komunikasi bisnis
Transcript of komunikasi bisnis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terdiri dari 17.508 pulau, 485 suku bangsa
dan 583 ba¬hasa daerah. Kenyataan itu sangat fantastis. Dengan begtu beragamnya suku
bangsa, bahasa, dan adat istiadat.Kita tetap dipersatukan oleh satu bahasa, yaitu Bahasa
Indpnesia. Sehingga informasi atau pesan kebudayaan dari masing-masing suku bangsa
dengan bahasa yang berbeda-beda itu tetap bisa disimak.
Hubungan yang terjadi di antara berbagai suku bangsa tersebut tentu saja
melalui suatu proses komunikasi. Jika proses komunikasi ditinjau dari segi komunikasi
antarbudaya, maka bukanlah semata-mata terjadi proses tukar menukar barang seperti di
pasar, tetapi terjadi suatu proses tukar menukar segi kebudayaan. Hal itu meliputi bahasa,
religi, sistem ilmu pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, sistem organisasi
sosial dan kesenian.
Menurut Gerhard Malatzke komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran
pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya pertama
kali diperkenalkan oleh antropolog Edward Hall. Bidang ini sebenarnya bukan fenomena
baru, komunikasi antarbudaya sudah ada sejak pertama kali orang-orang berbeda budaya
saling bertemu dan berinteraksi, meskipun studi yang sistematik mengenai bidang ini
baru dilakukan selama 30 tahun terakhir.
Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda suku bangsa, kelompok
ras, atau komunitas bahasa, maka komunikasi tersebut disebut komunikasi antarbudaya.
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh
terhadap aktivitas komunikasi, apa makna pesan verbal dan non verbal menurut budaya
bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikan
pesan-pesan tersebut.
Dengan mengetahul ciri dasar budaya dari tiap-tiap suku bangsa akan
mengurangi keterkejutan budaya (gegar budaya), memberikan kepada kita wawasan
1 | P a g e
terlebih dahulu dan memudahkan kita untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain yang
sebelumnya sulit kita lakukan. Dai interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi.
Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan^hilang pada
waktu mendatang yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi
saling memahami. Dari sinikemudian akan timbul empathy dari diri kita terhadap orang-
orang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan pengertian di antara orang-
orang berbeda budaya akan mengurangi konflik yang selama ini sering terjadi. Konflik
biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai- nilai antarbudaya.
Hal yang keramat bagi satu suku bangsa boleh jadi merupakan hal yang
dianggap biasa bagi suku bangsa lainnya. Situasi seperti ini sebenarnya bisa dicari jalan
keluarnya, yaitu dengan pemahaman, yang mendalam mengenai budaya lain dan tahu
strategi pendekatannya. Agak sulit memang untuk memahami secara detail sebanyak 485
suku bangsa yang tersebar di pulau-pulau yang berbeda dan dibatasi oleh laut yang
cukup luas. Tentu saja ini mempengaruhi pesan komunikasi yang hendak di sampaikan.
Tapi kita harus optimis mengenai perbedaan budaya di Indonesia. Karena pada
dasarnya. hal itu merupakan salah satu kekayaan dari Negara Republik Indonesia, Dan
ini adalah tantangan bagi kita, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang
ilmu komunikasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik Daerah Jawa dan Daerah Sulawesi Selatan (Makassar)?
2. Sikap dan prilaku apa saja yang membedakan antara suku jawa dengan suku mun ai?
3. Bagaimana tata cara antara suku jawa dengan suku muna dalam melakukan
komunikasi di bidang bisnis?
4. Usaha apa yang dilakukan suku jawa dan suku muna dalam melakukan kegiatan
bisnis?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui karateristik baik dari Daerah
JAWA maupun Daerah SULSEL (Makassar) serta hubungan komunikasi bisnis yang
dilakukan antara kedua daerah tersebut.
2 | P a g e
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa digunakan sebagai bahan referensi pembelanjaran mata kuliah
Komunikasi Bisnis
2. Bagi masyarakat digunakan sebagai acuan komunikasi antar budaya daerah dalam
aktivitas bisnis.
3. Bagi perusahaan digunakan sebagai acuan/tolak ukur dalam menentukan strategi
pemasaran produk dalam suatu daerah.
3 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Jawa
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan jumlahnya
di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni khususnya di
provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa Barat, Banten dan
tentu sahaja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.
1. Karateristik
Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan,
menyembunyikan perasaan alias tidak sukalangsung-langsung, menjaga etika
berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataanmaupun objek yang diajak
berbicara. Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatanyang
disesuaikan dengan objek yang diajak bicara.Suku Jawa umumnya mereka lebih
suka menyembunyikan perasaan. Menampik keinginan hati demisebuah etika dan
sopan santun sikap yang dijaga. Misalnya saat bertamu dan disuguhi hidangan.
Karakter khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu dipersilahkan untuk
mencicipi, bahkan terkadang sikapsungkan mampu melawan kehendak
ataukeinginan hati.Jika Anda berteman dengan orang Jawa, jangan sedih bila apa
yang Anda sajikan hanya dimakansedikit atau mungkin tidak dicicipi sama sekali.
Sebab itu terkadang merupakan bagian dari naluri kesukuanyang melekat pada diri
rekan Anda.
Soal etika, suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi persoalan
yang satu ini. Baik secara sikap maupunberbicara. Untuk berbicara, seorang yang
lebih muda hendaknya menggunakanbahasa Jawa halus yang terkesan lebih
sopan.Berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk rekan sebaya maupun yang
usianya di bawah.Demikian juga dengan sikap, orang yang lebih muda hendaknya
betul-betul mampu menjaga sikap etika yangbaik terhadap orang yang usianya
lebih tua dari dirinya.
4 | P a g e
Suku Jawa itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis tergantung
pada lokasi daerah mereka berdiam.Biasanya secara lebih khusus lagi, setiap suku
Jawa tersebut memiliki ragam kebudayaan yang lebih khaslagi, baik soal bahasa,
adat kebiasaan, makanan khas dan sebagainya.
2. Bahasa
Sebahagian besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa
percakapan harian. Sebuah tinjauan pendapat yang dijalankan oleh Majalah
Tempo pada awal dekad 1990-an menunjukkan bahawa hanya sekitar 12%
daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan campuran bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia, dengan yang lain menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama
mereka.
Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa
Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang
lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa
juga sangat mempunyai erti yang luas.
3. Kepercayaan
Sebahagian besar orang Jawa menganuti agama Islam pada nama
sahaja. Yang menganuti agama Kristian, Protestan dan Katolik juga banyak,
termasuknya di kawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan Hindu
juga ditemukan di kalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan
suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya
berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang
kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan
semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa sehingga
kepercayaan seseorang kadang kalanya menjadi kabur.
4. Pekerjaan
Di Indonesia, orang Jawa bisa ditemukan dalam segala bidang.
Terutama bidang Administrasi Negara dan Militer banyak didominasi orang Jawa.
Meski banyak pengusaha Indonesia yang sukses berasal dari suku Jawa, orang
Jawa tidak menonjol dalam bidang Bisnis dan Industri, banyak diantara suku Jawa
5 | P a g e
bekerja sebagai buruh kasar dan tenaga kerja indonesia seperti pembantu, dan
buruh di hutan-hutan di luar negeri yang mencapai hampir 6 juta orang. Dan
tentunya kini semakin bertambah banyak. Banyak variasi pekerjaan sesuai dengan
keahlian dan keterampilan yang dimiliki.
Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan-pekerjaan
kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, bertani adalah juga merupakan salah
satu mata pencaharian hidup dari sebagian besar masyarakat orang Jawa di desa-
desa. Di dalam melakukan pekerjaan pertanian ini, diantara mereka ada yang
menggarap tanah pertaniannya untuk dibuat kebun kering ( tegalan ), terutama
mereka yang hidup di daerah pegunungan. Sedangkan yang lain, yaitu yang
bertempat tinggal di daerah-daerah yang lebih rendah mengolah tanah-tanah
pertanian tersebut untuk dijadikan sawah. Biasanya disamping tanaman padi,
beberapa jenis tanaman palawija juga ditumbuhkan baik sebagai tanaman utama di
tegalan maupun sebagai tanaman penyela di sawah pada waktu musim kemarau
dimana air sangat kurang untuk pengairan sawah-saah itu. Tanaman penyela
tersebut, diantaranya adalah ketela pohon, ketela rambat, kedelai, kacang tanah,
kacang tunggak, kacang brol, dan lain-lain.
Sawah itu ada yang dimiliki sendiri dan sawah ini disebut sawah
sanggan dan sawah yasan. Pemilik yang kelebihan dapat menjual sawah seperti itu
kepada orang lain. Dalam hal ini dia bisa menjual secara adol tahunan, ialah hanya
menyewakan sawahnya untuk satu tahun, atau secara adol ceplik, ialah menjual
lepas sawahnya. Banyak orang di desa tidak memiliki tanah-tanah pertanian yang
luas, bahakna banyak juga yang tidak mempunyaianya sama sekali. Orang seperti
itu terpaksa bekerja menjadi buruh tani, menyewa tanah, bagi hasil atau
menggadai tanah.
Orang yang menyewa tanah, karena ia kaya dapat memberikan
sejumlah uangnya kepada orang pemilik sawah yang memerlukan, misalnya untuk
satu masa panen, yang disebut adol oyodan. Apabila orang yang tidak mempunyai
tanah ingin mendapat hasil dengan cara bagi hasil, artinya memperoleh separo
bagian hasil panennya, maka sistem itu disebut maro. Kalau ia menerima sepertiga
bagian saja, sistem itu disebut mertelu. Sudah barang tentu cara-cara bagi hasil ini
tergantung kepada keadaantingkat kesuburan tanah pertanian tersebut. Terutama
untuk bagi hasil tanaman palawija kacang brol, si pemilik sawah biasanya hanya
akan menerima seperlima bagian dari seluruh hasil panenan sawahnya.
6 | P a g e
Akhirnya jika orang hendak menggadai tanah, maka ada yang disebut
adol sende, artinya ia meminjamkan uang kepada orang lain, dimana ia mendapat
tanha pertanian sebagai barang gadaian untuk diolah. Kemudian jika si peminjam
uang dan pemilik sawah tersebut berhasil mengembaikan uang pinjamannya pada
suatu waktu, maka tanha pertanian tadi diserahkan kembali kepadanya. Walaupun
demikian ornag yang menggadai tanah itu sudah dapat memungut hasil
pertaniannya setidak-tidaknya satu kali masa panen, sebagia bunganya. Hubungan
transksi semacam ini, umumnya dilakukan oleh kedua belah pihak dengna
disaksikan oleh salah seorang anggota Pamong Desa.
Selain sumber penghasilan dari lapangan pekerjaan pokok bertani
tersebut, adapula beberapa sumber pendapatan lain yang diperoleh dari usaha-
usaha kerja sambilan membuat makanna tempe, mencetak batu merah, mbotok
atau membuat minyak goreng kelapa, membatik, menganyam tikar, dan menjadi
tukang-tukang kayu, batu atau reparasi sepeda dan lapangan-lapangan pekerjaan
lain yang mungkin dikerjakan.
orang jawa itu sukanya merantau , jauh dari keluarga dan mencari
nafkah di luar tempat ia lahir . mereka lebih suka merantau yang bener-bener jauh
dari tempat asalnya seperti di jakarta . makanya kebanyakan orang yang mudik itu
orang jawa semua hampir ya sebagian besar ke Malaysia , lampung ,sumatra
utara, jambi , sumatera selatan .
5. Susun lapis sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal kerana pembahagian golongan
sosialnya. Pada dekad 1960-an, Clifford Geertz, pakar antropologi Amerika
Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa kepada tiga buah
kelompok:
1. Kaum santri
2. Kaum abangan
3. Kaum priyayi.
Menurut beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak,
manakala kaum abangan adalah penganut Islam pada nama sahaja atau penganut
Kejawen, dengan kaum priyayi merupakan kaum bangsawan. Tetapi kesimpulan
Geertz ini banyak ditentang kerana ia mencampurkan golongan sosial dengan
7 | P a g e
golongan kepercayaan. Pengelasan sosialnya juga dicemari oleh penggolongan
kaum-kaum lain, misalnya orang-orang Indonesia yang lain serta juga suku-suku
bangsa bukan pribumi seperti keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India.
6. Kesenian
Orang Jawa terkenal kerana kebudayaan seni yang sebahagian
besarnya dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, iaitu pementasan wayang.
Repertoir cerita wayang atau lakonan sebahagian besarnya berdasarkan roman
kesateriaan Ramayana dan Mahabharata. Walaupun demikian, terdapat juga
pengaruh Islam serta Dunia Barat.
7. Stereotaip orang Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi
mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mahu
terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin
memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Oleh
itu, mereka cenderung diam sahaja dan tidak membantah apabila tertimbulnya
percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang buruk daripada kecenderungan ini
adalah bahawa mereka biasanya dengan mudah menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeza-
bezakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat
seperti ini dikatakan merupakan sifat feudalisme yang berasal daripada ajaran-
ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-
temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.
B. Daerah Sulawesi Selatan ( Makassar )
1. Suku
Suku asli penduduk Kota Makassar adalah Makassar, dan sukusuku ainnya yang
berada di kota tersebut merupakan pendatang, baik dari asal kabupaten/kota se-
Sulawesi Selatan maupun di luar Sulawesi Selatan. Suku Makassar tidak hanya
berada di Kota ini, tetapi juga ada beberapa kabupaten yang penduduknya juga
memiliki Suku Makassar, antara lain Bantaeng dan Jeneponto.
8 | P a g e
2. Pekerjaan
Sebagian besar reponden bekerja sebagai ibu rumah tangga. Alokasi waktu
lebih banyak digunakan untuk mengurus rumah tangga, anak dan suami. Sebagian
dari mereka tidak punya aktivitas selain mengurus rumah tangga saja. Tetapi ada
sekitar 20% dari ibu rumah tangga tersebut memiliki aktivitas sosial rutin di
lingkungan Kondisi Pemukimannya, antara lain arisan, pengajian, kader
posyandu.
Sementara ibu-ibu yang memiliki aktivitas ekonomi selain sebagai ibu rumah
tangga, lebih banyak bekerja sebagai pedagang/penjual (9,2%), antara lain jualan
kebutuhan sehari-hari (buka warung di rumah), berjualan sayur/ubi/buah di pasar,
berdagang baju dari rumah ke rumah. Ada yang berjualan bersama suami, tetapi
sebagian besar mereka jualan sendiri, karena suami juga punya jualan di tempat
yang berbeda.
Pekerjaan lainnya adalah PNS (7,3%), karyawan/pegawai swasta (2,6%), dan
pembantu/tukang cuci (1,1%). Tujuan utama mereka bekerja adalah menambah
penghasilan keluarga. Mereka merasakan penghasilan dari pekerjaan suami tidak
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Falsafah Budaya Makassar
Makassar berasal dari kata sifat Mangkasara’ yang berarti memiliki sifat yang
mulia dan mencintai kejujuran. Seperti contohnya dalam ungkapan Akkana
Mangkasara’ (berkata-kata dengan sifat mangkasara’) yang dimaknai sebagai
tutur kata yang jujur. Nah, kalau saat ini Anda berkata dalam hati “Oooh.. gitu
ya..” artinya kemungkinan besar Anda selama ini sangat mendewakan makna
‘kasar’ di balik nama kota ini.
Selain itu, kedua suku Bugis Makassar tersohor sebagai kaum pelaut yang
berani sejak dahulukala hingga sekarang. Sebagai pelaut yang kerap ‘bergaul’ dan
akrab dengan angin dan gelombang lautan, maka sifat-sifat dinamis dari
gelombang yang selalu bergerak tidak mau tenang itu, mempengaruhi jiwa dan
karakter orang Bugis Makassar. Ini lalu tercermin dalam pepatah, syair atau
pantun yang berhubungan dengan keadaan laut, yang kemudian memantulkan
bayangan betapa watak atau sifat kedua suku bangsa itu.
Tapi, kalau kita telah mengenal jiwa dan wataknya atau adat istiadatnya, maka
kita tengah berhadapan dengan suku bangsa yang peramah, sopan santun, bahkan
9 | P a g e
kalau perlu ia rela mengeluarkan segala isi hatinya –bahkan jiwanya sekalipun-
kepada kita.
Ada beberapa prinsip hidup yang merupakan nilai nilai yang dianut dan
membentuk karakter orang bugis makassar. Prinsip hidup tersebut berbeda
dengan suku lain setidaknya dengan penilaian subyektif saya sebagai orang bugis
makassar.
1. Prinsip hidup tidak pasrah pada keadaan ( tidak nrimo)
Orang bugis makassar sangat menghargai orang yang memiliki
semangat juang yang tinggi, tidak menyerah bahkan harus mati sekalipun.
Bahkan ketika lawan sangat kuat pun sangat memalukan ketika harus
mengalah yang penting yakin bahwa yang diperjuangkan adalah benar. orang
bugis makassar lebih memilih untuk melawan sampai habis-habisan. ketika
ada seseorang dimasyarakat yang tertindas namun tidak melawan akan
dianggap pecundang dan di cemoohkan oleh masyarakat.
2. Solidaritas dan kesetiaan
Bagi orang bugis makassar, Komunitas sangatlah penting. Ikatan
solidaritas dan kesetiakawanan sangat dijunjung tinggi. jika kita pernah
minum di gelas yang sama, maka engkau adalah saudaraku dan saya siap mati
untuk masalahmu. Penghianatan adalah perbuatan yang sangat nista dan
sangat rendah dimata orang bugis makassar. ketik bersama seorang kawan dan
ada masalah yang menimpanya, maka harus dibela kalau perlu harus mati
bersamanya, meninggalkan kawan yang dapat masalah adalah perbuatan yang
dianggap hina oleh orang bugis makassar. Mungkin ada pembaca yang heran
jika tawuran mahasiswa bisa terjadi hanya karena serombongan cewek di
goda cowok, sementara di rombongan cewek itu ada satu orang cowok. jika
cowok yang seorang ini tidak membela maka akan sangat terhina, dan jika
seorang cowok ini melawan, akan datanglah teman2nya untuk membantu
dengan alasan setiakawan.
3. Siri’ atau harga diri.
Masyarakat bugis makassar sangat menjunjung tinggi siri’ atau harga
diri atau rasa malu. Jika sudah merasa dipermalukan, maka harus melakukan
reaksi untuk menutupi rasa malu tersebut, bahkan sampai harus mengorbankan
10 | P a g e
nyawa. jika seseorang dipermalukan dan tidak melakukan reaksi maka disebut
degaga siri’na/tena siri’na dan tidak mendapat tempat dimasyarakat. Ada
beberapa perbuatan yang dianggap dipermalukan misalnya :keluarganya
ditindas, nama baik keluarganya tercoreng, perempuan yang ada
dikomunitasnya baik keluarga maupun temannya diganggu, ditempeleng
(tampar), kata -kata yang kotor dan lain-lain. Perbuatan yang membuat
dipermalukan ini bisa berbeda bagi setiap pribadi orang bugis makassar, bisa
dipengaruhi usia dan perkembangan jaman dari waktu -ke waktu. tidak ada
standar yang jelas, sangat subyektif sifatnnya. Tapi jika sudah merasa
dipermalukan maka reaksi bisa sama meski konteks masalahnya berbeda.
seorang teman mengatakan kepada saya untuk konteks siri’ ini ada
kemiripan dengan budaya jepang. Perbedaanya adalah orang jepang yang
merasa malu melakukan harakiri atau bunuh diri. Tapi kalau orang bugis
makassar merasa dipermalukan maka dia bisa bunuh banyak orang sebelum
terbunuh.
4. Tata krama / sopan santun
Orang bugis makassar sangat menghargai tata krama/ sopan santun
yang dikenal dengan sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakatau’ ( saling
menghargai sebagai sesama manusia). Setiap orang dituntut untuk
memperlakukan orang lain dengan baik dan santun. Namun jika ada seseorang
yang memperlakukanorang lain dengan tidak sopan, maka orang tersebut
dapat membalasnya dengan lebih tidak sopan atau bahkan melakukan tindakan
yang anarkis. masyarakat bugis makassar dapat memahami tindakan yang
dilakukan sebagai reaksi dari ketidaksopanan seseorang.
Beberapa prinsip hidup tersebut sangat mempengaruhi karakter orang
bugis makassar dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Prinsip hidup yang
seyogyanya adalah nilai-nilai kebaikan dapat berdampak buruk karena disalah
artikan dan mengalami distorsi.
11 | P a g e
CONTOH HUBUNGAN BISNIS ANTAR JAWA DAN SULSEL (MAKASSAR)
A. Makassar Sumbang 10% Penjualan Herbalife
Monday, 30 April 2012
MAKASSAR – General Manager Herbalife Indonesia, Andam Dewi menyatakan Kota
Makassar sebagai salah daerah yang memiliki potensi dalam penjualan produk nutrisi dan
kesehatan, Herbalife.
Pada kuartal pertama, persentase penjualan mencapai 10% dari total penjualan secara
nasional. “Kontribusi penjualan sebesar 10% secara nasional bukan hal yang mudah,
mengingat produk ini masih lebih besar di Jawa dan baru menyentuh pasar Makassar dalam
beberapa tahun terakhir,” tuturnya, kemarin. Menurutnya,kontribusi terbesar penjualan produk
Herbalife masih ada di Pulau Jawa yakni mencapai 60%. Sisanya, sebesar 40% berasal dari
luar Jawa.
Dari sekitar 15 item produk kesehatan, dengan 1.000 distributor, produk Nutritional Shake
Milk memberikan kontribusi hingga 50% pada total pendapatan dan dikonsumsi sekitar
500.000 orang tiap bulannya. Saat ini, produk Herbalife juga sudah dipasarkan di 81 negara,
dengan 2,5 juta distributor di seluruh dunia.
Kendati, mengalami peningkatan pendapatan, pejualan produk tersebut bukan tanpa hambatan
khususnya di Makassar. Pangsa pasar yang masih terbatas menjadi kendala utama. Karena
itu,mulai kuartal kedua 2012, Herbalife akan menyasar kalangan menengah ke bawah untuk
pemasaran produk, dan memperluas penjualan ke Indonesia Timur.
“Untuk penjualan produk, kami banyak merangkul dokter, ahli gizi hingga ibu rumah tangga
sebagai distributor. Semuanya bisa terlibat, karena pendekatan yang kami gunakan dalam
pemasaran itu adalah peningkatan pengetahuan tentang kesehatan,” kata Andam Dewi. ●
rahmat hardiansya
12 | P a g e
B. 80 Persen Sutera Sulsel Dipasarkan di Jawa
Produksi 2,5 Juta Meter Per Tahun
Kamis, 20 Mei 2010 | 01:28 WITA
Makassar, Tribun - Sulawesi Selatan (Sulsel) mampu memproduksi kain sutera rata-rata
sekitar 2,5 juta meter per tahun. Jumlah itu belum termasuk produksi benang sutera yang
mencapai 50 ton per tahun.
Hal ini dikemukan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel, Amar Kadir,
saat membuka pameran produk sutera di Balai Pendidikan, Pelatihan, dan Promosi Eksport
Daerah (BP3ED) atau Regional Training & Promotion Center (RETPC), Jl Dr Sam Ratulangi
No 93, Makassar, Rabu (19/5). Dijelaskan, meski Sulsel belum pernah mengekspor kain
sutera, namun dari jumlah kain yang dihasilkan, sebanyak 80 persen untuk memenuhi
kebutuhan perdagangan antarpulau. "Daerah yang dituju adalah Yogyakarta, Bandung,
Jakarta, dan Pulau Sumatera," jelas Amar Kadir. Kain dan benang sutera sebanyak itu,
katanya, dihasilkan oleh sekitar 5.000 pengrajin alat tenun bukan mesin (ATBM) yang
tersebar di beberapa kabupaten di Sulsel. "Kita harapkan ada peningkatan produksi. Target
kami sekitar 10 persen peningkatan per tahun. Apalagi selama ini kita masih mengimpor
benang dari China. Itu artinya masih ada peluang pasar," katanya.
Olehnya itu, lanjutnya, untuk mengurangi impor akan ada alat bantuan dari
kementerian perindustrian untuk memenuhi kebutuhan benang. "Secara bertahap kita akan
turunkan impor sekitar 20 persen dengan adanya alat bantuan ini, meski ternyata masih belum
bisa memenuhi kebutuhan sutera kita," tambahnya.
Olehnya itu, dalam pengembangan desain sutera di Sulsel, disperindag akan
menggandeng Japan International Cooperation Agency (JICA). "Minat luar negeri cukup
besar karena sutera termasuk produk yang eksklusif. Sutera kita punya corak khas. Untuk itu,
diharapkan melalui kerja sama ini, kita tak hanya melayani perdagangan antarpulau saja,
namun juga bisa menembus pasar internasional," katanya. (cr4)
13 | P a g e
Produk Sutera Dipamerkan di BP3ED
Sementara itu, tenaga ahli senior Japan International Cooperation Agency (JICA) di
Makassar, Yoshiko Okawa, memamerkan desain produk suteranya di Balai Pendidikan,
Pelatihan, dan Promosi Eksport Daerah (BP3ED) .Dalam pameran yang berlangsung sejak 19
Mei hingga 22 Mei ini, juga ditampilkan berbagai produk hiasan dinding, tas, topi, bantal
kursi, kimono, dan aneka souvenir. Pameran ini bertujuan untuk mengembangkan desain
produk Sulsel, utamanya sutera, baik corak, kain, maupun sutera yang dibuat produk.(cr4)
14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di era globalisasi seperti ini komunikasi antar budaya adalah konteks
komunikasi yang juga sering terjadi. Masyarakat sekarang ini juga sering
berkomunikasi dengan individu yang berasal dari budaya yang berbeda. Komunikasi
antar budaya semacam ini telah banyak dan semakin banyak terjadi apalagi kita
tinggal di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam budaya, tentunya kita
akan sering berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai budaya dan etnik.
Semakin pesatnya perkembangan teknologi saat ini memungkinkan kita untuk
berkomunikasi lintas budaya. Dimana ada perbedaan bahasa, kebiasaan dan lain
sebagainya. Pengembangan keterampilan berkomunikasi bisnis lintas budaya menjadi
semakin penting artinya, mengingat dunia bisnis sudah menjadi bagian dari
globalisasi. Kita juga dapat mempelajari secara detail mengenai kebudayaan dengan
berbagai cara yang sangat banyak saat ini, seperti membaca, browsing internet,
berita,dan lain-lain agar dapat memahami perbedaan lintas budaya dan
memandangnya sebagai suatu anugerah bukan memandang dengan
mendeskriminasinya.
B. Saran
Bagi para pelaku bisnis sebelum menjalin hubungan bisnis dengan suatu
masyrakat daerah tertentu baiknya mengetahui karakteristik, prilaku, kebiasaan, dan
adat istiadat masyarakat daerah yang menjadi tujuan bisnis. Demi terciptanya
komunikasi bisnis sesuai yang diharapkan agar masing-masing pihak dapat memenuhi
kebutuhan bisnis.
15 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
http://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/2008/02/klb-2.ppt
16 | P a g e