Komunikasi bisnis
-
Upload
zanetta-zein -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of Komunikasi bisnis
IMPLEMENTASI KOMUNIKASI MULTIKULTURAL
DI PERGURUAN TINGGI
Oleh : Armiah, S.IP, M.Si
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat
keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan
berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
masyarakat multikultural. Menurut Furnivall (1949), ciri utama
masyarakat multikultur adalah orang hidup berdampingan secara
fisik, tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka terpisah dan
tidak bergabung dalam suatu unit komunitas. Dalam masyarakat
multikultural inilah proses komunikasi antarbudaya terjadi di antara
orang-orang dari berbagai kelompok masyarakat yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda agama, ras, etnik, atau sosial,
ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini).
Komunikasi berbasis multikultural merupakan suatu proses
komunikasi berjenjang yang mampu menjadi pengikat dan
jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan seperti
status sosial, etnis, gender dan agama dalam masyarakat yang
multikultural agar tercipta kepribadian yang cerdas, bijak dan
santun dalam menghadapi masalah-masalah keberagaman.
Paradigma komunikasi multikultural sangat bermanfaat untuk
membangun harmoni sosial di antara keragaman etnik, ras, agama,
budaya dan kebutuhan di antara masyarakat Indonesia. Mengingat
kompleksitas pluralitas dan multikultural di Indonesia dilihat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan
luas, maka diperlukan strategi khusus untuk memecahkan
persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial, ekonomi,
budaya, dan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka komunikasi
berbasis multikultural menawarkan solusi melalui penerapan
strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan
keragaman yang ada di masyarakat, khususnya perguruan tinggi.
Perguruan tinggi menjadi sasaran utama basis komunikasi
multikultural dikarenakan civitas akademis menjadi sentral
penggodokan pelbagai ilmu dan sains lewat banyak sudut pandang
dan perspektif, aliran-aliran. Pengungkapan pelbagai ilmu
pengetahuan dari banyak sudut pandang ini memerlukan satu
pengertian yang sama, yakni untuk mencari kebenaran sebuah
ilmu. Nah, komunikasi dijadikan sandaran utama, agar proses
dialog, diskursus antar perspektif ilmu pengetahuan dan sains yang
berbeda ini menjadi terjembatani. Karenanya, para pendidik
dituntut tidak hanya menguasai dan mampu secara profesional
mengajarkan mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang
1
pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari
pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan
pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif
pada mahasiswa, lewat pendekatan komunikasi multikultural. Pada
gilirannya, out-put yang dihasilkan tidak hanya kompeten sesuai
dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga mampu
menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam memahami dan
menghargai keberadaan perbedaan yang ada. Penanaman nilai-nilai
ini dilakukan pada pembelajaran di institusi pendidikan yang tidak
hanya ada pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaaraan dan
Agama saja tapi dapat pula berintegrasi dengan mata pelajaran lain
termasuk dalam berbagai kegiatan intrakurikuler maupun
ekstrakurikuler.
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi multikultural ini
semakin terasakan karena semakin terbukanya pergaulan kita
dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda, disamping
kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai
ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota), latar
belakang pendidikan, dan sebagainya, dalam konteks ruang
perkuliahan. Apalagi saat ini, para pengajar, bukan hanya berasal
dari budaya yang sama, namun dari suku atau etnis lainnya yang
jumlah penyebarannya semakin besar.
Komunikasi multikultural sangat relevan dilaksanakan dalam
mendukung proses demokratisasi pendidikan di perguruan tinggi.
Mengingat, lewat pendekatan komunikasi multikultural ini
dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan tenang di lingkungan
kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat majemuk dan bahkan paling
majemuk di dunia, karena itu agar kemajemukan ini tidak
berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk
dikelola (Fajri, M. 2010). Sementara Litvin (1977) menyebutkan
beberapa alasan pentingnya komunikasi multikultural dipelajari,
yakni:
1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami
keanekaragaman budaya sangat diperlukan.2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman
anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya
berbeda.3. Nilai-nilai setiap masyarakat sebaik nilai-nilai masyarakat
lainnya.4. Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan
nilai-nilainya sendiri.5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada
asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
2
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat
untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain.7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk
berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman
dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan
masalah manusia.8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar
pribadi adalah suatu usaha yang memerlukan keberanian dan
kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu
bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita
pelajari dari dia, tetapi semakin berbahaya untuk
memahaminya.9. Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat menyenangkan
dan menumbuhkan kepribadian.10. Keterampilan-keterampilan komunikasi yang diperoleh
memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang
monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan
multikultural.11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan
penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan
tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan atau
memudahkan.12. Situasi-situasi komunikasi antar budaya tidaklah statik dan
bukan pula stereotip. Karena itu seorang komunikator tidak
dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini
kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya
siap untuk berperan serta dalam menciptakan lingkungan
komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Besarnya arti penting komunikasi multikultural ini, menurut
Lasmawan (2004), dikarenakan proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya
yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural perlu ditanamkan
sedini mungkin. Lewat komunikasi multikultural, diharapkan proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat
plural, dapat berjalan dengan baik. Dengan komunikasi
multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental
bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan
bangsa tidak mudah patah dan retak (Asy’arie, M. 2004).
Memahami Dan Mendefinisikan Komunikasi Multikultural
Komunikasi multikultural terjadi bila pengirim pesan adalah
anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota
dari suatu budaya yang lain. Oleh karena itu, sebelum
membicarakan Komunikasi multikultural lebih lanjut kita akan
3
membahas konsep komunikasi dan budaya dan hubungan diantara
keduanya terlebih dahulu. Pembicaraan tentang komunikasi akan
diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan
kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial
ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai
jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa
berkomunikasi akan terisolasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari
seorang komunikator kepada komunikan. Dan proses berkomunikasi
itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh
seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi
komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber
(komunikator), Pesan, media, penerima dan efek. Disamping itu
proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang sifatnya
dinamik, terus berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif, yaitu
terjadi antara sumber dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi
dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena komunikasi bersifat
interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam
kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang
kemudian merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan
berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah pola-pola
interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi
suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup
manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek
komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi
dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada pola-pola
budaya yang ada di masyarakat. Budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai
tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,
makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep
alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha
individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan satu sama lain,
karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siap,
tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia
miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim,
memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya merupakan
landasan komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka
4
beraneka ragam pula praktek-praktek komunikasi yang
berkembang.
Memahami Perbedaan-Perbedaan Budaya
Budaya adalah gaya hidup yang unik dari suatu kelompok
manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh
sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang yang
lainnya-budaya dimiliki oleh seluruh manusia. Dengan demikian
seharusnya budaya menjadi salah satu faktor pemersatu.
Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau
lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap
lingkungan fisik dan biologis mereka. Individu-individu sangat
cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya
mereka. Mereka dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan
masyarakat dimana mereka tinggal dan dibesarkan, terlepas dari
bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini
pada dirinya. Individu-individu itu cenderung mengabaikan atau
menolak apa yang bertentangan dengan “kebenaran” kultural atau
bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang
seringkali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh
diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan untuk
berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan menghadapi
tantangan.
Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang
tertentu sehingga jika kita ingin lebih mudah memahami
perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam msaing-masing budaya
tersebut paling tidak kita harus mampu untuk mengidentifikasi
identitas dari masing-masing budaya tersebut yang antara lain
terlihat pada :
1. Komunikasi dan Bahasa.
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan
suatu kelompok dari kelompok lainnya. Di seluruh dunia, bahasa
verbal hamper dimiliki oleh semua kelompok etnis. Begitupula
dengan bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal)
sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering
berbeda secara lokal.
2. Pakaian dan Penampilan.
Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar
juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
3. Makanan dan Kebiasaan Makan.
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan
sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang
lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari perspektif
5
ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang
minum teh wanita, dan restoran vegetarian.
4. Waktu dan Kesadaran akan waktu.
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu
dengan budaya lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan
sebagian lainnya merelatifkan waktu.
5. Penghargaan dan Pengakuan.
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan
memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi
perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau
bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
6. Hubungan-Hubungan.
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan
hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin,
status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
7. Nilai dan Norma.
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya
menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang
bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal,
mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan
mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri
secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara
total.
8. Rasa Diri dan Ruang.
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa
diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya.
Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara
budaya linnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya
sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara
persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan
berubah.
9. Proses mental dan belajar.
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak
ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati
perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang
berpikir dan belajar.
10. Kepercayaan dan sikap.
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap
hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan
praktek keagamaan atau kepercayaan mereka.
Memahamai budaya lain adalah kunci untuk menjadi
kompeten dalam berkomunikasi. Setelah sebelumnya kita paham
mengenai perbedaan dalam budaya maka pada bagian ini kita akan
6
melihat bagaimana seseorang dapat menjadi kompeten dalam
berkomunikasi terutamana untuk menghadapi masalah perbedaan
budaya.
Samovar & Porter (2004) mendefinisikan kompetensi
komunikasi antar budaya adalah keseluruhan kemampuan internal
dari individu untuk mengelola masalah-maslah kunci dalam
komunikasi antar budaya. Kompetensi komunikasi antar budaya ini
misalnya dalam wilayah perbedaan budaya dan ketidak awaman
tentang budaya, postur atau gambaran antar kelompok serta
pengalaman dalam menghadapi tekanan. Atau menjadi
komunikator yang kompeten itu dapat dikatakan sebgai
kemampuan menganalisa situasi dan memilih moda perilaku yang
tepat.
Pada dasarnya kompetensi komunikasi ini melibatkan tiga hal
yaitu motivasi, pengetahuan dan ketrampilan. Motivasi berkaitan
dengan kemauan komunikator untuk melakukan yang terbaik.
Selama kita mau untuk memperbaiki perilaku komunika maka kita
dapat meningkatkannya. Mengenai pengetahuan yang berkaitan
dengan kemampuan untuk bertindak dan berbuat benar di saat
yang tepat. Sedangkan ketrampilan adalah kehandalan untuk
melakukan atau menyelesaikan suatu tugas/masalah. Sedangkan
Bill Cupach & Brian Spitzberg dalam Neuliep (2006) menambahkan
bahwa dalam ketiga dimenis tersebut melibatkan empat komponen
yaitu knowledge, affective, psychomotoric factors dan situasional
features.
Kompetensi pengetahuan (knowledge component) terdiri dari
seberapa jauh seseorang memahami budaya pihak lain yang
diajaknya berinteraksi. Pengetahuan seseorang tentang budaya lain
boleh jadi menjadi salah satu ukuran bahwa seseorang kompeten.
Komponen afektif derajat bagaimana seseorang melihat atau
menolak komuniaksi antra budaya atau boleh dikatkan motivasi
seseorang untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda.
Komponen psikomotorik adalah pelaksanaan dari dua komponen
yang terdahulu (knowledge dan affective).
Elemen ini meliputi performa non verbal dan verbal, role
enactmen atau pengambilan peran (role enactmen). Mengenai role
enactmen ini merujuk pada seberapa baik kemampuan seseorang
menggunakan tanda verbal dan non verbal yang tepat diterapkan
pada budaya tertentu. Sedangkan komponen yang keempat adalah
situasi aktual dimana komunikasi tersebut terjadi. Ini meliputi
konteks lingkungan, kontak sebelumnya, perbedaan status dan
intervensi pihak ketiga.
7
Mengenai konteks lingkungan sebagai contoh, beberapa
situasi mungkin memiliki situasi muatan informasi lebih dari yang
lain. Hal ini akan mempengaruhi motivasi dan kemampuan kita
untuk bertindak secara tepat. Situasi dengan kondisi load tinggi
kadang membuat kita malas untuk melakukan sesuatu. Ini sejalan
dengan prinsip bahwa semakin kita familiar dengan sebuah situasi
maka ketidakpastian semakin rendah dan jika semakin tinggi
muatan suatu situasi maka semakin tinggilah ketidakpastian.
Mengenai kontak sebelumnya dan masalah perbedaan status
juga menjadi hal yang penting dalam kompetensi komunikasi antar
budaya. Kompetensi terbangun berjalan dengan waktu dan
pengalaman kita bergaul dengan orang-orang dari berbagai
budaya. Semakin sering kita kontak dan berintaksi dengan suatu
buadya maka persepsi kita terhadap suatu budaya akan terbentuk
dan akhirnya pengetahuan dan pengalaman kita tentang budaya
tersebut akan meningkatkan kompetensi kita.
Selain masalah kontak sebelumnya dengan budaya yang
berbeda, hal lain yang tidak boleh ditinggalkan dalam pengamatan
antar budaya adalah masalah perbedaan status. Meskipun kita tahu
secara general tentang budaya tetapi kita tidak dapat serta merta
menerapkannya. Ada sisi lain yang kita harus tahu yaitu kebiasaan
budaya dalam hal atau kaitannya dengan status. Dengan siapa kita
berinteraksi, menjadi hal yang penting kita ketahui, apakah derajad
mereka lebih tinggi, rendah atau setara. Di beberapa negara
misalnya Amerika, mereka tidak terlalu mempermasalahkan
tentang status tetapi mungkin tidak di negara lainnya. Oleh karena
itu kira harus tahu pasti bagaimana kita harus berkomunikasi.
Intervensi pihak ketiga juga menjadi hal penting untuk dikaji.
Masalah pihak ketiga ini pada intinya adalah mengingatkan
dinamika perubahan suatu situasi. Status dengan siapa kita
berbicara selalu berganti pada saat kita berkomunikasi, misalnya
dalam kantor seharian kita akan berbicara dengan banyak orang
apakah itu atasa, bawahan, kawan sejawat, pihak luar. Kita tidak
menerapkan seluruh strategi secara sama, kita harus paham
dengan siapa kita berbicara dan harus bagaimana kita bersikap.
Berikut ini ada beberapa cara yang ditawarkan untuk dapat dilatih
supaya kemampuan komunikasi menjadi lebih baik.
Know Yourself
Memahami diri sendiri menjadi langkah yang paling baik dalam
merrubah diri. Adapun memamahi diri sendiri dimulai dari
memahami budaya sendir, memahami sikap dan perilaku kita,
memahami gaya komunikasi kita dan memonitor atau rajin
melakukan evaluasi diri.
8
Menyadari adanya Latar belakang Fisik dan Human
Yang pertama adalah masalah timing atau waktu, pada saat kapan
kita akan melakukan apa menjadi hal yang sangat penting dalam
komunikasi. Sering ada ungkapan..yah..itu karena timingnya tidak
tepat….yang kedua adalah masalah physical setting. Dalam hal ini
yang perlu diperhatikan adalah komunikasi berjalan berdasarkan
atau sesuai aturan. Setiap budaya memiliki aturan yang berbeda
sangat tergantung dari latarnya masing-masing. Misalnya pada saat
pembicaraan bisnis, Amerika lebih suka melakukan pembicaraan
tatap muka, Arab lebih suka dengan duduk di lantai.
Memahami Sistem Pesan Yang berbeda
Strategi berikutnya adalah kemampuan untuk mencari tahu untuk
memahami sistem pesan yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara mempelajari bahasa lain. Memahamai variasi budaya
dalam penggunaan bahasa adalah langkah selanjutnya. Bahasa
bahkan hanya kendaraan komunikasi tetapi dalam bahasa kita
dapat mempelajari gaya hidup atau tata cara budaya tertentu.
Misalnya Jerman, mereka menghargai objektifitas pada saat
berbicara. Di Amerika karena mereka menghargai keterbukaan
maka memberikan tepuk tangan dalam suatu moment tidak akan
dipermasalahkan. Dalam kaitan ini, pemahaman terhadap sistem
pesan yang berbeda, dalam sebuah budaya misalnya idioms,
kata-kata yang ambigu, ekspresi, kode non verbal, dan lain-lain. Kita
harus lebih sensitif dengan sistem kode yang berbeda. Sebagai
contoh menggunakan kata asian untuk menyebut Cina lebih
dihargai, mengatakan gay untuk homoseksual, latino untuk
menyatakan orang-orang mexico, native american untuk indian,
african american untuk menggantikan kata negro, dll. Dalam hal ini
semua, kejelasan menjadi penting. Oleh karena itu pada saat kita
berkomunikasi dengan budaya lain yang memiliki sistem bahasa
yang berbeda, menyatakan poin secara jelas dan tepat menjadi
penting.
Mengembangkan Empati
Langkah yang selanjutnya adalah mengembangkan empati.
Meskipun kita berbicara dengan budaya lain tapi sisi interpersonal
yaitu empati tetap menjadi bagian yang penting. Hal-hal yang
membuat seseorang menjadi kurang empati diantaranya adalah
terlalu fokus pada diri sendiri, tendensi untuk melihat sesuau secara
parsial (bagian per bagian), stereotype, perilaku yang defensif serta
9
kurangnya motivasi untuk memahami orang lain. Adapun cara
untuk meningkatkan empati kepada pihak lain adalah dengan cara
memberi perhatian kepada pihak lain, berkomuniaksi secara
empatik, menggunakan perilaku yang diterima budaya lain,
menghindari etnosentrisme.
Berhati-hati dengan Perbedaan mendengar dalam konteks
budaya yang berbeda
Mendengar erat kaitannya dengan berbicara. Oleh karena itu
mendengarkan juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Seperti misalnya di beberapa negara mereka menghargai diam
daripada berbicara. Bagaimana caranya kita dapat mendengar
dalam situasi seperti ini. Untuk berhadapan dengan mereka kita
harus paham apa budaya yang melatarbelakanginya. Di budaya lain
misalnya mereka menganggap mulut kita adalah pedang kita. Pada
budaya yang seperti ini kita harus tahu kapan harus berbicara dan
kapan harus diam. Hal lain yang masih terkait dengan masalah
mendengar, di beberapa negara mereka memiliki gaya berbicara
yang sangat halus dan pelan. Maka sebagai pihak lain, kita harus
mampu memahami masalah ini. Termasuk di dalamnya adalah
“mendengar” ungkapan non verbal seperti misalnya kata-kata
ah..uh-huh,dan sebagainya.
Memperhatikan Umpan Balik
Dalam komunikasi, umpan balik adalah salah satu komponen yang
juga penting. Mengenai memberikan umpan balik ini juga ada
hal-hal yang perlu diperhatikan. Pada saat kita berbicara dengan
budaya yang berbeda maka kemampuan kita memberikan umpan
balik baik itu verbal, non verbal, diam dan menghindari umpan balik
negatif, merupakan kompetensi yang tidak boleh dilupakan.
Mengembangkan Fleksibilitas Komunikasi
Meskipun kita berbicara denan budaya yang berbeda tetapi
fleksibilitas kita dalam berbicara dengan orang lain juga perlu
dperhatikan. Dalam hal ini kita dapat mengingat bahwa pada
dasarnya manusia dapat melakukan peran yang berbeda-beda.
Pada intinya pada saat kita melakukan peran maka kita harus
menguasai ketrampilan komunikasi yang dapat membuat kita
mampu merespon segala kondisi, orang, situasi.
Belajar untuk Mentolerir Ambiguitas
Komunikasi multicultural, sungguh tidak terprediksi dan tentu saja
ambiguitas akan banyak muncul di sana. Dalam hal ini kita harus
10
mampu mentolerir kondisi yang ambigu ini. Mengatasi ambiguitas
adalah kunci dari kompetensi komunikasi. Berinteraksi dengan
sesuatu yang baru dan ambigu dengan tanpa rasa canggung
merupakan aset kita dalam memasuki budaya baru. Jika sebaliknya,
maka yang terjadi adalah kita akan merasa stress, tidak nyaman
dan menarik diri dari pergaulan antar budaya. Di sini diberikan tips
untuk dapat melakukan ini, yaitu yang pertama justru jangan
tentukan bagaiamana akan bersikap atau mendekati orang baru
hingga kita mendapatkan informasi yang cukup. Kedua adalah
melalui proses trial and error akan lebih efektif daripada kita
menggunakan formula yang sama. Jika ada, formula tersebut hanya
kita gunakan sebagai “senjata” supaya kita tidak salah di awal
sebuah interaksi. Dan tentusaja yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana kita mampu menerima hal-hal yang tidak kita harapkan,
menjadi seseorang yang tidak menghakimi dan sabar.
Belajar Mengelola Konflik
Kita tidak akan terlalu jauh membahas tentang konflik. Yang
terpenting di sini adalah bagaimana kita tahu pespektif tentang
konflik dari berbagai sudut pandang budaya yang berbeda. Seperti
misalnya Amerika melihat konflik sebagai sesuatu yang positif
tetapi mungkin tidak di negara lain. Melalui memahami perspektif
tentang konflik maka kita juga akan menjadi tahu bagaimana
caranya kita menghadapi atau menyelesaikan konflik itu. Mislanya
apakah kita harus diam, atau membuka konflik tersebut. Pada
tingkat apa kita harsu berbicara dengan orang lain untuk
menyatakan ketidaksetujuan kita.
Mempelajari Adaptasi Budaya
Ini adalah langkah selanjutnya untuk menjadikan kita menjadi lebih
kompeten. Tantangan besar terhadap adaptasi adalah
kecenderungan sikap etnosentris, penggunaan bahasa yang
berbeda dan ketidak seimbangan Ketidakseimbangan dalam hal
emosi, ketidakpastian, kebingungan dan keraguan. Kondisi ini
membuat proses adaptasi menjadi terhambat. Hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan proses adaptasi tidak lain tidak
bukan adalah dengan memahasi budaya berbeda dan
meningkatkan interaksi dengan budaya tersebut.
Penutup
Implementasi komunikasi multikultural dalam masyarakat
modern saat ini mutlak dilakukan terlebih pada salah satu elemen
masyarakat, yakni masyarakat perguruan tinggi. Sebagai salah satu
11
anggota masyarakat yang relative memiliki pengetahuan yang
beragam mensyaratkan bekal pengetahuan dan aplikasi komunikasi
multikultural yang lebih kuat, agar mampu mengolah makna dan
penafsiran pengetahuan yang tidak menyalahkan satu pandangan
atau ajaran. Kebijakan pandangan para civitas akademis ini mutlak
sebagai ganda depan pengusung ilmu pengetahuan. Lewat
pendidikan komunikasi multikultur diharapkan dapat menciptakan
SDM yang unggul yang mampu bergaul dan dapat mensukseskan
pembangunan dunia Internasional.
12