KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

21
Acara V KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA Nama : Ignatius Dicky Adhi Wirawan NIM : 12.70.0067 Kelompok E4

description

Kecap Ikan

Transcript of KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

Page 1: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

Acara V

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Nama : Ignatius Dicky Adhi Wirawan

NIM : 12.70.0067

Kelompok E4

Page 2: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

1. HASIL PENGAMATAN

Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan dari kecap ikan yang meliputi warna,

rasa, aroma, salinitas dan penampakan:

Tabel 1. Hasil Sensori dan Salinitas Kecap Ikan

Kelompok Perlakuan Warna Rasa AromaSalinitas

(%)Penampakan

E1Enzim papain 0,4%

++++ ++++ ++++ 3,70 +++

E2Enzim papain 0,8%

++ ++++ ++++ 3,50 +++

E3Enzim papain 1,2%

+++ +++++ +++ 3,40 ++

E4Enzim papain 1,6%

++ ++++ ++ 3,50 ++

E5Enzim papain 2,0%

+ ++++ ++ 3,30 +++

E6Enzim papain 2,5%

++ +++++ +++ 4,20 +++

Keterangan:Warna : + : tidak coklat gelap Rasa : + : sangat tidak asin

++ : kurang coklat gelap ++ : kurang asin +++ : agak coklat gelap +++ : agak asin ++++ : coklat gelap ++++ : asin +++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat asin

Aroma : + : sangat tidak tajam Penampakan: + : Sangat cair ++ : kurang tajam ++ : Cair +++ : agak tajam +++ : Agak kental ++++ : tajam ++++ : Kental +++++ : sangat tajam +++++ : Sangat kental

Berdasarkan tabel hasil pengamatan diatas, didapatkan kelompok E1 menggunakan

sampel tulang ikan dan ekornya yang diberi tambahan enzim papain sebanyak 0,4%,

kecap ikan yang dihasilkan berwarna coklat gelap, rasanya asin, aromanya tajam,

penampakannya agak kental dan memiliki nilai salinitas sebesar 3,70%. Kelompok E2

menggunakan sampel tulang ikan dan ekornya yang diberi tambahan enzim papain

1

Page 3: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

2

sebanyak 0,8%, kecap ikan yang dihasilkan berwarna kurang coklat gelap, rasanya asin,

aromanya tajam, penampakannya agak kental dan memiliki nilai salinitas sebesar

3,50%. Kelompok E3 menggunakan sampel tulang ikan dan ekornya yang diberi

tambahan enzim papain sebanyak 1,2%, kecap ikan yang dihasilkan berwarna agak

coklat gelap, rasanya sangat asin, aromanya agak tajam, penampakannya cair dan

memiliki nilai salinitas sebesar 3,40%. Kelompok E4 menggunakan sampel tulang ikan

dan ekornya yang diberi tambahan enzim papain sebanyak 1,6%, kecap ikan yang

dihasilkan berwarna kurang coklat gelap, rasanya asin, aromanya kurang tajam,

penampakannya cair dan memiliki nilai salinitas sebesar 3,50%. Kelompok E5

menggunakan sampel tulang ikan dan ekornya yang diberi tambahan enzim papain

sebanyak 2,0%, kecap ikan yang dihasilkan berwarna tidak coklat gelap, rasanya asin,

aromanya kurang tajam, penampakannya agak kental dan memiliki nilai salinitas

sebesar 3,30%. Kelompok E6 menggunakan sampel tulang ikan dan ekornya yang

diberi tabahan enzim papain sebanyak 2,5%, kecap ikan yang dihasilkan berwarna

kurang coklat gelap, rasanya sangat asin, aromanya kurang tajam, penampakannya agak

kental dan memiliki nilai salinitas sebesar 4,20%.

Page 4: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

2. PEMBAHASAN

Kecap ikan merupakan sebuah produk yang dihasilkan dari hidrolisa ikan (fermentasi,

enzimatis, maupun kimia), bentuknya cair dan berwarna coklat jernih. Karena dibuat

dari hidrolisa ikan, tentu saja kecap ikan mengandung protein hewani dan memiliki

kandungan nitrogen yang membuat kecap ikan memiliki flavor yang spesifik dan

disukai. (Afrianto & Liviawaty, 1989). Kecap ikan memiliki viskositas yang lebih

rendah dibandingkan dengan kecap kedelai, warnanya pun cenderung lebih cokelat dan

rasanya asin (Rahman, 1992).

Kecap ikan merupakan produk yang berprotein yang dibuat dari hidrolisis protein

kompleks dalam ikan menggunakan enzim maupun mikroorganisme. Kecap ikan

memiliki peran penting dalam diet lebih dari 250 juta orang di asia tenggara (Ng et al.,

2011). Pada proses fermentasi pembuatan kecap ikan, protein dipecah menjadi asam

amino dan peptida, sehingga memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan daging ikan segar. 90% kandungan kecap ikan mudah larut dengan air

(Kasmidjo, 1990). Kandungan utama kecap ikan merupakan golongan lemak tidak

jenuh, protein dan juga air. Protein dalam daging ikan sebanyak 16-18%, dengan protein

aktin dan myosin yang dominan. Protein tersebut memiliki fungsi dalam pergerakan

otot ikan (kontraksi dan relaksasi) (Shahidi & Botta, 1994).

Untuk membuat kecap ikan secara fermentasi, dapat digunakan fermentasi secara

enzimatis dan menggunakan garam. Perbedaannya adalah jika fermentasi menggunakan

garam, maka melibatkan mikroorganisme sendiri untuk menarik protein. Faktor yang

perlu diperhatikan adalah konsentrasi garamnya. Pada fermentasi garam, diperlukan

waktu lebih dari 7 bulan untuk menarik protein dari proporsi tubuh ikan. Sedangkan

untuk fermentasi secara enzimatis, dapat digunakan enzim protease seperti bromelin dan

papain untuk menguraikan protein. Fermentasi enzimatis relatif lebih mudah, cepat dan

dapat mengurangi resiko kontaminasi mikroorganisme (Astawan & Astawan, 1988).

Selama fermentasi, protein ikan yang di gidrolisis akan meningkatkan protein yang

mudah larut (Ng et al., 2011)

3

Page 5: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

4

Dalam praktikum ini digunakan tulang ikan bawal yang merupakan hasil samping dari

praktikum surimi. Menurut Tungkawachara et al (2013), hasil sensori dari kecap ikan

yang terbuat dari hasil samping surimi dan dari daging ikan anchovy tidak menunjukan

perbedaan yang signifikan. Tahap awal yang dilakukan adalah mencuci hingga bersih

tulang ikan, kepala dan ekornya. Setelah tulang bersih dari daging, tulang ikan, ekor dan

kepala dihaluskan dengan blender. Penghancuran bertujuan untuk memudahkan

ekstraksi dan membuat kerja enzim semakin maksimal (Astuti, 2996). Setelah

dihancurkan, setiap kelompok mengambil hancuran tulang ikan tadi dan dimasukkan

kedalam stoples. Setelah itu, hancuran tadi ditambah dengan enzim papain dengan

proporsi 0,4% untuk kelompok E1; 0,6% untuk kelompok E2; 0,8% untuk kelompok

E3; 1,2% untuk kelompok E3; 1,6% untuk kelompok E4; 2,0% untuk kelompok E5 dan

2,5% untuk kelompok E6.

Dalam praktikum ini, digunakan enzim papain yang merupakan salah satu enzim

protease. Enzim protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis

protein, dan memecahnya menjadi bentuk sederhananya. Ikatan peptida akan dipecah

oleh enzim protease dan asam amino akan terlepas. Enzim papain banyak dijumpai pada

tanaman pepaya bagian batang, buah, maupun daunnya. Getah pada buah pepaya

mengandung enzim papain yang paling banyak dibandingkan dengan bagian tanaman

lainnya (Muhidin, 1999).

Setelah enzim ditambahkan kedalam hancuran tulang ikan tersebut, stoples ditutup rapat

dan di lakban agar tutupnya tidak lepas karena terbentuknya gas dalam stoples. Setelah

itu, sampel didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari fermentasi, stoples dibuka dan

ditambah air sebanyak 200 ml dan seluruh stoples dibilas dengan air tersebut. Kemudian

disaring menggunakan kain saring. Ekstrak hasil fermentasi tadi dipanaskan hingga

mendidih selama 30 menit sambil diaduk dan ditambah dengan bumbu. Tujuan dari

pemanasan adalah untuk membuat kecap semakin kental, membunuh mikroorganisme

kontaminan dan inaktivasi enzim papain yang telah ditambahkan (Fachruddin, 1997).

Pengadukan berfungsi agar bumbu yang ditambahkan dapat larut secara sempurna

(Moeljanto, 1992).

Page 6: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

5

Bumbu yang digunakan adalah 50 gram bawang putih, 50 gram gula jawa, dan 50 gram

garam. Setelah diaduk merata, kecap ikan tersebut didinginkan dan dilakukan uji sensori

menggunakan seorang panelis dan diuji salinitasnya menggunakan refraktometer. Untuk

uji sensori, digunakan warna, rasa, aroma, dan penampakan sebagai parameter.

Sedangkan untuk uji salinitas, kecap ikan diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan

menggunakan 9 ml aquades, lalu diukur menggunakan hand refractometer. Salinitas

merupakan kadar garam yang terlarut dalam air, biasanya dinyatakan dalam satuan per

miles (‰) (UNESCO, 1981). Alat hand refractometer merupakan alat yang digunakan

untuk mengukur jatuhnya sinar dibiaskan dan menentukan besarnya refraksi, bila

cahaya tersebut bergerak dari udara menuju sebuah sampel cair yang memiliki partikel

terlarut. Biasanya digunakan untuk mengukur kadar gula dan garam (salinitas)

(Giancoli, 2001).

Pada hasil pengamatan uji sensoris, didapatkan kecap ikan kelompok E1 memiliki

warna yang paling gelap dibandingkan dengan kecap ikan lainnya, sedangkan kecap

ikan kelompok E5 memiliki warna yang paling tidak gelap. Warna coklat yang

dihasilkan merupakan hasil dari gula jawa yang larut dalam larutan kecap ikan.

Perbedaan intensitas kegelapan merupakan hasil dari reaksi dari gula pereduksi dengan

gugus amino pada filtrat ikan (Lees & Jackson, 1973). Proses enzimatis yang sempurna

akan menghasilkan warna kecap ikan yang semakin terang, karena protein kompleks

semakin banyak yang terdegradasi menjadi asam amino dan menghasilkan banyak

nitrogen, sehingga reaksi maillard yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam

amino semakin sedikit pula (Astawan & Astawan, 1988). Dengan kata lain, semakin

banyak penambahan enzim protease, maka akan semakin terang warna dari kecap ikan.

Untuk parameter rasa, didapatkan data kelompok E1, E2 dan E5 memiliki rasa yang

asin, sedangkan kelompok E3, E4 dan E6 memiliki rasa yang sangat asin. Rasa asin

dihasilkan dari penambahan garam yang merupakan salah satu bumbu yang

ditambahkan. Rasa asin memang menjadi dominan pada kecap ikan, karena

penambahan garam, namun peptida dan asam amino yang berinteraksi dengan rasa asin

dari garam akan menciptakan rasa yang khas. Semakin banyak penambahan enzim

protease, maka rasa asin akan semakin kuat (Astawan & Astawan, 1988). Penambahan

Page 7: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

6

garam juga menyebabkan terbentuknya asam glutamat yang dapat membuat rasa kecap

ikan menjadi umami (Tungkawachara et al., 2013).

Pada parameter aroma didapatkan kecap ikan kelompok E1 memiliki aroma yang paling

tajam dibanding kecap ikan kelompok lain. Pada kecap ikan ini, aroma sangat

dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang dihasilkan dari proses fermentasi. Beberapa

komponen nitrogen yang berperan dalam pembentukan aroma antara lain adalah

kadaverin, putresin, arginin, histidin dan ammonia. Jika terbentuk senyawa garam, hasil

penguraian protein tadi akan menghasilkan aam glutamate yang menyebabkan flavor

menjadi kuat dan enak. Semakin banyak protein yang teruraikan, maka flavor amis akan

sedikit demi sedikit menghilang dan tergantikan oleh flavor dari asam glutamate.

(Amstrong, 1995). Selain nitrogen yang menimbulkan aroma ikan, adapula gula jawa

yang membuat kecap memiliki aroma yang agak manis, dan bawang yang memberikan

aroma khas bawang putih yang sedap. Selain untuk memberikan flavor yang sedap pada

kecap ikan, bumbu-bumbu yang digunakan dapat mengawetkan kecap ikan. Didalam

bawang putih terdapat antimikrobia allicin, gula dan garam dalam konsentrasi tinggi

juga bersifat mengawetkan makanan. Gula dan garam dalam konsentrasi tinggi dapat

melisiskan sel mikroorganisme, sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan

pangan (Killine, 2005).

Kemudian untuk hasil sensori penampakan kecap, didapatkan hasil yang seragam pada

kelompok E1, E2, E5 dan E6, yaitu kecap ikan dengan penampakan agak kental,

sedangkan untuk kelompok E3 dan E4 memiliki penampakan yang cair. Kecap ikan

memang seharusnya berbentuk cair dan encer (Astawan & Astawan, 1991). Dalam

kecap ikan terdapat protein, peptida dan asam amino yang terlarut dalam air. Kecap ikan

berbentuk cair karena sebagian besar kandungan nutrisi dalam kecap ikan mudah larut

dalam air, sehingga untuk mengekstrak hasil fermentasi ikan hanya digunakan air saja

(Irawan, 1995). Kekentalan dari kecap ikan sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu

saat pemanasan, jumlah gula jawa dan garam yang dilarutkan, jumlah gula jawa dan

garam yang bereaksi dengan senyawa-senyawa amino. Semakin banyak enzim protease

yang ditambahkan, seharusnya akan mengurangi viskositas dari produk.

Page 8: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

7

Pada hasil pengamatan, didapatkan nilai salinitas paling tinggi adalah kelompok E6 dan

salinitas terendah pada kelompok E5. Semakin tinggi nilai salinitas, maka akan semakin

asin rasa yang dihasilkan (UNESCO, 1981) . Namun pada hasil pengamatan terdapat

kejanggalan pada kelompok E3 dan E4 yang tidak sesuai dengan teori. Hal tersebut

dapat terjadi karena hasil dari uji sensori merupakan hasil yang subjektif menurut

panelis, dan pada praktikum hanya digunakan 1 orang panelis untuk menilai rasa dari

sampel, sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Memang metode sensoris

merupakan metode yang mudah dan murah untuk dilakukan, namun data yang didapat

merupakan data yang sangat subjektif menurut panelis (Meriit et al., 1982).

Selain dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme, kecap ikan juga dapat terkontaminasi

oleh logam berat yang berasal dari tubuh ikan yang diiambil dari perairan yang

terkontaminasi. Logam berat yang biasa mengkontaminasi ikan antara lain adalah

kadmium, arsen, timbal, dan merkuri. Untuk dapat mereduksi logam berat tersebut,

dapat digunakan bahan kimia seperti asam sulfat. Namun penggunaannya tidak dapat

diterapkan dalam produk pangan. Namun untuk menggantikan bahan kimia tersebut,

dapat digunakan. Setelah diteliti, ternyata penggunaan tanin cukup efektif mereduksi

kadmium dalam kecap ikan, dan tidak memberikan perbedaan secara sensori pada kecap

ikan yang dihasilkan (Sasaki et al., 2013).

Dalam pembuatan kecap ikan, bahan dasar (ikan) dapat dimodifikasi kembali untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Seperti penelitian dari Raksakulthai & Norman (2008)

yang mencampurkan hepatopancreas gurita bersama dengan ikan. Didapatkan hasil

yang paling optimal adalah 2,5% daging gurita, 25% NaCl, pH alami (sekitar 6), pada

suhu 20-25˚C selama 6 bulan hingga 1 tahun. Ternyata didalam hepatopancreas gurita

terdapat enzim yang bersifat proteolitik yang memiliki aktivitas katalitik optimum pada

pH 6.

Waktu fermentasi yang relatif lama merupakan salah satu kendala dari produk

fermentasi, terutama fermentasi dari hasil laut yang relatif mudah rusak. Fermentasi

juga beresiko dapat terjadinya kontaminasi pada produk. Penggunaan sinar gamma

dapat diaplikasikan pada tahap pre treatment bahan sebelum difermentasi. Setelah

Page 9: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

8

diteliti, ternyata pengguanaan sinar gamma tidak berpengaruh pada warna, aroma,

tekstur, konsistensi dan salinitas dari produk fermentasi hasil laut (Mojica et al., 2005).

Page 10: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

3. KESIMPULAN

Kecap ikan merupakan sebuah produk yang dihasilkan dari hidrolisa ikan.

Kecap ikan memiliki viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan kecap

kedelai, warnanya pun cenderung lebih cokelat dan rasanya asin.

Tingkat kecernaan protein kecap ikan lebih tinggi dibandingkan dengan daging ikan

segar.

Fermentasi menggunakan garam melibatkan mikroorganisme sendiri untuk menarik

protein.

Fermentasi secara enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim protease

seperti bromelin dan papain untuk menguraikan protein.

Penghancuran bertujuan untuk memudahkan ekstraksi dan membuat kerja enzim

semakin maksimal.

Enzim protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis protein, dan

memecahnya menjadi bentuk sederhananya.

Enzim papain banyak dijumpai pada tanaman pepaya bagian batang, buah, maupun

daunnya.

Tujuan dari pemanasan adalah untuk membuat kecap semakin kental, membunuh

mikroorganisme kontaminan dan inaktivasi enzim papain yang telah ditambahkan.

Pengadukan berfungsi agar bumbu yang ditambahkan dapat larut secara sempurna.

Salinitas merupakan kadar garam yang terlarut dalam air, biasanya dinyatakan

dalam satuan per miles (‰).

Semakin banyak penambahan enzim protease, maka akan semakin terang warna

dari kecap ikan.

Semakin banyak penambahan enzim protease, maka rasa asin akan semakin kuat.

Penambahan garam juga menyebabkan terbentuknya asam glutamat yang dapat

membuat rasa kecap ikan menjadi umami.

Semakin banyak protein yang teruraikan, maka flavor amis akan sedikit demi

sedikit menghilang dan tergantikan oleh flavor dari asam glutamate.

Sebagian nutrisi dalam kecap ikan larut dalam air.

Semakin tinggi nilai salinitas, maka akan semakin asin rasa yang dihasilkan.

9

Page 11: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

10

Semarang, 19 September 2014

Praktikan,

Ignatius Dicky Adhi Wirawan

12.70.0067

Asisten Dosen

Yuni Rusiana

Page 12: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

4. DAFTAR PUTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Astawan, M.W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M.W. & M.Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.

Astuti, S.H. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 2 No. 1.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Giancoli, D. C. (2001). Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.

Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Killine, Berna, Sukran Cakli, Sebnem Tolasa and Tolga Dincer. (2005). Chemical, microbiological and sensory changes associated with fish sauce processing.

Lees, R. & E.B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

Meriit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

11

Page 13: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

12

Mojica, Elmer-Ricco; Alejandro Q. N; Maria E. T. A; Chito P. F; Maria L.D.L.F & Custer C. D. (2005). Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste. Journal of Applied Sciences Research 1(1): 90-94.

Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ng, Y.F., Afiza T.S., Lim, Y.K., Muhammad Afif, A.G., Liong, M.T., Rosma, A. and Wan Nadiah, W.A. Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish sauce Production. (2011). As. J. Food Ag-Ind. 2011, 4(04), 247-254.

Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Raksakulthai, Nongnuch and Norman F. Haard. (2008). Fish sauce from Capelin (Mallotus villosus): Contribution of Cathepsin C to the Fermentation

Sasaki T., T. Michihata, S. Nakamura, T. Enomoto, T. Koyanagi, H. Taniguchi, M. Aburatani, M Koudou, K. Tokuda. (2008). Effective removal of heavy metal in some fish sauce products by tannin treatment. J. Agric. Food chem., 2013, 61 (6). Pp 1184-1188

Shahidi, F. & J.R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing, Technology & Quality. Chapman & Hall. USA.

Tungkawachara, S; J. W. Park & Y. J. Choi. (2013). Biochemical Properties and Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish Sauce. Journal of Food Chemistry and Toxicology.

UNESCO. (1981). The practical Salinity scale 1987 and International Equation of state of seawater 1980/. Tech. Pap. Mar. Sci, 36:25pp.

Page 14: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

%o Salinitas = h asil pengukuran

1000x100 %

5.1.1. Kelompok E1

%o Salinitas = 37

1000x100 % = 3,7%

5.1.2. elompok E2

%o Salinitas = 35

1000x100% = 3,5%

5.1.3. Kelompok E3

%o Salinitas = 34

1000x100 % = 3,4%

5.1.4. Kelompok E4

%o Salinitas = 35

1000x100% = 3,5%

5.1.5. Kelompok E5

%o Salinitas = 33

1000x100 % = 3,3%

5.1.6. Kelompok E6

%o Salinitas = 42

1000x100% = 4,2%

5.2. Foto Hasil Pengamatan

13

Page 15: KECAP IKAN Ignatius Dicky 12.70.0067 E UNIKA Soegijapranata

14

5.3. Diagram Alir

5.4. Laporan Sementara