Laporan puskesmas Laras
-
Upload
rezky-galuh-saputra -
Category
Documents
-
view
314 -
download
6
description
Transcript of Laporan puskesmas Laras
BORANG PORTOFOLIO
Disusun Oleh :
Nama/peserta : dr. Nuzulul W. Laras
Pendamping : dr. Riyono
PUSKESMAS SALAMAN I
KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH
PERIODE JUNI 2015 - SEPTEMBER 2015
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG
INTERNSIP DOKTER INDONESIA
Data Peserta
Nama Peserta : dr. Nuzulul Widyadining Laras
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
KIDI Wilayah/Provinsi : Kabupaten Magelang/ Jawa Tengah
Mulai Tanggal : 01 Juni 2015
Selesai Tanggal : 30 September 2015
Tanda tangan peserta :
Identitas
Nama Dokter dr. Nuzulul Widyadining Laras
Nomor Sertifikat
Kompetensi
560/KDPI/SK/U.PNUKMPPD.2/XII/2014
No. STR Internsip 3321100115161983
No. SIP Internsip 449.1/006/SIP Int/21/VI/2015
Alumnus FK Universitas Diponegoro Semarang Tahun : 2014
Alamat Rumah : Jl. Parasamya 9 No.4 Perumda-Ungaran, Jawa Tengah
Telp : Fax : Email :
081215781671 [email protected]
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP
DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS SALAMAN I
Alamat: Jalan Raya Magelang-Purworejo KM 15,
Kab. Magelang, Telp (0293) 56162
SURAT LAPORAN PELAKSANAAN INTERNSIP
Pada hari Sabtu tanggal 29 September 2015 setelah mempertimbangkan kinerja
yang dilakukan oleh para pendamping, kepada peserta dengan nama dr. Nuzulul
Widyadining Laras, tempat wahana Puskesmas Salaman I, Kabupaten Magelang,
maka pada rapat penilaian akhir dinyatakan yang bersangkutan sudah selesai
melaksanakan seluruh kegiatan internsip.
Semua dokumen pendukung kegiatan peserta disimpan di Wahana Puskesmas
Salaman I.
Salaman, 29 September 2015
Pendamping,
dr. Riyono
NIP. 197110132010011001
Koordinator Wahana,
dr. Heri Sumantyo, MPH
NIP. 19691012200112006
Kinerja UKM Caturwulan I
No Caturwulan I Kinerja
Perilaku A B C D E
Disiplin (kehadiran tepat waktu) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Partisipasi (dalam melakukan assassmen dan intervensi
E.1 s/d E.7)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Argumentasi (rasionalitas) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Tanggung jawab (misalnya, menulis laporan kasus,
laporan kunjungan rumah, penyuluhan)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Kerjasama (tenggang rasa, tolong-menolong, tanggap) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Manajerial (dinilai berdasarkan laporan dan atau presentasi kasus)
Latar Belakang permasalahan atau kasus [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Permasalahan di keluarga, masyarakat maupun kasus [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Perencanaan dan pemioihan intervensi (misalnya
metode penyuluhan, menetapkan prioritas masalah dan
intervensi)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Pelaksanaan (proses intervensi) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi secara efektif (dengan
kasus, keluarga maupun masyarakat)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Kemampuan bekerja dalam tim (kerjasama dengan
semua unsur di masyarakat)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Kepribadian dan profesionalisme
Tanggung jawab profesional (kejujuran, keandalan) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Menyadari keterbatasan (merujuk, konsultasi pada saat
yang tepat)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Menghargai kepentingan dan pendapat kasus
maupun pihak lain (menjelaskan semua pilihan tindak
medis UKP dan UKM yangbdapat dilakukan dan
membiarkan kasus/keluarga/masyarakat untuk
memutuskan pemecahan masalah)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Partisipasi dalam pembelajaran (aktif mengutarakan
pendapat dan rasionalisasi tindak UKP dan UKM dalam
setiap kegiatan pembelajaran)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Kemampuan membagi waktu (menyelesaiakan semua
tugas pada waktunya dan mempunyai waktu untuk
membantu orang lain)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Pengelolaan rekam medis (selalu menulis data medis
secara benar dan baik)
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
Komentar Pendamping
Nama Peserta : dr.Nuzulul Widyadining Laras
Nama Wahana :Puskesmas Salaman I
Pendamping: dr.Riyono
Tanda tangan :
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Senin, tanggal 30 Juli 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F 1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat (topik: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
NO. ID dan Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tanggal : 22 Juni 2015
Tanggal Presentasi : 30 Juli 2015 No. dan Nama Pendamping :
Dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Tujuan :
1. Mengetahui penerapan PHBS
2. Dapat melakukan promosi kesehatan
Bahan bahasan : Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus
Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan
diskusi
Email Pos
Latar belakang permasalahan / kasus
Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat.
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan
kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh
banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada
peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma
sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan
perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih
menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010,
dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat,
perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk
perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri
dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi, serta
adanya transisi demografi dan epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit
akibat perilaku dan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan
sosial budaya cenderung akan semakin kompleks. Perbaikannya tidak hanya
dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan, perbaikan pada lingkungan dan
merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi perlu memperhatikan
faktor perilaku yang secara teoritis memiliki andil 30 - 35 % terhadap derajat
kesehatan.
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar,
maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat
menjadi sehat. Salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Program Perilaku hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah diluncurkan
sejak tahun 1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, yang sekarang
bernama Pusat Promosi Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk
mencapai keberhasilan pelaksanaan program PHBS, mulai dari pelatihan petugas
pengelola PHBS tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan Puskesmas.
PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat,
dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan
edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat
mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-
masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Tatanan PHBS ada 5 yaitu rumah
tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan dan tempat-tempat umum.
Permasalahan di Keluarga, Masyarakat dan Kasus
Promosi Kesehatan dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) perlu digalakkan karena :
- Banyaknya penyakit menular ataupun tidak menular yang dipengaruhi
oleh perilaku
- Masyarakat belum mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat
- Masyarakat masih enggan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat
karena ketidaktahuannya tersebut
- Tingkat kesadaran masyarakat untuk perilaku hidup bersih dan sehat
masih rendah
Pondok pesantren yang menjadi tempat penyuluhan dipilih karena tempat
tersebut menjadi tempat belajar sekaligus tempat tinggal, dimana penghuninya
terdiri dari sekelompok orang dengan latar belakang sosial, ekonomi dan
pendidikan yang berbeda. Seringkali, kebersihan diri dan lingkungan di pondok
pesantren kurang terjaga, sehingga penyakit mudah menular dari satu penghuni
ke penghuni lainnya.
Tujuan penyuluhan PHBS di pondok pesantren :
- Tercapainya peningkatan pengetahuan, sikap dan kemampuan warga
pesantren dan masyarakan lingkungan pesantren dalam mencegah
penyakit, memelihara dan meningkatkan kesehatan serta berperan aktif
dalam bidang kesehatan.
Perencanaan dan pemilihan intervensi (metode penyuluhan, menetapkan
prioritas masalah dan intervensi)
Dalam upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat di lingkungan pondok pesantren diadakan penyuluhan yang dihadiri oleh
santri di pondok pesantren tersebut. Selain itu juga mempraktekkan cara mencuci
tangana yang benar dan gosok gigi yang benar.
Pelaksanaan (proses intervensi)
Penyuluhan dilakukan oleh para dokter dan tenaga kesehatan dari Puskesmas
Salaman I yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Najah,Magelang, Jawa
Tengah.
Monitoring dan evaluasi termasuk di dalamnya pengambilan kesimpulan
a. Kegiatan : Penyuluhan di Pondok Pesantren pada tanggal 6 Juni 2015
b. Sasaran : Santri Pondok Pesantren Darun Najah
c. Monitoring :
1. Mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat di kawasan
pesantren
2. Meningkatnya tingkat kesehatan di kawasan pesantren
3. Santri dapat menjelaskan tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
d. Evaluasi :
Perlu dievaluasi setiap minggu apakah santri sudah mengerti benar cara
perilaku hidup bersih dan sehat. Perlu pula evaluasi kesehatan para santri dari
penyakit menular dan tidak menular dengan cara pemeriksaan kesehatan tiap
minggu.
Salaman, 30 Juli 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul W. Laras dr. Riyono
FOTO KEGIATAN PROMKES
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Senin, tanggal 15 Agustus 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F. 2. Upaya Kesehatan Lingkungan
(topik : Sanitasi Jamban)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.2. Upaya Kesehatan Lingkungan
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Sanitasi Jamban
Tanggal : 12 Agustus 2015
Tanggal Presentasi : 15 Agustus 2015 Nama Pendamping :
dr.Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia Bumil
Bahan bahasan : Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan
diskusi
Email Pos
A. LATAR BELAKANG
Perilaku buang air besar adalah kebutuhan biologis manusia. Namun
dalam pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan, misalnya
tempat buang air besar yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan yaitu
jamban. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap
masyarakat. Syarat jamban yang sehat adalah tidak mencemari air, misalnya
sungai, selokan, mata air dan lain lain, dan kotoran tidak dapat dijangkau oleh
serangga serta tidak menimbulkan bau. Jika buang air besar di jamban yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan menimbulkan penyakit menular,
lingkungan menjadi tidak tertib dan kotor. Alasan utama yang selalu
diungkapkan masyarakat mengapa belum memiliki jamban keluarga adalah
tidak adanya uang dan lahan untuk membangun jamban.
Jamban perlu mendapat perhaitan khusus karena merupakan satu bahan
buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, disentri, cacingan dan
gatal-agatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada
sumber air dan bau busuk serta estetika.
Karena semakin banyaknya penyuluhan yang dilakukan oleh Puskesmas
mengenai kesehatan, masyarakat sudah banyak pula yang menerapkan tatanan
rumah tangga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), tetapi sayangnya
masih banyak juga masyarakat yang masih buang air besar tidak di jamban
dengan berbagai alasan. Untuk itu diperlukan survey secara langsung ke
lingkungan atau tempat tinggal masyarakat mengenai perilaku buang air besar
agar terwujud masyarakat yang sehat.
B. PERMASALAHAN KASUS
Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat terutama dalam pelaksanaannya
tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat
erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Desa Kalirejo merupakan salah satu desa dari Kecamatan Salaman yang memiliki
letak terpencil dengan masyarakat yang sebagian besar memiliki mata
pencaharian sebagai petani dan tingkat pendidikan yang masih rendah
menyebabkan masyarakat desa Kalirejo kurang memperhatikan sanitasi jamban.
Oleh karena itu, perlu dilakukan survey untuk mengetahui sanitasi jamban di Desa
Kalirejo, Kecamatan Salaman.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus
atau WC. Syarat jamban yang sehat sesuai kaidah-kaidah kesehatan sebagai
berikut :
1. tidak mencemari sumber air minum
2. tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh serangga maupun tikus
3. air seni, air bersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah sekitar
olehnya itu lantai sedikitnya berukuran 1x1 meter dan dibuat cukup landai,
miring ke arah lubang jongkok
4. mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. dilengkapi dengan dinding dan penutup
6. cukup penerangan dan sirkulasi udara
7. luas ruangan yang cukup
8. tersedia air dan alat pembersih
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak jamban
dan sumber air bersih adalah sebagai berikut :
1. kondisi daerah, datar atau miring
2. tinggi rendahnya permukaan air
3. arah aliran air tanah
4. sifat, macam dan struktur tanah
Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya
disiram dengan air yang cukup. Pada jamban cemplung lubang harus selalu
ditutup jika jamban tidak digunakan agar tidak kemasukan benda-benda
lain. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air,
bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan
bersih, tidak ada kotoran terlihat dan tidak ada serangga dan tikus
berkeliaran.
C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI ( MISAL METODE
PENYULUHAN, MENETAPKAN PRIORITAS MASALAH DAN
INTERVENSI)
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan di atas, maka dilakukan survey
langsung ke tempat tinggal penduduk. Tenaga kesehatan mendatangi lima rumah
di Desa Kalirejo yang terpilih untuk dilakukan survey dan diamati keadaan
jamban di rumahnya.
D. PELAKSANAAN (PROSES INTERVENSI)
Monitoring dan evaluasi termasuk di dalamnya pengambilan kesimpulan.
Berdasarkan hasil survey, seluruh rumah telah memiliki jamban yang berjarak
lebih dari 10 meter dari sumber air. Tiga rumah masih menggunakan jamban
cemplung, sedangkan 2 rumah telah memiliki septitank sendiri. Tiga rumah
dengan jamban cemplung memiliki tempat pembuangan akhir berupa kolam yang
tidak ditutup dengan penutup kedap air, sedangkan 2 rumah yang memiliki
septitank telah tertutup kedap air. Karena kolam berada di luar memungkinkan
binatang penyebar penyakit seperti lalat atau tikus menjamah kotoran dalam
jamban. Kolam tersebut juga menimbulkan bau meskipun rutin dikuran seminggu
sekali dan diberi ikan lele di dalamnya. Sedangkan septitank tidak memungkinkan
binatang penyebar penyakit menjamah kotoran dalam jamban, tidak menimbulkan
bau dan selalu terjaga kebersihannya.
Kriteria-kriteria tersebut dilakukan skoring kemudian dijumlahkan untuk menilai
tingkat resiko mencemari lingkungan. Hasilnya 3 rumah memiliki resiko tinggi
mencemari lingkungan dan 2 rumah memiliki risiko rendah mencemari
lingkungan.
E. KESIMPULAN
Sebagian besar masyarakat desa Kalirejo telah memiliki jamban di rumah mereka,
akan tetapi jamban yang dimiliki kebanyakan adalah jamban cemplung dengan
kolam pembuangan terbuka. Jamban seperti ini kurang sehat dan memiliki tingkat
risiko mencemari lingkungan yang tinggi.
BAB harus dilakukan di jamban yang sehat. Jamban yang sehat yaitu jamban
yang tidak mencemari air, kotoran tidak dapat dijangkau oleh serangga serta tidak
menimbulkan bau. Jika BAB di sembarang tempat dapat menimbulkan berbagai
masalah terutama masalah kesehatan seperti diare dan penyakit menular lainnya.
Untuk itu diperlukan pemeriksaan sanitasi lingkungan agar tercipta masyarakat
yang bersih dan sehat baik secara jasmani maupun rohani.
Salaman, 14 Agustus 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul W. Laras dr. Riyono
FOTO KEGIATAN SANITASI JAMBAN
Jamban septictank
Jamban cemplung
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Senin, tanggal 31 Juli 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F. 3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta
Keluarga Berencana (KB) (topik : Grande Multipara)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Grande Multipara
Tanggal : 29 Juni 2015
Nama Pasien : Ny.F No. RM : -
Tanggal Presentasi : 15 Agustus 2015 Nama Pendamping :
Dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak
Remaja
Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi
Wanita, 34 tahun, hamil ketujuh kali, usia kehamilan 14 minggu
Tujuan
- Skrining kehamilan resiko tinggi
- Mengetahui kehamilan grande multipara dan risikonya
- Mengatasi permasalahan kehamilan risiko tinggi
Bahan bahasan : Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus
Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Email Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny.F Nomor Registrasi : -
Nama Klinik : Puskesmas
Salaman I
Telp. : - Terdaftar sejak : -
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pasien hamil dengan usia kehamilan 14 minggu. Kehamilan ini merupakan
kehamilan ketujuh. Jumlah anak hidup enam anak. Jumlah keguguran tidak
pernah. Jumlah anak lahir kurang bulan dua anak. Jarak dengan kehamilan
terakhir 3 tahun. Cara persalinan terakhir normal/spontan ditolong oleh bidan.
Pasien datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan kehamilan rutin.
2. Riwayat Kesehatan / Penyakit
□ Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), sakit jantung (-).
3. Riwayat Keluarga
□ Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), sakit jantung (-).
4. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien lulusan SMP. Suami pasien bekerja di
bidang swasta dengan penghasilan ±Rp 2.000.000 per bulan. Suami pasien
lulusan SMP. Pasien memiliki 4 orang anak. Biaya kesehatan menggunakan
BPJS.
Kesan sosial ekonomi kurang
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik (RUMAH, LINGKUNGAN,
PEKERJAAN)
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan keempat anaknya. Kondisi higienis
dan kebersihan lingkungan sekitar kurang baik. Pasien tidak bekerja. Biaya
sehari-hari ditanggung suami yang bekerja di bidang swasta. Biaya kesehatan
menggunakan BPJS.
6. Riwayat Haid :
Menarche : 10 tahun
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 23-3-2015
Haid lancar, selama 7 hari, tiap 28 hari sekali.
Hari Taksiran Persalinan (HTP) : 30-12-2015
8. Riwayat Pernikahan :
Menikah 1x dengan suami yang sekarang. Usia pernikahan 17 tahun.
9. Riwayat Obstetri :
G7P6A0 pada hamil ini.
10. Riwayat Antenatal Care :
ANC di bidan 1x di Puskesmas 1x. TT(+)
11. Riwayat Keluarga Berencana :
Pasien tidak pernah menggunakan KB cara apapun.
12. Lain-lain (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN
LABORATORIUM, DAN TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan
FASILITAS WAHANA)
□ Keadaan Umum : baik, GCS 15
□ Tanda Vital : TD : 120/90 mmHg, Nadi : 86x/menit,
RR : 22x/menit, t : 36,5oC
□ Pemeriksaan Fisik :
Umur : 34 tahun
BB : 59 Kg
TB : 151 cm
□ Pemeriksaan Laboratorium :
- HbS Ag (-)
- Proteinuria (-)
- Hb : 11,9 g/dL
- Golongan darah A
□ Pemeriksaan Obstetri :
Tinggi Fundus Uteri (TFU) 2 jari di atas simfisis pubis
DJJ : 11-12-11
Daftar Pustaka : (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,
VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)
1. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan
Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
2. Sartono. Buku Kebidanan dan Kandungan. Jakarta : Erlangga. 2005.
Hasil Pembelajaran :
Kehamilan resiko tinggi adalah salah satu kehamilan yang di dalamnya
kehidupan atau kesehatan ibu atau janin dalam bahaya akibat gangguan
kehamilan yang kebetulan atau unik. Risiko adalah suatu ukuran statistik dari
kemungkinan terjadinya suatu keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan
seperti kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidakpuasan
(5K) pada ibu dan bayi.
Ukuran resiko dapat dituangkan dalam bentuk angka disebut skor.
Diguanakan angka bulat di bawah 10, sebagai angka dasar 2,4, dan 8 pada
tiap faktor untuk membedakan resiko yang rendah, resiko menengah, resiko
tinggi. Berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi tiga kelompok :
1) Kehamilan resiko rendah (KRR) dengan jumlah skor 2. Kehamilan tanpa
masalah/faktor resiko, fisiologis dan kemungknan besar diikuti oleh
persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.
2) Kehamilan resiko tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10. Kehamilan
dengan satu atau lebih faktor resiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya
yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun
janinnya, memiliki resiko kegawatan tetapi tidak darurat
3) Kehamilan resiko sangat tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥12.
Kehamilan dengan faktor resiko :
a) Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat
bagi jiwa ibu dan atau bayinya, membutuhkan dirujuk tepat waktu dan
tidakan segera untuk penganganan adekuat dalam upaya
menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.
b) Ibu dengan faktor resiko dua atau lebih, tingkat resiko kegawatannya
meningkat, yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit
oleh dokter spesialis
Data statistik memperlihatkan bahwa kehamilan yang sehat mencapai
presentase 85%. Selebihnya merupakan porsi kehamilan beresiko
10% kehamilan beresiko tinggi dan 5% kehamilan dengan resiko
sangat tinggi.
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. SUBYEKTIF
Wanita, 34 tahun, hamil dengan usia kehamilan 14 minggu. Kehamilan ini
merupakan kehamilan ketujuh. Jumlah anak hidup enam anak. Jumlah
keguguran tidak pernah. Jumlah anak lahir kurang bulan dua anak. Jarak
dengan kehamilan terakhir 3 tahun. Cara persalinan terakhir normal/spontan
ditolong oleh bidan. Pasien datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan
kehamilan rutin. Tidak ada keluhan.
2. OBJEKTIF
□ Keadaan Umum : baik, GCS 15
□ Tanda Vital : TD : 120/90 mmHg, Nadi : 86x/menit,
RR : 22x/menit, t : 36,5oC
□ Pemeriksaan Fisik :
Umur : 34 tahun
BB : 59 Kg
TB : 151 cm
□ Pemeriksaan Laboratorium :
- HbS Ag (-)
- Proteinuria (-)
- Hb : 11,9 g/dL
- Golongan darah A
□ Pemeriksaan Obstetri :
Tinggi Fundus Uteri (TFU) 2 jari di atas simfisis pubis
DJJ : 11-12-11
3. ASSESSMENT
Wanita, 34 tahun, G7P6A0, hamil 14 minggu
Janin I hidup intrauterin
Grande Multipara
4. PLAN
Diagnosis
Pemeriksaan USG oleh dokter spesialis kandungan
Pengobatan
Pasien diberikan tablet Fe untuk mencegah terjadinya anemia selama
kehamilan.
Pendidikan
Edukasi kepada pasien bahwa kehamilannya ini merupakan kehamilan dengan
risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin
yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun nifas bila
dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.
Yang termasuk kriteria kehamilan risiko tinggi adalah : primimuda, primitua,
umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti (hamil
lebih dari 6 kali), riwayat persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre
eklampsia, hamil serotinus, perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan
medis dan lain-lain.
Menjelaskan kepada pasien perlu waspada terhadap risiko akibat kehamilannya
ini seperti tekanan darah tinggi saat kehamilan, keguguran, persalinan prematur
dan lain-lain.
Menjelaskan kepada pasien untuk mempersiapkan diri dan biaya apabila
sewaktu-waktu persalinan perlu dilakukan operasi seksio sesaria.
Konsultasi
Penempelan stiker kehamilan resiko tinggi di depan rumah supaya warga
masyarakat juga tahu dan membantu apabila ada sesuatu.
Edukasi mengenai kehamilan risiko tinggi dan risiko yang dapat terjadi dan
persiapan yang perlu dilakukan.
Rujukan
Direncanakan apabila terjadi kehamilan, persalinan atau nifas patologis.
Salaman, 15 Agustus 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul Widyadining Laras dr. Riyono
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Senin, tanggal 31 Juli 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F. 4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
(topik : Balita gizi kurang dengan rhinitis dan dermatitis
alergi)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Balita gizi kurang dengan rhinitis dan dermatitis alergi
Tanggal : 29 Juni 2015
Nama Pasien : An.R No. RM : 98724506
Tanggal Presentasi : 31 Juli 2015 Nama Pendamping :
dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi
Anak, laki-laki, usia 4 tahun, gizi kurang, pilek dan gatal selama 2 minggu saat
udara dingin
Tujuan
- Mendiagnosis rinitis dan dermatitis alergi
- Mengobati rinitis dan dermatitis alergi
Bahan bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan
diskusi
Email Pos
Data pasien Nama : An.R Nomor Registrasi : 98724506
Nama Klinik : Puskesmas
Salaman I
Telp. : - Terdaftar sejak : -
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Selama 2 minggu, saat udara dingin di malam hari pasien pilek dan gatal terus
menerus. Pilek cair (+), jernih (+), batuk (-), dahak (-), sesak nafas (-). Pasien
merasa gatal di seluruh tubuh, timbul bintik-bintik kecil berwarna merah, yang
muncul saat udara dingin dan menghilang saat tidak dingin.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
□ Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-)
□ Riwayat alergi makanan/susu (-), asma (-)
4. Riwayat Keluarga
Orang tua :
□ Nama Ayah : Tn.S
□ Umur : 28 tahun
□ Pekerjaan : buruh
□ Pendidikan : SMA
□ Nama Ibu : Ny.S
□ Umur : 26 tahun
□ Pekerjaan : buruh
□ Pendidikan : SMA
Pohon Keluarga
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki sakit
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan ayah dan ibu di rumah yang cukup bersih, bersama
dengan kakek dan nenek dari pihak ayah. Biaya kesehatan ditanggung BPJS.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik (RUMAH, LINGKUNGAN,
PEKERJAAN)
Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu, kakek dan nenek. Rumah memiliki
5 ruangan dengan luas kamar 4x4 m. Dinding rumah dari batu bata dan atap
rumah dari asbes. Higienis rumah dan lingkungan sekitar cukup bersih. Biaya
kesehatan ditanggung BPJS.
7. Riwayat Perinatal :
Diperiksa di Bidan rutin > 4x. Penyakit kehamilan disangkal. Suntik TT 2 kali.
Obat yang diminum selama hamil yaitu vitamin dan tablet tambah darah.
8. Riwayat Kehamilan Ibu :
Ibu memiliki 1 anak laki-laki, aterm, lahir spontan di bidan dengan BBL : 2800 g.
9. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus)
□ BCG : 7 hari
□ DPT : 2, 4, 6 bulan
□ Polio : 0, 2, 4, 6 bulan
□ Hep. B : 0, 2, 6 bulan
□ Campak : 9 bulan
Kesan : Imunisasi Lengkap
10. Riwayat Makan – Minum :
Usia 0 - 6 bulan : ASI eksklusif sesuai dengan keinginan anak
Usia 6 bulan : ASI ditambah susu formula. Bubur formula dan
buah-buahan.
Usia 1 tahun – 2 tahun : ASI ditambah susu formula, nasi tim dan buah-
buahan
Usia 2 tahun-sekarang : Makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk, susu
formula, buah-buahan.
11. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
□ Senyum : 2 bulan
□ Miring : 3 bulan
□ Tengkurap : 4 bulan
□ Duduk : 6 bulan
□ Gigi keluar : 7 bulan
□ Merangkak : 8 bulan
□ Berdiri berpegangan : 9 bulan
□ Berdiri tanpa berpegangan : 10 bulan
□ Berjalan : 12 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur
12. Lain-lain (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN
LABORATORIUM, DAN TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan
FASILITAS WAHANA)
□ Keadaan Umum : baik
□ Tanda Vital : Nadi : 86x/menit, RR : 24x/menit
□ Pemeriksaan Fisik :
Umur : 4 tahun
BB : 16 Kg
PB : 105 cm
Hidung : tampak sekret serous
Kulit : tampak urtikaria tersebar di seluruh tubuh.
□ Data Antropometri WHO NCHS :
BB/U = -2,47
PB/U = -1,68
BB/PB = -2,12
Kesan : gizi kurang, perawakan sesuai umur
□ Pemeriksaan Laboratorium : -
Daftar Pustaka : (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,
VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)
1. Braunwald. Fauci. Hauser. Eds. Harrison’s Principals of Internal
Medicine 17th ed. USA : McGraw Hill. 2008.
2. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
3. Buku Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. 2010. Depkes. Diunduh
dari : http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/buku-sk-
antropometri-2010.pdf
Hasil Pembelajaran :
Tumbuh kembang merupakan hal utama pada anak. Pertumbuhan adalah
proses bertambahnya ukuran sel dan jaringan interseluler, sedangkan
perkembangan adalah proses maturasi fungsi organ tubuh termasuk
berkembangnya kemampuan mental intelegensi serta perilaku anak. Faktor
penentu tumbuh kembang adalah faktor genetik herediter konstitusional yang
menentukan potensi bawaan anak dan faktor lingkungan yang menentukan
tercapai tidaknya potensi tersebut.
Jenis tumbuh kembang dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Tumbuh kembang fisik meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi
organism atau individu
2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi
dan kemampuan materi bersifat abstrak/simbolik seperti berbicara,
bermain, berhitung, dan membaca
3. Tumbuh kembang sosial ekonomi meliputi kemampuan bayi untuk
membentuk ikatan batin, berkasih sayang, menangani kegelisahan akibat
suatu frustasi, dan mengelola rangsangan agresif.
Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Masalah gizi yang dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang dapat
disebabkan oleh :
1. Kurang kalori protein
2. Gangguan akibat kurang iodium / GAKI
3. Anemia zat besi
4. Kekurangan vitamin A
Pada kasus ini pasien mengalami gizi kurang. Hal ini sesuai dengan data
antropometri WHO NCHS menunjukkan BB/U = -3 (-3,0 SD -- < -2,0 SD).
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen
yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan alergen spesifik tersebut. menurut WHO ARIA (Allergic
Rhinittis and It’s Impact on Asthma), 2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada
gejala bersin-bersin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E.
Rhinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering
terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan
perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda
dengan rerata pada usia 8-11 tahun, alergi pada anak-anak 40% dan menurun
sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi jarang ditemukan.
Faktor tisiko rhinitis alergi ;
1. Adanya riwayat atopi
2. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko
untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis
3. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu
yang tinggi.
Dermatitis alergi atau atopik adalah peradangan kulit berulang dan kronis
dengan disertai gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-anak
dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta
riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Faktor risiko dermatitis alergi adalah :
1. Wanita lebih banyak menderita dermatitis alergi dibandingkan pria
(rasio 1,3:1)
2. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga (rhinitis alergi,
konjungtivitis alergi/vernalis, asma bronkial, dermatitis alergi)
3. Faktor lingkungan : jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu semakin
tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota dan
meningkatnya penggunaan antibiotik
Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam, burung dan
sejenisnya.
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. SUBYEKTIF
Selama 2 minggu, saat udara dingin di malam hari pasien pilek dan gatal terus
menerus. Pilek cair (+), jernih (+), batuk (-), dahak (-), sesak nafas (-). Pasien
merasa gatal di seluruh tubuh, timbul bintik-bintik kecil berwarna merah, yang
muncul saat udara dingin dan menghilang saat tidak dingin.
2. OBJEKTIF
□ Keadaan Umum : baik
□ Tanda Vital : Nadi : 86x/menit, RR : 24x/menit
□ Pemeriksaan Fisik :
Umur : 4 tahun
BB : 12 Kg
PB : 97 cm
Hidung : tampak sekret serous
Kulit : tampak urtikaria tersebar di seluruh tubuh.
□ Data Antropometri WHO NCHS :
BB/U = -2,47
PB/U = -1,68
BB/PB = -2,12
Kesan : gizi kurang, perawakan sesuai umur
Pemeriksaan Laboratorium : -
3. ASSESSMENT
Gizi kurang
Rhinitis alergi dan dermatitis alergi
4. PLAN
Diagnosis :
Tes uji tusuk/skin prick test untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
alergi lainnya
Pengobatan :
Terapi pada kasus ini adalah antihistamin cetirizin 2x1/2 tablet untuk 2
minggu, salep betametason untuk digunakan di bagian tubuh yang gatal 2 kali
sehari setelah mandi.
Rehabilitasi tuntas dilakukan dengan memberi makanan tinggi energi dan
tinggi protein, dengan susuna
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energi 50 – 220 Kkal/KgBB/hari
- Protein 4 – 6 gram/KgBB/hari
Selain itu dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan
makanan yang tinggi dan pertambahan BB > 10 gram/KgBB/hari, sediakan
pula stimulasi sensoris dan dukungan emosi/ mental dan menyiapkan follow up
setelah sembuh.
Pendidikan :
Memberitahukan kepada orangtua pasien untuk :
1. Menghindari suhu ekstrim dingin dengan cara memakai jaket atau selimut
2. Penyakit bersifat kronis dan berulang sehingga perlu diberi pengertian
kepada seluruh anggota keluarga untuk menghindari faktor risiko dan
melakukan perawatan kulit secara benar
3. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani, sehingga reaksi alergi
berkurang
4. Menekankan agar pasien rutin minum obat dan menggunakan salep serta
kontrol 2 minggu lagi untuk evaluasi alergi nya.
Konsultasi
Menjelaskan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan pengobatan berjenjang serta membutuhkan kerjasama dari
seluruh anggota keluarga untuk perubahan gaya hidup dan menghindari dari
penyebab alergi.
Rujukan
Rujukan diperlukan bila akan dilakukan pemeriksaan skin prick test.
Salaman, 31 Juli 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul W. Laras dr. Riyono
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Senin, tanggal 31 Juli 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F 5. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Menular atau Tidak Menular (topik: Malaria)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.5. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular/ Tidak Menular
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Malaria
Tanggal : 24 Juni 2015
Nama Pasien : Tn. S No. RM :
Tanggal Presentasi : 31 Juli 2015 No. dan Nama Pendamping :
Dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
Laki-laki, 20 tahun, mengeluh panas menggigil 2 hari pada sore hari.
Tujuan
Mengetahui tanda dan gejala malaria
Mengobati malaria
Mencegah penularan
Bahan bahasan : Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Email Pos
diskusi
Data pasien Nama : Tn. S Nomor Registrasi :
Nama Klinik : Puskesmas
Salaman I
Telp. : - Terdaftar sejak :
24 Juni 2015
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pasien mengeluh panas tinggi hingga menggigil sejak 2 hari sebelum dibawa
ke puskesmas. Panas terjadi pada sore hingga pagi hari. Pusing (+), mual (+),
pasien tampak pucat (+). BAB dan BAK (+) normal.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah dibawa berobat ke klinik, minum obat rutin tetapi panas tidak
turun.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang sedang sakit seperti ini.
Ada tetangga yang berjarak ±200 m rumahnya dari pasien mengalami
malaria.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik (RUMAH, LINGKUNGAN,
PEKERJAAN)
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan dua kakaknya. Kondisi rumah
layak huni. Kebersihan lingkungan kurang baik. Di sekeliling rumah pasien
ada kebun buah. Biaya kesehatan ditanggun sendiri.
Kesan sosial ekonomi baik.
7. Lain-lain :
Tanda vital : TD: 130/80mmHg, Nadi: 90x/ menit,
RR : 24x/menit, suhu : 39,4OC
Pemeriksaan Fisik :
Mata : anemis (+/+)
Lidah : putih (-), tremor (-)
Thorax : Paru : SD : vesikuler (+/+), ST (-)
Jantung : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, timpani
Ekstremitas : ptechiae (-), rumple leed test (-), pucat (+)
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap : Eritrosit : 4,74 juta/mm3 Leukosit : 140rb/mm3
Hb : 11,9 g/dL Trombosit : 92rb/mm3
HCT : 35,6 % MCV : 75 μm3
MCH : 25,1 pg MCHC : 33,5 g/dL
Hitung jenis : Limfosit : 9,3% ↓
Monosit : 3,0% ↓
Granulosit : 87,7% ↑
Malaria (+) Falciparum, Widal (-),
Daftar Pustaka:
1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta:Departemen Kesehatan RI. 2008.
2. Braunwald. Fauci. Hauser. Eds. Harrison’s Principals of Internal Medicine
17th ed. USA : McGraw Hill. 2008.
3. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan
Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
Hasil Pembelajaran :
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit
ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
Spesies Plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falciparum, P. Vivax,
P.ovale, dan P. malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di
Indonesia adalah P.falciparum dan P.vivax sedangkan P.malariae dapat
ditemukan di beberapa provinsi antara lain : Lampung, Nusa Tenggara Timur
dan Papua. P.ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Malaria ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam hilang timbul, pada saat demam hilang disertai dengan
menggigil, berkeringat, anemia dan pembesaran limpa. Dapat disertai dengan
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nafsu makan menurun, sakit perut,
mual muntah, dan diare.
Faktor risiko malaria :
Riwayat menderita malaria sebelumnya
Tinggal di daerah yang endemis malaria
Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemis malaria
Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adaah hapusan darah tebal dan
tipis ditemukan parasit Plasmodium atau menggunakan Rapid Diagnostic
Test untuk malaria (RDT).
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. SUBYEKTIF
Autoanamnesis
2 hari sebelum masuk Puskesmas, pasien panas tinggi hingga menggigil
tiap pukul 15.00 hingga 05.00. Panas disertai pusing (+), mual (+), muntah (-),
mimisan (-), batuk (-), pilek (-), tampak pucat (+), BAB dan BAK (+) normal.
Makan dan minum (+) menurun.
2. OBYEKTIF
□ BB : 65 Kg
□ Tinggi : 157 cm
□ Tanda vital :
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 39,4oC
□ Pemeriksaan Fisik :
Mata : anemis (+/+)
Lidah : putih (-), tremor (-)
Thorax : Paru : SD : vesikuler (+/+), ST (-)
Jantung : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, timpani
Ekstremitas : ptechiae (-), rumple leed test (-), pucat (+)
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah lengkap : Eritrosit : 4,74 juta/mm3 Leukosit : 140rb/mm3
Hb : 11,9 g/dL Trombosit : 92rb/mm3
HCT : 35,6 % MCV : 75 μm3
MCH : 25,1 pg MCHC : 33,5 g/dL
Hitung jenis : Limfosit : 9,3% ↓
Monosit : 3,0% ↓
Granulosit : 87,7% ↑
□ Malaria (+) Falciparum, Widal (-),
3. ASSESSMENT
Malaria falciparum
4. PLAN
Pengobatan
a. Pengobatan malaria dengan fixed dose combination (FDC) yang terdiri dari
Dyhidroartemisinin 40 mg + piperakuin 320 mg selama 3 hari, sehari 3
tablet dengan cara pemberian 2 tablet diminum sekali kemudian selang 1
jam minum 1 tablet lagi untuk mencegah efek mual dari obat tersebut.
Terapi ditambah dengan primakuin 3 tablet sehari, diminum 2 tablet lalu
selang 1 jam minum 1 tablet lagi.
b. Terapi simtomatik untuk antipiretik dengan paracetamol 500 mg diminum
tiap 4 jam sekali jika panas. Untuk mual domperidon 3x1 tablet dan
mengurangi efek nyeri perut menggunakan ranitidin injeksi 2x50 mg.
Pendidikan
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit malaria dan
pengobatan yang diberikan serta komplikasi penyakit malaria. Memotivasi
pasien agar rutin minum obat bila perlu keluarga melakukan pengawasan
minum obat dan pasien wajib melalui uji laboratorium setelah selesai minum
obat untuk melihat apakah pasien telah sembuh atau belum. Selama perawatan,
keluarga diharap ikut mengawasi pasien apabila tampak tanda-tanda bahaya
seperti kesadaran pasien menurun, perdarahan spontan, kejang dan lain-lain.
Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk melakukan pencegahan malaria
dengan cara menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen serta
menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari.
Memotivasi keluarga dan lingkungan sekitar agar mau melakukan skrining
malaria yang diadakan oleh dinas kesehatan.
Konsultasi
Menjelaskan bahaya penyakit malaria serta komplikasi yang dapat terjadi.
Menjelaskan pengobatan dan uji laboratorium yang harus dilakukan pasien.
Menunjuk pengawasan minum obat pada keluarga pasien. Menjelaskan cara
pencegahan malaria.
Rujukan
Direncanakan jika dikhawatirkan proses penyakit berlanjut dan atau timbul
komplikasi
Salaman, 15 September 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul W. Laras dr. Riyono
Berita acara presentasi portofolio
Pada hari Kamis, tanggal 30 Juli 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Nuzulul Widyadining Laras
dengan judul/ topik : F.6. Upaya Pengobatan Dasar (topik :
Osteoarthritis )
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
F.6. Upaya Pengobatan Dasar ( Topik : Osteoarthritis)
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Osteoarthritis
Tanggal : 30 Juni 2015
Nama Pasien : Ny. S No. RM : -
Tanggal Presentasi : 30 Juli 2015 No. dan Nama Pendamping :
dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi
Seorang wanita, 55 tahun, nyeri di lutut kaki kanan dan kiri.
Tujuan
1. Untuk mengetahui osteoartritis dan penatalaksanaannya.
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan
diskusi
Email Pos
Data pasien Nama : Ny. S Nomor Registrasi : -
Nama Klinik : Puskesmas Salaman I Terdaftar sejak : -
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pasien mengeluh kedua lutut kakinya nyeri sejak 2 bulan yang lalu. Tiap
digunakan untuk berjalan jauh atau naik turun tangga, lututnya nyeri, bengkak
dan panas. Terasa kaku di pagi hari. Nyeri dirasakan berkurang bila istirahat.
Demam (-), nyeri di sendi lain (-), benjolan di jari tangan dan kaki (-),
menopause (+).
2. Riwayat Pengobatan
Pasien belum minum obat apapun dan berobat dimanapun.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Riwayat gagal jantung (-), DM (-), hipertensi (-)
4. Riwayat Keluarga
Ibu pasien memiliki sakit seperti ini.
Riwayat gagal jantung (-), DM (-), hipertensi (-)
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan suami dan satu orang anaknya. Dua anaknya telah
menikah dan tinggal di tempat lain. Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik,
pekerjaan sehari-hari berdiri dan mengangkat barang berat. Suami bekerja
sebagai satpam pabrik. Biaya kesehatan ditanggung pemerintah.
6. Lain-lain
□ Tanda vital : TD : 110/90 mmHg; RR : 20x/menit; t : 37oC; N : 80x/menit
□ Pemeriksaan Fisik :
- BB : 85 kg TB : 155 cm
- Regio patella dx et sin : oedem (+), kalor (+), nyeri (+), ruang gerak
terbatas (+)
□ Pemeriksaan laboratorium :
- Asam urat : 5,6 mg/dL
Daftar Pustaka : (diberi contoh MEMAKAI SISTEM HARVARD,
VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK
1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi IRA untuk diagnosis
dan penatalaksanaan osteoarthritis. IRA:Jakarta. 2014.
2. Braunwald. Fauci. Hauser. Eds. Harrison’s Principals of Internal
Medicine 17th ed. USA : McGraw Hill. 2008.
3. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
Hasil Pembelajaran
Osteoarthritis adalah suatu penyakit kronis yang mengenai sendi dan tulang di
sekitar sendi tersebut. Dulu osteoarthritis dianggap penyakit degeneratif
karena sendi menjadi aus namun dewasa ini diketaui melalui penelitian-
penelitian ternyata selain akibat aus terdapat proses peradangan yang
mempengaruhi kerusakan pada sendi tersebut, walaupun peradangan yang
terjadi tidak sehebat penyakit radang sendi yang lain seperti arthritis
reumatoid.
Selain diakibatkan oleh aus, osteoarthritis juga disebabkan oleh karena trauma
atau akibat dari penyakit sendi yang lain (sekunder). Kartilago yang terdapat
di antara sendi berfungssi sebagai bantalan pada saat sendi dipakai, tapi karena
bagian ini rusak maka permukaan tulang pada sendi tersebut saling beradu
sehingga timbul rasa nyeri, bengkak dan kaku.
Keluhan yang dirasakan pasien OA adalah nyeri pada sendi , terutama sendi
yang menyangga berat tubuh seperti sendi lutut dan pinggang. Nyeri terutama
dirasakan sesudah beraktivitas menggunakan sendi tersebut dan berkurang jika
istirahat. Kadang timbul rasa kaku di sendi pada pagi hari setelah bangun
tidur, kurang lebih 30 menit. Bila digerakkan terdengar seperti krepitus. Dapat
memberat sehingga istirahat tidak membantu. Penekanan di area sekitar sendi
yang nyeri akan terasa sakit. Gerak sendi juga menjadi terbatas.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat menegakkan diagnosis OA,
namun pemeriksaan radiologi dapat membantu, tampak osteofit dan sklerosis
di sekitar sendi yang terkena.
Faktor risiko terjadi OA :
- Usia > 60 tahun
- Wanita, usia > 50 tahun atau menopause
- Kegemukan/obesitas
- Pekerja berat dengan penggunaan satu sendi terus menerus
OA tidak dapat disembuhkan dan akan makin memburuk sejalan dengan usia.
Keluhan OA dapat dikontrol menggunakan penatalaksanaan yang benar
seperti berikut
- Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena
- Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresivitas dan meringankan
gejala yang dikeluhkan
- Modifikasi gaya hidup dengan cara menurunkan berat badan dan melatih
pasien untuk tetap menggunakan sendinya dan melindungi sendi yang
sakit.
- Pengobatan medikamentosa :
Analgesik topikal
NSAID (oral) :
Non selective : CX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam,
Mefenamat, Metampiron)
Selective : COX2 (Meloksikam)
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. SUBYEKTIF
Pasien mengeluh kedua lutut kakinya nyeri sejak 2 bulan yang lalu. Tiap
digunakan untuk berjalan jauh atau naik turun tangga, lututnya nyeri, bengkak
dan panas. Terasa kaku di pagi hari. Nyeri dirasakan berkurang bila istirahat.
Demam (-), nyeri di sendi lain (-), benjolan di jari tangan dan kaki (-),
menopause (+).
2. OBJEKTIF
□ Tanda vital : TD : 110/90 mmHg; RR : 20x/menit; t : 37oC; N : 80x/menit
□ Pemeriksaan Fisik :
- BB : 85 kg TB : 155 cm
- Regio patella dx et sin : oedem (+), kalor (+), nyeri (+), ruang gerak
terbatas (+)
□ Pemeriksaan laboratorium :
- Asam urat : 5,6 mg/dL
3. ASSESSMENT
Osteoarthritis
4. PLAN
Diagnosis :
Rontgen patella dx sin
Pengobatan :
Terapi pada kasus ini adalah Natrium diclofenac 2x1dengan monitoring
tekanan darah dan fungsi ginjal tiap kontrol. Ditambah dengan analgetik
topikal dioleskan tiap kali nyeri untuk mengurangi nyeri.
Pendidikan
- Menjelaskan pengertian, penyebab dan penatalaksanaan osteoarthritis
pada pasien.
- Memberitahukan pada pasien untuk tetap melakukan aktivitas sehari-
hari, latihan fisik agar nyeri tidak bertambah sakit
- Menjelaskan perlunya perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan
pada pasien hingga BMI ideal 18,5-25
- Melarang pasien minum jamu dan obat di luar yang diberikan dokter
- Mewajibkan pasien untuk kontrol bila obat habis atau nyeri semakin
hebat atau ada reaksi terhadap obat.
Konsultasi
Pasien perlu menyesuaikan beban kerja di tempat kerja dengan sakit pasien ini
sehingga nyeri tidak semakin berat. Motivasi pasien untuk merubah gaya
hidupnya (perubahan pola makan yang bergizi, menjaga berat badan, latihan
fisik rutin).
Rujukan
Rujukan bila ada komplikasi dari penyakit ini maupun akibat pengobatan
COX-1.
Salaman, 30 Juli 2015
Peserta Pendamping
dr. Nuzulul W. Laras dr. Riyono
Berita acara presentasi Mini Project
Pada hari Senin, tanggal 22 Agustus 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : 1. dr. Alberta Vania H.
1. dr. Najih Rama Eka Putra
2. dr. Niken Maretasari P.A.
3. dr. Nurin Aisyiyah L.
4. dr. Nuzulul W. Laras
5. dr. Shila Lupiyatama
dengan judul/ topik : F.7 Mini Project
NamaPendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Nama Peserta Presentasi Tanda tangan
1. dr. Alberta Vania H. …………….
2. dr. Najih Rama Eka Putra …………….
3. dr. Niken Maretasari P.A. . …………….
4. dr. Nurin Aisyiyah L. …………….
5. dr. Nuzulul W. Laras …………….
6. dr. Shila Lupiyatama …………….
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
MINI PROJECT
Judul
Hubungan Pengetahuan Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Desa
Paripurno Kecamatan Salaman, Magelang, Jawa Tengah
Oleh:
dr. Alberta Vania H.
dr. Najih Rama Eka Putra
dr. Niken Maretasari P.A.
dr. Nurin Aisyiyah L.
dr. Nuzulul W. Laras
dr. Shila Lupiyatama
Pembimbing:
dr. Riyono
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAGELANG
PUSKESMAS SALAMAN I
JAWA TENGAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih
menjadi masalah kesehatan utama di dunia, terutama di negara
tropis dan sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Sekitar
45% penduduk di Indonesia mempunyai risiko tertular malaria
karena dari 576 kabupaten/kota, 424 (73,6%) di antaranya
termasuk daerah endemis malaria.1
Sebagai re-emerging disease, sejak sekitar 30 tahun yang lampau malaria
sudah dikatakan berhasil dikendalikan, namun sekarang angka kejadiannya
kembali meningkat. Di Indonesia, setelah pelaksanaan program Komando
Pemberantasan Malaria bekerjasama dengan United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization pada tahun 1960-an, Jawa dan Bali sudah
dinyatakan “bebas malaria” namun dalam beberapa tahun terakhir ini angka
kejadian malaria meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia.1
Sebagian besar daerah di Indonesia masih merupakan daerah endemik
infeksi malaria, Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, Kalimantan dan bahkan beberapa daerah di Sumatra seperti Lampung,
Bengkulu, Riau. Jawa dan Bali pun walaupun endemitas rendah, masih sering
dijumpai letupan kasus malaria.2 Beberapa penelitian menunjukkan tinggi nya
kasus malaria di Jawa Tengah, antara lain di Kebumen, Purworejo, Daerah Bukit
Menoreh, Borobudur serta Srumbung Kabupaten Magelang.3,4,5,6,7
Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis, sedangkan
tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita positif malaria (hasil
pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun 2006 sekitar 350
ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus.8 Menurut data statistik di
Jawa Tengah terjadi peningkatan jumlah kasus dari 0,07 per 1000 penduduk pada
tahun 2008 menjadi 0,08 per 1000 penduduk pada tahun 2009.9
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama
di Indonesia. Hal ini disebabkan karena malaria masih merupakan penyakit
menular yang dapat menyebabkan kematian pada kelompok berisiko tinggi yaitu
bayi, balita, dan ibu hamil dan secara langsung dapat menurunkan produktivitas
kerja.2
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini
secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.10 Gejala yang
timbul akibat terinfeksi parasit ini antara lain demam, anemia, splenomegali,
hingga pada kasus yang berat dapat menimbulkan malaria cerebral.10
Di Indonesia terdapat berbagai suku bangsa dengan ragam kebiasaan dan
perilaku, merupakan faktor yang berpengaruh dalam menunjang keberhasilan
partisipasi masyarakat dalam program pengendalian malaria. Tiga faktor utama
yang saling berhubungan dengan penyebaran malaria antara lain host
(manusia/nyamuk), agent (parasit plasmodium) dan environment (lingkungan).
Penyebaran malaria terjadi bila ketiga komponen tersebut mendukung.11
Mudahnya transportasi untuk mobilisasi penduduk, sering menyebabkan
timbulnya malaria import. Perubahan iklim setempat misalnya di Bukit Menoreh,
Sukabumi, Samosir, Wonosobo, Purbalingga juga menjadi faktor yang
berpengaruh. Masih terbatasnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat juga
menjadi faktor penentu.2
Beberapa perilaku yang tidak menunjang dalam upaya pengendalian
malaria ini adalah kebiasaan masyarakat yang biasa mencari pengobatan sendiri
dengan membeli obat ke warung terdekat dan menggunakan obat dengan dosis
tidak tepat, kebiasaan berada di luar rumah atau beraktivitas pada malam hari
tanpa perlindungan dari gigitan nyamuk, dan adanya penebangan hutan bakau
oleh masyarakat yang akan mengakibatkan terbentuknya tempat perindukan baru
vektor malaria.2
Puskesmas sebagai pusat kesehatan primer mempunyai andil yang sangat
besar terhadap keberhasilan program pengendalian malaria. Banyak kendala-
kendala yang harus dihadapi oleh puskesmas dalam pelaksanaan program
tersebut. Salah satu faktor penunjang keberhasilan program ini adalah peran
petugas kesehatan, kader dan masyarakat.
Kader dan petugas kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
di tingkat puskesmas tidak dipungkiri lagi mempunyai peranan yang sangat
besar. Pengetahuan yang terbatas dan tingkat pendidikan kader yang rendah bagi
kader dan kurangnya informasi kesehatan bagi petugas kesehatan merupakan
faktor yang dapat menghambat program ini. Belum optimalnya peran Juru
Malaria Desa sebagai juga salah faktor yang berpengaruh. Untuk itu perlu
dilakukan suatu penelitian mengenai pengetahuan masyarakat mengenai malaria
sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai acuan tindakan lebih lanjut seperti
perlunya penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang cara memutus mata rantai penularan malaria.
BAB II
TUJUAN
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui adakah hubungan pengetahuan masyarakat desa Paripurno
tentang malaria terhadap angka kejadian malaria di Desa Paripurno
Kecamatan Salaman, Magelang, Jawa Tengah
2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan angka kejadian malaria di Desa Paripurno Kecamatan
Salaman, Magelang, Jawa Tengah
b. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pengetahuan mengenai penyakit malaria, bagaimana cara
penularan nya dan perilaku yang dapat menurunkan angka kejadian
malaria di Desa Paripurno Kecamatan Salaman, Magelang, Jawa Tengah
BAB III
MANFAAT
Manfaat
1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat serta meningkatkan kesadaran akan
pentingnya perilaku masyarakat yang dapat menurunkan angka kejadian
malaria.
2. Puskesmas
Mengurangi angka kejadian malaria di wilayah kerja puskesmas Salaman 1
dan peningkatan perilaku masyarakat yang dapat menurunkan angka kejadian
malaria.
3. Pribadi
Meningkatkan pengetahuan mengenai malaria, cara penularan dan perilaku
yang dapat menurunkan angka kejadian dan penularan malaria.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
(gigitan) nyamuk Anopheles,sp. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki endemisitas tinggi.
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada
selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah
Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya
penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru
ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk
mewarnai parasit, pada tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru
sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di
dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan
kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk
adalah vektor penular malaria.
Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua
peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada
manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897
seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab
malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William
Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium
ovale.
4.2. Epidemiologi Penyakit Malaria
Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis maupun subtropis
dan menyerang negara dengan penduduk padat. Pada negara yang beriklim dingin
sudah tidak ditemukan lagi daerah endemik malaria. Namun demikian, malaria
masih merupakan persoalan kesehatan yang besar di daerah tropis dan sub tropis
seperti di Brasil, Asia Tenggara dan seluruh sub-tropis Afrika. Plasmodium
vivax tersebar di daerah tropis dan subtropis dan beriklim panas seperti daerah
Timur Tengah, Iran, Pakistan, Bangladesh, India, Sri Langka, Myanmar,
Thailand, Malaysia, Indonesia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika
bagian tengah dan timur.Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah
beriklim panas dan lembab. Di daerah barat yang beriklim tropis, Afrika Tengah
dan beberapa daerah di Afrika Timur, di beberapa daerah di Timur Tengah, India
bagian Utara, Tengah dan Selatan. Beberapa daerah di Bangladesh, Pakistan,
Myanmar, Thailand, Laos, Malaysia dan Indonesia. Plasmodium malaria terdapat
terutama di daerah tropis Afrika, Amerika Selatan, India, Sri Langka, dan
Malaysia
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk
Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 484
Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah
endemis malaria.
Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Pada tahun
1996 ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita sebanyak
2.341.401 orang, menurut laporan di provinsi Jawa Tengah 1999, Annual
Paracitic index (API) sebanyak 0,35‰ sebagian besar disebabkan
oleh Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax. Angka prevalensi malaria di
provinsi Jawa Tengah terus menurun dari tahun ke tahun mulai dari 0,51 pada
tahun 2003, menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi menjadi 0,07 pada tahun
2005.
Wilayah Indonesia Timur merupakan salah satu daerah dengan tingkat
kejadian malaria tertinggi.Jumlah malaria pada tahun 2012 mencapai 417 ribu
kasus di Indonesia dan hampir tiga per empat kasusnya berasal dari wilayah
Indonesia bagian timur, seperti Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Gambar 1. Peta endemisitas malaria di Indonesia
Peta tersebut menunjukkan bahwa masalah malaria terpusat di wilayah
Indonesia timur yaitu Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan
Maluku Utara.
4.3. Etiologi Penyakit Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada
manusiaplasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falcifarum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium
falcifarummerupakan penyebab infeksi berat dan dapat menimbulkan kematian.
Keempat spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium
falcifarumyang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria
kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale. Malaria dapat
ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah (melalui gigitan
nyamuk Anopheles) dan bukan alamiah yang terdiri dari malaria
bawaan (kongenital) yang disebabkan oleh infeksi dari ibu kepada bayi yang di
kandungnya serta penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah dan
jarum suntik.
Gambar 2. Nyamuk Anopheles
4.4. Siklus Hidup Plasmodium
Dalam daur hidupnya, plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata
dan nyamuk. Siklus aseksual di dalam hospes vertebrata dikenal sebagai
skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk
sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia
melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh
sebagai skizon (stadium eksoeritrositer atau stadium preeritrositer). Sebagian
sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit. Sel hati
yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke
dalam eritrosit (stadium eritrositer).
Gambar 3: Siklus hidup plasmodium malaria
A. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk
ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.
Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh
menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah
2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah
dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.
B. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang
waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies Plasmodium. Masa prepaten
adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam
darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
4.5. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan
eritrosit maka akan menyebabkan anemia. Beratnya anemia tidak sebanding
dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan
gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga
parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena
terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan
pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai
banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia
dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi Plasmodium falsiparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan
kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi
sehingga terbentuk roset. Sitoadherensi menyebabkan eritrosit matur tidak beredar
kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskuler disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi.
Hanya Plasmodium falsiparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada
plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer.
Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalm tubuh.
Sekustrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung
dan usus. Sekuestrasi ini memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria
berat. Rosseting adalah suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang di selubungi oleh sekitar 10 atau lebih
eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya rosseting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi parasit. Rossetingmenyebabkan obstruksi aliran
darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi.
4.6. Manifestasi Klinis Malaria
A. Masa inkubasi
Plasmodium Masa inkubasi Tipe panas
Falciparum 12 (9-14) hari 24, 36, 48
Vivax 13 (12-17) hari 48
Ovale 17 (16-18) hari 48
Malariae 28 (18-40) hari 72
Tabel 1. Masa inkubasi masing-masing Plasmodium
B. Gejala prodromal
Gejala prodromal terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu,
sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, rasa tidak enak di perut, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin
di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae keluhan prodromal
tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
C. Gejala Klasik Malaria
Gejala klasik berupa “trias Malaria” (malaria proxysm) secara
berurutan.
1. Periode dingin
Penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung
pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur.
2. Periode panas
Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, penderita
membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital,
muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun). Periode ini lebih
lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
3. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah temperatur turun, penderita merasa capek dan sering tertidur.
Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria,
dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-
anak dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah
pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeisis, hemolisis karena
prosescomplement mediated immune complex, eritrofagositosis,
penghambatan pengeluaran retikulosit.
Splenomegali akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut
dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ
yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian
pada binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi
melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit yang
terinfeksi.
4.7. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepar
(RDT- Rapid diagnostik Test ).
A. Anamnesis
1. Pada anamnesis sangat penting diperthatikan:
a. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat bepergian dan bermalam di daerah endemik malaria dalam satu bulan
terakhir
c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria,
d. Riwayat menderita penyakit malaria sebelumnya
e. Riwayat meminum obat malaria
f. Riwayat mendapatkan transfusi darah
g. Kecurigaan adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari adanya satu
gejala atau lebih, yaitu gangguan kesadaran, kelemahan atau kelumpuhan
otot, kejang-kejang, kekuningan pada mata atau kulit, adanya perdarahan
hidung atau gusi, muntah darah atau berak darah. Selain itu, keadaan panas
yang sangat tinggi, muntah yang terjadi terus menerus, perubahan warna
kencing menjadi seperti teh, dan volume kencing yang berkurang sampai
anuri.
B. Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami demam 37,5-40◦, serta anemia yang dibuktikan
dengan konjungtiva palpebrae yang pucat, splenomegali, hepatomegali. Bila
terjadi serangan malaria berat, gejala dapat disertai syok.
C. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang secara teknis
terbagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah
tipis untuk mengetahui ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui
pemeriksaan ini dapat dilihat jenis plasmodium dan stadiumnya serta
kepadatan parasitnya.
Kepadatan parasit dapat dilihat melalui semi-kuantitatif dan kuantitatif. Semi
kuantitatif dengan menghitung parasit dalam lapangan pandang besar (LPB)
dengan rincian sebagai berikut.
(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)
Perhitungan kepadatan secara kuantitatif pada SDr tebal adalah menghitung
jumlah parasit per 200 leukosit. Pada SDr tipis perhitungan jumlah parasit per
1.000 eritrosit
- Pada infeksi plasmodium falciparum, sediaan apus darah tepi dijumpai parasit
muda bentuk cincin (ring form), dapat juga di temukan gametosit ataupun
skizon (pada kasus berat yang biasanya disertai dengan komplikasi). Khas
gambaran gametosit bentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah
merah.
- Pada infeksi Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada sediaan
apus darah tipis maupun tebal dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari
bentuk ringan sampai skizon, sel darah merah membesar, terdapat titik
Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid.
- Pada infeksi Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang yang
telah matang. Pada sediaan apus darah tepi tipis maupun tebal dapat dijumpai
semua bentuk parasit aseksual. Parasit pada sediaan darah tepi tipis berbentuk
khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rosette form),
tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang-
kadang menutupi sitoplasma/ inti atau keduanya.
2. Tes diagnostik cepat (RDT, rapid diagnostic test)
Pada kasus kejadian luar biasa (KLB) biasanya dibutuhkan tes yang
cepat untuk menanggulangi malaria di lapangan. Metode ini mendeteksi
adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi, dalam
bentuk dipstik. Dibandingkan dengan uji mikroskopik, tes ini mempunyai
kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tapi lemah
dalam spesifitas dan sensivitasnya. Tes yang tersedia di pasaran saat ini
mengandung: HRP-2 (Histidine rich protein) yang diproduksi oleh tropozoit,
skizon dan gametosis muda Plasmodium falciparum dan enzim parasit
lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit
bentuk aseksual dan seksualPlasmoddium falciparum, Plasmoddium vivax,
Plasmoddium ovale danPlasmoddium malariae.
4.8. Diagnosis Banding Malaria
Malaria tanpa komplikasi antara lain sebagai berikut: Demam tifoid,
Demam dengue, lnfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Leptospirosis ringan,
lnfeksi virus akut lainnya.
Malaria berat atau malaria dengan komplikasi antara lain sebagai berikut:
Radang Otak (meningitis/ensefalitis), Stroke (gangguan serebrovaskuler), Tifoid
ensefalopati, Hepatitis, Leptospirosis berat, Glomerulonefritis akut atau
kronik, Sepsis, Demam berdarah dengue atau Dengue Shock Syndrome.
4.9. Penatalaksanaan Penyakit Malaria
A. Pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi
Pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi yaitu dengan
menggunakan Artemisinin- combination therapy (ACT).
a) Lini pertama: dihydroartemisinin + piperaquine (DHA+PPQ)
Dosis Dihydroartemisinin (40 mg) 4 mg/kgBB/hari dan dosis
piperaquine (320 mg) adalah 18 mg/kg BB/ hari 1 kali sehari selama 3 hari.
Dapat juga diberi obat ACT yang lain misalnya, artesunate + mefloquine,
artemether + lumefantrine, artesunate + amodiaquine.
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan
lini pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi).
b) Lini kedua :
Artesunate+tetracycline / doxycycline atau clindamycin (diberi selama 7
hari)
Quinine + tetracycline atau doxycycline atau clindamycin (diberi selama 7
hari)
Dosis artesunate (2 mg/kgBB/hari, 1 kali sehari), tetracycline (4
mg/kgBB/hari, 4 kali sehari), doxycycline ( 3,5 mg/kgBB/hari, 1 kali
sehari), clindamycin (10 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari).
Untuk penderita malaria mix (Plasmodium
falciparum+ Plasmodium vivax) dapat diberikan pengobatan obat kombinasi
peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian: amodiakuin basa = 10
mg/kgBB dan artesunat = 4 mg/kgBB ditambah dengan primakuin 0,25 mg/
kgBB selama 14 hari.
B. Pengobatan malaria falciparum berat
Pengobatan malaria falciparum berat diberi secara intravena/
intramuskular dengan menggunakan artesunate + quinine (AS 2,4
mg/kgBB/hari 2 kali sehari; Quinine 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari).
C. Pengobatan malaria vivaks tanpa komplikasi
Lini pertama : Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP),
diberikan per oral satu kali per hari selama 3 hari, primakuin = 0,25
mg/kgBB/hari (selama 14 hari).
Pengobatan malaria vivax yang tidak respon terhadap pengobatan DHP dengan
lini kedua kina 10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari)+primakuin 0,25
mg/kgBB (selama 14 hari).
D. Pengobatan malaria vivax berat
Pengobatan malaria vivax berat diberi secara intravena dengan
menggunakan artesunate + quinine (AS 2,4 mg/kgBB/hari 2 kali sehari;
Quinine 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari).
E. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale klorokuin 25 mg/kgBB selama 3 hari
dikombinasi dengan primakuin 0,25 mg/kgBB/hari 1 kali sehari selama 14
hari.
F. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali
per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgBB.
4.10. Penatalaksanaan Malaria Berat
Tujuan penanganan malaria berat adalah menurunkan mortalitas yang
saat ini masih berkisar 10-50%. Penatalaksanaan kasus malaria berat pada
prinsipnya meliputi.
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah, beberapa
tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa
tindakan perawatan intensif (ICU) yaitu,
1. Bebaskan jalan napas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia,
bila perlu beri oksigen.
2. Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum).
3. Monitor tanda-tanda vital (keadaan umum, kesadaran, pernapasan, tekanan
darah, suhu dan nadi setiap 30 menit)
4. Pantau tekanan darah, warna dan temperature. bila hipotensi lakukan
posisi Tredenlenburg’s.
5. Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk konfirmasi diagnosis
6. Bila pasien koma lakukan prinsip CAB (Circulation, Airway, Breathing)
Circulation (sirkulasi): periksa nadi, tekanan darah , penilaian turgor kulit,
JVP. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan melakukan
monitoring balans cairana mencatat intake dan output secara adekuat.
Airway (jalan napas): jaga jalan napas agar selalu bersih, tanpa hambatan,
dengan cara: - membersihkan jalan napas, tempat tidur datar tanpa bantal
dan mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran napas dengan
cara mengatur posisi pasien ke lateral dan pemasangan NGT untuk
menyedot isi lambung.
Breathing (pernapasan): bila takipneu atau pernapasan asidosis beri
oksiggen dan rujuk ke ICU
B. Pengobatan Simptomatik
1. pemberian antipiretik paracetamol 15 mg/kgBB/kali dapat diulang tiap 4 jam
2. pemberian anti konvulsan pada penderita kejang: diazepam intra vena (1
mg/menit) dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. (Menteri Kesehatan RI. 2008: 20-2)
C. Pemberian Obat Anti Malaria
Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral
Artesunat Intravena atau intramuskular
Artemeter Intramuskular
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit
atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan
untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.
1. Cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat
5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering
artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah
larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose
secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam
dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu
kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa
diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita
sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat
+ amodiakuin + primakuin ( dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum
tanpa komplikasi) sampai hari ke-7 (dihitung sejak mulai pemberian parenteral).
Sebaiknya dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
untuk mencegah rekrudensi. Untuk ibu hamil/ anak-anak, doksisiklin diganti
dengan clindamycin.
\
2. Cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose:
3,2mg/kgbb intramuscular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen
artesunat + amodiakuin + primakuin (dosis pengobatan lini pertama malaria
falsiparum tanpa komplikasi).
3. Cara pemberian kina dihidroklorida parenteral
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada
daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil
trimester pertama Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%,
Satu ampul berisi 500 mg /2 ml.
a. Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu
hamil
Kina merupakan obat anti-malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocytocidal . Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap
P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin.dapat diberikan dengan cepat (i.v)
dan cukup aman.
1) Cara pemberian dan dosis:
Dosis loading dengan 20 mg/kgBB Kina HCl dalam 100-200 cc cairan 5%
Dextrose ( atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera dilanjutkan dengan 10
mg/Kg BB dilarutkan dalam 200 cc 5 % dektrose diberikan dalam waktu 4 jam,
selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 8 jam. Apabila
penderita sudah sadar, kina diberikan peroral dengan dosis 3x 400 - 600 mg
selama 7 hari dihitung dari pemberian hari I parenteral. Dosis loading tidak
dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau meflokuin 24 jam
sebelumnya. Hati-hati pemberian pada usia lanjut.
Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak
memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat
suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai
penderita dapat minum per oral. Kina tidak diberikan intra-vena (i.v) bolus karena
efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus diberikan i.v caranya dengan
mengencerkan dengan 30-50 ml cairan isotonis dan diberikan i.v lambat (dengan
pompa infus) selama 30 menit. Pemberian Kina dapat diikuti dengan terjadinya
hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah / 4-8 jam. Bila pemberian sudah
48 jam dan belum ada perbaikan, dan/ atau penderita dengan gangguan fungsi
hepar/ ginjal dosis dapat diturunkan setengahnya (30-50%).
b. Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:
Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat
diberikan kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing
1/2 dosis pada paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk
pemakaian intramuskular, kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk
mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml. Kina supusutoria seing digunakan di
Afrika dosis 12 mg/kggBB / 12 jam atau 8 mg/ kg BB/ 8 jam.
4.11. Prognosis Penyakit Malaria
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka
mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada
kehamilan meningkat sampai 50 %. Prognosis malaria berat dengan kegagalan
satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ (Menteri
Kesehatan RI, 2008: 36).
2.12. Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan malaria secara umum meliputi:
1. Edukasi tentang penularan, gejala dan tanda, dampak, serta pencegahan malaria
2. Menggunakan kelambu dan penggunaan berbagai macam obat nyamuk untuk
menghindari gigitan nyamuk.
3. Kemoprofilaksis
Tabel 2. Obat kemoprofilaksis malaria
Regimen Indikasi Dosis dewasa
Klorokuin digunakan di daerah
plasmodium
falciparum sensitive
klorokuin
500 mg basa per oral sekali seminggu
dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan
dilanjutkan sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah endemis
Meflokuin digunakan di daerah
plasmodium
falciparum yang
resisiten klorokuin
250 mg per oral, sekali seminggu, dimulai
2 minggu sebelum berangkat sampai 4
minggu setelah pulang.
Doksisiklin alternatif terhadap
meflokuin,
Digunakan di daerah
resisten klorokuin
100 mg per oral, sekali sehari, dimulai
2hari sebelum berangkat sampai 4 minggu
setelah pulang.
Atovakuon-
proguanil
alternatif terhadap
meflokuin dan
doksisiklin untuk
daerah dengan
plasmodium resisten
klorokuin
1 tablet dewasa (250 mg atovakuon / 100
mg proguanil) per oral, sekali sehari
dimulai 1 atau 2 hari sebelum berangkat
ddilanjut sampai 1 minggu setelah pulang.
Primakuin profilaksis terminal
untuk
P.vivax danP.ovale
30 mg basa (2 tablet), per oral, sekali
sehari, diberi sesegera mungkin sesudah
terpapar nyamuk sampai total 14 hari atau
jika paparan tidak jelas dapat diberikan 14
hari setelah meninggalkan endemis vivax
BAB V
HASIL
Jumlah peserta yang diikutkan dalam penelitian ini adalah 50 orang,
dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel I. Jenis Kelamin
Pria Wanita
6 44
Jumlah peserta wanita lebih banyak karena kuesioner banyak dibagikan saat
kegiatan Posyandu
Tabel 2. Kelompok umur
0-24 25-55 55>
9 39 2
Sebagian besar peserta penelitian berumur 25-55 tahun
Tabel 3. Pendidikan
Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi
1 34 9 6 0
Proporsi terbesar tingkat pendidikan peserta penelitian adalah setingkat SD
Tabel 4. Pekerjaan
PNS Nelayan Petani Pedagang Buruh Swasta Tidak Kerja Lainnya
0 0 14 3 14 7 12 0
Tabel 5. Distribusi peserta yang pernah mendengar tentang Malaria
ya tidak
50 0
Tabel 6. Sumber informasi mengenai Malaria
Petugas Kesehatan Saudara/Keluarga Teman Media Massa
38 7 1 4
Tabel 7. Tanda-tanda Penyakit Malaria yang diketahui peserta
Demam/Panas Menggigil Nyeri Kepala Mual-Muntah
44 23 17 15
Tabel 8. Penularan Penyakit Malaria yang diketahui peserta
Melalui tusukan
nyamukLewat udara
Kontak langsung
penderita
Lewat makanan dan
minuman
46 0 2 2
Tabel 9. Distribusi pengertian peserta apakah penyakit malaria berbahaya
ya tidak
50 0
Tabel 10. Distribusi pengertian peserta mengenai apakah malaria dapat kambuh
ya tidak
50 0
Tabel 11. Distribusi pengetahuan peserta mengenai cara pencegahan penyakit
malaria
Menghindari
tusukan nyamuk
Memakai obat anti
nyamuk
Memakai kelambu
saat tidur
Menghindari kontak
dengan penderita
18 29 37 1
Tabel 12. Distribusi sikap peserta mengenai kesetujuan dengan program
pemerintah
ya tidak
50 0
Tabel 13. Distribusi kesetujuan peserta dengan penyuluhan malaria
ya tidak
50 0
Tabel 14. Distribusi kesetujuan peserta megenai kehadiran dalam penyuluhan
ya tidak
50 0
Tabel 15. Distribusi apakah sudah mengikuti program pemerintah
ya tidak
42 8
Tabel 16. Distribusi apakah sering keluar malam tanpa jaket atau pakaian
berlengan panjang
ya tidak
19 31
Tabel 17. Distribusi pernah menderita penyakit malaria
ya tidak
16 34
Tabel 18. Distribusi Tempat pilihan pengobatan
PuskesmasPengobatan
tradisionalObati sendiri
Juru malaria
desaTidak berobat
46 1 1 2 0
DAFTAR PUSTAKA
Harijanto, PN. 2007. Malaria dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI.
Hal:1732-37.
Harijanto, P.N. 2009. Gejala Klinis Malaria Ringan dalam Malaria: dari
molekuler ke klinis.Jakarta: EGC. Hal: 85-101, 250-56.
Laihad, Ferdinand, J. 2011. Epidemiologi Malaria Di Indonesia.
Mentreri Kesehatan RI. 2013. Buletin Malaria. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN
%20MALARIA.pdf Hal: 1.
Menteri Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penatalaksana Kasus Malaria di
Indonesia
.http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_
Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf. Hal: 1,2, 20-22 dan 36. (Diakses tanggal
10 April 2013).
Nugroho, Agung. 2009. Gejala Klinis Malaria Ringan dalam Malaria: dari
molekuler ke klinis.Jakarta: EGC. Hal: 328.
WHO.2010. Guidelines for the treatment of
malari
a.ihttp://www.depkes.go.id/downloads/world_malaria_day/fac_sheet_malari
a.pdf. Hal: 13-55. (Diakses tanggal 20 maret 2013).
Widiyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Semarang: Erlangga. Hal. 111-15.