Keratitis

17
Keratitis Anatomi Kornea Kornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11 – 12 mm (horizontal) dan 10 – 11 mm (vertikal). Indeks refraksi kornea 1.376. Tetapi dalam mengkalibrasi keratometer untuk menghitung kombinasi kekuatan optik lengkung kornea anterior dan posterior digunakan indeks refraksi 1.3375. Kornea asferis, walaupun jari-jari lengkung kornea sering didapatkan sebagai cermin cembung sferosilindris membentuk tengah permukaan anterior kornea, yang disebut kornea gap. 1 Rata-rata jari-jari tengah kornea 7-8 mm (6.7-9.4 mm). kornea member kontribusi 43.25 dioptri (74%) dari total 58.60 dioptri mata orang normal. Kornea juga menyebabkan astigmatisme pada sistem optikal. 1 Kornea merupakan jaringan transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada daerah trasversal (12 mm) dari pada arah vertikal dan mengisi bola mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai 2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea tidak memiliki pembuluh darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada permukaan kornea, akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata. 2

description

keratitis

Transcript of Keratitis

Page 1: Keratitis

Keratitis

Anatomi KorneaKornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11 – 12 mm (horizontal) dan 10 – 11 mm (vertikal). Indeks refraksi kornea 1.376. Tetapi dalam mengkalibrasi keratometer untuk menghitung kombinasi kekuatan optik lengkung kornea anterior dan posterior digunakan indeks refraksi 1.3375. Kornea asferis, walaupun jari-jari lengkung kornea sering didapatkan sebagai cermin cembung sferosilindris membentuk tengah permukaan anterior kornea, yang disebut kornea gap.1

Rata-rata jari-jari tengah kornea 7-8 mm (6.7-9.4 mm). kornea member kontribusi 43.25 dioptri (74%) dari total 58.60 dioptri mata orang normal. Kornea juga menyebabkan astigmatisme pada sistem optikal.1

Kornea merupakan jaringan transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada daerah trasversal (12 mm) dari pada arah vertikal dan mengisi bola mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai 2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea tidak memiliki pembuluh darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada permukaan kornea, akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata.2

 Penampang bola mata

Kornea sangat sensitif karena terdapat banyak serabut sensorik. Saraf sensorik ini berasal dari nervus cilliaris longus yang berasal dari nervus nasosiliaris yang merupakan cabang saraf oftalmikus dari nervus trigeminus. Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk merupakan selaput bening mata dengan ketebalan kornea dibagian sentral hanya 0,5 mm, yang terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.

1.      Lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), merupakan lapisan sel yang menutupi permukaan kornea. Lapisan ini terdiri dari 5-6 lapisan sel tipis, sel polygonal dan sel gepeng yang saling tumpang tindih yang akan cepat berdegenerasi bila kornea mengalami trauma. Tebal lapisan epitel kira-kira 0,05 mm. epitel dan film air mata

Page 2: Keratitis

merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang  melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi. Bila penetrasi trauma lebih dalam maka akan meninggalkan parut (scar). Parut yang timbul akan meninggalkan area opak yang menyebabkan kornea kehilangan kejernihannya.2

2.      Membrane Bowman, merupakan membran jernih yang aseluler terletak dibawah lapisan epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Karena lapisan ini sangat kuat dan sulit untuk dipenetrasi, maka lapisan ini melindungi kornea dari trauma yang lebih dalam, namun lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi.

3.      Stroma, merupakan lapisan kornea yang paling tebal mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamellae fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1μm yang saling terjalin hampir mencakup seluruh diameter kornea yang tersusun sangat teratur sedangkan dibagian perifer kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang mencapai 15 bulan. Lamellae ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya yang membuat kornea menjadi lapisan dengan yang jernih dan dapat dilalui cahaya. Lamellae terletak didalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratinosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.4

4.      Membrane Descemet, adalah sebuah membran elastik yang jernih tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopik elektron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea. Membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal 40 mm.

5.      Lapisan Endotel, berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 m melekat erat pada membran descemet melalui hemidosom dan zonula okluden. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membran semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.2,3,5

Penampang kornea

Page 3: Keratitis

Gambar 3. Histologi kornea

Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang seragam, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel dalam proses dehidrasi. Cedera kimia atau fisik pada endotel jauh lebih berat dari pada cedera pada epitel. Kerusakan atau cedera pada sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang jika sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film airmata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansia larut air dapat melalui stroma yang utuh. Oleh karena itu agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus. Kegunaan kornea adalah sbb:

1.      Kornea mempunyai kemampuan membiaskan cahaya yang paling kuat dibanding dengan sistem optik retaktif lainnya.

2.      Kubah kornea akan membiaskan sinar kelubang pupil didepan lensa. Kubah kornea yang semakin cembung akan memiliki daya bias yang kuat.

3.      Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk kedalam mata untuk menghasilkan penglihatan yang tajam, maka kornea memerlukan kejernihan, kehalusan dan kelengkungan tertentu

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama  (oftalmika) dan nervus kranialis V (trigeminus).

Transparansi kornea disebabkan karena beberapa faktor diantaranya karena kornea tidak mempunyai zat tanduk, pembuluh darah, struktur dan susunan jaringan relatif homogen dan teratur. Permukaan kornea dikelilingi oleh cairan , agar mampu menahan cairan pada tingkat tertentu maka dibagian depan kornea terdapat epitel dan dibagian belakang diliputi endotel, yang berfungsi memompa cairan keluar kornea apabila berlebihan.

Definisi

Page 4: Keratitis

Keratitis sendiri diartikan sebagai  peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi.

EpidemiologiFrekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa kontak yang buruk,  penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik,dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

PatofisiologiEpitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.

Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat kehabisan piridoksin), adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Diantaranya adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus viridians, Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus, selain virus dan jamur.

Kornea adalah struktur yang  avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang  ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah ituterjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang  tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.

Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang  berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang  baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang  dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.

Klasifikasi KeratitisPembagian keratitis ada bermacam-macam :

Page 5: Keratitis

1.      Menurut kausanyaa.       Bakteri

Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain. Streptococcus pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia. Penyebab lainnya yaitu Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens, Streptococcus beta-hemolyticus, Staphylococcus aureus, Mycobacterium fortuitum, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Neiseria sp,Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan agen

berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa.Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.1,3,4,6

Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif,Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu – abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakterial.1,8

b.      VirusKelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominasi oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus.

c.       JamurKeratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah pertanian. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi organism sedikit-sedikit, seperti yang terjadi pada lazimnya penduduk perkotaan.

Pada ulkus fungi terdapat infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang

Page 6: Keratitis

jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama dan sering juga lesi satelit merupakan lesi endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abcess kornea.

d.      Alergie.       Defisiensi vitamin

Biasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan sering terjadi perforasi.

f.       Kerusakan N.V (nervus trigeminus)Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa bercak terbuka.

g.      Idiopatik2.      Menurut tempatnyaa.       Keratitis epithelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting.

b.      Keratitis subepitelialLesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.

c.       Keratitis stromaRespons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi; dan vaskularisasi.

d.      Keratitis endothelialDisfungsi endothelium kornea akan berakibat edema kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini berbeda dari edema yang disebabkan oleh peningkatan TIO, yang mulai pada epitel kemudian pada stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih dapat terlihat kelainan endotel kornea melalui slit-lamp. Sel-sel radang pada endotel (endapan keratik atau KPs) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior.

3.      Menurut prof. I Salima.       Keratitis superficial nonulceratif

Contoh :         Keratitis pungtata superficial         Keratitis numularis dari Dimmer         Keratitis disiformis dari Westholf         Keratokonjungtivitis epidemikab.      Keratitis superficial ulcerative

Contoh :         Keratitis pungtata superficial ulceratif         Keratitis flikten         Keratitis herpetika

Page 7: Keratitis

         Keratitis sika         Rosasea keratitisc.       Keratitis profunda nonulceratif

Contoh :         Keratitis interstisial         Keratitis pustuliformis profunda         Keratitis disiformis         Keratitis sklerotikumd.      Keratitis profunda ulcerative

Contoh :         Keratitis et lagoftalmus         Keratitis neuroplastik         Xeroftalmia         Trakoma dengan infeksi sekunder         Gonore         Ulkus serpens akut         Ulkus serpens kronik         Ulkus ateromatosis

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun  erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme).

Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang  sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk  refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang  purulen. 2,3,4

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang  kita temukan merupakan proses yang  masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti:

Page 8: Keratitis

pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang  ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. 6

Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah :1.      Ketajaman penglihatan2.      Tes refraksi3.      Pemeriksaan slit-lamp (biomikroskop), penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika

tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan yang terang.4.      Respons reflex kornea5.      Goresan ulkus untuk analisis dan kultur6.      Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dapat memperjelas lesi epitel superficial yang

tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi pada kornea baik yang bersifat dangkal atau superficial maupun dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Lesi pada kornea juga mempunyai makna diagnostik yang penting (Tabel.1). Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.3

Berikut ini adalah jenis keratitis dan bentuknya:No. Jenis keratitis Bentuk keratitis1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

sepertiga bawah kornea2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

Page 9: Keratitis

lonjong) dengan edema dan degenerasi3. Keratitis varicella-

zosterLebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear (pseudosendrit)

4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun paling mencolok di daerah pupil

5. Keratitis sindrom Sjorgen

Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik, terpulas fluorescein; filament epithelial dan mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6. Keratitis terpapar akibat lagoftalmus atau eksoftalmus

Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7. Keratokonjungtuvitis vernal

Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk bercak epithelium opak

8. Keratitis trofik-sekuele HS, HZ dan destruksi ganglion gaseri

Edema epitel berbercak-bercak; difus namun terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9. Keratitis karena obat-terutama antibiotika spectrum luas

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10. Keratitis superficial punctata (SPK)

Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11. Keratokonjungtivitis limbic superior

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga atas kornea; filament selama eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus berkeratin menebal, mikropanus

12. Keratitis rubeola, rubella dan parotitis epidemika

Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil

13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada sepertiga atas kornea

14. Keratitis defisiensi vitamin A

Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat keratinisasi partial; berhubungan dengan bintik-bintik bitot

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan keratitis  adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu

Page 10: Keratitis

mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang  dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 3

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya  jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan  lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Page 11: Keratitis

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.

Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.1

PrognosisPrognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.

Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.