kasus LGK dengan ansietas

34
LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK DEFINISI Leukemia granulositik kronik (LGK) atau disebut juga leukemia mielositik kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL. Penyakit mieloproliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit. 1,2,3 EPIDEMIOLOGI Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan di negara barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia limfositik kronis. Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40- 45 tahun. 1,2 ETIOLOGI 1

description

kasus hidup ppds interna FK Unand

Transcript of kasus LGK dengan ansietas

LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK

DEFINISI

Leukemia granulositik kronik (LGK) atau disebut juga leukemia mielositik

kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan

sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. Penyakit ini timbul pada tingkat sel

induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-

ABL. Penyakit mieloproliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi

dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi

dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta

mielosit, mielosit sampai granulosit.1,2,3

EPIDEMIOLOGI

Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus

leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di

Indonesia. Sedangkan di negara barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai

dalam bentuk leukemia limfositik kronis. Insiden LGK di Negara barat: 1-

1,4/100.000/ tahun. Umumnya LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak

umur 40- 45 tahun.1,2

ETIOLOGI

Menurut Markman (2009), leukemia mielositik kronik adalah salah satu

kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih

dari 90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah

translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada

kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom

Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan

proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.3,5

KLASIFIKASI

Leukemia granulositik kronis terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu :4,6

1. Leukemia myeloid kronis, Ph positif.

2. Leukemia myeloid kronis, Ph negatif.

3. Juvenile chronic myeloid leukemia1

4. Chronic netrofilik leukemia.

5. Eosinophilic leukemia

6. Chronic myelomonocytic leukemia.

PATOGENESIS

Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang

dari kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom ini dihasilkan

dari translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian

dari protoonkogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan

bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR

berfusi dengan ekson 3’ ABL menghasilkan gen khimerik untuk mengkode suatu

protein fusi berukuran 210kDa (p210) yang memiliki aktivitas tirosin kinase

melebihi produk ABL 145 kDa yang normal. Dengan kemajuan teknologi

dibidang biologi molekular, didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada

dilengan panjang kromosom 9 (9q34), yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR

(break cluster region). Yang terletak di lengan panjang kromosom 22 (22q11).

Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-ABL.3,5,6

Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten

pada sistem hematopoiesis.  Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis

sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel

normal. Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak

sistem hematopoiesis.3,4,5

TANDA DAN GEJALA KLINIK

Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu

fase kroik, fase akselerasi dan fase krisis blas.

Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa

cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri

seperti diremas diperut kanan atas akibat peregangan kapsul limpa. Keluhan lain

sering tidak spesifik, misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak

terlalu tinggi, keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit

berlangsung lama. Semua keluhan tersebut merupakan gambaran

hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia. Apabila dibuat urutan

2

berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh pasien, maka seperti terlihat pada Tabel

1.1,2,3,4

Tabel 1. Urutan Keluhan dan Gejala Pasien Berdasarkan Frekuensi

Keluhan dan Gejala Frekuensi (%)

Splenomegali 95

Lemah badan 80

Penurunan berat badan 80

Hepatomegali 50

Keringat malam 45

Cepat kenyang 40

Perdarahan/purpura 35

Nyeri perut 30

Demam 10

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau

mengalami akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase

kronis, maka kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas

fase akselerasi adalah leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obat

mielosupresif, mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan

trombosit<100.000/mm3. Secara klinis , fase ini dapat diduga bila limpa yang

tadinya sudah mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia

bertambah berat, timbul petekie, ekimosis. Bila disertai demam, biasanya ada

infeksi.3,5,6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit

antara 20-60.000/mm3. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam

darah. Jumlah trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mm3, tetapi dalam

beberapa kasus dapat normal atau menurun.2,3

2. Apus Darah Tepi

Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan

adanya polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan

3

diferensiasi dan maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan

metamielosit meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.3

3. Apus Sum-sum Tulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel

leukemia, sehingga rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga

meningkat. Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sum-sum

tulang mengalami fibrosis.2,3

4. Kariotipik

Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization),

beberapa aberasi kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid

kronik antara lain : +8, +9, +19, +21, i(17).1,2,3

PENGOBATAN

Terapi LGK tergantung dari fase penyakit, yaitu :3,4

1. Fase kronis :

a. Busulfan

b. Hydroxyurea

c. Interferon alfa

2. Fase akselerasi : sama dengan leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.

3. Transplantasi sumsum tulang.

4. Terapi memakai prinsip biologi molekuler dengan menggunakan obat baru

Imatinib mesylate.

A. Hydroxyurea (Hydrea)

Hydroxyurea adalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim

ribonukleotida reduktase sehingga menyebabkan hambatan sintesis ribonukleotida

trifosfat dengan akibat terhentinya sintesis DNA. Obat ini diberikan per oral dan

menunjukan bioavailabilitas yang mendekati 100%. Merupakan terapi terpilih

untuk induksi remisi pada leukemia mielositik kronik.1,3,5

Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun

dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai

maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit <8000/mm3 atau

trombosit <100.000/mm.1,4,5

4

Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis,

sakit kepala, letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo popular dan pruritus.

B. Busulfan

Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik.

Pada dosis rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada

dosis yang lebih tinggi terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan

depresi sumsum tulang sehingga pemeriksaan darah harus sering dilakukan.6,8,9

Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik

dosisnya sebanyak 2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari.

Obat ini diberikan sampai hitung leukosit mencapai <10.000/mm3, kemudian

pemberian obat dihentikan dan dimulai kembali setelah hitung leukosit mencapai

>50.000/mm3.7

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah

asthenia, hipotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Selain itu juga

dapat menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga

dapat menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal.6

C. Imatinib mesylate

Imatinib mesylate merupakan penghambat tirosin kinase pada

onkoprotein BCR-ABL dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat

ini diindikasikan untuk leukemia mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel

hematopoietik yang ditandai dengan adanya kromosom Philadelphia dengan

translokasi t(9;22) yang menyebabkan fusi protein BCR-ABL. Imatinib diberikan

per oral dan diabsorpsi dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat kuat pada

protein plasma, dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan

feses.5,6

Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi

penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi

maka dapat diberikan dasatinib 140 mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi

800mg.5,6

Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat

ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3

bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb 5

menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah

trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mm3) atau

trombositopeni (<50.000/mm3) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin.

Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.1,4

D. Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b

Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian

obat ini untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like

syndrome. Dosis 5 juta IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik,

biasanya setelah 12 bulan terapi. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian di

Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m2/hari.3,6

E. Cangkok sumsum tulang belakang

Data menunjukan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang

masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik.

Cangkok sumsum tulang tidak dilakukan pada kromosom Ph negatif atau BCR-

ABL negatif.3

PROGNOSIS

Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3- 5 tahun

setelah diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya obat- obat baru,

median kelangsungan pasien dapat diperpanjang secara signifikan.

Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK, antara

lain :

Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti

penurunan berat badan, demam, keringat malam.

Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,

eosinophilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negative.2,6

ANSIETAS

PENDAHULUAN

Ansietas maupun depresi merupakan penyakit umum dan banyak

dijumpai, dapat menyerang siapa saja, di mana saja dan kapan saja, tetapi paling

sering dilupakan oleh klinisi dan dokter. Hal ini biasanya disebabkan karena 6

dokter dalam praktiknya lebih mengedepankan mencari kelainan fisis daripada

menelusuri penyebab keluhan-keluhan yang penyebabnya non fisis. Kebanyakan

pasien depresi dan ansietas meminta pertolongan untuk keluhan-keluhan

somatisnya. Inilah antara lain yang perlu mendapatkan perhatian dan

menyebabkan ansietas dan depresi menjadi masalah di bidang penyakit dalam ,

karena keadaan depresi dan ansietas menjadi terselubung oleh keluhan fisis yang

beraneka ragam.8

MENGENAL ANSIETAS DAN DEPRESI

Sindrom ansietas dan depresi merupakan penyakit yang termasuk

gangguan psikosomatis dengan catatan depresi psikotik tidak termasuk di

dalamnya. Untuk menentukan diagnosis ansietas dan depresi dipakai kriteria yang

merujuk kepada DSM IIIR dan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Dysorder, Revised Third Edition).8

Keluhan-keluhan fisis yang umum dijumpai pada pasien ansietas dan

depresi antara lain sakit kepala, anoreksia, cepat lelah (fatigue), konstipasi,

insomnia, palpitasi, berkeringat, libido menurun (impotensi), sakit perut, nyeri ulu

hati, sesak nafas dan sebagainya. Sedangkan keluhan psikisnya jarang

dikemukakan secara langsung dan baru terungkap melalui anamnesis yang lebih

teliti dan terarah.8

Sindrom ansietas menurut DSM IIIR dibedakan menjadi beberapa macam

yaitu:

Ansietas GAD (Generalized Anxiety Disorder)

Ansietas panic (Panic Dysorder)

Ansietas OCD (Obsessive Compulsive Dysorder)

Fobia

PTSD (Post Traumatic Stress Dysorder)

Yang paling banyak dijumpai adalah ansietas GAD.8

Pada umumnya sindroma ansietas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

cemas, kuatir dan tak bisa relaks atau tegang yang berlangsung lebih dari 3 bulan

disertai gejala-gejala fisis dan psikis akibat adanya ketidakseimbangan system

7

saraf otonom. Gejala awal sindrom ansietas dapat dikenali dengan memperhatikan

adanya keluhan psikis dan keluhan somatic sebagai berikut:8

Gejala psikis: Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mood berubah,

mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tidak bisa diam dan timbul rasa

takut

Gejala somatis: sakit kepala, gangguan tidur, impotensi, keluhan berbagai

system, missal system kardiovaskular, system pernapasan, gastrointestinal,

dan sebagainya

PATOFISIOLOGI

Telah diketahui bahwa patofisiologi penyakit-penyakit psikosomatis

bersumber pada adanya ketidakseimbangan saraf autonom vegetative. Sedangkan

penyebab ketidakseimbangan vegetative (pada gangguan psikosomatik) sebagian

besar adalah faktor psikis seperti konflik emosional, frustrasi, ketegangan yang

berlangsung lama dan berbagai stress psikis lainnya.8

Akhir-akhir ini gangguan vegetatif autonom dihubungkan dengan adanya

gangguan konduksi impuls saraf di celah-celah sinaps antara neuron-neuron.

Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan/kekurangan

neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-

reseptor post sinaps. Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui berupa amin

biogenic antara lain noradrenalin, dopamin dan serotonin.8

PENGOBATAN

Pengobatan sindrom ansietas dan depresi harus selalu memperhatikan

prinsip holistik dan ekliktik yaitu meliputi aspek-aspek organo biologic, aspek

psiko-edukatif dan aspek psikokultural. Obat-obatan diberikan sesuai dengan

keluhan medis internis yang ditemukan dan simptomatis sesuai gejala yang ada

termasuk pemberian obat-obatan psikofarmaka. Untuk ansietas GAD obat pilihan

adalah buspiron dengan titrasi dosis yang semakin ditingkatkan. Pada tahap awal

pengobatan kadang-kadang perlu digabung dengan golongan benzodiazepine.

Sedangkan untuk ansietas PD alprazolam memberikan efek yang lebih baik.

8

Kemudian pada pasien dianjurkan untuk melakukan kebiasaan hidup sehat seperti

makan, tidur, olahraga dan menjalankan hobi dengan teratur.8

Psikoterapi (superfisial) dimulai dengan menciptakan hubungan baik

antara dokter-pasien, memberikan kesempatan mengutarakan konfliknya,

mengeluarkan isi hatinya. Dengan demikian akan mengurangi ketegangannya.

Melakukan reedukasi yaitu mengubah pendapat-pendapat pasien yang salah atau

kurang tepat dan memberi keyakinan, pengertian tentang sebab-sebab

penyakitnya. Yang tidah kalah penting adalah menekankan kembali komitmen

agama dan pengalamannya.8

Pengobatan pendukung adalah dalam segi sosio-kultural yaitu dengan

memeperbaiki kondisi social ekonomi, kesulitan rumah tangga dan pekerjaan.

Menolong menunjukkan jalan keluar dengan saran dan pandangan-pandangan

sesuai kemampuan pasien serta meningkatkan kemampuan penyesuaian diri

terhadap lingkungannya.8

9

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 31 tahun di bagian Penyakit Dalam

RSUP Dr. M. Djamil Padang mulai tanggal 23 April 2014 dengan:

Alloanamnesis

Keluhan Utama: Perut yang semakin terasa penuh sejak 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Perut yang semakin terasa penuh sejak 1 minggu yang lalu, terasa

menyesak, tidak dapat diisi dengan makanan, apabila diisi dengan

makanan pasien akan merasa mual dan kemudian muntah.

Perut bagian kiri yang semakin membengkak sejak 4 bulan yang lalu.

Keluhan perut membengkak ini telah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.

Pasien kemudian berobat ke dokter di Muko-muko, dijelaskan bahwa

kemungkinan pasien menderita suatu keganasan dan disarankan untuk

membeli obat yang harganya tidak mampu dibeli oleh pasien. Pasien

akhirnya memilih berobat alternatif, namun tidak ada perubahan.

Penurunan berat badan sejak 4 bulan yang lalu, namun pasien tidak tahu

berapa berat badan yang turun

Badan terasa letih dan lesu sejak 2 bulan yang lalu

Mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu, frekuensi > 5x/hari, berisi

makanan dan minuman, darah tidak ada, tidak menyemprot.

Pendarahan dari gusi dan hidung tidak ada

Demam tidak ada

Batuk dan sesak nafas tidak ada

Riwayat memar pada tubuh tidak ada

Buang air kecil dan buang air besar seperti biasa

Rasa pahit di kerongkongan tidak ada.

Riwayat berbaring setelah makan tidak ada.

Rasa panas terbakar di dada tidak ada.

10

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit kuning tidak ada

Riwayat transfusi darah tidak ada

Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat minum obat-obatan/zat kimia dalam jangka waktu yang lama

tidak ada

Riwayat mendapat penyinaran tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keganasan

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:

Pasien lahir di Boyolali, tumbuh besar di Sragen dengan neneknya dan

setelah tamat SMU ikut orangtua merantau ke Muko-Muko

Pasien telah menikah, mempunyai 1 orang istri dan 2 orang anak berusia 7

tahun dan 5 bulan

Pasien membuka usaha konter hp di rumahnya

Pasien mempunyai kesulitan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari

Pemeriksaan Fisik

KU : sedang Tinggi Badan : 165 cm

Kesadaran : CMC Berat Badan : 52 kg

Tekanan Darah: 110/70 mmHg IMT : 19,11 (normoweight)

Nadi : 70x/menit, regular Sianosis : (-)

pengisian cukup Anemis : (+)

Nafas : 16x/menit Ikterus : (-)

Suhu : 36,5˚ C Edema : (-)

Kulit : tidak ada kelainan, turgor normal

KGB : tidak ditemukan pembesaran KGB

Kepala : normocephal, massa (-), sutura tidak melebar, hidrosefalus (-)

11

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : auricula dan meatus acusticus tidak ada kelainan

Hidung : deviasi septum dan polip tidak ada

Tenggorokan : tonsil dan faring tidak hiperemis

Gigi&mulut : karies (+), candida (-), oral hygiene baik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba

Thoraks

Paru depan:

Inspeksi: normochest, simetris, statis dan dinamis

Palpasi: fremitus kiri = kanan

Perkusi: sonor, batas pekak hepar di RIC VI

Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Paru belakang

Inspeksi: normochest, simetris, statis dan dinamis

Palpasi: fremitus kiri = kanan

Perkusi: sonor, batas peranjakan paru-hepar 2 jari

Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:

Inspeksi: iktus tidak terlihat

Palpasi: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V seluas kuku ibu jari, tidak

kuat angkat

Perkusi: batas atas: RIC II, batas kanan: LSD, batas kiri: 1 jari medial

LMCS RIC, pinggang jantung (+)

Auskultasi: irama teratur, bising jantung (-), gallop (-) M1>M2, P2<A2

Abdomen:

Inspeksi: tidak tampak membuncit

Palpasi: hepar teraba 1 jari di bawah arkus kostarum, tepi tajam,

permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), limpa teraba di

Schuffner 6

12

Auskultasi: bising usus (+) normal

Punggung : CVA: nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anggota gerak: reflek fisiologis (+/+) normal, reflek patologis (-/-), edema (-/-),

akral teraba hangat.

Laboratorium

Darah : Urin :

Hb : 8 gr/dl Protein : (-)

Leukosit : 619880/mm3 Glukosa : (-)

Hematokrit : 22% Leukosit : 1-2/LPB

Trombosit : 208000/mm3 Eritrosit : 0-1/LPB

Hit.Jenis : 0/9/3/57/3/0 Silinder : (-)

Blast : 2% Kristal : (-)

Promielosit : 5% Epitel : (-)

Mielosit : 18% Bilirubin : (-)

Metamielosit : 3% Urobilinogen : (+)

LED : 80 mm/jam

Gambaran darah tepi:

Eritrosit: normokrom anisositosis, polikromasi, ditemukan eritrosit berinti 1/100

leukosit

Leukosit: jumlah meningkat dengan blast 2%, promielosit 5%, mielosit 18%,

metamielosit 3%

Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal

Feses :

Makroskopis :

Warna : coklat

Konsistensi : lunak

Mikroskopis :

Leukosit : 0-1/LPB

13

Eritrosit : 0-1/LPB

Daftar Masalah:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik

Diagnosis Kerja:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

Differensial Diagnosis

Leukemia limfositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec non auto-imun

Terapi:

Istirahat/ML 2300 kkal (karbohidrat 1400 kkal, protein 60 gr, lemak 660

kkal)

NTR 3x1 tab p.o

Pemeriksaan Anjuran:

Darah perifer lengkap : jumlah eritrosit, MCV, MCH, MCHC, retikulosit

Faal Hemostasis : PT, aPTT

Faal hepar : Bilirubin I & II, SGOT, SGPT, albumin dan globulin

Coomb’s test

Bone Marrow Puncture (BMP)

Screening antibody

Follow-up

24 April 2014

S: perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan (+), mual (-), muntah (-),

pendarahan (-)

14

O:

KU : sedang

Kesadaran : CMC

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 70x/menit

Nafas : 16x/menit

T : 36,5 C

Laboratorium:

-Bilirubin total : 0,34 mg/dL

- Bilirubin I : (-)

- Bilirubin II : (-)

- Albumin : 4 g/dL

- Globulin : 3,4 g/dL

- SGOT : 36 u/l

- SGPT : 47 u/l

- Eritrosit : 2,51 juta/uL

- PT : 13,2 detik

- APTT : 48,8 detik

- MCV : 87,6 fL

- MCH : 31,9 pg

- MCHC : 36,4 %

- Retikulosit : 4,63 %

Kesan:

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec auto imun

DD/ ec hemolitik ec non auto-imun

A:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

Konsul Konsultan Hematologi-Onkologi Medis

Kesan:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

Rencana:

Coomb’s test

BMP

15

26 April 2014

S: perut membengkak dan terasa penuh (+), mual (-), muntah (-), pendarahan (-)

O:

KU : sedang

Kesadaran : CMC

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 76x/menit

Nafas : 18x/menit

T : 36,7 C

Laboratorium:

Coomb’s test : (+)

A:

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

P:

Screening antibody

29 April 2014

S:

Pasien mengakui bahwa dirinya sering merasa cemas akan penyakitnya

dan takut bahwa penyakitnya ini tidak bisa disembuhkan. Pasien telah

merasakan rasa cemas sejak 4 bulan yang lalu setelah pasien berobat

dengan dokter di Muko-muko, dijelaskan oleh dokter bahwa penyakitnya

tidak bisa sembuh dan harga obatnya mahal, sehingga saat itu pasien

enggan berobat dan memilih pengobatan tradisional

Sering merasa lupa dan sukar untuk konsentrasi (+)

Merasa mudah tersinggung (+)

Sakit kepala (+)

Sukar tidur (+)

Pasien masih suka menjalani hobbinya yaitu mendengar musik selama

sakit

16

O:

KU : sedang

Kesadaran : CMC

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 82x/menit

Nafas : 20x/menit

T : 36,7 C

Hospital Anxiety Depression Scale:

Ansietas: 11 (≥ 8)

Depresi: 4

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

Skor: 18 (ansietas ringan)

Hasil Pemeriksaan BMP :

Sediaan dipulas Wright Giemsa

Partikel ditemukan

Kepadatan sel: selularitas meningkat

Sel lemak sedikit

Jumlah megakariosit cukup

Hitung Jenis :

Sel Mieloblas : 2% Sel Promielosit : 6%

Sel Mielosit : 25% Sel Metamielosit : 8,5%

Sel Batang : 11% Sel Segmen : 33,5%

Sel Basofil : 0% Sel Eosinofil : 7%

Sel Rubriblas : 0% Sel Prorubrisit : 0%

Sel Rubrisit : 1% Sel Metarubrisit : 1%

Sel Promonosit : 0% Sel Monosit : 0%

Sel Limfosit : 5% Sel Megakariosit : 0,2%

Sel Histiosit : 0% ME Rasio : 46 : 1

17

Kesan: partikel ditemukan, hiperseluler, megakariosit ditemukan,

pancaran cukup, aktivitas eritropoietik tertekan, aktivitas granulopoietik

meningkat, ditemukan semua tahap pematangan dengan mieloblast 2%,

promielosit 6%, mielosit 25%, metamielosit 8,5% dengan M:E ratio =

46:1

Kesimpulan: gambaran sumsum tulang sesuai dengan leukemia granulositik

kronik

A:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik-normokrom ec hemolitik ec autoimun

Ansietas ringan

Konsul Konsultan Hematologi-Onkologi Medis

Kesan:

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik-normokrom ec hemolitik ec autoimun

Terapi:

Terapi sesuai dengan protokol LGK dan anemia hemolitik autoimun

Rencana:

Cek kromosom Philadelphia dan gen BCR-ABL

Cek PT-aPTT dan D-dimer

Konsul Konsultan Psikosomatis

Kesan:

Generalized anxiety disorder (GAD)

Terapi:

Clobazam 2x10 mg p.o

Terapi biofeedback

Terapi relaksasi ketika pasien merasa cemas dan sebelum tidur

Terapi reliji

18

Rencana:

Cek HRS-A 3 hari lagi

19

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki, berumur 31 tahun di Bangsal

Penyakit Dalam RSUP dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis akhir :

Leukemia granulositik kronik

Anemia ringan normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

Gangguan ansietas menyeluruh (GAD)

Diagnosis leukemia granulositik kronik pada pasien ini ditegakkan

berdasarkan adanya keluhan perut sebelah kiri yang semakin membengkak,

penurunan berat badan, badan letih lesu, perut cepat penuh dan ditemukannya

hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis

dengan 2% sel blast dan hasil BMP gambaran hiperseluler dengan perbandingan

mieloid dan eritroid meningkat (M : E = 46 : 1) dengan kesan leukemia

granulositik kronik.

Pemeriksaan kromosom Philadelphia pada pasien ini bertujuan untuk

mengetahui terapi dan prognosis, dimana Fadjari, 2006 mengatakan bahwa pasien

LGK dengan kromosom Philadelphia (+) pada fase kronik dapat diberikan

Imatinib mesylate dengan dosis 400 mg/hari, sedangkan pada fase krisis blas

dapat langsung diberikan dosis 800 mg/hari.1,4

Pasien adalah pengguna surat jaminan kesehatan, sehingga pada pasien ini

diberikan hidroxyurea dengan dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis,

karena untuk dapat menggunakan terapi sel target imatinib mesylate yang

berfungsi sebagai inhibitor tirosin kinase, pasien harus melalui prosedur

pemeriksaan gen BCR-ABL. Selain itu pemeriksaan kromosom Philadelphia dan

BCR-ABL juga dapat menjadi suatu prognosis pada LGK, dimana hasil

kromosom Philadelphia dan gen BCR-ABL yang negatif menunjukkan prognosis

LGK yang buruk.2,6

Anemia hemolitik autoimun pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

adanya keluhan badan letih-letih dan ditemukannya konjungtiva anemis dengan

hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin

8 g/dL, adanya gambaran darah tepi dengan polikromasi, retikulositosis dan

Coomb’ test yang positif.

20

Pada jurnal-jurnal epidemiologi disebutkan bahwa AIHA biasanya sebagai

prediktor untuk terjadinya Leukemia Granulositik Kronik. Namun hubungan

secara langsung antara AIHA dengan LGK sampai saat ini masih belum bisa

dijelaskan. Askling (2005) dan Zheng (1993) menyebutkan bahwa penyakit-

penyakit autoimun berhubungan dengan peningkatan resiko keganasan mieloid

termasuk leukemia mielositik akut & leukemia mielositik kronik. Laporan terakhir

oleh Anderson (2009) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko LGK pada

pasien dengan penyakit-penyakit autoimun seperti pada AIHA, coeliac disease,

dermatomyositis/polymyositis, dan polymyalgia rheumatika.9

Pada pasien dilakukan skrining antibodi untuk menentukan apakah anemia

hemolitik autoimun yang diderita pasien adalah tipe hangat atau tipe dingin. Hal

ini penting untuk menentukan terapi yang terbaik. Tipe hangat disebabkan adanya

antibody IgG yang berikatan dengan dinding sel darah merah pada suhu 37 C.

Pada 50-90% kasus AIHA ditemukan suatu tipe hangat. Lini pertama untuk terapi

AIHA tipe hangat adalah dengan pemberian steroid prednisone 1 mg/kgBB/hari.

Sementara itu untuk yang tipe dingin, disebabkan oleh suatu antibody IgM yang

berikatan dengan sel darah meraha pada suhu di bawah 37 C. Lini pertama terapi

adalah rituximab dengan dosis 375 mg/m2 perminggu selama 4 minggu.10

Setelah beberapa hari rawatan, pasien mengaku bahwa dirinya merasa

cemas dan takut akan penyakitnya. Rasa cemas dan takut ini muncul setelah

pasien dinyatakan menderita suatu penyakit yang diduga suatu keganasan oleh

dokter di Muko-muko. Pasien semakin cemas oleh karena biaya pengobatan untuk

penyakit keganasan ini harganya mahal sehingga pasien lebih memilih untuk

berobat tradisional. Namun setelah menjalani pengobatan tradisional, pasien

merasa tidak ada perkembangan, perut pasien dirasakan semakin membengkak

dan terasa penuh dan pasien akhirnya mengurus surat jaminan kesehatan untuk

berobat di RS.

Pada pasien dilakukan penapisan menggunakan Hospital Anxiety

Depression Scale (HADS), yang merupakan suatu kuisioner untuk membantu

menentukan apakah keluhan psikosomatik yang dirasakan pasien adalah suatu

ansietas atau depresi. Didapatkan hasil bahwa skor ansietas nilainya 11, sehingga

dapat ditegakkan bahwa pasien mengalami ansietas. Setelah itu pada pasien

21

dilakukan penilaian menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

untuk menilai derajat ansietas pasien dan didapatkan skor HRS-A 58 yang

termasuk kategori ansietas berat.

Diagnosis gangguan ansietas menyeluruh (GAD) ditegakkan berdasarkan

kriteria DSM IV-TR dimana minimal 3 dari 6 kriteria terpenuhi, yaitu:

Rasa cemas yang berlebihan yang berlangsung paling kurang 6 bulan

Pasien sukar mengkontrol rasa cemas

Rasa cemas dihubungkan dengan paling kurang 3 dari 6 keluhan berikut

ini:

o Sukar beristirahat

o Mudah lelah

o Sukar konsentrasi

o Mudah tersinggung

o Otot terasa tegang

o Gangguan tidur

Bukan merupakan gambaran serangan panik

Keluhan cemas ini mengganggu aktivitas sehari-hari

Keluhan yang ada bukan disebabkan dari efek langsung dari zat/bahan

kimia/obat-obatan.

Pada pasien ini ditemukan 4 dari 6 kriteria, sehingga dapat ditegakkan

diagnosis gangguan ansietas menyeluruh (GAD).11

Penting bagi kita untuk menatalaksana pasien ansietas dengan keganasan.

Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk melakukan “coping”

terhadap diagnosis kanker atau pengobatannya. Ansietas dapat menyebabkan

pasien melewatkan check-up ataupun menunda pengobatan. Ansietas dapat

meningkatkan rasa nyeri, mengganggu tidur, menyebabkan mual dan muntah.

Semua hal tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup

dari pasien kanker.12

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Fadjari H. Leukemia granulositik kronis. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Editor. Sudoyo A.W dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2006;698-7001.

2. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloproliperatif. Dalam: Hematologi

ringkas. Editor. Khastifah dan Purba DL. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2007; 137-44.

3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia myeloid chronic dan

mielodisplasia. Dalam : Kapita selekta hematologi, ed 4. Penerbit buku

kedokteran EGC, 2002 .p.167- 76

4. Ramadan S.M, Fauad T.M, Summa V, Hasan, S.KH. Acute myeloid

leukemia developing in patients with autoimmune disease. Haematologica

2012 ; 97 (6) : 805-817.

5. Robinowitz I, Larson RS. Chronic myeloid leukemia in Wintrobe Clinical

Haematology. Ed. Greer JP et al, 7 th edition. Lippincontt Williams and

Wilkins, Philadelpia. 2004.p.2235-53

6. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.2006.

7. Vardiman J.W, 2009. Chronic myelogenous leukemia, BCR-ABL1+,

American Journal Clinical Pathology, 132, 248-9.

8. Mudjaddid, E. Pemahaman dan Penanganan Psikosomatik Gangguan

Ansietas dan Depresi Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Editor. Sudoyo A.W dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2006;913-15

9. Anderson L, Pfeiffer R, Landgren O. Risks of myeloid malignancies in

patients with autoimmune conditions. British journal of cancer. 2009;

100(5):822-28

10. DeLoughery T. Autoimmune Hemolytic Anemia. Hematology.

2013;8(1):2-10

23

11. Elizabeth A, Julia E, Naomi M. Generalized Anxiety Disorder. The

Journal of Lifelong Learning in Psychiatry. 2004;(3):346-359

12. Anonim. Anxiety and distress can affect the quality of life of patients with

cancer and their families. 2013. Diunduh dari http://www.cancer.gov

24