Laporan Kasus Kdk

23
LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM KOMPLEKS Oleh : Lalu Aditya Haris Pratama H1A 006 022 Pembimbing dr. Emelyana Permatasari Sp.A. DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

Transcript of Laporan Kasus Kdk

Page 1: Laporan Kasus Kdk

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh :

Lalu Aditya Haris Pratama

H1A 006 022

Pembimbing

dr. Emelyana Permatasari Sp.A.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD KOTA MATARAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2012

Page 2: Laporan Kasus Kdk

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : An. BFA

Umur : 7 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Mataram

Status dalam keluarga : Anak Kandung

Masuk RS tanggal : 8 Juli 2012

II. ANAMNESIS (tanggal 9 Juli 2012 diberitahu oleh orangtua pasien)

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Kota Mataram dikeluhkan kejang sejak 2 jam SMRS.

Kejang dikeluhkan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu diantara kejang tidak

lebih dari 10 menit. Saat kejang pasien dikeluhakn terlihat kaku, bibirnya terlihat

kebiruan, bola mata pasien hanya tampak bagian putihnya saja, tidak ada busa yang

keluar dari mulut pasien. Pada kejang pertama, kejang hanya dialami pasien pada

kepala dan tangannya saja. Selanjutnya pada kejang kedua dan ketiga, pasien kejang

seluruh badan termasuk kakinya, dengan gerakan tangan seperti menghentak-hentak

ringan, dengan kekakuan pada otot-otot wajahnya dan mata yang hanya terlihat

bagian putihnya saja. Di antara kejang, setelah serangan kejang pasien tampak

tenang dan sadar penuh dan kemudian tertidur, untuk selanjutnya pasien mengalami

kejang lagi. Kejang yang dialami pasien berlangsung 3-5 menit.

Kejang didahului oleh keluhan demam sebelumnya, yang sudah dikeluhkan sejak 2

hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, tidak sampai menggigil, terutama saat

sore-malam hari. Saat kejang, demam dirasakan meningkat dan turun lagi setelah

kejang berhenti, disertai keluar keringat banyak dan kesadaran pasien kembali.

Keluhan mual (-), muntah (-), sesak (-), batuk (-), dan pilek (-). BAK kesan normal,

terakhir pada pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning jernih, frekuensi

3-4x/hari, BAK campur darah atau berwarna kemerahan disangkal. BAB (+) tidak

ada keluhan, terakhir pagi pukul 08.00 WITA (10-7-2012), warna kuning,

2

Page 3: Laporan Kasus Kdk

konsistensi lunak, frekuensi 2-3x/hari, BAB campur darah (-), BAB kehitaman (-),

lendir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat menderita epilepsi (-).

Riwayat demam sebelumnya (+), namun dengan pemberian penurun panas, keluhan

teratasi. Riwayat alergi (-), sesak napas (-), batuk lama (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa, riwayat epilepsi dalam keluarga (+)

yaitu paman pasien, riwayat alergi pada keluarga disangkal.

Penyakit keluarga yang diturunkan (-)

Riwayat Keluarga (Ikhtisar)

Pasien adalah anak pertama dan satu-satunya di keluarga.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat Kehamilan dan persalinan

Ibu pasien mengaku tidak ada gangguan selama kehamilan. Ibu melakukan

ANC di posyandu selama 4x. Pasien dilahirkan di Puskesmas, dibantu oleh

bidan, lahir normal dan langsung menangis, berat badan lahir 3200 gram.

2. Riwayat Nutrisi

Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 6 bulan. Selanjutnya pasien mendapat

PASI berupa bubur dan kadang-kadang nasi sampai sekarang. Pasien masih

menyusu sampai sekarang.

3. Perkembangan dan Kepandaian

Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan

anak yang seumuran dengan pasien. Pasien sudah bisa merangkak dan duduk

dengan bantuan, bisa mengoceh dan memegang barang-barang kecil.

4. Vaksinasi

A. Dasar : B. Ulangan

BCG (1 bulan)

Hepatitis (2 dan 7 bulan)

Polio (2, 4 dan 7 bulan)

DPT (2, 4 dan 7 bulan)

3

Page 4: Laporan Kasus Kdk

Campak

Pasien diakui selalu mendapat imunisasi sesuai jadwal.

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 9 Juli 2012, jam 10.00)

o Kesan umum : Sedang

o Kesadaran : Compos Mentis

o Fungsi Vital

Nadi : 120 kali/menit, isi dan tegangan kuat, irama teratur

Pernapasan : 40 kali/menit teratur tipe abdominotorakal

T ax : 37,2 oC

CRT : < 2 detik

Status Gizi

Berat Badan : 8 kg; Panjang Badan: 68 cm

Z score : BB/TB : 0 SD (normal)

BB/U : -0,3 SD (Gizi baik)

PB/U : -0,5 SD (normal)

Status General :

o Kepala dan Leher :

1. Bentuk : normocephali, bulat lonjong, rambut tipis, kelainan (-),

UUB datar, sutura normal, caput succedaneum (-), cephal hematom (-)

2. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pupil isokor,

refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-)

3. THT : telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-)

Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar

4. Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, struktur gigi

atas dan bawah normal, palatum normal

5. Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB

Supraklavikula (-), Pembesaran KGB aksiler (-), Kaku kuduk (-).

4

Page 5: Laporan Kasus Kdk

o Thorax :

1. Inspeksi : Retraksi (-), pergerakan dinding dada simetris

2. Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, massa (-)

3. Perkusi :

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru

Cor : batas atas : SIC 2

Batas bawah : SIC 4

Batas Kanan: Garis Parasternal kanan

Batas kiri : Garis axilla anterior sinistra

4. Auskultasi:

Pulmo : vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen :

1. Inspeksi : distensi (-), sikatriks (-), DC(-), DS (-), umbilikus normal

2. Auskultasi : BU (+) N

3. Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen

4. Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba,

massa (-).

o Anggota Gerak:

Tungkai Atas Tungkai Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - - -

Pucat - - - -

Kelainan bentuk - - - -

Pembengkakan

Sendi

- - - -

Pembesaran KGB

Aksiler

Axilla

Inguinal

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Refleks Fisiologis + (normal) + (normal) + (normal) + (normal)

Refleks Patologis - - - -

5

Page 6: Laporan Kasus Kdk

o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-)

o Urogenital : tidak tampak kelainan

o Vertebrae : tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Laboratorium (8-7-2012)

Darah lengkap:

WBC : 14,2 x103/ᵤL N = 4x103 – 11x103/ᵤL

RBC : 3,69 x106/ᵤL N = 3,5x106 – 5,0x106/ᵤL

HGB : 8,8 g/dl N = 12 – 16 g/dl

HCT : 24,4% N = 37 – 48%

MCV : 66,3 fL N = 82 – 95 fL

MCH : 23,9 pg N = 27 - 31 pg

MCHC : 29,2 g/dL N = 32,0-37,0 g/dL

PLT : 1120 x103/ᵤL N = 150x103 – 400x103/ᵤL

IV. DIAGNOSIS KERJA

- Kejang Demam Kompleks

- Anemia Hipokromik Mikrositer e.c susp. Defisiensi Fe dd/ Penyakit Kronik

V. DIAGNOSIS BANDING

Epilepsi

VI. RENCANA AWAL

Planning Terapi

- IVFD RL 10 tpm (mikro)

- Cefotaxim 2x400 mg

- Paracetamol syr 3 x Cth ½

- Diazepam 5 mg bila kejang

- Pro transfusi PRC 110 cc

Kebutuhan cairan pada pasien :

Kebutuhan cairan per hari : 8 kg x 100

ml/kgBB/hr = 800 ml/hr

Terapi untuk anemia :

- 4 x 8kg x (12-8,8)

6

Page 7: Laporan Kasus Kdk

Asupan oral (ASI+PASI) = ± 300 ml

Kebutuhan cairan parenteral = 800 ml –

300 ml = 500ml/hr

- 500 ml x 24/60 x 24 =

8,33 tpm 10 tpm

- 4 x 8kg x 3,2

- 102,4 cc

- 110 cc

Planning Diagnostik

- Pemeriksaan Laboratorium : UL, Elektrolit, Glukosa darah, Morfologi Darah

Tepi.

- Pungsi lumbal

- Pemeriksaan EEG

VII. Prognosis : Dubia ad bonam

7

Page 8: Laporan Kasus Kdk

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi dengan kenaikan suhu rektal

diatas 38 C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Batasan usia kejang

demam antara umur 6 bulan sampai 5 tahun.

Bisa juga dikatakan kejang demam apabila ada tanda-tanda selain demam, seperti di

bawah ini :

- Tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat

- Tanpa adanya gangguan elektrolit akut,

- Terjadi pada anak berusia > 1 bulan,

- Dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.

Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan s/d 3 tahun; insidens tertinggi pada umur 18

bulan.

II. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang

demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0.

Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta

cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox

Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam

diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2%

anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal

hanya 3%.

III. ETIOLOGI

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam

sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran

cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

8

Page 9: Laporan Kasus Kdk

Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa

kehidupan lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan

perdarahan serta cacat kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi

kecil.

Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah

infeksi akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani,

epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia,

perdarahan intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.

Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin

jarang menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai

penyebab penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab

lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma,

infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit

degeneratif otak tertentu dan menelan obat.

IV. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang

terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses

oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,

sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut

potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

9

Page 10: Laporan Kasus Kdk

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun

ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter

dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC

sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu

40 oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang

demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari

kejang demam, yaitu:

Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

Cepatnya kenaikan suhu.

Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah

bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan

baik susunan saraf pusat (korteks serebri).

10

Page 11: Laporan Kasus Kdk

V. GEJALA KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain.

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,

fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak

memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak

akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut :

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-

tiba)

Kejang tonik-klonik atau grand mal

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-

anak yang mengalami kejang demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung

selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama biasanya

berlangsung 1-2 menit

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya)

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan.

Setelah mengalami kejang biasanya:

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau

lebih.

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) maupun sakit kepala.

Mengantuk

Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

11

Page 12: Laporan Kasus Kdk

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya

cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

VI. KRITERIA KEJANG DEMAM

Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2

golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple febril convulsion)

2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever)

Kriteria kejang demam menurut Livingtone adalah:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan

timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang  pada seorang anak yang

mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur

dengan cara memasukkan thermometer ke dalam lubang dubur, menunjukkan angka lebih

besar dari 38,9 oC.

Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi.

Untuk mencari penyebab kejang demam:

a. Pemeriksaan laboratorium: cari penyebab demam

– Darah perifer lengkap,

– Gula darah,

12

Page 13: Laporan Kasus Kdk

– Elektrolit,

– Kalsium serum,

– Urinalisis,

– dan biakan darah, urin atau feses.

b. Pungsi lumbal singkirkan infeksi SSP

Pada kejang demam pertama

– Umur < 12 bulan: harus dilakukan

– Umur 12-18 bulan: harus difikirkan

– Umur > 18 bulan: tidak dianjurkan, kecuali

• ada gejala meningitis

• atau kecurigaan infeksi intrakranial

c. Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pd keadaan :

– adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala,

– kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik), dan

– adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, fontanela anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema

papil).

d. Elektroensefalografi (EEG) dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

VIII. DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding kejang demam adalah :

Epilepsi Trigger Of by Fever (ETOF)

Meningitis

Ensefalitis

Abses otak

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan

pencegahan kejang.

1.      Penanganan Pada Saat Kejang

13

Page 14: Laporan Kasus Kdk

Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-

lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih

belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam:

Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10

mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari

Kompres: suhu >39 oC: air hangat ; suhu >38 oC: air biasa

Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya

Penanganan suportif lainnya meliputi:

Bebaskan jalan nafas

Pemberian oksigen

Menjaga keseimbangan air dan elektrolit

Pertahankan keseimbangan tekanan darah

2.      Pencegahan Kejang

Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana

dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita

penyakit yang disertai demam

Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40

mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis

X. KOMPLIKASI

Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam

berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam

kembali. Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika,

Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu

tinggi.

Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit

Ada faktor turunan dari ayah-ibunya

Namun begitu, faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.

Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar

kemungkinan mengalami kejang berulang.

14

Page 15: Laporan Kasus Kdk

XI. PROGNOSA

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:

Kejang demam berulang

Epilepsi

Kelainan motorik

Gangguan mental dan belajar

XII. KESIMPULAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rectal lebih dari 38 °C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut

Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian

pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab

tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan

kejang berulang tanpa demam.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada

anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang (konvulsi )

merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks

cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas

motorik dan atau gangguan fenomena sensori.

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang yang baik dan benar. Penatalaksanaan kejang demam

meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang. Dan kejang demam harus

diterapi dengan baik, sebab bila kejang demam tidak diterapi dengan baik, maka dapat

berkembang menjadi kejang demam berulang, epilepsi, kelainan motorik, serta gangguan

mental dan belajar.

15

Page 16: Laporan Kasus Kdk

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A., 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, Jilid II. Jakarta : Media

Aesculapius FK UI

Nelson, W.E., 2000. Nelson Volume 3: Ilmu Kesehatan Anak; Bab 543 (2055 -

2060):Kejang-kejang pada anak. Jakarta: EGC

Pudjiadi., A H., 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia;

Jakarta: Badan Penerbit IDAI

WHO Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta:

Depkes RI.

16