laporan puskesmas

41
JUDUL SKENARIO Tingginya Angka Kasus TB (BTA+) di Desa Kebonagung Berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sekelompok dokter muda yang sedang bertugas di puskesmas Sukodono-Sidoarjo selama satu bulan ditugaskan untuk meneliti kinerja puskesmas tersebut selama empat bulan terakhir dari data yang telah diperoleh dari masing-masing program puskesmas didapatkan pada program pemberantasan penyakit menular tuberkulosis memiliki angka kejadian tuberkulosis yang masih cukup tinggi di wilayah Sukodono. Dari 19 desa yang ada di kecamatan Sukodono, desa Kebonagung merupakan salah satu desa yang memiliki angka kejadian tuberkulosis tertinggi. Disamping itu berdasarkan data profil dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo angka kesembuhan penderita TB Paru di Puskesmas Sukodono tahun 2014 sebesar 45% (27 dari 60 penderita dinyatakan sembuh). Para Dokter muda bekerja sama dengan pemegang program dan bidan desa setempat mengadakan pemberdayaan masyarakat desa yang bertujuan untuk mencari penyebab tingginya angka kejadian dan menanggulangi kejadian tuberkulosis di desa Kebonagung. Dokter muda juga melakukan diskusi dengan staf puskesmas diperoleh keterangan bahwa sebagian besar wilayah desa Kebonagung terdiri dari perumahan padat 1

description

tugas IKM puskesmas

Transcript of laporan puskesmas

Page 1: laporan puskesmas

JUDUL SKENARIO

Tingginya Angka Kasus TB (BTA+) di Desa Kebonagung Berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Sekelompok dokter muda yang sedang bertugas di puskesmas Sukodono-

Sidoarjo selama satu bulan ditugaskan untuk meneliti kinerja puskesmas tersebut

selama empat bulan terakhir dari data yang telah diperoleh dari masing-masing

program puskesmas didapatkan pada program pemberantasan penyakit menular

tuberkulosis memiliki angka kejadian tuberkulosis yang masih cukup tinggi di

wilayah Sukodono. Dari 19 desa yang ada di kecamatan Sukodono, desa

Kebonagung merupakan salah satu desa yang memiliki angka kejadian

tuberkulosis tertinggi. Disamping itu berdasarkan data profil dinas kesehatan

Kabupaten Sidoarjo angka kesembuhan penderita TB Paru di Puskesmas

Sukodono tahun 2014 sebesar 45% (27 dari 60 penderita dinyatakan sembuh).

Para Dokter muda bekerja sama dengan pemegang program dan bidan

desa setempat mengadakan pemberdayaan masyarakat desa yang bertujuan untuk

mencari penyebab tingginya angka kejadian dan menanggulangi kejadian

tuberkulosis di desa Kebonagung.

Dokter muda juga melakukan diskusi dengan staf puskesmas diperoleh

keterangan bahwa sebagian besar wilayah desa Kebonagung terdiri dari

perumahan padat penduduk dan sebagian besar warga memiliki sikap yang kurang

peduli terhadap kesehatan lingkungan.

1

Page 2: laporan puskesmas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit kronis menular yang masih

tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

World Health Organization (WHO) dalam annual report on global TB control

2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai highburden countries

terhadap TBC. Indonesia tiap tahun terdapat 557.000 kasus baru TBC.

Berdasarkan jumlah itu, 250.000 kasus (115/100.000) merupakan penderita TBC

menular. Dengan keadaan ini Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah

penderita TBC di dunia, setelah India (1.762.000) dan China (1.459.000). TBC

telah membunuh tiga juta orang pertahun.

Diperkirakan, kasus TBC meningkat 5-6 persen dari total kasus. Penyakit

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini dapat menular lewat percikan ludah yang

keluar saat batuk, bersin atau berbicara. Umumnya kuman TBC menyerang paru

karena penularannya melalui udara yang mengandung kuman TBC dan terhirup

saat bernapas (Rachmawati, 2007).

Indeks pembangunan manusia (human development indexs) di Indonesia

masih menempati urutan 102 dari 162 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan

serta kesehatan penduduk Indonesia belum memuaskan. Peranan keberhasilan

pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan pembangunan

nasional, karena dalam menghadapi makin ketatnya persaingan pada era

globalisasi, tenaga kesehatan yang sehat akan menunjang keberhasilan program

pelayanan kesehatan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas serta

pendapatan penduduk (Martono, 2006).

Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia dimasa

depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat,

bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan

dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil, merata, serta memiliki derajat kesehatan

2

Page 3: laporan puskesmas

setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehat meliputi sehat

jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat

dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita-citakan adalah masyarakat

Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup

sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah

satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya

(Martono, 2006).

Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001,

estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000 penduduk

berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Hasil survei SKRT tahun

2001, didapatkan bahwa TBC menduduki rangking ketiga sebagai penyebab

kematian (9,4% dari total kematian), setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem

pernafasan pada semua golongan usia (Depkes RI, 2002). Sejak tahun 1995,

program pemberantasan TBC telah dilaksanakan dengan strategi Directly

Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang direkomendasi oleh WHO

merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara

sungguh-sungguh. Program ini menekankan pada diagnosis yang benar dan tepat

dilanjutkan dengan pengobatan jangka pendek yang efektif serta pengawasan,

angka keberhasilan pengobatan mencapai 85%. Pelaksanaan DOTS di klinik

perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha serta

masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja.

Seiring dengan pembentukan gerakan terpadu nasional penanggulangan TBC,

maka pemberantasan penyakit tuberkulosis paru berubah menjadi program

penanggulangan TBC. Tujuan jangka pendek penanggulangan TBC adalah

menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TBC dengan cara

memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TBC tidak lagi merupakan

masalah kesehatan masyarakat Indonesia (Fahrudda, 2005).

Pengobatan pada penderita TBC dapat dilakukan dengan beberapa

kombinasi obat yang memang ditujukan untuk membasmi kuman. WHO

merekomendasikan strategi pengobatan DOTS, yaitu penderita minum obat

dengan diawasi pengawas menelan obat. Pengawas ini bisa anggota keluarga,

kader, petugas kesehatan atau relawan. Umumnya penderita minum obat selama 6

3

Page 4: laporan puskesmas

bulan untuk memastikan kesembuhannya, namun pada beberapa keadaan dapat

berbeda dapat lebih lama (Rachmawati, 2007).

Kasus penyakit TBC sangat terkait dengan faktor perilaku dan lingkungan.

Faktor lingkungan, sanitasi dan higiene terutama sangat terkait dengan keberadaan

kuman, dan proses timbul serta penularannya. Faktor perilaku sangat berpengaruh

pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TBC.

Dimulai dari perilaku hidup sehat (makan makanan yang bergizi dan seimbang,

istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, hindari stress),

memberikan vaksinasi dan imunisasi baik pada bayi, balita maupun orang dewasa.

Penderita dengan berperilaku tidak meludah sembarangan, menutup mulut apabila

batuk atau bersin, dan terutama kepatuhan untuk minum obat dan pemeriksaan

rutin untuk memantau perkembangan pengobatan serta efek samping (Nova,

2007).

Penatalaksanaan lingkungan, terutama pada pengaturan syarat-syarat

rumah sehat diantaranya pencahayaan, ventilasi, luas hunian dengan jumlah

anggota keluarga, kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal. Melalui

pemberdayaan keluarga sehingga anggota rumah tangga yang lain dapat berperan

sebagai pengawas menelan obat (PMO), sehingga tingkat kepatuhan minum obat

penderita dapat ditingkatkan yang pada gilirannya kesembuhan dapat dicapai

(Nova, 2007).

Dalam menyukseskan upaya pemberantasan TBC, maka peran petugas

kesehatan dalam surveillance dan pencatatan pelaporan yang baik merupakan

suatu keharusan. Tidak menutup kemungkinan peran kader serta masyarakat

lainnya dapat berperan aktif melalui kunjungan rumah bersama petugas kesehatan,

tokoh masyarakat untuk melakukan pendidikan di masyarakat melalui

penyuluhan, konseling atau pemantauan secara terpadu, terintegrasi dengan

upaya-upaya lain termasuk peningkatan ekonomi keluarga. Pasien TBC perlu

mendapatkan pengawasan langsung agar meminum obat secara teratur sampai

sembuh. Orang yang mengawasi penderita TBC dikenal dengan istilah PMO.

Pengawas menelan obat (PMO) sebaiknya orang yang disegani dan dekat dengan

pasien TBC, misalnya keluarga, tetangga, atau kader kesehatan. Pengawas

4

Page 5: laporan puskesmas

menelan obat PMO bertanggung jawab untuk memastikan pasien TBC meminum

obat sesuai anjuran petugas puskesmas atau UPK (Nova, 2007).

Mengingat tingginya kasus tuberkulosis serta resiko penularan terhadap

orang lain yang cukup tinggi maka penatalaksanaan penyakit tuberkulosis paru

harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan kebijaksanaan program

pemberantasan penyakit tuberkulosis paru. Peran pengawas menelan obat sangat

penting dalam rangka penyembuhan penderita tuberkulosis paru, sehingga

pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit TB (P2TB) sangat diperlukan

evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilannya (Gerdunas 2007).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan pada

permasalahan untuk mengambil suatu keputusan. Untuk membuat suatu

keputusan diperlukan suatu pertimbangan dan perbandingan dari berbagai pilihan

alternatif yang dapat dipilih melalui suatu mekanisme tertentu untuk

menghasilkan sebuah tindakan atau keputusan yang terbaik. Setiap masalah akan

memiliki penyelesaian yang berbeda-beda dengan sebuah keputusan yang

bermacam-macam dari sejumlah alternatif keputusan yang melibatkan beberapa

variabel.

Dalam penyelesaian kasus ini menggunakan suatu metode analisis. Salah

satu metode analisis yang digunakan pada kasus ini adalah diagram tulang ikan

atau fish bone.

1. 2 Rumusan Masalah

Apakah angka kejadian Tuberkulosis di desa Kebonagung, Kecamatan

Sukodono-Sidoarjo bisa diturunkan?

1. 3 Tujuan

1. 3. 1. Tujuan Umum

Menurunkan angka kejadian Tuberkulosis di desa Kebonagung,

Kecamatan Sukodono-Sidoarjo.

5

Page 6: laporan puskesmas

1. 3. 2. Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang

penyakit tuberkulosis.

2. Mengidentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat pada desa Kebonagung

kecamatan Sukodono.

3. Mengidentifikasi kondisi lingkungan desa Kebonagung kecamatan

Sukodono.

6

Page 7: laporan puskesmas

BAB II

ANALISA KASUS

2. 1. Analisis Secara Epidemiologis

A. Etiologi

Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang Paru

dan dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan disebut

pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman Tuberkulosis Paru cepat

mati apabila terkena sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup

dalam beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2002).

B.Epidemiologi

Cara penularan

Sumber penularan penyakit TB Paru dikarenakan oleh kuman yang

berterbangan di udara dan ada juga yang jatuh pada lantai sehingga dapat

terhirup oleh setiap orang, pada paru-paru kuman atau basil TB Paru akan

bersarang dan basil berkembang biak juga menggerogoti Paru-paru.

Tidak semua orang yang dimasuki basil TB Paru pasti sakit TB paru

karena badannya kuat dan daya tahan tubuhnya kuat orang mungkin

terhindar dari sakit TB Paru. Daya tahan tubuh yang kuat jika gizi makanan

yang cukup, bergerak badan dan istirahat yang cukup. Atau jika sejak bayi

semua anak harus diberi Imunisasi Basillus Calmatto Guenin (BCG) yang

berfungsi untuk mencegah tertular TB Paru (Nadesul, 2006).

7

Page 8: laporan puskesmas

Patofisiologi

Kuman dibatukkan / bersin (droplet nudei inidinborne)

Terisap orang sehat

Menempel di jalan nafas / paru-paru

Menetap / berkembang biak

Membentuk sarang TB

(sarang primer / efek primer)

Radang saluran pernafasan

(limfangitis regional)

Komplek primer

Sembuh Sembuh dengan bekas Komplikasi

Paru merupakan portd’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)

yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan

segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus

8

Page 9: laporan puskesmas

akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian

besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak

mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam

makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,

akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni

kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer,

kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,

yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus

primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan

terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak

di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks

primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional

yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang

(limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses

infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga

timbulnya gejala penyakit.

Gejala dan tanda TB Paru

Departemen kesehatan menyebutkan gejala dan tanda penyakit TB Paru

BTA Positif adalah : a) gejala umum : nyeri dada, batuk lebih dari tiga

minggu atau lebih. b) gejala lain : nyeri dada batuk dahak atau dahak

bercampur darah, keringat malam, demam lebih dari sebulan, sesak nafas,

nafsu makan menurun dan berat badan menurun (Depkes RI, 2003).

Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada penderita berstadium lanjut menurut Nadesul

(2006) antara lain: 1) Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas

bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau

tersambungnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat kontraksi bronkiat.

3) Bronkiestasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan)

9

Page 10: laporan puskesmas

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktiti pada paru. 4) Penyebaran

infeksi organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 5)

Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio pulmonery insuffiency)

Diagnosis

Bahwa seseorang ditetapkan sebagai penderita TB Paru apabila

melakukan serangkain pemeriksaan menurut Depkes RI (2002) sebagai

berikut:

1) Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling

dapat diandalkan (paling murah) dan harus diupayakan tiga buah

spesimen untuk pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan 3x dengan

sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) paling baik dipastikan dengan hasil

positif berikutnya.

2) Pemeriksaan semua pasien dengan kronis khususnya batuk

perokok atau batuk lebih dari 4 minggu, mereka yang turun berat

badannya, nyeri dada dan lainnya yang mengakibatkan TB Paru.

3) Foto rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang

memiliki masalah-masalah yang sulit terutama para tersangka TB

Paru yang positif Human Immunodeficiency Virus (HIV). Hal ini

tidak dilakukan untuk kasus secara massal di negara-negara dengan

prevalensi tinggi.

4) Tes tuberkulin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam menegakan

diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan penyakit lain.

Seperti infeksi HIV atau TB Paru yang sangat parah dapat

menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien dewasa atau anak

berpenyakit TB Paru aktif. Tes pada anak dapat berubah karena

Basillus Calmatto Guenin (BCG) (Harun, 2002).

Klasifikasi penyakit

Pada penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan yaitu TB Paru dan TB

ekstra paru. Tuberkulosis Paru merupakan batuk yang paling sering

dijumpai dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-

paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB Paru yang mudah tertular.

10

Page 11: laporan puskesmas

Tuberkulosis ekstra Paru merupakan bentuk penyakit TB Paru yang

menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe,

persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat (Herdin,

2007).

1. Program Pemberantasan TB Paru

a. Tujuan Program

Tujuan jangka panjang : memutuskan rantai penularan sehingga

penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia.

Tujuan jangka pendek : a) tercapainya kesembuhan minimal 85%

penderita baru BTA positif yang ditemukan, b) tercapainya

cakupan penemuan penderita secara bertahap hingga mencapai

70% dari semua penderita TB paru, c) tercapainya resistensi obat

tuberkulosis di masyarakat, d) menanggulangi penderita akibat

penyakit TB paru.

b. Kebijakan Operasional

1) Penanggulangan TB paru di Indonesia dilaksanakan dengan

desentralisasi sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan.

2) Penggulangan TB paru dilaksanakan oleh seluruh unit pelayanan

kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit, Pemerintah dan

swasta, BP4 serta praktik dokter swasta, politeknik umum,

politeknik perusahaan dengan melibatkan peran serta

masyarakat secara paripurna dan terpadu.

3) Peningkatan mutu pelayanan, penanggulangan obat rasional dan

kombinasi obat sesuai dengan strategi directly observed

treatment shortcourse (DOTS).

4) Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap

intensif minimal 80%, angka kesembuhan sediaan dahak yang

benar (angka kesalahan 5%).

11

Page 12: laporan puskesmas

5) Pemeriksaan uji silang (cross check) secara rutin oleh Balai

Laboratorium Kesehatan (BLK) atau laboratorium rujukan yang

ditunjuk untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu

6) Penanggulangan TB paru nasional diberikan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) pada penderita secara cuma-cuma dan

jaminan ketersediaannya.

7) Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi

program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program.

8) Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan program terkait,

sektor pemerintah dan swasta.

c. Strategi

Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO (2004), yaitu :

1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk

dukungan dana.

2) Diagnosis TB paru dengan pemeriksaan dahak secara

mikroskopik

3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu

terjamin.

5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB paru.

2. Pengobatan Penyakit TB Paru

a. Tatalaksana Pengobatan TB Paru

Pengobatan diberikan dalam dua tahap Depkes RI (2007), yaitu :

1) Tahap Intensif (awal dimana pasien mendapat obat setiap hari

dan diawasi langsung untuk mencegah kekebalan atau resistensi

terhadap semua OAT (Obat Anti Tuberkulosis), terutama

Rifampisin. Bila tahap ini diberikan secara tepat pasien menular

menjadi tidak menular dalam waktu dua minggu. Sebagian besar

12

Page 13: laporan puskesmas

TBC Paru BTA Positif (+) menjadi BTA Negatif (-) pada akhir

pengobatan ini.

2) Tahap lanjutan, pasien mendapat obat dalam jangka waktu yang

lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah

kekambuhan. Tujuan dari pengobatan pasien TB paru adalah

penyembuhan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan

dan menurunkan resiko penularan. Menyembuhkan pasien dengan

gangguan semininal mungkin dalam hidupnya, mencegah kematian

pada pasien, mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi

yang terkait, mencegah kekambuhannya penyakit, mencegah

kuman menjadi resisten dan melindungi keluarga dan masyarakat

penderita terhadap infeksi (Crofson, 2001). Jenis obat yang

digunakan dalam pemberantasan TB paru antara lain:

1) Isoniasid (H) dikenal dengan INH, bersifat bakteriasid dapat

membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

pengobatan.

2) Rifampisin (R), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman

semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh INH.

3) Piranizamid, (Z), bersifat bakterisid dapat membunuh kuman

yang berada dalam sel suasana asam

4) Streptomycine (S), bersifat bakterisid

5) Etambutol (E), bersifat bakteriotatik.

b. Program Obat Anti Tuberkulosis

Di Indonesia diterapkan panduan OAT sesuai rekomendasi WHO

(World Health Organization) dan IUAT-LD (International Union

Againts Tuberculosis and Lung Disease) dengan jangka 6 (enam)

bulan yaitu :

1) Kategori I (2HRZA / 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirazanamid (Z) dan Etamburol (E), obat diberikan setiap hari

selama 2 (dua) bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan tahap

13

Page 14: laporan puskesmas

lanjutan yang terdiri Isoniasid dan Rifampisin diberikan 3 (tiga)

kali seminggu selama 4 (empat) bulan (4H3R3).

Panduan OAT kategori I diberikan untuk :

a. Pasien baru TB – Paru BTA Positif (+)

b. Pasien baru TBC – Paru Negatif (-), Rontgen positif (+) yang

sakit berat.

c. Penyakit paru ekstra berat

2) Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif selama 3 bulan, terdiri dari 2 bulan HRZE dan

suntikan Steptomisin (S), setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan

dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap

lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali

dalamseminggu.

Kategori III (2HR2/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HR2 yang diberikan setiap hari selama 2

bulan diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri HR selama 4

bulan diberikan 3 kali seminggu.

OAT kategori ini diberikan untuk :

a) Pasien batuk TBC Paru BTA Negatif (-) dan rontgen positif

(+) sakit ringan.

b) Pasien ekstra paru ringan, yaitu : Pasien Tuberkulosis kelenjar

limfe (limfadenitis), pleuritis eksudtiva unilateral,

Tuberkulosis kulit, Tuberkulosis tulang (kecuali tulang

belakang, Tuberkulosis sendi dan kelenjar adrenal).

c. Hasil Pengobatan

Hasil pengobatan menurut Harun (2002) diklasifikasikan antara lain:

1) Sembuh

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan

pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow -

14

Page 15: laporan puskesmas

up) paling sedikit 2 (dua) berturut-turut hasilnya negatif (yaitu

pada AP sebulan sebelum AP dan pada satu pemeriksaan Follow

up sebelumnya.

2) Pengobatan lengkap

Penderita yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut

negatif. Tindak lanjut : Penderita diberi tahu apabila muncul

kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur

tetap.

3) Pindah

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu

Kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke Kabupaten ini

dan penderita harus membawa surat pindah / rujukan (TB –09)

4) Drop Out (DO)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan

berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.

Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan

dahak BTA Positif.

5) Gagal

Penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan atau lebih dan penderita dengan hasil BTA Negatif

Rontgen positif menjadi BTA Positif pada akhir bulan ke-2

pengobatan.

6) Meninggal

Penderita TB paru yang diketahui meninggal karena sebab apapun.

15

Page 16: laporan puskesmas

2. 2. Kausa dan Alternatif Kausa

Gambar 1. Fish bone tentang Kausa Rendahnya Mutu Pelayanan Kesehatan

Primer di Puskesmas (Khususnya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Menular Tuberkulosis)

A. Faktor Petugas

Petugas puskesmas dituntut untuk memiliki kompetensi yang

memadai. Tentunya hal ini berkaitan dengan kinerja dari puskesmas

tersebut. Jika kompetensi dan kemampuan para petugas memadai, maka

tentunya segala pekerjaan mengenai masalah kesehatan pada puskesmas

tersebut akan dapat terselesaikan dengan baik.

Untuk dapat terlaksananya kinerja puskesmas yang baik, tentunya

akan dapat terwujud apabila kehadiran dan ketersediaan para petugas di

puskesmas itu sendiri tercukupi. Jarak puskesmas dan rumah petugas

yang jauh, dapat menjadi kendala bagi petugas. Kurangnya jumlah

petugas di puskesmas juga dapat menyebabkan puskesmas kurang bisa

16

Tingginya angka kejadian TB (BTA +) di desa Kebon Agung

Page 17: laporan puskesmas

melayani masyarakat dengan optimal. Dan juga karena kurangnya

koordinasi lintah sektor dan program untuk penanggulangan penyakit TB

B. Faktor Masyarakat

Selain faktor petugas, faktor masyakat sendiri juga dapat

menyebabkan tingginya angka kejadian tuberkulosis. Faktor yang paling

menonjol disini adalah rendahnya tingkat pendidikan masyarakat sekitar

puskesmas tersebut. Pendidikan masyarakat yang rendah berpengaruh

terhadap pengetahuan akan pentingnya berobat secara teratur dan minum

obat yang tidak boleh putus. Juga pengetahuan mengenai penularan

kuman TB dimana pasien cenderung tidak menggunakan masker

sehingga gampang untuk menular ke keluarga atau lingkungan sekitar.

Banyak diantara mereka yang belum sadar dan tidak peduli terhadap

kesehatan lingkungan. Kemudian tingkat ekonomi yang rendah juga

mempengaruhi kesejahteraan mereka. Meskipun terdapat lembaga

pemerintah yang menjamin kesehatan masyarakat kurang mampu, namun

banyak dari masyarakat sendiri yang masih memiliki anggapan bahwa

melakukan pemeriksaan kesehatan atau berobat itu membutuhkan biaya

yang banyak. Masyarakat sendiri banyak yang kurang tahu akan

adanyanya lembaga tersebut, atau kalaupun masyarakat tahu, banyak dari

mereka yang tidak mengerti bagaimana menggunakan fasilitas yang

disediakan dari negara tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat

pendidikan masyarakat yang banyak masih rendah. Ketidak fahaman dan

ketidak sadaran akan pentingnya menjaga kesehatan juga menjadi

kendala bagi puskesmas daerah tersebut.

C. Faktor Lingkungan

Jarak rumah pasien dengan puskesmas yang jauh, atau kondisi

pasien yang memerlukan kendaraan untuk pergi ke puskesmas, juga

dapat menyebabkan kendala. Artinya tidak sedikit masyarakat yang

menggunakan transportasi untuk menuju ke puskesmas, baik itu

transportasi pribadi maupun transportasi umum. Tentunya hal ini akan

memerlukan biaya tambahan bagi masyarakat itu sendiri. Bagi

17

Page 18: laporan puskesmas

masyarakat yang memiliki transportasi pribadi, kendala dapat berupa

tambahan biaya yang digunakan untuk membeli bahan bakar. Sedangkan

bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan, maka tentu akan lebih

menyulitkan karena mereka memerlukan tambahan biaya untuk

menyewa kendaraan umum. Tidak sedikit dari masyarakat yang tidak

memiliki cukup tambahan biaya untuk menyewa kendaraan umum, dan

akhirnya pemeriksaan atau kunjungan ke puskesmas tidak dilakukan.

Sedangkan untuk pengobatan TB, penderita wajib untuk berobat dan

periksa dahak secara teratur ke Puskesmas.

D. Faktor Management

Seperti yang telah kita ketahui , sejatinya penyuluhan dapat

memberikan kontribusi besar terhadap perubahan perilaku penduduk ke

arah yang lebih baik . Salah satu contohnya , dengan adanya penyuluhan

dapat meningkatkan kesadaran penduduk akan betapa pentingnya berobat

secara teratur ke Puskesmas. Sebagian penduduk mungkin saja pernah

mendapat dan mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh tenaga

kesehatan pada daerah domisili mereka tersebut. Namun demikian,

mungkin penyampaian materi yang diberikan kurang mengena bagi

sebagian besar dari mereka. Penyampaian materi yang kurang mengena

ini disebabkan karena bahasa yang tidak praktis, tidak populer, materi

kurang berisi ataupun pembicara kurang komunikatif sehingga penduduk

kurang dapat mencerna dan mengaplikasikan materi tersebut. Hal ini juga

dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan penduduk yang rendah.

Selain itu, koordinasi lintas sektor juga dapat dianggap sebagai salah

satu penyebab tingginya angka kejadian tuberkulosis di desa

Kebonagung. Sektor-sektor yang terkait dengan masalah penyakit

menular antara lain sektor kesehatan, sektor organisasi lingkungan

tempat tinggal, sektor budaya dan pendidikan, serta sektor kesehatan.

Perlu komunikasi lebih lanjut dan kerja sama yang baik antara lintas

sektor tersebut dengan penduduk desa, sehingga tujuan akhir yang

18

Page 19: laporan puskesmas

diinginkan dapat tercapai yaitu menurunkan angka kejadian tuberkulosis

di desa Kebonagung.

2. 3. Alternatitif Penyelesaian Masalah dan Prioritas Pemecahan Masalah yang Dipilih

Melakukan penyuluhan terhadap penderita TB dan keluarga tentang

pentingnya pengobatan secara teratur dan pencegahan penularan penyakit TB

sehingga angka kejadian TB dapat diturunkan.

19

Page 20: laporan puskesmas

BAB III

RENCANA PROGRAM

3.1 Lima Tahap Pencegahan ( Five Level Prevention ) TBC

Ada 5 tahap pencegahan penyakit atau yang lebih dikenal dengan five level

prevention yaitu :

1. Health Promotion  ( Peningkatan kesehatan )

yaitu upaya - upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan.

Upaya ini dilakukan pada saat tubuh masih dalam keadan sehat. 

Upaya ini termasuk dalam pencegahan yang bersifat umum untuk

semua jenis penyakit. 

Contoh kegiatan yang termasuk dalam pencegahan tahap pertama ini

antara lain :

Mandi memakai sabun- sikat gigi sebelum tidur

20

Page 21: laporan puskesmas

Tidak merokok

Buang sampah pada tempatnya

Memakai helm dan masker saat berkendara

Olah raga secara rutin

Makan makanan bergizi

Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan

2. Health Prevention and health protection ( Pencegahan dan perlindungan kesehatan ) adalah upaya - upaya yang dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuh dari

suatu penyakit tertentu.

Upaya ini masih sama dengan pencegahan tahap pertama yaitu

dilakukan pada saat tubuh masih dalam keadaan sehat. Tetapi upaya

yang kedua ini lebih ditujukan untuk mencegah suatu penyakit

tertentu.

Yang termasuk dalam upaya pencegahan tahap kedua ini antara lain

a. imunisasi BCG yang ditujukan untuk mencegah penyakit TB

b. penyemprotan untuk membunuh nyamuk malaria / demam

berdarah yang ditujukan untuk mencegah penyakit malaria /

demam berdarah

c. tidak merokok yang ditujukan untuk mencegah penyakit paru –

paru

3. Early diagnosis and Prompt Treatment ( pengobatan cepat dan tepat )

Yaitu upaya yang dilakukan pada saat tubuh sudah mulai merasakan

tidak sehat ( sudah ada suatu penyakit ) dan ditujukan untuk mencegah

penyakit berkembang lebih serius / lebih parah.

Yang termasuk dalam kategori pencegahan tahap tiga ini antara lain :

screening ( general check up ) untuk menemukan suatu penyakit

setelah penyakit ditemukan, dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat

supaya penyakit dapat disembuhkan, tidak menyebabkan  kematian atau

menyebabkan kecacatan.

21

Page 22: laporan puskesmas

Contoh :

- Pergi ke RS / puskesmas / BKPM

4. Disabiliti limitation ( Pembatasan kecacatan )

yaitu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan setelah

seseorang terjangkit suatu penyakit.

5. Rehabilitasi

Yaitu upaya yang dilakukan untuk memulihkan kondisi tubuh setelah

terjadinya suatu penyakit dan mencegah terjadinya kecacatan. Tujuannya

adalah supaya pasien dapat bekerja lagi secara produktif.

3.2 Upaya pencegahan penyakit TBC

Beberapa upaya yang dapat dilakukan sebelum terkena TBC antara lain :

1. Perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS )

    PHBS merupakan upaya dini yang dilakukan untuk mencegah TBC.

Kita tidak tau kapan kuman TBC akan masuk ke tubuh kita. Untuk itu kita

harus selalu menjaga supaya tubuh senantiasa dalam keadaan sehat. Cara

yang paling ampuh, mudah dan murah adalah dengan membiasakan diri

berperilaku hidup bersih dan sehat. Ada banyak sekali perilaku yang

termasuk dalam PHBS, antara lain :

Makan makan yang bergizi. Makanan bergizi penting untuk

menjaga daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Ingat, sayur

dan buah penting dikonsumsi setiap hari. Jika tahan dahan tubuh

kuat, kuman TBC yang masuk tidak akan menyebabkan kita sakit

TBC.

Berolah raga ( beraktifitas fisik ) minimal 30 menit setiap hari.

Berolah raga tidak harus berlari atau berenang dll. Lakukan

kegiatan apapun yang penting tubuh dapat berkeringat. Olah raga

secara rutin dapat membuat tubuh menjadi sehat dan bugar.

Tidak merokok.Penting diketahui bahwa satu batang rokok

mengandung lebih dari 4000 zat kimia yang berbahaya terutama

22

Page 23: laporan puskesmas

bagi paru - paru. Jika setiap hari ribuan zat kimia masuk ke paru -

paru melalui rokok, tentunya lama kelamaan paru - paru akan

mengalami kerusakan. Rokok juga menyebabkan kerusakan pada

sistim pertahanan tubuh yang ada di saluran pernapasan. Zat kimia

rokok meyebabkan bulu bulu halus disaluran napas rusak, padahal

bulu / rambut halus mempunyai fungsi penting sebagai penyaring

untuk mencegah kotoran / debu halus masuk ke paru - paru.

Mencuci tangan dengan sabun.Cuci tangan pakai sabun terbukti

mampu mencegah berbagai macam penyakit. Sering - seringlah

mencuci tangan dengan sabun terutama sebelum dan sesudah

makan, sesudah buang air besar / kecil, dan setiapkali merasa

tangan kotor. Kuman TBC dapat menempel dimanapun. Oleh

karena itu untuk mencegah penyakit TBC, sering-seringlah cuci

tangan pakai sabun.

Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar

Rumah dan lingkungan yang sehat dapat mencegah penularan

penyakit TBC. Syarat rumah sehat :

1. Bersih dari kotoran

2. Lantai tidak dari tanah,Lantai dari tanah akan meningkatkan

kelembaban dalam rumah. Kuman TBC dapat bertahan hidup

di ruangan yang gelap dan lembab.

3. Tidak padat huni.Satu kamar tidak lebih dari 3 orang

4. Ada jamban sehat ( jamban yang dilengkapi septitank )

5. Ada saluran pembuangan air limbah.

6. Ada jendela ( ventilasi udara dan ventilasi cahaya ).

Usahakan udara dari luar dapat masuk ke dalam rumah, supaya

selalu ada pergantian udara di dalam ruangan.

Usahakan juga cahaya matahari bisa masuk ke semua ruangan,

karena cahaya matahari langsung mampu membunuh kuman

TBC.Ingat, kuman TBC dapat berkembang dengan cepat di

ruangan yang kotor, gelap dan lembab.

7. Ada tempat sampah

23

Page 24: laporan puskesmas

2. Imunisasi BCG untuk bayi baru lahir

3. Hindari hal - hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh

Hindari : Bergadang ( tidur sampai larut malam ). Bergadang dapat

menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, sehingga orang yang sering

bergadang lebih mudah terserang penyakit.

4. Sembuhkan semua penderita TBC.

Kita semua dapat berperan untuk membantu mencegah TBC. Anjurkan

setiap orang dengan batuk berdahak yang tidak sembuh - sembuh untuk

segera memeriksakan diri ke Puskesmas / BKPM. Waspadai batuk

berdahak yang tidak sembuh- sembuh, karena bisa jadi itu TBC. Kita

juga bisa membantu penyembuhan penderita TBC, caranya dengan

menjadi PMO ( Pendamping Minum Obat ). Dampingi penderita sampai

dinyatakan sembuh oleh dokter. Dengan menyembuhkan penderita TBC,

berarti kita sudah ikut mencegah penyakit TBC. Karena satu satunya

sumber penularan penyakit TBC adalah penderita TBC yang belum

mendapat pengobatan. 

Jika sudah terlanjur terkena TBC, maka upaya pencegahan yang

dilakukan ditujukan untuk :

1. Mencegah supaya penyakitnya tidak menular ke orang lain

2. Mencegah penyakitnya berkembang lebih parah

3. Mencegah kematian 

Upaya yang harus dilakukan penderita jika terlanjur terken TBC :

1. Minum obat secara rutin selama 6 bulan

Penderita TBC tidak boleh lupa minum obat, untuk menjaga supaya

di dalam darahnya selalu ada obat TBC.

2. Rajin kontrol untuk memantau kemajuan pengobatan.

Selama pengobatan, penderita harus periksa dahak minimal 3 kali

yaitu 2 bulan awal pengobatan, 1 bulan sebelum akhir pengobatan

dan pada akhir pengobatan.

3. Menutup mulut dan hidung saat batuk / bersin dengan tisu.

24

Page 25: laporan puskesmas

Tidak dianjurkan menutup mulut langsung dengan tangan, karena

ribuan kuman TBC dapat menempel di tangan dan akan menjadi

sumber penularan buat orang lain.

4. Tidak membuang riak / dahak di sembarang tempat

Di dalam riak / dahak penderita TBC mengandung ribuan kuman

TBC. Buanglah dahak / riak ke tempat khusus ( ember / pot ) yang

sudah diberi air sabun / minyak tanah / lisol. 

5. Makan makanan bergizi untuk mempercepat penyembuhan.

6. Cukup istirahat

7. Pada awal pengobatan ( 2 minggu pertama )  sebaiknya penderita

tinggal di rumah, karena pada masa tersebut risiko penularan masih

sangat tinggi.

8. Penderita sebaiknya tidur sendirian

9. Penderita sebaiknya tinggal di rumah yang mempunyai cukup

ventilasi, supaya udara dalam kamar dapat berganti dengan udara

yang bersih.

10. Menjemur selimut, bantal dan guling yang dipakai penderita

dibawah sinar matahari. Sinar matahari langsung dapat membunuh

kuman TBC.

 

25

Page 26: laporan puskesmas

BAB IV

REKOMENDASI DAN SARAN

4. 1. Bagi Masyarakat Desa dan Seluruh Sektor

- Masyarakat diharapkan lebih aktif mengikuti penyuluhan tentang

tuberkulosis untuk mencegah tingginya angka penyeberanan demam

berdarah dalam masyarakat.

- Melaksanakan program-program yang telah dijalankan dari puskesmas

Puskesmas.

4. 2. Bagi Tenaga Kesehatan

- Meningkatakan motivasi staf puskesmas professional dengan cara

mengikuti seminar- seminar motivasi.

- Pimpinan puskesmas dalam rangka menumbuhkan motivasi staf

administrasi dalam bekerja, harus memperhatikan kebutuhan fundamental

para staf, dan dalam proses selanjutnya tentu saja pimpinan puskesmas

dapat melakukan proses motivasi dengan menggunakan teori-teori

motivasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi para staf dalam

pemenuhan kebutuhannya secara hirarkis dan simultan, yang tentu saja

diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan

produktivitas kerja sekaligus indikator dari peningkatan kinerja staf

administrasi di Puskesmas.

4. 3. Bagi Pemerintah

- Membuat dan menjalankan program monitoring terhadap petugas

kesehatan di puskesmas.

- Melakukan upaya penyuluhan kepada masyarakat agar lebih

memperhatikan kesehatan diri sendiri dan lingkungan.

26

Page 27: laporan puskesmas

DAFTAR PUSTAKA

Arifin N, 1990, Diagnosis Tuberkulosis Paru, Cermin Dunia Kedokteran No. 63.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2013.

BKM Pekalongan, Pencegahan TBC 2013. http://bkpmpekalongankota. blogspot. com/2013/11/5-tahap-pencegahan-tbc.html, diakses tanggal 18 juni 2015

Depkes RI, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, Jakarta.2002.

Depkes.RI. 2003. Pedoman Penemuan dan Pengobatan Penderita TB Paru. Jakarta. Depkes.

Munijaya, A.Gde.2004. “Manajemen Kesehatan Edisi 2”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Profil data kesehatan indonesia tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. hlm 125-208.

Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Gaya Media, Yogyakarta. 2004

Tjandra Yoga Aditama. 2002. Tuberkulosis, diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Penerbitan IDI.

WHO. 1995. “Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer”.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

WHO. TB Control in the Workplace, Report of an Intercontry Consultan, New Delphi. 2004. Depkes 2002, http://www.depkes.go.id/index.php?option2 articles&arcid=154&item=3, 20 Mei 2004.

27