laporan gizi puskesmas

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi balita masih merupakan masalah yang belum kunjung usai. Dari delapan tujuan Millenium Development Goals tahun 2015, terdapat dua tujuan yang terkait gizi pada anak usia balita, yaitu child underweight yang merupakan salah satu sasaran penanggulangan kemiskinan dan kelaparan juga menurunkan angka kematian anak. 1,2 Pada laporan tahun 2011, WHO menunjukkan adanya perbaikan pada angka kematian anak di bawah usia 5 tahun dimana terjadi penurunan dari 12,4 juta kematian pada tahun 1990 menjadi 8,1 juta pada tahun 2009 (34.7%) dan 6,9 juta kematian pada 2011 (14.8%). Sayangnya status kurang gizi yang memiliki persentase 28% pada tahun 1990 mengalami penurunan yang cukup lamban dengan masih adanya hampir 23% anak mengalami kurang gizi pada tahun 2009 dan 17% pada tahun 2011. Mengutip WHO pada Global Health Observatory masalah kurang gizi pada anak, malnutrisi pada anak, termasuk di dalamnya perkembangan gizi yang kurang baik dan kekurangan mikronutrien, merupakan penyebab utama 35% kematian balita. Nutrisi perlu mendapat menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional tiap-tiap negara jika MDG ingin dicapai. Global Health Observatory WHO 2010 menyatakan ada 103 juta anak di bawah usia 5 tahun di negara berkembang dengan status gizi kurang. Dari angka tersebut, 17% berada di kawasan Asia Tenggara. 3 Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) merumuskan bahwa kemiskinan, kurang pendidikan serta kurangnya 1

description

laporan gizi puskemas

Transcript of laporan gizi puskesmas

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMasalah gizi balita masih merupakan masalah yang belum kunjung usai. Dari delapan tujuan Millenium Development Goals tahun 2015, terdapat dua tujuan yang terkait gizi pada anak usia balita, yaitu child underweight yang merupakan salah satu sasaran penanggulangan kemiskinan dan kelaparan juga menurunkan angka kematian anak.1,2 Pada laporan tahun 2011, WHO menunjukkan adanya perbaikan pada angka kematian anak di bawah usia 5 tahun dimana terjadi penurunan dari 12,4 juta kematian pada tahun 1990 menjadi 8,1 juta pada tahun 2009 (34.7%) dan 6,9 juta kematian pada 2011 (14.8%). Sayangnya status kurang gizi yang memiliki persentase 28% pada tahun 1990 mengalami penurunan yang cukup lamban dengan masih adanya hampir 23% anak mengalami kurang gizi pada tahun 2009 dan 17% pada tahun 2011. Mengutip WHO pada Global Health Observatory masalah kurang gizi pada anak, malnutrisi pada anak, termasuk di dalamnya perkembangan gizi yang kurang baik dan kekurangan mikronutrien, merupakan penyebab utama 35% kematian balita. Nutrisi perlu mendapat menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional tiap-tiap negara jika MDG ingin dicapai.

Global Health Observatory WHO 2010 menyatakan ada 103 juta anak di bawah usia 5 tahun di negara berkembang dengan status gizi kurang. Dari angka tersebut, 17% berada di kawasan Asia Tenggara.3 Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) merumuskan bahwa kemiskinan, kurang pendidikan serta kurangnya ketrampilan merupakan pokok masalah dari gizi kurang.4 Meskipun Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap, tetapi masalah gizi pada anak-anak hanya menunjukkan sedikit perbaikan.5 Dari tahun 2007 sampai 2011, proporsi penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6 - 12,5 persen, tetapi masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan.1

Masalah gizi yang dihadapi Indonesia antara lain kurang vitamin A, anemia gizi besi, kurang energi protein, gangguan akibat kekurangan yodium, dan adanya double burden of disease dimana gizi buruk dan overweight maupun obesitas bersaing satu sama lain.7 Di Indonesia telah dilakukan upaya pembangunan di bidang gizi melalui upaya Pembinaan Gizi Masyarakat yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 2014, di mana sasaran pembinaan gizi yang telah ditetapkan adalah menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 6 bulan di PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit yaitu kurang dari 75% dimana PKL Pejagalan memiliki keluaran paling rendah yaitu 4,98%.BAB V

PEMBAHASAN & PENYELESAIAN MASALAH5.1. Skoring Masalah

Parameter yang dipakai dalam menentukan skoring masalah adalah:

1. Besarnya kesenjangan antara pencapaian dan target.Rumus yang digunakan:

G = Gap (kesenjangan)

E = Expected (target yang ingin dicapai)

O = Outcome (data yang didapat dari lapangan)Skor: 5 = 80 100 %

4 = 60 79, 9%

3 = 40 59,9 %

2 = 20 39,9 %

1 = 0 19,9 %

2. Berat ringannya masalah terkait dengan akibat yang ditimbulkan. Skor :5 = Berat sekali

4 = Ragu-ragu antara 3-5

3 = Sedang

2 = Ragu-ragu antara 1-2

1 = Ringan

3. Apakah dapat ditanggulangi dengan sumber daya yang ada.

Skor :5 = Dapat ditanggulangi

4 = Ragu-ragu antara 3-5

3 = Kurang dapat ditanggulangi

2 = Ragu-ragu antara 1-2

1 = Tidak dapat ditanggulangi

4. Keuntungan sosial dapat diperoleh, apakah menarik masyarakat.

Skor :

5 = Keuntungan sosial tinggi

4 = Ragu-ragu antara 3-5

3 = Keuntungan sosial sedang

2 = Ragu-ragu antara 1-2

1 = Keuntungan sosial rendah

Masalah yang dialami oleh PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit dalam program perbaikan gizi bayi dan balita adalah :

a. Cakupan program gizi bayi dan balita di wilayah kerja PKL Penjaringan 1 (69,29 %).b. Partisipasi masyarakat dalam program gizi bayi dan balita di wilayah kerja PKL Pejagalan (61,13%) dan PKL Penjaringan 1 (55,61%). Dimana PKL Penjaringan 1 memiliki angka pencapaian yang lebih rendah.c. Peningkatan berat badan bayi dan balita saat penimbangan di PKL Pejagalan (42,77%), Penjaringan 1 (69,9%), Penjaringan 2 (65,26%), dan Pluit (57,68%). Dimana PKL Pejagalan memiliki angka pencapaian terendah dibandingkan dengan PKL yang lain di wilayah Kecamatan Penjaringan.d. Tidak tercapainya target cakupan pemberian vitamin A sebanyak 2x/tahun pada bayi dan balita berusia 6-59 bulan di PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit yaitu kurang dari 83%, dimana PKL Pejagalan memiliki keluaran yang paling rendah (40,41%).e. Tidak tercapainya cakupan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pada bayi dan balita berusia > 6 bulan di PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit yaitu kurang dari 75% dimana PKL Pejagalan memiliki keluaran paling rendah yaitu 4,98%.1. Besarnya masalah dilihat dari kesenjangan antara pencapaian dan targetA. Gap Cakupan program gizi bayi dan balita di wilayah kerja PKL Penjaringan 1 :80% - 69,29% = 10,71% ( maka diberi skor 1B. Gap peresentase partisipasi masyarakat dalam program gizi bayi dan balita di PKL Penjaringan 1 :

70% - 55,61% = 14,39% ( maka diberi skor 1C. Gap persentase peningkatan berat badan bayi dan balita saat penimbangan di PKL Pejagalan :

80% - 42,77% = 37,23 % ( maka diberi skor 2D. Gap pada persentase Cakupan Pemberian Vitamin A sebanyak 2x/tahun pada bayi dan balita berusia 6-59 bulan :

83 % - 40,41% = 42,59 % ( maka diberi skor 3E. Gap pada persentase cakupan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan (A5) pada bayi dan balita berusia 0-5 bulan :75 % - 4,98% = 70,02 % ( maka diberi skor 42. Berat ringannya masalah terkait dengan akibat yang ditimbulkan

A. Tidak tercapainya cakupan program gizi yang dinilai dari cakupan K/S merupakan salah satu masalah yang terjadi di Kecamatan Penjaringan khususnya Puskesmas Kelurahan Penjaringan 1. Bila dilihat dari keberhasilan program, hal ini merupakan masalah yang cukup berat, dimana dikatakan bahwa program gizi yang telah dicanangkan oleh pemerintah dianggap tidak mencapai masyarakat. Namun hal ini bukanlah hal yang cukup bermakna dalam menilai keberhasilan program tersebut mengatasi masalah gizi di Indonesia. Belum tentu anak yang tidak memperoleh KMS gizi nya tidak terkontrol oleh fasilitas kesehatan. Tanpa KMS, asalkan bayi dan balita tersebut tetap dibawa ke fasilitas kesehatan dan dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, maka bayi dan balita tersebut tetap terhindar dari masalah gizi. Oleh karena KMS hanya merupakan sarana dan tidak terlalu berpengaruh pada keadaan gizi bayi dan balita, maka masalah ini diberikan skor 2.B. Sebuah pelayanan gizi masyarakat tidak lepas dari partisipasi masyarakat yang merupakan sasaran dari program. Cakupan D/S yang rendah akan menyebabkan cakupan pelayanan lainnya yang diberikan di Posyandu juga menjadi rendah seperti cakupan vitamin A, cakupan imunisasi, cakupan pemberian ASI eksklusif dan akan meningkatkan prevalensi gizi kurang disebabkan keterlambatan pendeteksian status gizi anak akibat tidak dibawa untuk diperiksa di Posyandu.2 Oleh karena banyak terkait dengan aspek pelayanan lainnya yang mempengaruhi status kesehatan seorang anak, masalah ini diberikan skor 5.C. Perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko akan mengalami kekurangan gizi. Oleh karena itu kenaikan berat badan harus dipantau secara berkesinambungan dan seorang anak yang tidak mengalami kenaikan dua kali berturut-turut tiap kali penimbangan di Posyandu harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk ditangani lebih lanjut.9 Masalah ini diberikan skor 4.D. Tidak tercapainya target cakupan pemberian vitamin A 2x/tahun pada bayi dan balita usia 6-59 bulan dapat berdampak buruk bagi kesehatan bayi dan balita. Bayi dan balita yang mengalami kekurangan vitamin A dapat menderita penyakit mata (dari xerophtalmia hingga kebutaan). Dari hasil penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa pemberian suplementasi vitamin A sebanyak 2 kali/tahun pada bayi dan balita usia 6-59 bulan dapat mencegah kekurangan vitamin A dan kebutaan (buta senja) serta meningkatkan sistem kekebaan tubuh sehingga mengurangi angka kesakitan dan kematian. Vitamin A dapat mencegah timbulnya komplikasi pada penyakit yang sering terjadi pada balita seperti campak dan diare. Namun sebenarnya vitamin A bisa didapatkan dari berbagai makanan seperti kuning telur, mentega, dan wortel. ( skor 3 E. Tidak tercapainya cakupan pemberian ASI Eksklusif dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pemberian ASI eksklusif (6 bulan pertama kehidupan) terbukti dapat meningkatkan imunitas bayi serta mencukupi kebutuhan gizinya. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif akan lebih mudah mengalami gizi kurang atau gizi buruk karena kandungan nutrisi pada makanan pengganti ASI yang diberikan ke bayi belum tentu sebaik ASI. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ASI mampu mengurangi infeksi, penyakit pernapasan dan diare pada bayi. ASI juga bermanfaat bagi ibu menyusui karena ditemukan peningkatan hormon oksitosin yang dapat mengurangi risiko perdarahan pada ibu setelah melahirkan. Semakin tinggi persentase pemberian ASI eksklusif di suatu wilayah maka makin tinggi pula status kesehatan dan gizi bayi dan balita di wilayah tersebut. skor 53. Sumber daya yang tersediaA. Dalam pencapaian cakupan program, salah satu sumber daya yang diperlukan adalah ketersediaan KMS dan fasiitas kesehatan yang membagikan KMS. Seringkali KMS di fasilitas kesehatan seperti Posyandu dan Puskesmas Kelurahan habis dan belum didistribusikan dari pusat. Hal ini akan menyebabkan bayi dan balita yang seharusnya memperoleh KMS tidak memperoleh. Pengadaan KMS terutama pada aspek distribusi seharunya bisa diperbaiki sehingga KMS dapat menjangkau bayi dan balita yang membutuhkan. Hal ini membuat masalah ini diberikan skor 3.B. Partisipasi masyarakat tidak lepas dari usaha dari petugas kesehatan untuk meningkatkan motivasi dan pengertian mereka mengenai pentingnya memeriksakan anak ke Posyandu. Selain usaha untuk promosi kesehatan yang dapat ditingkatkan, dibutuhkan juga bahan penyuluhan yang baik dan pengetahuan tenaga kesehatan serta kader dalam pemantauan pertumbuhan serta konseling sehingga orang tua yang datang merasa puas dengan penjelasan yang diberikan serta menambah pengetahuan mereka. Keberadaan kader sebagai perpanjangan tangan Puskesmas dalam melakukan pelayanannya di Posyandu dianggap mempermudah dalam usaha mendekatkan diri ke masyarakat sehingga masalah ini diberikan skor 5C. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa peningkatan berat badan merupakan indikator yang sensitif untuk memantau pertumbuhan anak, berarti juga indikator ini cukup banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti penyakit yang sedang mewabah sehingga dapat menurunkan berat badan anak.10 Oleh karena faktor seperti ini kurang dapat ditanggulangi oleh Puskesmas, hanya bisa diantisipasi, maka masalah ini diberikan skor 3.D. Cakupan pemberian vitamin A sangat bergantung pada jumlah ketersediaan kapsul vitamin A, tenaga kesehatan maupun kader yang memberikan vitamin A. Apabila sumber daya tersebut sudah memadai, maka hal lain yang dapat ditingkatkan dalam usaha peningkatan cakupan pemberian vitamin A adalah dengan memberikan promosi kepada masyarakat mengenai manfaat vitamin A, dampak yang ditimbulkan apabila tidak diberikan, dan jadwal pemberiannya ke keluarga bayi dan balita tersebut. Hal ini dapat dilakukan oleh kader, petugas Puskesmas maupun tokoh masyarakat yang lain.(skor 4

E. Petugas Puskesmas dapat memberikan penyuluhan mengenai manfaat dan pentingnya ASI, memberikan solusi pada para ibu yang tidak dapat memberikan ASI karena terhalang faktor pekerjaan serta menjelaskan kekeliruan mitos mengenai ASI yang beredar di masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung oleh tenaga Puskesmas atau juga melalui kader. Penguatan fungsi kader dilakukan dengan memberikan pelatihan sehingga kader dapat membantu ibu-ibu di lingkungannya yang memiliki masalah berhubungan dengan ASI. skor 44. Keuntungan sosial yang diperoleh

A. Dengan mendapatkan KMS, seharusnya ibu-ibu akan lebih terpacu untuk membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang dan dicek status gizi nya. Selain itu dengan KMS ini, para ibu bisa memantau status gizi bayi dan balitanya dengan mudah dan benar. Manfaat yang bisa diperoleh dengan KMS ini membuat masalah ini diberi skor 5.B. Melalui kunjungan ibu ke Posyandu untuk memeriksakan anaknya setiap bulan, ibu menjadi tahu akan kondisi anaknya serta tanda-tanda gizi kurang atau buruk yang mungkin dialami oleh anak sehingga dapat segera diintervensi. Selain itu ibu juga mendapatkan penyuluhan mengenai bermacam-macam informasi mengenai gizi yang dapat menambah pengetahuan sehingga ibu dapat memberikan perawatan serta pemberian makan kepada anak secara tepat. Dan ibu juga dapat bertanya kepada kader maupun petugas kesehatan yang ada di Posyandu bila mengalami kesulitan, dengan begitu melalui partisipasi kehadirannya, ibu dapat merasakan keuntungan langsung dari kunjungan ke Posyandu. Masalah ini diberi skor 5.C. Dengan kenaikan berat badan anak yang sesuai dengan perkembangan umurnya, hal tersebut berarti seorang anak mengalami kecukupan gizi dan pertumbuhan yang sehat. Kecukupan gizi akan menyebabkan anak menjadi tidak mudah terserang penyakit, dengan begitu akan meningkatkan kualitas hidupnya serta menjadikan anak sebagai sumber daya yang potensial untuk membangun bangsa. Maka masalah ini diberikan skor 4.D. Manfaat pemberian vitamin A bagi bayi dan balita adalah mencegah terjadinya penyakit mata seperti xeroftalmia maupun buta senja dan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Dapat dikatakan bahwa pemberian vitamin A sangat penting dan pemberiannya secara gratis dapat meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat dalam program ini. ( skor 3E. Pemberian ASI sangatlah bermanfaat bagi bayi dan ibunya. Bagi bayi, dengan pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan imunitas tubuh terhadap penyakit. ASI bagi bayi umur 0-6 bulan sudah mencukupi kebutuhan makanannya sehingga ibu tidak perlu menyisihkan uang untuk makanan bayi selama 6 bulan pertama. Kandungan di dalam ASI lebih mudah diabsorbsi oleh organ pencernaan. Selain itu, pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini dapat mengurangi pendarahan bagi ibu nifas serta menjadi alat KB alami bagi ibu. Proses menyusui juga menumbuhkan hubungan erat ibu dan bayi serta perasaan cinta kasih. skor 5Tabel 5.1. Prioritas Masalah

NoParameterMasalah

ABCDE

1Besarnya masalah11234

2Berat ringannya masalah ~ akibat 25435

3Sumber daya yang tersedia35344

4Keuntungan sosial yang diperoleh55435

Jumlah1116131318

PrioritasIVIIIIIIIII

5.2. Penyebab masalahMasalahPenyebab Masalah

Cakupan Bayi yang mendapat ASI Eksklusif kurang dari 75% yaitu

PKL Pejagalan (4,98%)

PKL Penjaringan 1 (7,49%)

PKL Penjaringan 2 (26,82%) PKL Pluit (19,3%)Penggunaan media promosi untuk mempromosikan ASI Eksklusif masih kurang efektif Poster ASI Eksklusif di Puskesmas sudah lama dan tidak menarik lagi

Tidak tersedia leaflet yang dapat dibagikan ke ibu hamil dan baru melahirkan

Kader belum dapat memimpin KP-Ibu secara mandiri Kader belum mendapat pelatihan mengenai ASI Eksklusif dan KP-Ibu

5.3.Pohon Masalah

5.4.Penyelesaian Masalah

a. Menyediakan media promosi berupa poster dan leaflet untuk memberi informasi mengenai ASI Eksklusif

Pelaksana (Who)Penanggung jawab program gizi Puskesmas

Waktu (When)Tiga bulan sekali

Tempat (Where)Ruang tunggu balai KIA, BPU, lorong-lorong Puskesmas

Materi (What)Informasi mengenai keunggulan ASI eksklusif atau penyimpanan ASI

Sasaran (Who)Primer: ibu hamil dan ibu menyusui

Sekunder: kader, tokoh masyarakat, dan masyarakat luas

Tujuan (Why) Mempermudah pengadaan media promosi (poster dan leaflet) Meningkatkan pengetahuan masyarakat RW setempat mengenai ASI eksklusif

Cara ( How ) Menempel/memajang poster/brosur di tempat pemasangan yang strategis

Saat jam pelayanan akan dimulai, leaflet yang ada dapat dibagikan kepada ibu-ibu yang sedang menunggu

Penyebaran pamflet mengenai ASI eksklusif ke rumah

b. Memberi pelatihan kepada kader agar dapat membina KP-Ibu

Pelaksana (Who)Kepala puskesmas, Koordinator program gizi, Koordinator program KIA

Waktu (When)1 bulan sekali

Tempat (Where)PKL Pejagalan, PKL Penjaringan 1, PKL Penjaringan 2, PKL Pluit

Materi (What)Definisi dan manfaat bagi ibu dan bayi mengenai ASI eksklusif, cara memberikan ASI, masalah-masalah yang ditemui dalam memberikan ASI dan cara penyelesaiannya, cara memotivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif

Sasaran (Who)Seluruh kader posyandu di wilayah kerja PKL

Tujuan (Why)Untuk meningkatkan pengetahuan kader mengenai pentingnya ASI Eksklusif dan cara memotivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif

Cara (How)Penyuluhan yang dilanjutkan dengan tanya jawab

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Dari evaluasi kinerja Puskesmas Kelurahan Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit mengenai program gizi pada bayi dan balita periode Januari 2013 Desember 2013, masih terdapat beberapa masalah dalam program gizi pada bayi dan balita yang belum terselesaikan. Masalah-masalah tersebut meliputi:

Cakupan program gizi bayi dan balita di wilayah kerja PKL Penjaringan 1 (69,29 %). Partisipasi masyarakat dalam program gizi bayi dan balita di wilayah kerja PKL Pejagalan (61,13%) dan PKL Penjaringan 1 (55,61%). Dimana PKL Penjaringan 1 memiliki angka pencapaian yang lebih rendah. Peningkatan berat badan bayi dan balita saat penimbangan di PKL Pejagalan (42,77%), Penjaringan 1 (69,9%), Penjaringan 2 (65,26%), dan Pluit (57,68%). Dimana PKL Pejagalan memiliki angka pencapaian terendah dibandingkan dengan PKL yang lain di wilayah Kecamatan Penjaringan. Cakupan pemberian vitamin A berupa kapsul biru di PKL Pejagalan (37,49%), Penjaringan 1 (46,87%), Penjaringan 2 (47,68%) dan Pluit (84,49%) dimana PKL Pejagalan memiliki cakupan pemberian kapsul biru terendah dibandingkan PKL lain di wilayah Kecamatan Penjaringan. Cakupan pemberian vitamin A berupa kapsul merah di PKL Pejagalan (45,68%), Penjaringan 1 (81,73%) dan PKL Penjaringan 2 (82,4%) dimana PKL Pejagalan memiliki cakupan pemberian kapsul merah terendah dibandingkan PKL lain di wilayah Kecamatan Penjaringan.

Dengan kata lain tidak tercapainya target cakupan pemberian vitamin A sebanyak 2x/tahun pada bayi dan balita berusia 6-59 bulan di PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit yaitu kurang dari 83%, dimana PKL Pejagalan memiliki keluaran yang paling rendah (40,41%). Tidak tercapainya cakupan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pada bayi dan balita berusia > 6 bulan di PKL Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2, dan Pluit yaitu kurang dari 75% dimana PKL Pejagalan memiliki keluaran paling rendah yaitu 4,98%.Dari data-data yang telah dikumpulkan, serta mempertimbangkan besarnya masalah, akibat yang ditimbulkan, sumber daya, dan keuntungan sosial, maka ditetapkan satu masalah yang menjadi prioritas utama, yaitu cakupan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan yang tidak mencapai target di Puskesmas Kelurahan Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2 dan Pluit.Setelah ditinjau dari variabel masukan, proses, dampak, serta lingkungan yang terkait, maka diketahui masalah tersebut dikarenakan promosi ASI Eksklusif belum dilakukan secara maksimal, terbatasnya pelayanan Puskesmas yang mendorong pemberian ASI Eksklusif, serta partisipasi kader dan masyarakat yang masih kurang terhadap program ASI Eksklusif.6.2.Saran

Untuk mengatasi masalah mengenai cakupan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan yang tidak mencapai target di Puskesmas Kelurahan Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2 dan Pluit, maka diperlukan beberapa penyelesaian yang harus dilaksanakan. Pertama, untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya ASI Eksklusif, maka diperlukan media promosi berupa poster dan leaflet untuk memberi informasi mengenai ASI Eksklusif. Kedua, untuk meningkatkan pengetahuan kader mengenai pentingnya ASI Eksklusif dan cara memotivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif, maka diperlukan penyuluhan kepada kader Posyandu mengenai ASI Eksklusif.

Beberapa alternatif penyelesaian masalah yang telah dikemukakan di atas, diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kinerja program gizi bayi dan balita di Puskesmas Kelurahan Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2 dan Pluit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat gizi buruk dan mencegah terjadinya kematian akibat gizi buruk serta meningkatkan pelayanan kesehatan puskesmas secara menyeluruh.

Demikian evaluasi Program Gizi pada Bayi dan Balita di Puskesmas Kelurahan Pejagalan, Penjaringan 1, Penjaringan 2 dan Pluit. Semoga evaluasi program ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat untuk kelanjutan Program Gizi pada Bayi dan Balita yang sedang berjalan dan di masa yang akan datang.DAFTAR PUSTAKA1. United Nations. The Millenium Development Goals Report. 2011.

2. Bappenas. Indonesia: Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Jakarta. 2004.

3. Global Health Observatory Data Repository. Child Malnutrition, Child Aged