
C. INTERVENSI
1. DX 1: Hipertermi berhubungan dengan menurunnya daya tahan tubuh ditandai dengan suhu
tubuh meningkat
Tujuan dan criteria hasil: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
suhu tubuh pasien normal dengan criteria hasil
- Suhu tubuh antara (36 – 37)0C
Intervensi :
a. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat
mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau
sesuai indikasi.
Rasionla : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. DX 2 : Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan pasien meringis
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang/hilang dengan kriteria hasil:
- Klien melaporan nyeri bekurang atau hilang skala (3-1)
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
Intervensi
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Rasional : Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga
tentang cara menghadapinya
Rasional : Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi
c. Ajarkan tenik ROM
Rasional : Untuk melancarkan peredaran darah sehingga nyeri berkurang
d. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik
atau nonton TV
Rasional : Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri
3. DX 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adanya pengangkut nutrisi ke sel ditandai dengan pasien terlihat lemas
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan criteria hasil:
-Pasien tidak lemas
-Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
4. DX 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen ditandai dengan pasien tidur dan semua ADL(activity daily live) dibantu.
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
aktivitas terlaksana dengan criteria hasil : -ADL mandiri
Intervensi :
a. Kaji tingkat kebutuhan pemenuhan ADL klien.
Rasionalisasi : mengetahui tingkat kebutuhan ADL klien.
b. Bantu pasien dalam memenuhi aktivitasnya
Rasional : memudahkan pasien melakukan ADL
c. HE pentingnya istirahat total untuk kesembuhan
Rasional : memberi pengetahuan kepada keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas ADL
d. Mobilisasi secara bertahap bila keadaan sudah memungkinkan/bebas panas 3 hari
Rasional : melatih pemenuhan ADL secara mandiri
5. DX 5 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan leukosit yang menyebabkan penurunan
daya tahan tubuh
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan
pasien dapat mencegah/menurunkan resiko infeksi dengan criteria hasil:
-Pasien menunjukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan linkungan untuk
meningkatkan penyembuhan
Intervensi
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : melindungi dari sumber potensial pathogen/infeksi
b. Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua petugas dan pengunjung.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.
c. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
Rasional : hipertermia lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi, dan demam (tak berhubungan
dengan obat atau produk darah) terjadi pada kebanyakan pasien leukemia. C
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan.
Rasional : membantu menurunkan demam, yang menambah ketidakseimbangan cairan,
ketidaknyamanan, dan komplikasi SSP.
e. Dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, batuk.
Rasional :mencegah stasis secret pernafasan, menurunkan resiko atelektasis/pneumonia.
f. Auskultasi bunyi napas, perhatikan gemericik, ronki : inspeksi sekresi terhadap perubahan
karakteristik, contoh peningkatan produksi sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan
berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
Rasional : intervensi dini penting untuk mencegah sepsis/septisemia pada individu imunosupresi.
g. Inpeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus: luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan
antibacterial.
Rasional : mengindikasikan infeksi local, catatan : luka terbuka dapat tidak menghasilkan pus
karena insufisiensi jumlah granulosit.
h. Inpeksi membrane mukosa mulut. Berikan bersihkan mulut baik. Gunakan sikat gigi halus
untuk perawatan mulut sering.
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisma.
6. DX 6 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering
bertanya, menyatakan masalahnya, dan tidak akurat dalam mengikuti instruksi/pencegahan
komplikasi.
Tujuan dan criteria hasil : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya dengan criteria hasil:
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses kesembuhan
d. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota
keluarga yang sakit.
Rasional : perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan
penting untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
e. Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan
dari tindakan yang dilakukan.
D. IMPLEMENTASI
SESUAI DENGAN INTERVENSI
E. EVALUASI
1. DX 1: - Suhu tubuh antara (36 – 37)0C
2. DX 2: -Klien melaporan nyeri bekurang atau hilang skala (3-1)
-Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
3. DX 3: -Pasien tidak lemas
-Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan berat badan yang seimbang.
4. DX 4: -ADL mandiri
5. DX 5: -Pasien menunjukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan linkungan
untuk meningkatkan penyembuhan
6. DX 6: - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Carpenito-moyet,Lynda Juall,2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Santosa,Budi,2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.Prima Medika.
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-dengan-leukemia/.
Browsing tanggal 1 september 2012
Leukemia Limfositik Akut pada Anak
3 Votes
PENDAHULUAN
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan leukemia yang sering terjadi pada anak-anak.
Insiden LLA berkisar 2-3/100.000 panduduk. Pada anak-anak, insidennya kira-kira 82%,
sedangkan pada dewasa 18%. Dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua kanker yg mengenai anak-anak di
bawah umur 15th. Insiden tertinggi pada anak usia antara 3-5th.(1,3,5)
DEFINISI
Leukemia limfositik akut adalah suatu penyakit yang berakibat fatal. Dimana sel-sel yang dalam
keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas, dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal dalam sumsum tulang.(1,5)
ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit ini belum jelas. Diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkogenik).
Faktor lain yang turut berperan adalah:
1. faktor eksogen: seperti sinar x, sinar radio aktif, hormon, bahan kimia, infeksi ( virus dan
bakteri).
2. faktor endogen: seperti ras, faktor konstitusi ( kelainan kromosom, herediter).(1,2,3,4,5)
LLA di klasifikasikan menurut FAB (French-American-British)(3,4)
L1 L2 L3
Ukuran sel blas kecil besar Besar
homogen heterogon Homogen
Bentuk inti teratur Tidak teratur Teratur
bulat melekuk Bulat/lonjong
Anak inti Samar/tidak ada 1/ lebih 1/ lebih
Tidak jelas jelas Sangat jelas
sitoplasma sedikit Banyak, basofilik Banyak, bervakuol
PATOGENESIS
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya ( virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen
tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk kedalam tubuh manusia seandainya
struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Begitu juga kebalikannya. Jika
antigen manusia dan virus tidak sama, maka virus akan ditolaknya. Oleh WHO, terhadap antigen
jaringan telah ditetapkan istilah HLA ( Human leucocyte Locus A). sistem HLA individu ini
diturunkan menurut hukum genetika. Sehingga peranan ras dan keluarga dalam etiologi leukemia
tidak dapat diabaikan.(1)
GEJALA KLINIS
1. pucat dan cepat merasa lelah.
2. infeksi berulang.
3. pendarahan.
4. nyeri tulang dan sendi.
5. penurunan berat badan.
6. limfadenopati, hepatosplenomegali.(1,2,3,4,5)
DIAGNOSIS
Dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan
sumsum tulang atau limpa. Pada stadium dini, limpa mungkin tidak membesar, bahkan gambaran
darah tepi masih normal, dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau tanpa
trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnostik.(1,2,3,4,5)
PENGOBATAN
1. transfusi darah.
2. kortikosteroid.
3. sitostatika.
4. pasien diisolasikan.
5. imunoterapi. (1,2,3,4,5)
PROGNOSIS
Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal. Kematian biasanya disebabkan
oleh pendarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis). (1)
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan
setelah penyakitnya terdiagnosis, dan lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan
setelah menjalani kemoterapi awal. 50% anak-anak tidak memprlihatkan tanda-tanda leukemia
dalam 5 tahun pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid
I.FKUI.Jakarta .1985;469-487.
2. Mansjoer A, dkk. Hematologi anak. Dalam: kapita selekta kedokteran. Edisi III jilid II.
FKUI.Jakarta.2000; 495-496.
3. Isbister James, dkk. Terjemahan Hematologi Klinik. Hipokrates.Jakarta.1999.
4. Hoffbrand .A. V. Terjemahan Haematologi (Esensial Hematology). EGC. Jakarta. 1999.
5. http//www.medicastore.com
TINJAUAN TEORITIS
2.1 ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum
tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah sekitar 7%-
10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah terdiri dari atas 2 komponen utama,
yaitu sebagai berikut.
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit,dan protein
darah.
2. Butir- butir darah (blood corpuscles), yang terdiri dari komponen-komponen berikut ini.
Eritrosit : sel darah merah (SDM- red blood cell)
Leukosit : sel darah putih (SDP- white blood cell)
Trombosit : butir pembeku darah – platelet.
2.2 STRUKTUR DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Pada keadaan normal, darah manusia mengandung 4000 - 11.000 sel darah putih per
mikroliter. Dari jumlah tersebut, jumlah tersebut, jumlah sel terbanyak adalah granulosit
(leukosit polimorfonukleus, PMN). Sel granulosit muda memiliki inti berbentuk seperti kuda,
yang akan berubah menjadi multilobular dengan bertambahnya umur sel. Sebagian besar sel
tersebut mengandung granula neutrofilik (neutrofil), namun sebagian kecil mengandung granula
yang dapat diwarnai dengan zat warna asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula
basofilik (basofil). Dua jenis sel yang lazim ditemukan dalam darah tepi adalah limfosit, yang
memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, dan monosit, yang mengandung banyak
sitoplasma tak berglanula dan mempunyai inti yang berbentuk ginjal. Kerja sama sel tersebut
menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap bebagai tumor, infeksi virus,
bakteri, dan parasit (Ganong,2008).
Fungsi Sel Darah Putih adalah sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat
pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut/ membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di dalam
pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit
disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan
lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam
kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan
penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 11.000/mm3 disebut leukositosis
dan kurang dari 4000mm3 disebut leukopenia.
Macam-macam leukosit secara jelas meliputi :
1. Agranulosit. Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
a. Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya
ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya terdapat granula dan intinya besar,
banyaknya 20%-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam
jaringan tubuh.
b. Monosit. Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai
fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna
biru sedikit abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang,
warnanya lembayung muda.
2. Granulosit disebut juga leukosit granular terdiri dari :
a. Neutrofil atau polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti
terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60%-70%.
b. Eusinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar , banyaknya 24%.
c. Basofil, sel ini kecil dari eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam
protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya setengah bagian sumsum merah,
fungsinya tidak diketahui (Syaifuddin,2006).
2.3 LEUKEMIA
1. DEFINISI
Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”,
adalah penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik
(Price, 1994).
Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah, sumsum tulang,
dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
(sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998).
Leukemia merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang
menyebabkan penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia dengan akumulasi sel
abnormal pada darah tepi dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan
gonad oleh sel leukemi (Underwood, 1999).
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus
limfatikus dan invasi organ nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan
kulit (Smeltzer, 2001).
Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami pembelahan yang
berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang sel-sel darah putih. Akibatnya
fungsi sel darah putih terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat terdesak karena pertumbuhan
yang berlebihan ini jumlah sel darah merah menurun (Irianto,2004).
Leukemia (kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai pertambahan jumlah sel
darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah
putihnya tidak normal (Yatim, 2003).
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
dari sel darah putih (Handayani, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah suatu penyakit
sistem hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang berlebihan dan tidak normal pada sel
darah putih yang mengakibatkan fungsi sel darah putih terganggu.
2.4 KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel :
Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
Kronis (lebih banyak sel dewasa)
2. Tipe-tipe sel asal
Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer. Maturitas sel
dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga disebut
leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena;
insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi.
2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau leukemia
granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem mieloid. Namun, lebih
banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95%
pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya
meningkat sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
- adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom abnormal yang
ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
- Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar
mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian sering terjadi
dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi selama krisis
blast.
3. LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,dengan
puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang terjadi.
4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit ini
sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi
limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut
French-American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
L-1 pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel
heterogen
L-3 Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
Leukemia Mieloblastik Akut
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan dengan
pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated intravascular coagulation).
Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
Leukemia megakariositik.
2.5 ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal
tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :
Terinfeksi virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia pada
hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari sampel serum penderita leukemia
sel T.
Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan
peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari
saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi yang meningkat sampai 20% pada
kembar monozigot (identik).
Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down,
kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
Faktor lingkungan.
- Radiasi. Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-
tahun kemudian.
- Zat Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khususnya agen-agen alkil.
Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun
kemoterapi.
2.6 PATOFISIOLOGI
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia jika
struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak
sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada benda asing lain.
Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit
dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan ). Oleh
WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte Lucos A).
Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya peranan faktor
ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya
kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut
kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah
tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel
darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis dan
turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan
penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow failure, infiltrasi sel leukemia ke
dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi
keadaan hiperkatabolik.
2.8 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
Pucat
Panas
Splenomegali
Hepatomegali
Limfadenopati
Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
Gejala yang tidak khas
Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
Lesi purpura pada kulit
Efusi pleura
kejang
Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah trombosit.
Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan : nyeri akibat
pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemi meningeal (sering terjadi pada
leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang belakang.
Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan gejalanya lebih
ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
Limpa sering membesar.
Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan menggangu
perkembangan sel normal. Akibatnya:
Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit, sel darah merah,
dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya dapat rendah
atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada LLA daripada
jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
- Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
- Sakit kepala
- Muntah karena keterlibatan meninges, dan
- Nyeri tulang.
Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada saat penanganan
fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi adanya :
Anemia
Infeksi
Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyabab utama
kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia dan masalah gastroentestinal merupakan komplikasi
lain.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia).
Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia (bintik perdarahan
kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum di permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami
perdarahan berat jika jumah trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3 darah. Dengan
alasan tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam
infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan derajat netropenia, sehingga
jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi
imum mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan
meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal
dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi
asam urat dan pembentukan batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke oran abdominal
selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi
mukosa mulut.
2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi menoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gajala patognomik untuk
leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat , hipogamaglobinea. Dari
pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang menoton, yaitu hanya terdiri dari
sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pada LMA selain
gambaran yang menoton, terlihat pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang
memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang
bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan sel
batang).
b. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan
limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
c. Pungsi Sumsum Tulang
Pungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang
bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan
bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk
pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum
tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior
(SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih
dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
d. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti suatu leukemia meningeal.
Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi
maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal
secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial
meninggi.
e. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21
(kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan
berupa:
Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a).
Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.
Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal; dari bentuk yang sengat besar sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau
terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan
mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.
2.11 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN PENUNJANG
a. Penetalaksanaan Medis
Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-
tanda DIC dapat diberikan heparin
Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin
(daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek
samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/ steril).
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang
terbaru masih dalam pengembangan).
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi
prnsipnya sama, yaitu dengan pola dasar :
1. Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut sampai sel blas
dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan
sitostatika setengah dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal
dan radiasi kranial.
6. Pengobatan imunologik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang menderita
penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama
seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu
diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang
ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang
dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya atau keluarganya.
Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi terlalu keras, karena
bulu sikat gigi dapat mencederai gusi. Menyarankan klien supaya berhati-hati ketika berjalan di
lantai yang licin seperti kamar mandi agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya
pendidikan kesehatan bagaimana cara mengatasi perdarahan hidung, misalnya dibendung dengan
kapas atau perban, posisi kepala menengadah.
Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan,
mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien untuk menjaga keersihan diri mereka, membatasi
jumlah pengunjung karena dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit seperti flu dan
batuk. Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik isolasi.
2.12 PROSES KEPERAWATAN Pasien Leukemia
a. Pengkajian
1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada dosis besar radiasi,
riwayat infeksi virus, genetik dan penyakit herediter.
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi :
Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan fungsi sumsum
tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala di bawah ini:
Sakit kepala
Infeksi
Pemeriksaan darah menunjukkan perubahan sel darah putih
Anemia ® penurunan berat badan, kelemahan dan kelelahan, pucat, malaise, muntah dan
anoreksia.
Trombositopenia (jumlah trombosit rendah) ® Petekia, Ekimosis, mudah memar,
Kencenderungan perdarahan (pada gusi)
Netropenia ® Demam, berkeringat pada malam hari.
3. Infiltrasi organ lain dengan sel-sel leukemia yang menyebabkan beberapa gejala seperti :
Hepatomegali
Splenomegali
Limfadenopati
Nyri tulang dan sendi
Hipertrofi gusi.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1. Nyeri b.d infiltrasi leukosit ke jaringan sistemik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien nyeri akan berkurang.
Kriteria Hasil :
Menyatakan nyeri berkurang dengan indikator 1-3 (tidak ada, ringan, sedang )
Ekspresi wajah tenang.
Tidak ada petunjuk non verbal tentang nyeri
HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg.
Menerima medikasi nyeri sesuai yang diresepkan
Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik.
Skala nyeri 1-3 (tidak ada, ringan, sedang )
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi
intervensi.
2. Berikan terapi analgetik sesuai dengan instruksi dokter. Lakukan penilaian respon pasien
terhadap pemberian analgetik
Rasional : analgetik merupakan agen farmakologi yang berfungsi mengurangi rasa nyeri,
analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus nyeri, respon pasien
memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien.
3. Berikan dukungan emosional dan menentramkan kekuatiaran pasien.
Rasional : mengurangi ketakutan dan ansietas akibat penyakit yang di derita. Ketakutan dan
ansietas akan meningkatkan persepsi nyeri.
4. Gunakan metode distraksi seperti relaksasi, teknik pernapsan dalam, mendengarkan musik, dan
imajinasi.
Raional : teknik pengalihan perhatian atau distraksi dapat membuat mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien karena pasien tidak fokus terhadap nyeri yang dialaminya.
2. Resiko infeksi b.d menurunnya daya tahan tubuh yang berkaitan dengan neutropenia/
menurunnya sistem imun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan terbebas dari gejala
infeksi.
Kriteria Hasil:
Faktor resiko akan hilang ditunjukkan dengan status imun pasien
Pasien menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator berikut ini (antara 1-3:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang,).
Mengindikasi status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imum dalam batas
normal.
Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
Leukosit 4000 - 11.000/mL, Neutrofil : 150-300/mL
36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1. Pantau tanda / gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan, penampilan
luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise, nilai leukosit).
Rasional : memberikan dasar untuk mengkaji perubahan jika terjadi kemungkinan infeksi
2. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya: usia lanjut, tanggap imun rendah,
malnutrisi).
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi baik
pada pasien maupun keluarga.
Rasional : higiene pribadi dapat melindungi tubuh untuk meminimalkan pajanan pada organisme
infektif.
4. Berikan terapi antibiotik bila diperlukan sesuai dengan instruksi dokter.
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
5. Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan.
Rasional : ruangan yang terisolasi dapat meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi.
6. Lindungi pasien dari kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat yang sama untuk
setiap pasien infeksi dan memisahkan pasien infeksi dalam kamar yang berbeda.
Rasional : kontaminasi silang dapat memperbesar resiko infeksi pada klien.
3. Intoleransi aktivitas : kelemahan secara menyeluruh akibat anemia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, terjadi peningkatan
toleransi aktifitas.
Kriteria Hasil:
Mentolenrasi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya tahan, penghematan
energi, dan perawatan diri : Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKSI).
Menunjukkan penghematan energi, ditandai dengan indikator 1-5 (tidak sama sekali, ringan,
sedang, berat, atau sangat berat), menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan, dan/atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
Istirahat jika mengalami keletihan
Melaporkan tingkat keletihan
Hb : 13-16gr/dL (laki-laki), Hb : 12-14gr/dL (perempuan)
Ht : lk = 40-58%
Perempuan = 37-43%
ERITROSIT : Lk = 4,6-6,2 jt/mm3
Perempuan = 4,2-5,4 jt/mm3
HR 60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg, S :36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji Tanda-tanda Vital serta pantau respons kardiorespirasi terhadap aktivitas (misalnya,
takikardia, disaritmia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan, hemodinamik, dan frekuensi
respirasi) pasien dan kadar Hb dalam darah.
Rasional : memberikan dasar untuk menentukan intervensi serta tingkat kemampuan klien
2. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-
hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan.
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan.
4. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi serta berikan
masukan protein dan kalori yang adekuat.
Rasional : nutrisi kalori dan proten yang cukup dapat membantu mengembalikan energi yang
hilang dan meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik menajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional : pengaturan aktivitas dan menejemen waktu dapat mengatur penggunaan energi
sehingga dapat mencegah kelelahan.
4. Resiko cedera : perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, menunjukkan resiko cedera
menurun.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan pengendalian resiko dibuktikan dengan indikator ini 1-3 (tidak pernah, jarang,
kadang-kadang).
Menghidari cedera fisik.
Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, meniadakan ketidakteraturan dan
tumpahan, penempatan pegangan tangan, penggunaan tikar karet, serta pegangan tangan di
kamar mandi).
Tanda-tanda pendarahan berkurang. Ekimosis tidak ada/berkurang, peteki tidak ada,
epistaksis tidak ada atau jarang.
Trombosit : 150.000-450.000/mL
Intervensi Keperawatan :
1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan adanya anemia.
2. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan serta pantau kadar trombosit dalamdarah (tekanan
darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
4. Ajarkan keluarga dan pasien yang untuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
5. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan pada gusi.
6. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, fungsi dan peran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien,maka citra tubuh an harga diri klien
dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Harga diri yang positif
Menunjukkan citra tubuh, ditandai dengan indikator kekonsistenan 5 (positif).
Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan, mengungkapkan perasaan
dan reaksi terhadap kehilangan, ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi
intervensi.
2. Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dalam aktivitas dan
pembuatan keputusan.
Rasional : memberikan motivasi memungkinkan kontrol kontinu terdapat kejadian dandiri klien
3. Berikan dukungan pada klien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
Rasional : mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu tahapan penting dalam mengatasinya.
4. Bantu klien dalam perawatan diri ketika keletihan
Rasional : kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
5. Berikan motivasi kepada klien dan pasangannya ataupun keluarga untuk saling berbagi
kekhawatiran mengenai perubahan fungsi seksual
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kekhawatirannya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam 1994. Surabaya : Tim
Dokter RSUD dr.Sutomo
Anonim, 2009, Leukemia, http://leukemia-akut.html, 18 Desember 2010
Anonim, 2009, Leukemia, http://penyakit-leukemia-kanker-darah.html, 18 Desember 2010
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo, Surabaya
Leather, Helen L. and Betsy Bickert Poon, in Acute Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.
Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York
Pick, Amy M., Marcel Devetten, and Timothy R. McGuire, in Chronic Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New
York
Robbins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia, Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya, Jakarta
Underwood, J. C. E.,1999, Patologi Umum dan Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Widmann.F.K, 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
MAKALAH LEUKIMIA KRONIK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker sepertinya menjadi penyakit yang harus benar-benar diperhatikan oleh semua
orang, kalau negara-negara maju dihebohkan dengan kanker serviks, bahkan indonesia juga
kabarnya lagi rame dengan panyakit kanker serviks karena seks bebas kini ancaman penyakit
leukimia atau yang sering disebut kanker darah juga mulai mengancam orang di seluruh dunia.
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang
diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam
tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai
daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam
tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia
umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui
dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal
atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau
ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara
teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Leukimia
Leukemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti darah putih. Leukemia adalah suatu jenis
kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah putih, berfungsi
sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur. Pada penderita
leukemia, terjadi pembentukkan sel darah putih abnormal (sel leukemia) yang berbeda dan tidak
berfungsi seperti sel darah putih normal. Pada penderita leukemia, sumsum tulang memproduksi
sel darah putih yang tidak normal yang disebut sel leukemia. Sel leukemia yang terdapat dalam
sumsum tulang akan terus membelah dan semakin mendesak sel normal, sehingga produksi sel
darah normal akan mengalami penurunan.
B. Klasifikasi
1. Leukemia digolongkan menurut cepatnya penyakit ini berkembang dan memburuk, yaitu:
a. Leukemia akut : Sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal,
dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi penderita dengan leukemia jenis ini memburuk
dengan cepat.
b. Leukemia kronik : Pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan
orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia
kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan
produksi sel normal berkurang.
2. Berdasarkan jumlah lekosit dan adanya bentuk-bentuk abnormal dalam darah perifer:
a. Leukemia Leukemik
Jumlah lekosit jauh lebih tinggi dari nilai normal disertai adanya lekosit muda dalam darah
perifer.
b. Leukemia Anleukemik
Jumlah lekosit lebih rendah atau dalam batas normal disertai adanya lekosit muda dalam
darah perifer.
c. Leukemia Aleukemik Jumlah lekosit sedikit lebih tinggi atau dalam batas normal atau
lebih rendah dari normal, dan tidak disertai adanya lekosit muda dalam darah perifer.
3. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena.
Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau
mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia terbagi menjadi
1. Leukemia limfositik kronik : terutama mengenai orang berusia >55 tahun, dan jarang
sekali mengenai anak-anak.
2. Leukemia mieloid kronik : terutama mengenai orang dewasa.
3. Leukemia limfositik akut : terutama mengenai anak-anak, namun dapat juga mengenai
dewasa. Leukemia jenis ini merupakan jenis leukemia terbanyak pada anak (sekitar 75 –
80 % leukemia pada anak) d. Leukemia mieloid akut : Dapat mengenai anak maupun
orang dewasa. Merupakan 20 % leukemia pada anak.
C. Leukimia Kronik
Penyebab penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang lainnya,
leukemia berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan gen
yang mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel berkembang
dan bertumbuh tidak terkontrol Pada leukimia kronik awal penyakit sel-sel leukemia masih bisa
melakukan beberapa pekerjaan yang normal sebagai sel darah putih. Orang yang menderita
leukemia kronis mungkin tidak memiliki gejala apapun pada awalnya. Dokter sering menemukan
leukemia kronis selama pemeriksaan rutin sebelum ada gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik
memburuk karena jumlah sel-sel leukemia dalam darah meningkat. Gejala khas yang timbul,
seperti pembengkakan kelenjar getah bening atau infeksi.
Ketika gejala muncul, mereka biasanya ringan pada awalnya dan memburuk secara bertahap.
1. Leukemia Limfositik Kronik
Defenisi Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar
limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar
getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di
kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga
terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan
aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang
biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan
menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa menyebabkan:
1. Penghancuran sel darah merah dan trombosit
2. Peradangan pembuluh darah
3. Peradangan sendi (artritis rematoid)
4. Peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit yang
terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering ditemukan,
hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang ditemukan.
b. Penyebab Penyebabnya tidak diketahui. c. Gejala Pada stadium awal, sebagian besar penderita
tidak memiliki gejala selain pembesaran kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian
bisa berupa: 1) lelah 2) hilang nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas 5) perut terasa penuh karena pembesaran limpa. Pada stadium awal,
leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan ruam kulit yang tidak biasa.
Lama-lama penderita akan tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur
biasanya baru akan terjadi pada stadium lanjut. d. Diagnosa Kadang-kadang penyakit ini
diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung jenis darah untuk alasan lain. Jumlah
limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL. Biasanya dilakukan biopsi sumsum
tulang.
Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar limfosit di dalam sumsum tulang. Pemeriksaan
darah juga bisa menunjukkan adanya: 1) anemia 2) berkurangnya jumlah trombosit 3)
berkurangnya kadar antibodi. e. Pemeriksaan Laboratorium 1. Jumlah leukosit 30.000 –
200.000 / mm3. 2. Jenis limposit yang ditemukan lebih 95 % terdiri dari limposit kecil dengan
morfologi normal atau agak muda sehingga terlihat gambaran Monoton. 3. Ditemukan Rider
Cell, sel limposit yang serupa dengan monosit. 4. Pada hapusan darah tepi terdapat Smudge
Cell / Smear Cell / Sel coreng yaitu sel limfosit yang rusak setelah diwarnai, hanya inti kelihatan,
bentuk irreguler. 5. Juga ditemukan trombositopenia, Anemia Hemolitik,
Hipogammaglobulinemia (terutama Ig.M) , test Coombs direk positif, juga ditemukan Gamopati
Monoklonal. f. Pengobatan Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga
banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah
limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit
atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang
merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan
transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan untuk
memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah
kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid
lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi
respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid
menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang
membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan
interferon alfa dan pentostatin. g. Prognosa Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan.
Prognosisnya ditentukan oleh stadium penyakit. Penentuan stadium berdasarkan kepada
beberapa faktor, seperti: a. jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang b. ukuran hati dan
limpa c. ada atau tidak adanya anemia. d. jumlah trombosit. Penderita leukemia sel B seringkali
bertahan sampai 10-20 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan biasanya pada stadium awal
tidak memerlukan pengobatan. Penderita yang sangat anemis dan memiliki trombosit kurang dari
100.000/mikroL darah, akan meninggal dalam beberapa tahun. Biasanya kematian terjadi karena
sumsum tulang tidak bisa lagi menghasilkan sel normal dalam jumlah yang cukup untuk
mengangkut oksigen, melawan infeksi dan mencegah perdarahan. 2. Leukemia Mielositik
Kronik.
a. Definisi Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu
penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan
sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini bisa
mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-
anak berumur kurang dari 10 tahun. Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam
sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati.Pada LMK, sel-selnya
terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya
ditemukan sel muda. Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum
tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang
menggantukan sumsum tulang yang normal. Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak
granulosit muda yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada
fase tersebut, terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel
darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami
lebih banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast.Pada krisis blast, sel stem
yang ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin
memburuk. Pada saat ini kloroma (tumor yang berisi granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang,
otak dan kelenjar getah bening. b. Penyebab Penyakit ini berhubungan dengan suatu kelainan
kromosom yang disebut kromosom Filadelfia. c. Gejala Pada stadium awal, LMK bisa tidak
menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami : 1) kelelahan dan kelemahan 2)
kehilangan nafsu makan 3) penurunan berat badan 4) demam atau berkeringat di malam hari 5)
perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa). Lama-lama penderita menjadi sangat
sakit karena jumlah sel darah merah dan trombosit semakin berkurang, sehingga penderita
tampak pucat, mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. Demam, pembesaran kelenjar
getah bening dan pembentukan benjolan kulit yang terisi dengan granulosit leukemik (kloroma)
merupakan pertanda buruk. d. Diagnosa LMK sering terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin.
Jumlah sel darah putih sangat tinggi, mencapai 50.000-1.000.000 sel/mikroliter darah (mornal
kurang dari 11.000). Pada pemeriksaan mikroskopik darah, tampak sel darah putih muda yang
dalam keadaan normal hanya ditemukan di dalam sumsum tulang. Jumlah sel darah putih lainnya
(eosinofil dan basofil) juga meningkat dan ditemukan bentuk sel darah merah yang belum
matang. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan untuk menganalisa kromosom atau
bagian dari kromosom. Analisa kromosom hampir selalu menunjukkan adanya penyusunan
ulang kromosom.Sel leukemik selalu memiliki kromosom Filadelfia dan kelainan penyusunan
kromosom lainnya. e. Pemeriksaan Laboratorium 1) Jumlah erytrosit, hematokrit dan
hemoglobin (7-9 g/dl) kurang dari normal dengan Anemia normokromik normositer 2) Jumlah
leukosit lebih dari 80.000 / mm3 dengan variasi 80.000 – 800.000/ mm3. leukositosis sangat
berat > 500.000/mm3 dijumpai pada anak-anak. 3) Jumlah thrombosit bervariasi (awalnya terjadi
thrombositosis 1.000.000/ mm3 lalu stadium lanjut menjadi thrombositopenia). Pada hapusan
darah thrombosit mengelompok. 4) Jumlah Basofil meningkat (Basophilia) dan juga Eosinifilia
secara absolut. Pada fase lanjut (fase akselerasi) terjadi basophilia > 20 %. 5) Pada pemeriksaan
darah tepi dijumpai seluruh stadium diferensiasi tetapi yang predominant adalah sel-sel yang tua-
tua seperti Mielosit, Metamielosit, N.batang dan N.segmen sedangkan Mieloblast dan
Promielosit (dibawah 15%) tetap dalam jumlah sedikit. 6) Asam urat jumlahnya meningkat
dalam plasma. 7) Yang khas dalam leukemia ini ditemukannya Kromosom Philadelphia yaitu
Kromosom nomor 22 yang telah kehilangan kedua lengan panjangnya, pindah ke kromosom
nomor 9. f. Pengobatan Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
memperlambat perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah
putih dapat diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik
sekalipun tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik. Satu-satunya kesempatan
penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika
dilakukan pada stadium awar dan kurang efektif jika dilakukan pada fase Akselerasi atau krisis
blast. Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi.
Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk
penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka
pemakaiannya tidak boleh terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu
mengurangi jumlah sel leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan
(splenektomi) untuk: 1) mengurangi rasa tidak nyaman di perut 2) meningkatkan jumlah
trombosit 3) mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi. g. Prognosis Sekitar 20-30%
penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar
25% meninggal setiap tahunnya. Banyak penderita yang betahan hidup selama 4 tahun atau lebih
setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis
blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang
bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan. 3. Leukemia Monositik Kronik
Leukemia ini hampir mirip dengan leukemia myelositik, tetapi disini yang predominant sel
monosit immatur dan matur juga ada disertai myeloblast dan myelosit. Pemeriksaan
Laboratorium : a. Eryhtrosit : - Hitung eritrosit rendah, hematokrit rendah dan hemoglobin
rendah dengan anemia normokromik normositik. b. Leukosit : - Pada stadium permulaan anemia
disertai leukopenia, lalu disusul oleh thrombositopenia. c. Granulosit menurun dan terjadi
peningkatan monosit. Pada stadium progressif terjadi peningkatan monosit yang tinggi. d.
Ditemukan dua tipe : Leukemia monositik tipe Schilling dengan sel monosit yang predominant
dan Leukemia monositik tipe Nageli dengan monosit immatur dan juga banyak myeloblast dan
myelosit. D. Penyebab dan Faktor Risiko Leukemia Penyebab leukemia masih belum diketahui
secara pasti hingga kini. Namun, menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu
lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah 1. Radiasi
dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang pada masa
perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang
menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk
diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian leukemia. 2. Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida 3.
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita
leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian
kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya. 4.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh
kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker. 5. Human T-Cell Leukemia Virus-
1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus
lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline. 6.
Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel
darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit
ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Leukemia adalah suatu
jenis kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah putih, berfungsi
sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur. Penyebab
penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Sama seperti tipe leukemia yang lainnya, leukemia
berasal dari mutasi yang terjadi pada spesifik protein yang disebut juga dengan gen yang
mengkontrol perkembangan dan pertumbuhan dari sel darah. Akibatnya sel berkembang dan
bertumbuh tidak terkontrol DAFTAR PUSTAKA
http://khairul-anas.blogspot.com/2012/04/leukemia.html#ixzz1tEzvtRVD
http://www.kesehatan123.com/1085/apa-itu-leukemia/ http://indonesiaindonesia.com/r/leukimia/
www.wikipedia.com/leukimia http://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20120117233646AAHzIWH http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/02/leukemia.html