Contoh Laporan Fieldtrip Geologiisi

53
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang dari diadakannya kuliah lapangan geologi fisik ini adalah untuk mengetahui bentuk–bentuk fisik dari suatu singkapan dan karakteristik suatu batuan serta proses terjadiannya di alam, Dasar-dasar teori yang didapat di perkuliahan umumnya bersifat ideal, sedangkan pada kenyataannya apa yang kita dapat di lapangan tidaklah seideal yang penulis bayangkan. Pemahaman dari ilmu geologi, menuntut secara langsung untuk dapat meneliti kenampakan objek-objek geologi yang terdapat di lapangan. Karena konsep ilmu geologi tanpa melihat secara langsung objeknya sama artinya penulis berangan–angan agar sesuatu ideal seperti yang dibayangkan. 1.2. Maksud dan Tujuan Tujuan dari field trip ini adalah untuk memehuhi tugas praktikum lapangan Geologi dasar. Di samping itu, penelitian ( kuliah lapangan ) ini juga untuk memberi gambaran yang sesungguhnya seperti apa bentukan geologi di alam. Juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Dasar. 1.3. Waktu Penelitian 1

Transcript of Contoh Laporan Fieldtrip Geologiisi

BAB 1

PAGE 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar belakang dari diadakannya kuliah lapangan geologi fisik ini adalah untuk mengetahui bentukbentuk fisik dari suatu singkapan dan karakteristik suatu batuan serta proses terjadiannya di alam,

Dasar-dasar teori yang didapat di perkuliahan umumnya bersifat ideal, sedangkan pada kenyataannya apa yang kita dapat di lapangan tidaklah seideal yang penulis bayangkan. Pemahaman dari ilmu geologi, menuntut secara langsung untuk dapat meneliti kenampakan objek-objek geologi yang terdapat di lapangan. Karena konsep ilmu geologi tanpa melihat secara langsung objeknya sama artinya penulis beranganangan agar sesuatu ideal seperti yang dibayangkan.

1.2. Maksud dan TujuanTujuan dari field trip ini adalah untuk memehuhi tugas praktikum lapangan Geologi dasar. Di samping itu, penelitian ( kuliah lapangan ) ini juga untuk memberi gambaran yang sesungguhnya seperti apa bentukan geologi di alam. Juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Geologi Dasar. 1.3. Waktu PenelitianPenelitian dilakukan dari tanggal 8-10 Desember 2006. penulis berangkat ke Bantarujeg tanggal 8 Desember 2006 pukul 08.00 WIB dari Kampus Geologi Unpad dan sampai di Bantarujeg pukul 11.15 WIB, kemudian berangkat ke lapangan pukul 13.15 WIB dan kembali dari lapangan pukul 17.15 WIB.

Pada hari kedua, penulis berangkat ke lapangan pukul 08.00 WIB. Pada pukul 12.15 WIB kami istirahat, shalat, dan makan siang. Pukul 13.00 WIB kami ke lapangan lagi dan kembali dari lapangan pukul 16.00 WIB.

Pada hari ketiga, penulis berangkat ke lapangan pukul 08.30 WIB. Penulis sampai di lapangan pukul 11.00 WIB, kemudian kembali lagi pukul 12.15 WIB. Penulis sampai kembali di base camp pukul 16.45 WIB. Pukul 19.00 penulis pun kembali menuju Jatinangor dan sampai di Jatinangor pukul 22.45 WIB.1.4. Lokasi dan Kesampaian DaerahSecara umum penulis melakukan penelitian di daerah Bantarujeg yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Penulis menuju ke Bantarujeg dengan waktu tempuh 4 jam.Pada hari pertama, penulis melakukan penelitian di sepanjang bantaran sungai Cijurey. Penulis berangkat ke lapangan dengan waktu tempuh 10-15 menit.

Pada hari kedua, penulis kemudian melakukan penelitian. Lokasi ( stasiun ) pertama sendiri dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan, tapi hanya dapat sampai di pinggir jalan dekat lokasi. Sementara stasiun berikutnya tak dapat ditempuh dengan kendaraan.

Pada hari ketiga, penulis melakukan penelitian di puncak gunung Buligir.

Gambar 1.1. Peta lokasi kuliah lapangan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA.2.1 GEOLOGI REGIONAL

Daerah jawa barat terletak di pulau jawa yang merupakan pulau dengan penduduk terpadat dIndonesia. Pada pulau jawa terdapat sambungan dari gugusan pegunungan barisan yang memanjang dari utara sumatera.

Jawa Barat adalah pulau jawa bagian barat dengan lebar 150-175km, dimulai dari gugusan vulkanik Krakatau pada selat sunda yang merupakan hasil dari proses deformasi era plio-pleistocene,dan terlihat 1000m dalamnya di selatan selat sunda. Daerah utara Jawa Barat relative landai dengan ketinggian antara 0-500 mdpl yang tersusun atas dataran rendah alluvial, dan pegunungan di daerah selatan, dimana pembuatan korespondensi dan dari cross section.

Dataran Batavia yang terbentang 40km dari serang hingga Rangkasbitung terdiri atas sungai dengan akumulasi alluvium dan lahar dari gunungapi di daerah dekat zona subduksi, dengan kontak lipatan yang sangat kecil pada zona tersier sedimen bawah laut yang terjadi secara berulang namun tidak frekuentif.

Daerah selatan terdiri atas sabuk kompleks berisi perbukitan dan pegunungan sekitar 40km pada cross section dari Djasinga dekat Banten hingga sungai Pemali dan Bumiaju.

Daerah tersebut termasuk zona Bogor dengan zona antiklin dari strata lipatan Neogene dengan banyak intrusi hipabisal vulkanik. Terdapat juga gunungapi muda di bagian timur zona bogor.

2.1.1 Fisiografi Regional

Menurut Van Bemmelen (1949), fisiografi khas Pulau Jawa dimulai dari Teluk Pelabuhan Ratu ke arah timur, sedang di sebelah baratnya (daerah Banten) dalam beberapa hal lebih mirip dengan daerah Selat Sunda dan Pulau Sumatera.

Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Barat atas lima zona jalur bentang alam fisiografi dan struktural yang menunjang dari arah barat ke arah timur dan berturut dari arah utara ke selatan yaitu : Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona Pegunungan Bayah, dan Zona Pegunungan selatan.

1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta

Menempati bagian Utara Jawa Barat, membentang dari barat ke timur mulai dari Serang sampai ke Cirebon sepanjang 40 km. Zona ini didominasi oleh endapan aluvium, endapan pantai dan aliran lumpur serta produk aktivitas gunungapi Kuarter.

2. Zona Bogor

Memanjang dari barat ke timur mulai dari Rangkasbitung sampai Majenang (Bumiayu). Zona ini ditempati oleh pegunungan dan perbukitan dengan lebar kurang lebih 40 km, merupakan suatu antiklinorium yang terpatahkan kuat. Endapannya terdiri oleh akumulasi endapan Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam. Umumnya terdiri dari batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal.

3. Zona Pegunungan Bayah

Menempati sebelah Barat Zona Bandung dan memiliki penyebaran yang paling kecil, yaitu mulai dari Ujung Kulon di sebelah barat sampai ke Sukabumi di sebelah timur.

4. Zona Bandung

Merupakan zona depresi diantara jalur pegunungan Timur-Barat, memiliki struktur bagian atas dari geantiklin Jawa yang mengalami sesar normal selama atau setelah pengangkatannya pada Tersier Akhir. Membentang mulai dari Teluk Pelabuhan Ratu melalui dataran tinggi Cianjur, Bandung, Garut hingga Lembah Sungai Citanduy dan berakhir di Segara Anakan pantai Jawa Tengah. Zona ini sebagian besar ditutupi oleh endapan gunungapi Kuarter, akan tetapi di beberapa tempat masih dijumpai endapan Tersier.

5. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Merupakan dataran tinggi (plateu) yang berbentuk segitiga dengan puncaknya di sekitar Bandung dan memanjang dari barat ke timur, mulai dari Pangandaran bagian barat sampai ke Nusa Kambangan bagian timur. Secara keseluruhan zona ini merupakan suatu geantiklin yang agak landai dan telah miring beberapa derajat ke arah Selatan. Umumnya merupakan suatu bentang alam yang dipengaruhi oleh kejadian pembentukan peremajaan (peneplain), pengangkatan dan adanya limpahan material rombakan hasil erosi. Erosi yang terjadi merupakan erosi usia lanjut membentuk lembah-lembah yang sangat lebar dan hampir rata. Adanya pengangkatan yang terus menerus mengakibatkan terjadinya kembali lembah-lembah yang dalam dan sempit. Van Bemmelen menyimpulkan bahwa tidak semua daerah Pegunungan Selatan Jawa Barat tenggelam sewaktu transgresi pada kala Miosen Atas (saat seri Bentang diendapkan). Pembentukan morfologinya dipengaruhi oleh proses geologi selama proses pembentukan, perbedaan sifat kekerasan dan jenis batuan serta struktur geologinya. Gambar 2.1. Sketsa Jalur Fisiografi Jawa Barat

( R.W Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan pembagian fisiografi menurut Van Bemmelen di atas, maka daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Bogor bagian timur. Zona Bogor ini terutama disusun oleh batuan berumur Neogen yang mencirikan endapan laut dalam. Zona Bogor ini merupakan jalur yang kompleks, yang bersistem struktur antiklinorium pada bagian timur yang cembung ke arah utara, terjadi dari batuan endapan Neogen yang terlipat kuat dan tersesar naikkan ke arah utara. Inti struktur tersebut berupa batuan Miosen, sedangkan sayap-sayapnya dibentuk oleh endapan Pliosen dan Plistosen bagian bawah sampai atas.

Fisiografi Jawa Barat

Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi lima zona ( Bemmelen, van R.W.,1949 ) yaitu :

a.Zona Dataran Pantai Utara Jawa Barat

b.Zona Perbukitan Bogor

c.Zona Perbukitan Bandung

d.Zona Perbukitan Bayah

e.Zona Pegunungan Selatan Jawa BaratDaerah yang akan dikunjungi terletak di wilayah Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat, dimana umumnya mempunyai relief topografi perbukitan dan pegunungan dengan kondisi lereng lereng relatif curam hingga terjal menempati posisi ketinggian hingga lebih dari 1500 m diatas permukaan laut ( mDPL ).

Daerah yang akan dikunjungi mempunyai relief topografi perbukitan rendah yaitu pada posisi ketinggian sekitar 350 m hingga 475 m diatas muka laut yang dibatasiS. Cihapitan di bagian Barat , dan jalan raya Cikondang Pasir Mukti di bagian Selatan. Pola aliran sungai yang membatasi daearah tersebut yaitu , S. Cihapitan di sebelah Utara, S. Cipagadigan di sebelah timur dan S. Citamiang di sebelah barat. Pola aliran sungai sungai ini membentuk pola rectangular dan sub-parallel yang diperkirakan ada kaitannya dengan pembentukan litologi , struktur dan mineralisasi endapan emas di daerah tersebut.2.1.2 Stratigrafi Regional

Urutan stratigrafi Zona Bogor ini adalah sebagai berikut : Pemali Beds, merupakan satuan batuan tertua pada zona ini. Bemmelen membagi Pemali Beds menjadi dua bagian yaitu, Lower Pemali Beds dan Upper Pemali Beds. Lower Pemali Beds berumur Aquitanian atau Burdigalian Bawah yang dikorelasikan dengan kala Miosen Bawah, dicirikan oleh fosil Spiroclypeus Sp. Upper Pemali Beds berumur Miosen Bawah bagian atas sampai Miosen Tengah bagian bawah.

Selaras di atas Pemali Beds adalah Halang Beds atau Cidadap Beds. Formasi ini terdiri dari dua facies yaitu berupa endapan laut dan facies selatan berupa endapan vulkanik yang terdiri dari breksi dan batupasir tuffaan. Marks (1949), menyatakan usia Halang Beds adalah Miosen Tengah sampai Miosen Atas, Bemmelen (1949), menyatakan umur formasi ini Miosen Bawah bagian atas sampai Miosen Tengah.

Kastowo (1975) menyatakan Formasi Rambatan menutupi Formasi Pemali secara selaras dan berumur Miosen Tengah bagian tengah. Formasi Rambatan ini ditutupi secara selaras oleh Formasi Lawak yang berumur Miosen Tengah bagian tengah sampai Miosen Atas bagian tengah. Berikut ini dijelaskan mengenai pemerian masing-masing formasi.Tabel 1.2 Formasi Lembar Arjawinangun (Djuri.1973) UMURSTRATIGRAFILITOLOGI

HOLOSENBAWAHaluvium lempung,lanau,pasir,kerikil,lava,batuan gunungapi tak teruraikan.

PLISTOSENATAS

Hasil gunungapi tualava ,breksi,breksi kompleks kromong,batuan gunungapi tua tak teruraikan.

TENGAH

BAWAHBatupasir tuffanLapisan-lapisan batupasir tuffan ,pasir, lanau tuffan,lempung,konglomerat,breksi tuffan mengandung batuapung.

PLIOSENATASFormasi CitalangBatupasir tuffan berwarna coklat muda,lempung tuffan,konglomerat,kadang-kadang ditemukan lensa-lensa batupasir gampingan yang keras,lensa gamping,batugamping koral berwarna kuning sampai coklat.

TENGAH

BAWAHFormasi KaliwunguBatulempung dengan sisipan batupasir tuffan,konglomerat,kadang-kadang ditemukan lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping.

MIOSENATASFormasi SubangAnggota batulempung batulempung mengandung lapisan batugampingabu-abu tua kadang-kadang ditemukan sisipan batupasir glaukonit hijau

Formasi HalangBatupasir tuffan,lempung,konglomerat,batupasir merupakan bagian utama ,breksi gunungapi yang bersifat andesit dan basalt ditemukan tuff,lempung,serta konglomerat

TENGAHATAS

Batugamping Kompleks KromongBatugamping terumbu ,berwarna kuning kotor sampai kecoklatan.

BAWAHFormasi CinamboBatulempung dengan selingan batupasir dan gamping,batupasir gampingan,dan batupasir tuffan(400-500)anggota batupasir greywacke dengan timbulan tinggi ,tuffa,lempung,lanau greywacke mempunyai ciri lapisan tebal.

BAWAHATAS

Dapat dilihat dari tabel diatas pembagian stratigrafi dari Zona Bogor menurut peneliti terdahulu, yaitu berdasarkan Van Bemmelen (1949) dan Djuri (1975). Di sini terlihat adanya perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tabel stratigrafi tersebut berdasarkan peneliti terdahulu.2.1.3 Struktur Geologi RegionalPulau Jawa sejak kurun Kenozoikum hingga ke Resen berada di atas tumbukan lempeng Asia dan Australia, yang secara langsung mengakibatkan terkenanya pengaruh perkembangan tektonik dan perkembangan cekungan tersiser akibat dari adanya interaksi antar kedua lempeng tersebut.

Zona Bogor, terutama zona sempit antara Majalengka sampai gunung Ciremai, merupakan suatu daerah dengan struktur yang padat. Struktur-struktur tersebut merupakan lipatan-lipatan hasil kompresi yang cukup kuat yang membentuk antiklinorium, berkombinasi dengan sesar-sesar naik dan juga terdapat merupakan sesar-sesar yang menyebabkan terjadinya pergeseran sumbu-sumbu sinklin dan antiklin. Inti dari perlipatan ini terdiri atas batuan berumur Miosen dan sayap-sayapnya terdiri atas endapan yang lebih muda.

Lebih lanjut, Van Bemmelen (1949) mengemukakan bahwa zona Bogor telah mengalami dua kali periode tektonik ,yaitu :1) Periode tektonik intra-Miosen atau Mio-Plistosen

Periode ini terjadi pada formasi Cidadap yang berumur Miosen tengah. Bukti dari periode ini yaitu dengan adanya hubungan tidak selaras antara formasi tersebut dengan umur Plistosen bawah. Padea periode ini mengkibatkan terbentuknya struktur lipatan dan sesar-sesar pada batuan sedimen di bagian utara. Sedangkan menurut Djuri (1979), periode tektonik Intra-Miosen belum terjadi karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa umur formasi Cidadap (sinonim formasi Subang) berumur Miosen atas, maka periode tektonik yang terjadi adalah pada Mio-Pliosen. Pada proses pembentukan struktur sesar dan lipata pada periode di atas diikuti pula dengan terjadinya intrusi dasit dan andesit, juga ekstrusi breksi kumbang di ujung timur zona Bogor.2) Periode tektonik Plio-PlistosenPada periode ini terjadi lagi proses perlipatan dan pergeseran oleh gaya yang mengarah ke utara. Periode tektonik ini lebih besar dari pada periode tektonik sebelumnya. Hal ini, dibuktikan dengan adanya jalur sesar naik bagian utara zona Bogor sepanjang Subang hingga Gunung Ciremai (kurang lebih 70 Km). zona sesar naik ini dinamakan sesar naik Baribis Thrust yang diperkirakan sebagai penyebab gempa bumi pada bulan Juli tahun 1989.

Djuri (1973) yang memetakan lembar Arjawinangun mengemukakan bahwa Miosen dan Plistosen terlipat dalam antiklinorium dengan arah utara-barat. Struktur ini merupakan bagian dari struktur keseluruhan (Regional) yang memanjang dari lembar Arjawinangun, sedangkan struktur yang lebih muda bersifat lokal.Untung dan Hasegawa (1976) juga telah membuat pola tektonik Pulau Jawa berupa pola struktur lipatan dan pola sistem sesar berdasarkan teori tektonik sesar ulir atau Wrench Fault Tectonic concept, dimana arah sesar dan lipatan membentuk suatu pola karakteristik.Kesimpulan yang didapat antara lain : 1. Sistem rekahan meridional yang berorientasi barat-timur, barat laut-tenggara, barat laut-barat daya,yang disebabkan oleh gaya kompresi utara-selatan, yang memiliki azimuth sebesar N 14o W dan terbentuk pergerakan relatif aktif Lempeng Samudra Hindia yang bergerak ke arah utara dan bertumbukan dengan lempeng Asia.

Gaya kompresi tersebut selain membentuk struktur perlipatan, sesar naik, dan sesar normal, juga menimbulkan sesar lateral (uliran) di bagian kanan dan kiri yang mengapit gaya kompresi yang membentuk sudut lebih kecil dari 45o , sehingga Pulau Jawa dapat dibagi menjadi tiga blok lempeng.

Simanjuntak (1979) telah membagi perkembangan tektonik Indonesia bagian barat dalam beberapa zaman, yaitu bagian utara lempeng Benua Asia, terutama Sumatera, Kalimantan bagian selatan, dan Jawa Barat. 2.2. TEORI DASAR

Geologi adalah ilmu yang mempelajari material penyusun kerak bumi terutama pada bagian litosfer, selain itu proses terbentuknya material, proses berubahnya material, sejarah terbentuknya bumi serta mengaplikasikannya pada eksploitasi dan eksplorasi.

Gambar 2.3. Interior/ Model of The Earth

Secara umum, batuan digolongkan kepada tiga jenis, yaitu: (a) batuan beku; (b) batuan sedimen; (c) batuan metamorf.

Sifat dan material bumi, serta proses-proses yang berlangsung dipermukaan bumi sudah menjadi pusat perhatian beberapa abad. Aristoteles seorang filosof menjelaskan banyak berupa pernyataan misalnya terbentuknya batuan, dikatakan merupakan akibat bintang-bintang. Dan gempa bumi adalah meledaknya udara yang padat dibumi akibat pemanasan pada pusat api. Penjelasannya pada saat itu cukup memadai akan tetapi kerena ia seorang pemimpin para filosof dan disegani. Pendapatnya lebih diterima dibandingkan pendapat yang didasari obserfasi atau percobaan-percobaan. Sehimgga agak menghambat ilmu. Kemudian dikenal beberapa doktrin yang termasuk revolusioner pada saat itu :

Katastrofisme, bentuk permukaan bumi dan segala kehidupan diatasnya terbentuk dan musnah dalam sesaat akibat suatu bencana besar. Uniformitarianisme, manyatakan bahwa the present is the key to the past, masa sekarang merupakan kunci masa lalu.

2.2.1. BATUAN DAN MINERAL

Batuan adalah bahan penyusun kulit bumi yang terdiri dari kumpulan berbagai material (mineral, fragmen batuan,cangkang biota,dll), baik oleh satu jenis maupun berbagai jenis material.

1. Batuan Beku

Batuan beku merupakan batuan penyusun kerak bumi yang berasal dari pembekuan magma. Kata Igneous berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Ignis yang berarti api atau pijar. Karena magma merupakan material atau bahan yang pijar dan sangat panas maka batuan beku disebut dengan igneous rock. Magma adalah cairan silikat yang sangat panas dengan suhu berkisar 6000 C sampai 12500C yang bersifat mobile dan terbentuk secara alamiah. Klasifikasi penamaan, dan pengenalan untuk batuan beku sangat erat hubungannya dengan cara pembentukan mineral yang dikandung batuan beku tersebut. Setiap mineral akan mengkristal pada temperature yang tetap dan menerus mengikuti selang temperature yang terbatas, pada waktu magma mengalami pendinginan, proses ini disebut Diferensiasi Magma. Diferensiasi Magma terjadi pada saaat magma mulai mendingin, terjadilah kristal-kristal mineral pada suhu yang masih tinggi akibat gaya gravitasi, kristal-kristal ini mengendap dan demikian seterusnya sehingga terjadilah pemisahan kristal yang mengakibatkan komposisi magma induk berubah. Diferensiasi Asimilasi terjadi apabila ada material asing, batuan disekitar magma, masuk dan bereaksi dengan magma induk. Adanya penambahan material asing ini menjadikan komposisi magma induk berubah.

PENGKLASIFIKASIAN BATUAN BEKU

1. Berdasarkan Genetik Batuan

1. Plutonik (Intrusif), terbentuk dalam lingkungan jauh dibawah permukaan bumi dalam kondisi tekanan yang tinggi.

2. Hypabisal, terbentuk pada lingkungan yang tidak jauh dari permukaan bumi.

3. Volkanik (Ekstrusif), terbentuk dipermukaan bumi dalam kondisi permukaan rendah. 2. Berdasarkan Kandungan SiO2nya:

Berdasarkan kandungan senyawa kimia (kandungan silikanya) maka batuan beku dibagi menjadi :

Batuan beku Asam: Silika >65%

Batuan beku menengah: Silika 65-52%

Batuan baku Basa: Silika 52-45%

Batuan beku Ultrabasa: Silika