Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

18
1 AKAR KONFLIK RELIGIUS DAN UPAYA PERDAMAIAN DALAM PERSPEKTIF HAM DAN ISLAM Catatan Hasil Kunjungan Ke Kantor Pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Jawa Barat dan Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam, Bandung LAPORAN FIELD TRIP “Peningkatan Pemahaman Perdamaian Berperspektif HAM dan Islam” Oleh: Rodhia Miftah Mujahidin (PP. Al-Quran Babussalam) Lina Fatinah (PP. Sindangsari Al-Jawami, Cileunyi) Anis Syarifatunnisa Fauziyah (PP. Sirnamiskin) Muhammad Rijal Farihin Darmawijaya (PP. Muslimin) Narjis Karimatuzzahra (PP. Al-Mustofa) Editor: Ahmad Gaus Pesantren for Peace (PFP): A Project Supporting the Role of Indonesian Islamic Schools to Promote Human Rights and Peaceful Conflict Resolution BANDUNG 2016 M\1437 H

Transcript of Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

Page 1: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

1

AKAR KONFLIK RELIGIUS DAN UPAYA PERDAMAIAN DALAM PERSPEKTIF HAM

DAN ISLAM

Catatan Hasil Kunjungan Ke Kantor Pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Jawa

Barat dan Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam, Bandung

LAPORAN FIELD TRIP

“Peningkatan Pemahaman Perdamaian Berperspektif HAM dan Islam”

Oleh:

Rodhia Miftah Mujahidin (PP. Al-Quran Babussalam)

Lina Fatinah (PP. Sindangsari Al-Jawami, Cileunyi)

Anis Syarifatunnisa Fauziyah (PP. Sirnamiskin)

Muhammad Rijal Farihin Darmawijaya (PP. Muslimin)

Narjis Karimatuzzahra (PP. Al-Mustofa)

Editor:

Ahmad Gaus

Pesantren for Peace (PFP):

A Project Supporting the Role of Indonesian Islamic Schools to Promote Human

Rights and Peaceful Conflict Resolution

BANDUNG 2016 M\1437 H

Page 2: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

2

AKAR KONFLIK RELIGIUS DAN UPAYA PERDAMAIAN DALAM PERSPEKTIF HAM

DAN ISLAM

A. Pendahuluan

Masyarakat Jawa Barat selama ini dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan

sopan, senantiasa menjunjung tinggi tata-krama dalam kehidupan bermasyarakat,

dan cenderung menghindari kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Karena itu,

munculnya laporan-laporan yang menyatakan bahwa fenomena kekerasan atas nama

agama di tanah Pasundan semakin meningkat dari tahun ke tahun, sungguh

mengejutkan. Dalam laporan akhir tahun 2015 lalu, misalnya, Kontras (Komisi untuk

Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) menyebutkan bahwa Jawa Barat merupakan

daerah dengan tingkat intoleransi agama paling tinggi dimana terjadi 18 kasus

kekerasan agama. 1 Bahkan sebelumnya, pada tahun 2014, tercatat 55 kali aksi

pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi di Jawa barat.

Angka ini jauh melampaui posisi kedua DI Yogyakarta dengan jumlah kekerasan 21

dan Ketiga Sumatera Utara yakni pada angka 18.2

Menurut komisioner Komnas HAM untuk bidang Kebebasan Beragama, Imdadun

Rahmat, sejak tahun 2011, Jawa Barat berkali-kali masuk daftar teratas daerah

dengan masyarakat yang tidak menghargai kebebasan beragama. Salah satu yang

terbesar adalah pada 2013 ketika Setara Institute mencatat ada 80 kasus

pelanggaran kebebasan beragama di Jawa Barat. Imdadun menyebut contoh kasus

nyata pelanggaran kebebasan beragama di Jawa Barat adalah penyegelan Gereja

Yasmin di Bogor, pelarangan terhadap tujuh gereja di Bandung pada pertengahan

Juni 2015, dan pelanggaran kebebasan ibadah bagi terhadap jemaat Ahmadiyah.

Untuk kasus yang terakhir ini ia menyebut mulai dari perlakuan diskriminatif,

larangan beribadah, larangan berkumpul, hingga larangan menyebarkan ajaran

Ahmadiyah.3

Data-data tersebut memberi indikasi bahwa Jawa Barat termasuk kategori

wilayah di Indonesia yang sensitif terhadap isu toleransi. Sekali lagi, data-data ini

menjadi sebuah ironi yang memilukan terutama karena ia terjadi di tanah Pasundan,

daerah yang mewarisi ajaran luhur “silih asah, silih asih, silih asuh, silih wawangi”

1 “Jawa Barat Kembali Juara Pelanggaran Kebebasan Beragama,” lihat

https://m.tempo.co/read/news/2016/02/23/078747518/jawa-barat-kembali-juara-pelanggaran-kebebasan-

beragamaberita dirilis pada Selasa, 23 Februari 2016 | 17:41 WIB

2 “Jawa Barat Pertahankan Posisi Wahid Intoleransi se-Indonesia,” lihat http://icrp-online.org/2014/12/30/jawa-

barat-pertahankan-posisi-wahid-intoleransi-se-indonesia/ 3Ibid.

Page 3: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

3

dari Prabu Siliwangi.4 Munculnya kelompok-kelompok intoleran di Jawa Barat juga

menjadi spekulasi tersendiri bahwa orang Sunda kini sudah berubah, dari pribadi-

pribadi yang ramah menjadi pribadi pemarah, dari sosok yang lembut dan santun

menjadi pribadi yang beringas.

Fakta-fakta diskriminasi terhadap jemaat Ahmadiyah yang banyak terjadi di Jawa

Barat bukan hanya mengindikasikan mulai lunturnya ajaran-ajaran luhur Sunda

tentang silih asah-asih-asuh, namun juga memperlihatkan orientasi keagamaan yang

mulai mengeras, dimana perbedaan pandangan atau ajaran cenderung disikapi

secara sinis dan penuh kecurigaan. Dalam kondisi seperti ini, orang cenderung

mudah menghakimi orang lain atau kelompok lain yang berbeda. Pelabelan sesat

atau kafir mudah dilakukan dan menjadi pemicu bagi munculnya tindakan kekerasan

seperti pengusiran, pelarangan, intimidasi, dan pemasungan hak-hak sipil warga

penganut Ahmadiyah. Namun, jikapun benar Ahmadiyah adalah aliran sesat, lantas

apakah jalan keluarnya adalah dengan melakukan pemaksaan agar mereka

bertaubat? Dan yang lebih penting lagi, apakah kekerasan adalah jalan terbaik yang

dituntunkan oleh agama dalam mengatasi hal tersebut?5Dalam banyak kasus dan

peristiwa, tidak ada bukti-bukti yang meyakinkan bahwa kekerasan dapat

menyelesaikan masalah. Bahkan, ia akan menimbulkan masalah baru karena setiap

kekerasan selalu menyisakan luka dan trauma yang tidak mudah dihapuskan dari

memori kolektif korban. Dalam jangka panjang, ia seperti menyembunyikan api

kebencian dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat muncul kembali.

Inilah yang patut kita renungkan dalam kaitannya dengan kasus kekerasan

agama. Kita tidak boleh berhenti untuk belajar, merenung, dan mempertanyakan

apakah sikap dan perilaku keagamaan kita selama ini sudah benar.

Dalam konteks ini kami — para penulis — merasa beruntung memperoleh

kesempatan mengikuti Training Peningkatan Pemahaman Perdamaian di Pesantren

Berperspektif HAM dan Islam, yang diadakan oleh Center for Study of Religion and

Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) Indonesia dan Timor-Leste dengan dukungan Uni

Eropa. Pelatihan ini diikuti oleh perwakilan dari 30 pesantren di Bandung dan

sekitarnya. Pelatihan yang diadakan dalam rangkaian program “Pesantren For

4Silih asah, silih asih, silih asuh dan silih wawangi diajarkan PRABU SILIWANGI yang kini menjadi Falsafah

Masyarakat Jawa Barat, merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai sifat RAHMAN dan RAHIM ALLAH

SWT. Silih asah diartikan saling mengasah, saling mempertajam agar lebih berdaya guna dalam kehidupan,

saling mendalami makna. Silih asih diartikan saling mengasihi antarsesama. Silih asuh dimaknai saling

menjaga dan silih wawangi dimaknai saling memberikan hal yang positif. Lihat, http://silih-

wawangi.blogspot.co.id/2008/12/silih-wawangi.html 5

Walter Wink, ed., Damai Adalah Satu-satunya Jalan: Kumpulan Tulisan Tentang Nir-Kekerasan Dari

Fellowship Of Reconcilliation, terj. Nico. A. Likumahua (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), hal. 259

Page 4: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

4

Peace”atau PFP ini berlangsung pada 2-5 Februari 2016 dan bertempat di hotel

Scarlet Jl. Siliwangi, Bandung, Jawa Barat.

Di sela-sela acara pelatihan tersebut kami memiliki program kunjungan atau field

trip selama satu hari yaitu pada hari kamis, 4 Februari 2016. Kesempatan tersebut

kami manfaatkan untuk mengunjungi Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang

terletak di Kantor JAI Jawa Barat, Jln. Pahlawan No.17, Bandung; dan pada hari yang

sama kami juga mengunjungi dan berdialog dengan pengasuh Pondok Pesantren Al-

Quran Babussalam yang berlokasi di Kampung Babakan No. 2-6, Desa Ciburial, Dago

Atas, Kabupaten Bandung.

B. Kasus Ahmadiyah

Berdasarkan dialog yang dilakukan pada saat kunjungan ke kantor JAI Jawa Barat,

serta mengacu kepada berbagai rujukan, di antaranya hasil wawancara para penulis

bersama tokoh-tokoh JAI di Jawa Barat yang dilaksanakan pada hari Kamis, 4

Februari 2016 bertempat di sekretariat JAI Rayon 11 Kota Bandung, serta sumber-

sumber lainnya, kami dapat memaparkan beberapa contoh kasus pelanggaran HAM

yang mereka alami, di antaranya:

1. Pada 28 Juli 2010, Satpol PP menyegel 1 Masjid dan 7 Mushala milik Jemaat

Ahmadiyah di Manislor, Kuningan Jawa Barat.6

2. 6 Februari 2011, ribuan orang menyerang warga JAI di Cikeusik, Pandeglang,

Banten.

3. Perusakan dan penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah di Jalan Raya Ciranjang,

Cisaat, Cianjur pada 17 Februari 2012 oleh ratusan warga.7

4. Puluhan orang dari Front Pembela Islam (FPI) menyerang masjid Ahmadiyah

di Astanaanyar, Bandung pada 25 Oktober 2012. Penyerangan ini tepat saat

jamaah sedang melaksanakan takbir Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1433 Hijriyah.8

5. 5 Mei 2013 dini hari, Jemaat Ahmadiyah di Kampung Tenjowaringin, Salawu,

Tasikmalaya diserang warga. Mereka merusak tempat ibadah dan rumah

tinggal Jemaat Ahmadiyah.

Dan masih banyak kasus-kasus penyerangan lain yang dihadapi Jemaat

Ahmadiyah. Adapun beberapa kasus konflik yang tidak sampai berujung kepada

kekerasan antara lain:

Penolakan warga Subang dan Cisaranteun Bandung terhadap aliran

Ahmadiyah.

Intimidasi DI-TII terhadap Ahmadiyah.

6https://www.tempo.co/read/news/2010/07/28/178266946/hujan-batu-warnai-penyegelan-masjid-ahmadiyah-di-

manis-lor 7https://m.tempo.co/read/news/2012/02/17/058384651/masjid-ahmadiyah-di-cianjur-dirusak-warga

8http://m.news.viva.co.id/news/read/362608-kronologi-penyerangan-masjid-ahmadiyah-di-bandung

Page 5: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

5

Penolakan kegiatan-kegiatan keagamaan Ahmadiyah oleh warga sekitar di

Banjaran, Bandung.

Dll.

Itulah beberapa kasus kekerasan dan konflik yang dialami oleh Jemaah

Ahmadiyah yang dapat disarikan dari hasil dialog dan wawancara kami dengan para

pengurus JAI Jawa Barat. Dari kasus-kasus tersebut kita dapat menyimpulkan begitu

banyak konflik dan kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah yang perlu kita

perhatikan dan carikan jalan keluarnya. Sebab, bukankah sudah menjadi keharusan

bagi kaum mayoritas untuk melindungi minoritas walaupun pandangan dan

keyakinannya bersebrangan dengan pandangan kita, demi tercapainya kedamaian di

negeri tercinta ini.9

B.1. Para Aktor

Para pelaku penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menurut

beberapa sumber sebagian besar berasal dari kalangan Ormas atau Organisasi

Masyarakat Islam. Beberapa di antaranya seperti FPI (Front Pembela Islam), LPI

(Laskar Pembela Islam), GARIS (Gerakan Reformis Islam), dan lain sebagainya.

Namun belakangan, beberapa tindak pelanggaran HAM seperti penyegelan rumah

ibadah, pelarangan kegiatan, dan lain-lain justru dilakukan oleh aparat. Beberapa di

antaranya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Mereka berdalih

bahwa penyegelan itu berdasarkan surat perintah dari pejabat pemerintahan yang

berada di atas mereka. Ini berarti bahwa negara pun bahkan menjadi aktor pelanggar

HAM itu sendiri, meskipun hanya sebagian kalangan pemerintahan yang

melakukannya. Kecuali memang telah ada kesepakatan sebelumnya dengan pihak

yang bersangkutan dan telah dibuat surat keputusan yang melegalkan penutupan

atau penyegelan tersebut.

Selebihnya, pelakunya adalah masyarakat atau warga yang tinggal se-daerah

dengan Jemaat Ahmadiyah itu sendiri. Mereka melakukan penyerangan karena

terprovokasi oleh sebagian pihak. Seharusnya, pemimpin setiap daerah, atau setiap

tokoh pemuka masyarakat itulah yang berperan meluruskan setiap kegiatan yang

akan diusung warganya, agar tidak terjadi hal-hal seperti yang telah dijelaskan di

atas.

9Tore Lindohl, dkk.,Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh? terj. Rafael Edi dan M. Rifa’i

Abdullah (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 80

Page 6: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

6

B.2. Dampak yang Ditimbulkan Pasca Konflik

Beberapa dampak buruk dari kasus penyerangan dan pelanggaran HAM yang

menimpa JAI di Jawa Barat antara lain:

1. Kerusakan fasilitas publik seperti jalan, taman, trotoar, dan lain sebagainya.

2. Ketakutan dan kekhawatiran yang melanda Jemaat Ahmadiyah.

3. Kehilangan tempat tinggal karena perusakan atau pengusiran secara paksa.

4. Kehilangan tempat ibadah, sekaligus tempat menuntut ilmu karena perusakan

atau penyegelan.

5. Kerugian materi di semua pihak.

6. Kehilangan sanak saudara, sahabat, kerabat, dan orang-orang yang berada di

sekeliling mereka.

7. Kematian.

B.3. Inisiatif dan Upaya Perdamaian

JAI Jawa Barat telah banyak melakukan inisiatif perdamaian berupa

silaturahmi, pengabdian, dan bakti sosial kepada masyarakat. Beberapa contohnya

antara lain:

1. 26 Januari 2015, Jemaat Ahmadiyah Humanity First Indonesia melaksanakan

pengobatan gratis di Madrasah Al-Madrohiyah, Sukabumi. Mereka

bekerjasama dengan berbagai kalangan Ormas yakni Lembaga Penelitian

Sosial dan Agama (Lensa), Yayasan Al-Masturiyah (NU), Forum Pemuda Lintas

Iman (Fopulis), Persatuan Pemuda Kemang (Perpek).10

2. 5 Januari 2016, untuk menjalin silaturahmi, Jemaat Ahmadiyah di Sukabumi

menggelar acara Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain dihadiri Polres

Sukabumi, acara ini juga dihadiri Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

dan FOPULIS.11

3. 17 Januari 2016, tim Homeopati Ahmadiyah menggelar pengobatan gratis

bersama Viking Indramayu di Gadingan, Indramayu. Sekitar 115 pasien

berhasil diobati dalam acara ini.12

Dan masih banyak kegiatan sosial lainnya yang diselenggarakan JAI Jawa Barat

sebagai inisiatif demi terciptanya perdamaian antarumat beragama.

10

http://warta-ahmadiyah.org/humanity-first-indonesia-sukabumi.html 11

http://warta-ahmadiyah.org/jalin-silaturahmi-ahmadiyah-sukabumi-selenggarakan-maulid-nabi.html 12

http://warta-ahmadiyah.org/tim-homeopati-manislor-gandeng-suporter-persib-gelar-pengobatan-gratis.html

Page 7: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

7

B.4. Tantangan dalam Mencapai Perdamaian

Seperti yang kita perkirakan bersama, banyak kendala dan tantangan bagi Jemaat

Ahmadiyah, khususnya di Jawa Barat untuk mewujudkan perdamaian, baik berupa

pengucilan, pengecaman, pelarangan atau pembatasan hak dalam melakukan

kegiatan mereka. Tantangan tersebut bukan hanya datang dari masyarakat sekitar,

atau dari ormas Islam setempat, sebagian justru datang dari pejabat pemerintahan,

baik itu Pemprov, Pemkot, hingga camat dan lurah. Beberapa di antaranya adalah:

1. Kementrian Agama Kabupaten Bogor mengundang semua kelompok agama

Islam yang diakui negara pada perayaan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian

Agama ke-69 tingkat kabupaten Bogor, kecuali Ahmadiyah.13

2. Pada tanggal 3 Maret 2011, Gubernur Jawa Barat menandatangani peraturan

Gubernur Jawa Barat No.12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat

Ahmadiyah di Jawa Barat. Penandatanganan ini merupakan tindak lanjut dari

surat keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam

Negeri No.3 Tahun 2008, Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun

2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau

Anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga

masyarakat.14

3. Ratusan warga Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang tergabung dalam

Front Pembela Islam (FPI) dan Laskar Pembela Islam (LPI) mendatangi kantor

pemerintah daerah setempat, mendesak tindakan tegas terhadap keberadaan

Jemaat Ahmadiyah di daerah tersebut. Mereka menuntut Pemkab Karawang

untuk melaksanakan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 12

tahun 2011 secara serius serta meminta Pemkab untuk tidak membiarkan

kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Karawang.15

4. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ciamis meminta jamaah

Ahmadiyah menghentikan segala bentuk kegiatan di Mesjid Nur Khilafat,

Ciamis. Permintaan itu, disampaikan melalui surat yang ditandatangani Ketua

dan Sekretaris MUI Kabupaten Ciamis pada tanggal 23 April 2014.16

13

http://bogor.antaranews.com/berita/10649/kementerian-agama-ahmadiyah-tidak-ikut-hab-ke-69 14

http://www.ahmadheryawan.com/home/di-media-2/396-press-release-larangan-kegiatan-jemaat-ahmadiyah-di-

jawa-barat 15

http://www.arrahmah.com/read/2012/11/13/24692-fpi-karawang-desak-pemkab-hentikan-kegiatan-

ahmadiyah.html 16

http://sp.beritasatu.com/home/mui-ciamis-minta-jemaah-ahmadiyah-hentikan-kegiatan-di-masjid/53916

Page 8: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

8

5. Penghentian kegiatan donor darah yang dilakukan jemaah Ahmadiyah di

Masjid An Nashir, Bandung oleh Kesbangpol-linmas Jawa Barat pada tanggal

25 Desember 2015.17

Dan masih banyak tantangan lain yang dihadapi Jemaat Ahmadiyah untuk

mencapai kedamaian. Kenyataan yang patut disayangkan di negeri ini, mengapa

begitu sulit mencapai kerukunan antarumat beragama, padahal sudah sangat jelas

tercantum dalam dasar Negara, sila ke-1 Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang

Maha Esa”, juga dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: “Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Itu artinya

seluruh penduduk negeri ini bebas memilih agama menurut kepercayaannya masing-

masing. Bahkan orangtuanya sendiri pun tidak punya hak untuk memaksa seorang

anak mengikuti agama yang dia anut.

Seperti tujuan awal penulisan ini, memang perlu ada yang diteliti, dipahami,

dan dibenahi dalam sistem perdamaian di negeri ini. Indonesia adalah negara

mayoritas muslim, dimana Islam sangat menganjurkan kebaikan kepada sesama,

saling tolong-menolong, saling menghormati satu sama lain, dan tidak mengajarkan

kekerasan. Sedangkan pada kenyataannya, banyak oknum pelaku kekerasan dan

perusakan mengatasnamakan Islam dalam aksi-aksinya. Mereka meneriakkan

kalimah-kalimah “Allahu Akbar”, menamai itu dengan syi‟ar, jihad, dan lain

sebagainya, padahal jauh sekali dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW.

Dalam acara dialog tersebut, salah seorang narasumber dari CSRC yaitu

Ahmad Gaus membacakan puisi karyanya yang berjudul “Para Penjahat atas Nama

Tuhan.” Saat itulah Entang Rasyid, salah satu pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia,

yang juga menjadi narasumber menitikkan bulir bening dari kelopak matanya, karena

terbawa ke dalam suasana puisi yang memang benar dirasakan begitu menyentuh

dan sekaligus menyentak.

Silahkan hayati puisi berikut ini;

Para Penjahat Atas Nama Tuhan

Oleh Ahmad Gaus

Di manakah Tuhan

ketika rumah-Nya diserang

dan dihancurkan?

17

https://es-la.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/10151105442651179

Page 9: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

9

Engkau tidak akan tahu arti sedih

sebelum kakimu tergelincir dan berdarah

ketika menyeru Tuhan di tengah jerit kesakitan

dalam kobaran api yang membakar

rumah-rumah ibadah.

Engkau tidak akan mengerti

apa artinya terbuang

sampai merasakan sendiri bagaimana

iman direndahkan.

Anak-anak dan perempuan berlari ketakutan

menunggu malaikat datang

membawa mereka terbang ke angkasa

bertemu dengan Tuhan yang bersemayam

di atas „aras.

Orang-orang tua bertanya

apakah Tuhan mereka telah binasa

dijebloskan ke dalam penjara?

Burung-burung gemetar

melihat orang-orang mengamuk

membawa senjata

batu dan parang.

Di manakah Tuhan

Ketika rumah-Nya disegel

dan dipagari kawat berduri?

Di negeri ini

iman dicurigai bagai sindikat

orang mau beribadah disamakan

dengan penjahat.

Di negeri ini

lebih mudah membuka panti pijat

daripada membuka rumah ibadat

orang mabuk difasilitasi

menyembah Tuhan dihalang-halangi.

Di negeri ini

orang mau beribadah dianggapmengganggu ketertiban umum

sementara para penjahat yang mengatasnamakan Tuhan

bebas berkeliaran sambil berteriak

Allahu akbar

serang! kejar! bunuh!

Allahu akbar

Setiap hari para pemimpin berpidatotentang Konstitusi

tapi di mana mereka bersembunyi

Page 10: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

10

ketika orang yang berbeda keyakinan diteror

diinjak-injak?

Orang-orang dibiarkandianiaya di kampung mereka

menjadi pengungsi di negeri sendiri

hak hidup mereka direnggut

di hadapan para petinggi negeri.

Kemajemukan diancam

kebebasan disandera

orang-orang dengan pongahnya meringkus kebenaran

memaksakan kehendak dengan kekerasan.

Apakah Tuhan berduka

ketika umat-Nya terlunta-lunta?

Apakah Tuhan merasakan luka

melihat umat-Nya bertaburan isak tangis

dilempari genting dan pecahan kaca?

----000---

Ketika mendengar suara tangisan itu betapa hati kami ikut tersentuh dan prihatin

dengan keadaan ini. Bahkan, Ust. Maulana, pembicara dari Jemaat Ahmadiyah

mengatakan “Sesama muslim, tetapi mendapatkan perlakuan yang berbeda.” Dan

begitu mengagetkan saat kami mendengar ada kurang lebih 9 buku yang

mengatasnamakan MUI menfatwakan Ahmadiyah sesat dengan berbagai dampak

ikutan yang menyertainya, dimana para penyerang kerapkali, kalau bukan selalu,

merujuk pada fatwa-fatwa tersebut untuk membenarkan aksi-aksi kekerasannya.

C. Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam

Upaya membangun sarana pendidikan berbasis Islam atau lebih dikenal dengan

sebutan “Pesantren” memang tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan.

Tantangan dan hambatan pasti menerjang, karena hal demikian merupakan

sunnatullaah (hukum alam) yang tidak dapat dihindari. Begitu pula yang dialami oleh

Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam.

Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam berdiri pada tanggal 12 Rabi‟ul Awwal

1401 H (18 Januari 1981 M) di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten

Bandung, Jawa Barat, Indonesia, di atas tanah wakaf seluas 500 m². Pondok ini

didirikan oleh K.H. Drs Muchtar Adam yang berasal dari Benteng, Kota Selayar,

Sulawesi Selatan. Pada dasarnya pesantren ini sangat mengedepankan sikap

menghargai heterogenitas mazhab dalam upaya mewujudkan nilai-nilai perdamaian,

Page 11: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

11

dengan motto dakwah “Dakwah kedah kahartos sareng karaos”, maknanya dakwah

yang dilakukan harus bisa dipahami dan dirasakan oleh jamaah.

Pembangunan pesantren di kawasan Bandung Utara tersebut merupakan usaha

antisipatif terhadap gencarnya aksi kristenisasi dan usaha menyebarluaskan agama

Islam ke pelosok-pelosok yang belum tersentuh syiar Islam atau warganya masih

memiliki pengetahuan agama Islam yang rendah. Perlu dicatat bahwa mayoritas

warga di sekitar pesantren saat itu masih memeluk aliran kepercayaan.

Pada awalnya Kiai Muchtar Adam bercita-cita membangun pesantren di daerah

Ciburial saja. Namun dalam perkembangannya, atas izin Allah S.W.T, beliau dapat

membangun beberapa cabang di seluruh Indonesia antara lain di Selayar (Sulawesi

Selatan), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Alor (Nusa Tenggara Timur), dan Aceh Besar

(Aceh).

Satu hal yang menarik sebelum Kiai Muchtar Adam berhijrah ke kota Bandung 35

tahun silam, ayahnya yang merupakan tokoh Muhammadiyah kota Selayar, Tn. Adam

berpesan : “Jika dalam kurun waktu 2 tahun tidak ada fitnah maka kamu harus

tinggalkan daerah itu, tetapi jika dalam kurun waktu 2 tahun terdapat fitnah

kepadamu maka lanjutkanlah perjuanganmu disana.” Entah mengapa, agaknya Tn.

Adam telah mengetahui apa yang akan terjadi dengan perjuangan anaknya di tempat

hijrahnya. Belum genap 1 tahun, Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam --

terutama pemimpinnya K.H. Drs. Muchtar Adam -- sudah diterjang beragam fitnah.

Dalam kesempatan kunjungan dan dialog dengan beliau di aula pesantren, kami

mencatat hasil dialog tersebut terkait kasus konflik dan kekerasan yang menimpa

lembaga pendidikan Islam ini. Hasilnya, sebagian besar konflik yang terjadi di

lembaga ini terarah pada usaha individu/kelompok untuk menghancurkan lembaga ini

dengan usaha adu domba, fitnah, baik langsung maupun lewat media massa seperti

internet, majalah, selebaran, dan lain-lain yang terjadi hingga sekarang, antara lain:

Pada tahun 1982, pimpinan ponpes difitnah sebagai pengikut aliran Inkar

Sunnah (menolak hadis sebagai sumber hukum Islam).

Difitnah dan dituduh sebagai dukun, karena mampu mengobati pasien dengan

cukup memberikan doa pada air minum dengan izin Allah S.W.T, penyakit

para pasien sembuh setelah meminum air doa tersebut.

Difitnah sebagai mantan anggota PKI (Partai Komunis Indonesia), karena

beliau sempat ditugaskan oleh pemerintah untuk dakwah kepada para

tahanan PKI di Pulau Buru.

Page 12: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

12

Difitnah mampu membangun pesantren dimana-mana karena mendapat

sumbangan dana dari kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal).

Difitnah sebagai penganut aliran Syiah Rafidhah.

Difitnah sebagai petinggi organisasi IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait

Indonesia) yang merupakan organisasi induk kelompok Syiah.

Dll.

Adapun kekerasan yang dialami oleh lembaga ini ialah:

Para muballigh dan pegiat dakwah Babussalam mengalami tindakan

kekerasan seperti: tubuh mereka disundut api rokok yang menyala sehingga

menimbulkan luka bakar; intimidasi oleh parang, celurit, dsb., saat

melakukan dakwah karena terpengaruh oleh fitnah-fitnah yang ditujukan

kepada lembaga ini

Demikinlah beberapa kasus konflik dan kekerasan terhadap K.H. Drs. Muchtar

Adam dan Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam yang dapat kami catat. Kejadian-

kejadian tersebut menjelaskan kepada kita bahwa lembaga ini mendapati perlakuan

yang tidak seharusnya terjadi di negeri yang menjunjung tinggi hukum ini.

D. Akar Penyebab Konflik

D.1. Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Perbedaan adalah salah satu hal yang menjadi pemicu adanya konflik di tengah

masyarakat. Sumber konflik kerapkali terjadi karena perbedaan iman (doktriner).

Setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran mereka yang paling benar.

Sumber lain yang memberikan sumbangsih terjadinya konflik adalah sikap mental

yang negatif seperti kesombongan religius, prasangka dan intoleran yang

menimbulkan ketegangan dan konflik. 18 Karl Marx dan Frederich Engles (1884)

menganggap bahwa konflik merupakan suatu proses terpenting dalam masyarakat

dengan terjadinya pertentangan klas (class truggle). 19 Pada kenyataannya konflik

sering terjadi karena kesenjangan sosial. 20 Dalam analisis Max Weber, konflik

18

Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal. 154 19

Soerjono Soekamto, Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981),

hal.7 20

Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial, Sketsa, Penilaian dan Perbandingan (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal.

147

Page 13: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

13

dipahami sebagai pertentangan yang tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya

manusia.21

Konflik dan kekerasan yang dialami oleh jemaat Ahmadiyah tiada lain disebabkan

oleh perbedaan pandangan dengan warga mayoritas (Muslim Sunni). Padahal kita

selalu disuguhi doktrin bahwa dalam Islam perbedaan atau ikhtilaf adalah hal yang

biasa, bahkan merupakan rahmat. 22 Akan tetapi jika ikhtilaf dihadapkan dengan

orang-orang yang masih awam yang lebih mengedepankan emosi daripada akal dan

hati nurani, maka ia tidak akan menjadi rahmat melainkan laknat. Ya, inilah yang

terjadi pada sebagian masyarakat dalam menyikapi Ahmadiyah beberapa tahun

terakhir. JAI menyayangkan maraknya peredaran buku-buku dan media yang

menyudutkan Ahmadiyah, karena sedikit banyak hal itu menjadi pemicu

kesalahpahaman yang kelak menimbulkan konflik dan kekerasan terhadap mereka.

Secara umum terdapat dua masalah yang muncul di benak warga non-

Ahmadiyah dalam menyikapi doktrin kenabian Mirza Ghulam Ahmad (Pendiri

Ahmadiyah) yang tidak dapat dipahami oleh warga non-Ahmadiyah. Ahmadiyah

membagi pandangan kenabian menjadi dua: Nabi yang membawa syariat, yaitu

Muhammad SAW, dan Nabi yang mengikuti Nabi Muhammad SAW, yaitu Hazrat Mirza

Ghulam Ahmad.23 Tentunya pandangan seperti ini sangat berbeda dengan pandangan

kaum muslim Sunni yang meyakini Nabi Muhammad sebagai pembawa syariat tetapi

menolak adanya nabi yang mengikuti kenabian Muhammad SAW (seperti Mirza

Ghulam Ahmad). Sebagian besar muslim Sunni menyorot tajam kenabian Mirza

Ghulam Ahmad, akan tetapi pandangan bahwa Nabi Muhammad SAW diyakini sebagai

nabi yang harus diimani oleh jemaah Ahmadiyah, cenderung tidak diketahui oleh

sebagian besar warga non-Ahmadiyah. Faktor inilah yang menyebabkan lahirnya

pandangan dan fatwa keagamaan yang memberi label sesat pada Ahmadiyah.24

Dalam dialog bersama Ahmadiyah sebagai bentuk tabayyun, para pengurus JAI

memberi klarifikasi sebagaimana disampaikan oleh Sdr. Maulana (Muballigh JAI Jawa

Barat): “Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah sosok orang yang taat dan cinta kepada

Allah SWT dan Muhammad SAW, bahkan dirinya melambangkan laksana debu yang

ada di baju Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan kepada kita bahwa sosok Mirza

Ghulam Ahmad adalah orang yang taat dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW,”

ujarnya.

21

L. Leayendecker, Tata Perubahan dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1983), hal. 324 22

Al-Hamid Jakfar Al-Qadri, Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat (Jakarta: Mizan Pustaka, 2012), hal. 21. 23

Zuhairi Misrawi, “Kata Pengantar”,dalam Munhirul Islam Yusuf & Ekky O. Sabandi, Ahmadiyah Menggugat

(Mubarak Publishing, 2011), hal. viii. 24

Ibid.

Page 14: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

14

Selain anggapan-anggapan tersebut masih terdapat beberapa doktrin Ahmadiyah

yang sudah menjadi rahasia umum seperti, syahadat Ahmadiyah berbeda dengan

warga muslim lainnya, menunaikan ibadah haji dan umrah ke Qadian, India (tempat

kelahiran Mirza Ghulam Ahmad), meyakini kitab suci selain al-Qur‟an, dll. Setelah

melakukan dialog dengan para pengurus JAI Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa

apa yang dituduhkan kepada Ahmadiyah selama ini tidak sesuai dengan kenyataan.

Mengenai munculnya beragam bentuk kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah,

menurut Sdr. Maulana, karena pemerintah dan aparat penegak hukum cenderung

bersikap “acuh tak acuh” dalam menanggapi kekerasan yang dialami oleh jemaah

Ahmadiyah, sehingga memicu timbulnya konflik dan kekerasan lebih lanjut.

Kami menarik kesimpulan bahwa sebagian masyarakat belum dapat menanggapi

informasi yang diterima atau menelan bulat-bulat informasi yang diterima tanpa

mempertimbangkan kevalidannya sehingga dengan mudah terprovokasi dalam

menyikapi hal tersebut dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh syariat dan

prinsip demokrasi. Selain itu, kecenderungan aparat penegak hukum di negeri ini

yang bersikap lambat, bahkan abai atau membiarkan terjadinya kekerasan, menyulut

terjadinya kekerasan yang lebih besar dan bersifat massif. Kiranya inilah yang

menjadi akar dari konflik dan kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Jawa Barat.

D.2. Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam

Adapun akar penyebab konflik terhadap Pondok Pesantren Babussalah ialah tuduhan-

tuduhan negatif terhadap lembaga ini. Namun analisa lebih jauh menunjukkan bahwa

tuduhan tersebut tiada lain ialah bentuk iri hati belaka, baik dari individu maupun

kelompok yang tidak menyukai perkembangan dan kemajuan lembaga ini. Mereka

kemudian mencari cara untuk menghancurkan reputasi Babussalam dengan cara

seperti adu domba, fitnah, dsb. Lagi-lagi sebagian besar masyarakat dengan

mudahnya menerima dan percaya dengan fitnah dan tuduhan-tuduhan tersebut tanpa

disertai pembuktian.

E. PELANGGARAN HAM YANG TERJADI

E.1. Bentuk Pelanggaran HAM

Berdasarkan analisa terhadap kasus-kasus yang merebak terkait konflik dan

kekerasan yang dialami oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesai (JAI) dan Pondok

Page 15: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

15

Pesantren Al-Quran Babussalam, kami menemukan adanya pelanggaran-pelanggaran

yang berkaitan dengan prisnip HAM antara lain:

E.1.2. Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Perusakan rumah tinggal

Perusakan rumah ibadah dan tempat menuntut ilmu

Mengganggu ketentraman warga sekitar

Pembunuhan dan penyiksaan terhadap warga Ahmadiyah

Dll.

E.1.3. Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam

o Pencemaran nama baik

o Perlakuan tidak menyenangkan

o Dll.

F. Akibat dan Dampak yang Ditimbulkan Pasca Peristiwa

Kasus-kasus konflik dan kekerasan yang menimpa para korban telah menimbulkan

dampak dan akibat yang kadang tak terduga di pihak korban. Kami mencatat

sejumlah dampak dan akibat yang dialami oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

dan Pondok Pesantren Al-Qur‟an Babussalam:

F.1. Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)

Trauma yang mendalam

Kerusakan tempat tinggal dan rumah ibadah

Timbulnya korban jiwa

Dll

F.2. Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam

Berkurangnya jamaah pesantren

Berkurangnya donatur

Keluarnya sejumlah santri

Tertutupnya ruang dakwah mubaligh Babussalam karena mendapat berbagai

penolakan akibat fitnah yang dituduhkan

Dll

Page 16: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

16

G. Tantangan dan Problem yang Dihadapi

Upaya melakukan klarifikasi dan pemulihan nama baik tidak mudah dilakukan

oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Jawa Barat dan Pondok Pesantren Al-Qur‟an

Babussalam karena ekspose informasi-informasi yang menyimpang tidak mudah

diluruskan. Selain itu, sejumlah tantangan dan problem menghadang di depan mata

dan butuh penyelesaian yang arif serta cermat. Kami mencatat beberapa problem

yang dihadapi oleh kedua lembaga ini karena memiliki kesamaan yaitu:

Kecaman dari pihak lain

Intimidasi

Pengusiran

Pengucilan

Dipandang sebelah mata

Kecenderungan masyarakat mudah terprovokasi

Dll.

Faktor-faktor inilah yang dirasakan kedua lembaga dan sekaligus menjadi

kendala yang menghambat proses perdamaian dalam jangka panjang.

H. Inisiatif Perdamaian dan Resolusi Konflik

H.1. Jemaah Ahmadiyah indonesia (JAI)

Melaporkan kasus-kasus tersebut kepada aparat penegak hukum

Melaporkan kasus tersebut kepada KOMNAS HAM

Melakukan pendekatan kepada ormas-ormas toleran seperti Nahdhatul Ulama

dan Muhammadiyah

Aktif dalam mengadakan kegiatan sosial seperti pengobatan gratis dll.

Tidak pernah mengganggu kelompok\aliran lain

Dll

H.2. Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam

Gencar melakukan dakwah bil hikmah kepada masyarakat luas dengan

menyisipkan semangat perdamaian dan lebih menghargai perbedaan dalam

rangka ukhuwah Islamiyah.

Mengedepankan sikap akhlakul karimah dalam berinteraksi dengan siapa pun,

khususnya lingkungan masyarakat sekitar.

Page 17: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

17

Melakukan inisiatif damai dengan mengadakan open house. Siapa saja boleh

datang untuk mengetahui lebih dalam tentang Ponpes Babussalam. Ada orang

yang sengaja ikut sholat berjamaah dilingkungan Ponpes Babussalam. Ada juga

yang sengaja menginap di pesantren sampai 1 minggu untuk mengetahui lebih

dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga pesantren. Setelah orang-

orang yang penasaran ini ikut dalam kegiatan pesantren, mereka menyimpulkan

bahwa Ponpes Babussalam tidak seperti isu yang beredar di masyarakat. Mereka

tidak sedikit pun menemukan kejanggalan-kejanggalan seperti yang dikatakan

orang-orang di luar sana.

I. REKOMENDASI

Menanggapi berbagai konflik sebagaimana diuraikan di atas, kami merekomendasikan

beberapa langkah inisiatif dan upaya yang dapat ditempuh menuju perdamaian

sebagai berikut:

Setiap warga negara hendaknya memahami arti Hak Asasi Manusia (HAM)

secara lebih mendalam, bahwa setiap manusia di dunia ini berhak melakukan

apapun sesuai kehendaknya, selama itu tidak mengganggu dan merugikan

orang lain. Bayangkanlah bagaimana bila diri kita sendiri yang berada di posisi

sebagai korban, apa yang akan kita rasakan?

Serahkan dan percayakan semua urusan hukum kepada pihak yang berwajib

yang telah dibentuk negara untuk menjamin keamanan dan ketertiban negeri

ini. Perlakuan “main hakim sendiri” bukanlah perilaku yang baik untuk diri kita

sendiri maupun orang lain. Dan untuk penegak hukum hendak bersikap tegas

dan adil dalam menghadapi kasus-kasus yang menjurus pada kekerasan

sosial karena dampaknya sangat besar dan menimbulkan trauma pada

korban.

Kaum Muslim hendaknya memahami arti dakwah dan perjuangan yang

dilakukan Rasulullah SAW yang penuh dengan hikmah dan kebijakan. Rasul

tidak mengajarkan kekerasan, dan Islam sendiri sebagai agama merupakan

“Rahmatan lil „Alamin”, rahmat bagi seluruh alam. Mari wujudkan kata-kata

itu, dengan benar-benar menjadi penyebar kasih sayang kepada seluruh umat

beragama di dunia ini.

Toleransi dan sikap saling menghormati perbedaan harus dijunjung tinggi

sebab perbedaan merupakan realitas sosial yang tidak akan menghilang dari

dunia ini selama bumi masih dihuni oleh manusia. Dan yang lebih penting

Page 18: Laporan Fieldtrip Bandung 2016.pdf

18

lagi, mari menjadikan perbedaan sebagai rahmat, sebagaimana pesan Nabi

Muhammad SAW: ikhtilafu ummati rahmatun.

Secara khusus kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) hendaknya

memperbaharui legalitas dan pengakuan lembaga. Dengan demikian, JAI

dapat memohon perlindungan kepada negara bilamana terjadi pelanggaran

terhadap lembaganya.

JAI juga perlu meningkatkan aktivitasnya dalam berbagai kegiatan sosial,

untuk menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa Jemaat

Ahmadiyah bukanlah lembaga tertutup dan anti-sosial; mempublikasikan

penjelasan-penjelasan mengenai faham-faham yang dianut oleh Ahmadiyah

melalui penerbitan buku, seminar, atau pertemuan dengan para tokoh agama,

masyarakat, dan komponen-komponen bangsa lainnya.

JAI hendaknya merintis dan melaksanakan kerjasama dengan lembaga-

lembaga lain, baik itu lintas agama, lintas suku, budaya, dan lain sebagainya,

untuk menumbuhkan kepercayaan lembaga-lembaga lain agar tidak terjadi

kontra-persepsi antar lembaga.

---------00000--------