Kep Gerontik

13

Click here to load reader

Transcript of Kep Gerontik

DAMPAK KEMUNDURAN LANSIA HUBUNGANNYA DENGAN PENYAKIT DEGENERATIFA. DEFINISIPenyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ / alat tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim & hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel ( DNA ), pembuluh darah, jaringan protein & kulit ( penuaan ).

Lanjut usia (lansia) merupakan proses alamiah yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Di dalam struktur anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh dan akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2003).Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tidak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.

Kemunduran dan kelemahan yang diderita oleh lansia akibat adanya perubahan ini menurut Darmojo dalam Arisman (2004) adalah pergerakan dan kestabilan terganggu, demensia, depresi, inkontinensia dan impotensia, defisiensi imunologis, infeksi, konstipasi dan malnutrisi, latrogenesis dan insomnia, kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi, integritas kulit, dan kemunduran proses penyakit.

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala gejala kemunduran fisik, antara lain :

1. kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis garis yang menetap

2. rambut kepala mulai memutih atau beruban

3. gigi mulai lepas (ompong)

4. pengelihatan dan pendengaran berkurang

5. mudah lelah dan mudah jatuh

6. gerakan menjadi lamban dan kurang lincah

Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :

1. suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik

2. ingatan terhadap hal hal masa muda lebih baik daripada hal hal yang baru saja terjadi

3. sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang

4. sulit menerima ide ide baruB. URAIAN PERUBAHAN DAN KOSEKUENSI PENYAKIT DEGENERATIF

a. HipertensiHipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolic lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi Karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arterioscletosis), serangan / gagal jantung, dan gagal ginjalb. Penyakit Jantung KoronerPenyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingunganc. H

d. Stroke

e. Kerusakan Syaraf Otak ( pikun )

f. Artritis Rematoid

g. Deabetes Mellitus Tipe 2 ( lipotoxic pankreas, insulin resistence )

h. Penuaan Kulit, dll

C. Perubahan Anatomis dan Fisiologis Pada Lansiaa. Panca Indera

Indera perasa dan penciuman mempengaruhi seseorang dalam menikmati makanan. Kemampuan penciuman seseorang bergantung pada persepsi odorants (bau-bauan) dari sel sensori dalam mukosa olfaktori dan proses informasi dari sistem saraf pusat. Perubahan usia mengakibatkan penurunan fungsi pada sistem saraf pusat. Perubahan pada lansia tidak mempengaruhi sensasi rasa secara keseluruhan, kemampuan untuk mendeteksi rasa manis masih sama sedangkan kemampuan mendeteksi rasa asam, asin dan pahit mengalami penurunan (Touhy & Jett, 2010).Mata / telinga: Presbiopia, lensa mata keruh ( buta, recruit frekuensi tinggi ( tulib. Saluran GastrointestinalProses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran gastrointestinal (GI), yaitu:

1. Rongga mulut

Lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis pada rongga mulut sehingga mempengaruhi proses mekanisme makanan. Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada lansia mencakup tanggalnya gigi, mulut kering dan penurunan motilitas esophagus (Meiner, 2006). Pada lansia, banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses degenarasi akan mempengaruhi proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010).

Kelenjar saliva juga mulai sukar disekresi yang mempengaruhi proses perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena enzim ptyalin menurun. Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang sehingga proses menelan menjadi lebih sulit(Fatmah, 2010).

2. Faring dan Esofagus

Banyak lansia yang mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan lebih sulit. Motilitas esofagus tetap normal meskipun esophagus mengalami sedikit dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah kehilangan tonus, reflex muntah juga melemah pada lansia, sehingga meningkatkan risiko aspirasi pada lansia (Stanley, 2006).

3. Lambung

Perubahan yang terjadi pada lambung adalah atrofi mukosa. Atrofi sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan menyebabkan berkurangnya sekresi asam lambung, pepsin dan faktor instrinsik. Karena sekresi asam lambung yang berkurang, maka rasa lapar juga akan berkurang. Ukuran lambung pada lansia juga mengecil sehingga daya tampung makanan berkurang. Selain itu, proses perubahan protein menjadi pepton terganggu (Fatmah, 2010).

Selain itu, Meiner (2006) menjelaskan perubahan pH dalam saluran gastrointestinal dapat menyebabkan malabsorbsi vitamin B. Penurunan sekresi HCl dan pepsin yang berkurang pada lansia juga dapat menyebabkan penyerapan zat besi dan vitamin B12 menurun (Arisman, 2004).

4. Usus halus

Perubahan pada usus halus yang terjadi pada lansia mencakup atrofi dari otot dan permukaan mukosa, pengurangan jumlah titik-titik limfatik, pengurangan berat usus halus dan pemendekan dan pelebaran vili sehingga menurunkan proses absorbsi. Perubahan struktur ini tidak secara signifikan mempengaruhi motilitas, permeabilitas atau waktu transit usus halus. Perubahan ini dapat mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari beberapa nutrisi seperti kalsium dan vitamin D (Miller, 2004).

5. Hati dan Pankreas

Kapasitas fungsional hati dan pankreas tetap dalam rentang normal karena adanya cadangan fisiologis dari hati dan pankreas. Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pankreas akan mengecil, terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan kemampuan mensintesis protein dan enzim-enzim pencernaan (Stanley, 2006). Hati berfungsi sangat penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, hati juga memegang peranan besar dalam proses detoksifikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin dan sebagainya.Semakin meningkatnya usia, secara histologis dan anatomis akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel. Sel tersebut akan berubah bentuk menjadi jaringan fibrosa. Hal ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati dalam berbagai aspek tersebut, terutama dalam metabolisme obat-obatan. Produksi enzim amylase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas metabolism karbohidrat, pepsin dan lemak juga akan menurun (Fatmah, 2010).

6. Usus besar dan Rektum

Pada lansia perubahan yang terjadi di usus besar dan rectum mencakup penurunan sekresi mucus, penurunan elastisitas dinding rectum dan penuruan persepsi distensi pada dinding rectum. Perubahan ini memiliki sedikit atau tidak ada hubungan pada motalitas dari feses saat buang air besar, tetapi ini merupakan predisposisi konstipasi pada lansia karena volume rectal yang bertambah (Prather, 2000 dalam Miller, 2004). Selain itu, proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen pada lansia sudah melemah (Fatmah, 2010).

c. SISTEM ENDOKRIN

Endokrin:

Gangguan keseimbangan gula ( DM

testosterone ( impoten penyerapan kalsium ( osteoporosisi. SISTEM PERNAPASANRespirasi: elastisitas paru & dada ( sesak nafas

D. SISTEM KARDIOVASKULAR

Kardiovaskular:

elastisitas pembuluh darah, tekanan darah ( hipertensi, gagal jantung

E. SISTEM HEMATOLOGI

Hematologi:

autoantibodi ( penyakit alergi

F. SISTEM REPRODUKSI

Genitourinarius:

Prostat membesar, dinding uretra mengecil ( inkontensia urin, retensi urin

G. SISTEM MUSKULOSKELETAL

Proses penuaan (degeneratif) juga terjadi pada system muskuloskeletal. Proses penuaan dibagi penuaan endogen dan penuaan eksogen. Perubahan rambut menjadi beruban, osteoporosis merupakan contoh dari perubahan endogen. Di antara kelainan yang timbul pada banyak organ tubuh manusia akibat penuaan adalah atrofi, yang berarti organ tersebut menjadi lebih kecil. Atrofi dapat terjadi pada otot, kerangka tulang, kulit, otak, hati, ginjal serta jantung. Atrofi disebabkan karena kurang aktif dari organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal (osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot menimbulkan tungkai mengecil. Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut myelin, sehingga kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih lambat. Atrofi otot dan saraf bersamaan menyebabkan gerakan menjadi lebih kaku (seperti robot), dan gangguan keseimbangan berdiri. Atrofi pada kerangka tulang, tulang menjadi lebih rapuh sehingga mudah mengalami patah tanpa cedera yang berarti. Terutama pada wanita, tinggi badan berkurang karena tulang punggung yang memendek serta hilangnya cairan pada lempeng (diskus) antar tulang belakang. Tulang punggung juga akan bertambah bongkok yang mengakibatkan tinggi badan semakin berkurang (osteoporosis).

Osteoporosis(tulang rapuh) pada masa kini merupakan masalah kesehatan publik yang besar. Pada post-menopause osteoporosis, defisiensi estrogen memainkan peranan utama. Dijumpai lebih sering pada wanita setelah 15-20 tahun menopause. Senile osteoporosis terjadi pada lelaki dan wanita di atas umur 70 tahun dengan perbandingan wanita : lelaki = 2 : 1. Perlu diperhatikan faktor risiko dari osteoporosis berupa genetik, pola hidup, medikal, dan iatrogenik. Osteoporosis dapat dicegah bila dimulai waktu childhood dan youngster atau adolescence, waktu tulang mencapai maturitas pada akhir dekade ke-3 mencapai maksimum peak bone mass.

H. SISTEM SARAF

Saraf:

Atrofi otak, sintesa catechol. reflex tubuh, fase4 tidur ( depresi, dementia, mudah jatuh, susah tidur , sesak saat tidurI. Pendapat dari Kelompok 1a. Paramitha Ayu Sabrina

b. Nihla Sari M. Yunus

c. Sartika RS Gamtina

d. Rindi Aldila A

e. Achmad SidiqDAFTAR PUSTAKA